Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PPN dan PPnBM

Untuk Memenuhi salah Satu Tugas Mata Kuliah

Perpajakan

Disusun oleh kelompok 9

1. Angga Budiawan
2. Fahmi Triatmaja P
3. Juliana Eka Fitriani

MANAJEMEN D

UNIVERSITAS PERJUANGAN TASIKMALAYA


JURUSAN MANAJEMEN
TAHUN PELAJARAN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya yang berjudul PPN & PPnBM
Makalah ini berisikan tentang informasi tentang PPN dan PPnBM, agar memahami
secara mendalam tentang semua hal yang berkaitan dengan PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Selain itu, tidak hanya sekedar
mengetahui secara teori, tetapi juga dapat mengaplikasikan dikehidupan sehari-hari.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih banyak kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam proses penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

BAB I (PENDAHULUAN) .....................................................................


1.1 Latar Belakang .........................................................................
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................
1.4 Manfaat Penulisan .....................................................................

BAB II (PEMBAHASAN) ......................................................................


1 PPN (Pajak Pertambahan Nilai ................................................
2 Perhitungan PPN ......................................................................
3 PPnBM (Pajak Perhitungan atas Barang Mewah) ...................
4 Pelaporan PPN dan PPnBM .....................................................
5 Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM ............................
6 Sarana Pembayaran PPN dan PPnBM ......................................

BAB III (PENUTUP) ...............................................................................

DAFTAR PUSAKA .................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Pajak merupakan kewajiban warga negara yang menunjukan peran serta dari seluruh
masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk menjalankan pemerintahan dan
pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara
yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita
luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada
negara yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak. Peralihan kekayaan tersebut
membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak
dinggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena
terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik
dengan usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak.
Jenis pajak yang seringkali kita temui dikehidupan sehari-hari adalah PPN (Pajak
Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Kedua jenis pajak ini
sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan negara ini, karena pajak
tersebut yang sering atau acapkali kita bayarkan baik secara langsung maupun tidak langsung
dikehidupan sehari-hari.
Sebagai warga negara kita tidak hanya sekadar mengetahui secara sepintas tentang PPN
dan PPnBm, tetapi juga harus mendalami bagaimana sebenarnya kedua jenis pajak ini serta
seluk beluk yang menyangkut hal tersebut. Dengan kata lain agar tidak naf dalam hal-hal
yang menyangkut kewajiban kita sebagai warga negara.
1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar pemungutan PPN dalam objek, tarif dan perhitungannya?
2. Apa fungsi dan persayaratan mengenai faktur pajak?
3. Bagaimana cara perhitungan PPN, saat terhutang dan tentang pembayaran PPN?
4. Bagaimana dasar pengenaan PPnBM?
5. Bagaimana penerapan tarif dan pelaporan pada PPnBM?

1.3Tujuan Penulisan
1. Sebagai tugas kelompok dari Dosen Perpajakan.
2. Penulis dapat lebih mengerti pembahasan PPN & PPnBM.
3. Dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca makalah ini.
4. Dapat menyajikan materi secara ringkas agar mudah dimengerti
pembaca/pendengar.

1.4Manfaat Penulisan
1. Mengetahui konsep dasar pemungutan PPN dalam objek, tarif dan perhitungannya.
2. Memahami tentang Faktur pajak baik itu tentang persyaratan maupun fungsinya.
3. Mengerti cara perhitungan PPN, saat terhutang dan tentang pembayaran PPN.
4. Menjelaskan secara jelas dasar pengenaan PPnBM.
5. Memahami penerapan tarif dan pelaporan pada PPnBM.
BAB II
PEMBAHASAN

PPN (Pajak Pertambahan Nilai)


2.1 Pengertian dan Dasar PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 april 1985 untuk
menggantikan Pajak Penjualan (PPn). Hal ini dituangkan dalam UU No 8 tahun 1983. PPN
diatur dalam UU No 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM, selanjutnya diubah dengan UU
No.11 tahun 1994, lalu diubah dengan UU No. 18 tahun 2000, terakhir diubah lagi dengan
UU No.42 tahun 2009.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah
Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi (Siti Resmi,
2012:1). Dalam Dirjen Pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) didefinisikan sebagai pajak
yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak
baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean.
Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak, sehingga dikenakan PPN,
kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil
pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang
disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya dan uang, emas batangan,
dan surat-surat berharga. Ada juga barang yang merupakan Barang Kena Pajak tetapi
PPNnya dibebaskan, misalnya buku pelajaran umum dan buku pelajaran agama dan barang-
barang tertentunya.

2.2 Objek PPN dan Bukan Objek PPN


Objek PPN
a. Penyerahan /impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP /JKP/BKP tidak berwujud.
1) Penyerahan BKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak
maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak tetapi
belum dikukuhkan.
2) Impor BKP. Pemungutan pajak saat impor BKP dilakukan melalui Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
3) Penyerahan JKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daearah pabean didalam daerah pabean.
5) Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean (jasa konsultan asing yang memberikan jasa
manajemen, jasa teknik dan jasa lain) didalam daerah pabean.
6) Ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor BKP dikenakan PPN, hanya jika yang
melakukan adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP.
7) Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP, pengusaha yang melakukan ekspor BKP tidak
berwujud adalah hanya pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
8) Ekspor JKP oleh PKP.

b. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya diigunakan sendiri atau digunakan
pihak lain.
c. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjual belikan sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan menurut
ketentuan dapat dikreditkan.
Bukan Objek PPN
Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha
kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 1 angka 15 UU
PPN).

