Anda di halaman 1dari 2

Mastaufiq Hidayat

08151020

Permasalahan Pembangunan Tower Listrik Jawa-Bali

Salah satu megaproyek, di daerah Jawa dan Bali adalah tower listrik setinggi 376 Meter
yang rencananya untuk menambah kapasitas listrik Bali hingga 500 Kilo Volt (KV). Sumber listrik
akan diambilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Watudodol di Desa Watudodol,
Kecamatan Kalipurwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Untuk membentangkan kabel listrik (Saluran
Udara Tegangan Ekstra Tinggi) SUTET ke Bali (Bali Crossing) sejauh 131 kilometer, rencananya
dibuat dua tower. Pertama, di Grand Watudodol (Banyuwangi). Kedua, di kawasan TNBB wilayah
Desa Sumberkelampok (Buleleng Baray). Megaproyek Bali Crossing ini ditargetkan rampung
tahun 2018 mendatang.

Namun, titik lokasi pembangunan tower Bali Crossing masih berada di kawasan suci Pura
Segara Rupek, Desa Pakraman Sumberkelampok, yakni pada jarak hanya 500 meter. Masalahnya,
bentangan kabel listrik SUTET melewati Selat Bali sejauh 131 kilometer yang disebut sebagai Bali
Crossing ini tidak mengindahkan bhisama PHDI tentang kawasan suci. Padahal, sesuai keputusan
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Nomor 11/Kep/I/PHDI/1994 tentang Bhisama Kesucian
Pura, pada bagian dua disebutkan Tempat-tempat suci tersebut telah menjadi pusat-pusat
bersejarah yang melahirkan karya-karya besar dan abadi lewat tangan orang-orang suci serta
para Pujangga untuk kedamaian dan kesejahteraan umat manusia. Maka, didirikan-lah Pura-pura
Sad Kahyangan, Pura Dang Kahyangan, Pura Kahyangan Tiga, dan jenis pura lainnya.

Tempat-tempat suci tersebut memiliki radius kesucian yang disebut daerah kekeran
dengan ukuran apeneleng (sejauh mata memandang), apenimpug (sejauh lemparan), dan
apenyengker (garis tertentu). Untuk Pura Sad Kahyangan, dipakai ukuran Apeneleng Agung
(minimal 5 km dari pura), sedangkan untuk Pura Dang Kahyangan seeprti Pura Segara Ruoek
dipakai ukuran Apeneleng Alit (minimal jarak 2 km dari pura). Sebaliknya, untuk Pura Kahyangan
Tiga dan lainnya, dipakai ukuran apenimpug atau apenyengker.

Kepala Desa (Perbekel) Sumberklampok, I Wayan Sawitrayasa, menyatakan rencana


megaproyek Bali Crossing berkapasitas 500 Kilo Volt (KV) tersebut memang sempat
disosialisasikan pada 2014 silam. Kala itu, titik koordinat lokasi tower menjadi persoalan krusial,
karena karena hanya berjarak sekitar 500 meter dari areal Pura Segera Rupek. Ketika itu pun,
kata Perbekel Suwitrayasa, krama pangempon Pura Segara menolak keras rencana megaproyek

1
Mastaufiq Hidayat
08151020

Bali Crossing. Demikian pula Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Buleleng dan
Pemkab Buleleng, menolak tegas rencana tersebut karena masih bertentangan dengan Surat
Keputusan (SK) PHDI Nomor 11/Kep/I/PHDI/1994 tentang Bhisama Kesucian Pura.

Pasca ditolak, pihak PLN waktu itu sempat berjanji akan mengkaji dan mensosialisasikan
kembali rencana megaproyek Bali Crossing. Namun, janji tersebut tidak pernah terwujud.
Belakangan, rencana megaproyek diketahui sudah mulai berjalan dengan pembangunan Jetty
(dermaga) sebagai persiapan awal pembangunan tower Bali Crossing. Nantinya, Jetty tersebut
akan difungsikan sebagai lokasi bongkar material kebutuhan pembangunan tower Bali Crossing.

Menurut Perbekel Suwitrayasa, pembangunan Jetty tersebut diperkirakan sudah dimulai


sejak 21 Mei 2016 lalu. Sama sekali tidak ada koordinasi baik dengan desa dinas maupun desa
adat. Tiba-tiba saja, sudah ada persiapan dengan pembangunan Jetty. Padahal, masalah kawasan
suci belum selesai, ungkap Perbekel Sawitrayasa didampingi Kelian Desa Pakraman
Sumberklampok, Jero Nengah Dadia, saat ditemui NusaBali di lokasi proyek, Minggu (5/6).

Baik Sawitrayasa maupun Jero Nengah Dadia mengaku baru mengetahui ada kegiatan
megaproyek tower Bali Crossing tersebut, setelah ada laporan dari masyarakat. Untuk
memastikan informasi tersebut, pihaknya pun turun ke lokasi. Ternyata benar, sudah ada pekerja
yang lakukan pengeboran di Pos II Kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Salah seorang
pekerja mengakui, pengeboran dilakukan untuk mengkukur kekerasan tanah di