2.3 Tarif PPN dan Dasar Pengenaan PPN


Tarif PPN
a. Tarif PPN adalah 10%.
Dikenakan atas setiap penyerahan BKP di dalam daerah pabean/impor
BKP/penyerahan JKP di dalam daerah pabean/pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam pabean/pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dapat diubah menjadi paling
rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, misalnya pertimbangan perkembangan
perekonomian Indonesia, sehingga tarif PPN bisa diturunkan. Sebaliknya, misalnya jika
Pemerintah membutuhkan penerimaan pajak yang besar, sehingga tarif PPN bisa dinaikkan.
b. Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan Ekspor Jasa Kena Pajak.

Dasar Pengenaan PPN


a. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN
yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak.
b. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena
Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut Undang- Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean
c. Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance, and Freight) + Bea Masuk.
d. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
e. Nilai Lain
Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai DPP
dan Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.11/2011 tentang nilai lain sebagai DPP atas
pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, di dalam
daerah pabean berupa film cerita impor dan penyerahan film cerita impor.

2.4 Perhitungan PPN


Mekanisme Perhitungan PPN dapat diuraikan sebagai berikut :
a. PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak.
b. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa
Pajak yang sama.
c. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan
tetap dapat dikreditkan.
d. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,
maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha
Kena Pajak.
e. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan
kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
f. Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak
juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang
terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan
yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang
terutang pajak.
g. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan
yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak
Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka
jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak
dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
h. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak
Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat
dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
i. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran
pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3
(tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan
sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Contoh :
PKP A menjual tunai Barang Kena Pajak (BKP) dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang didapat oleh
Pengusaha Kena Pajak A.
PKP B melakukan penyerahan Jasa Kena (JKP) Pajak dengan memperoleh penggantian
sebesar Rp20.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP B
= 10% x Rp20.000.000,00
= Rp 2.000.000,00
PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang didapat oleh
Pengusaha Kena Pajak B.
Bapak andre saputra simanjuntak mempunyai perusahaan yang memproduksi bahan
alkohol, dia melakukan penjualan sebesar Rp. 120.000.000,- dengan PPN sebesar 15%
Perhitungan :
= Rp. 120.000.000,- x 15%
= Rp. 18.000.000,-
Jadi pajak PPN yang dipungut oleh perusahaan bapak andre adalah Rp. 18.000.000,-

PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah)


2.5 Dasar Pengenaan PPnBM
a. Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
b. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah.
c. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional.
d. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
PPnBM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena
Pajak yang tergolong mewah.
BKP yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
atau apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral serta mengganggu ketertiban
masyarakat.

2.6 Objek PPnBM dan Penetapan Tarif PPnBM


Objek PPnBM:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya.
b. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

Penetapan Tarif:
a. Tarif PPnBM dibedakan menjadi beberapa kelompok tarif yaitu tarif terendah sebesar
10% dan tarif tertinggi sebesar 200%. Perbedaan tersebut didasarkan pada pengelompokkan
BKP yang tergolong mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga PPnBM.
b. Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0% atas ekspor BKP yang tergolong mewah, karena
diekspor atau dikonsumsi di luar daerah Pabean.

2.7 Pelaporan PPN dan PPnBM

1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT
Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah
dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
a. Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri
oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling
lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2.8 Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM

1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai disampaikan.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus
dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP
tersebut.
3. PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen Impor.
4. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
a. Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus
disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.
PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus
dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
2.9 Sarana Pembayaran PPN dan PPnBM

1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran


Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia.
2. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM
yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak
(DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.
Contoh Soal:
Pengusaha Kena Pajak D mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah
dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah tersebut adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b. PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Kemudian PKP D menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari
suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya
35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat
dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga
BKP yang dihasilkan oleh PKP D atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP D menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP X dengan harga
jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
c. PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00
PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan
bagi PKP D dan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP D.
Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan
PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP X.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM) lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas
konsumsi daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang
timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau
jasa tersebut sampai pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata
rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan pajak
secara bertingkat ini tidak menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan
kembali pajak yang telah dibayar (kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga
persentase beban pajak yang dipikul oleh konsumen tetap sama dengan tarif pajak
yang berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa panjang pendek jalur produksi
atau distribusi tidak mempengaruhi persentase beban pajak yang dipikul oleh
konsumen.

B. Saran
Berdasarkan uraian makalah perpajakan tentang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ini diharapkan dapat
mengaplikasikan teori yang didapatkan dari materi ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://riaviinola.blogspot.co.id/2015/12/makalah-ppn-ppnbm.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai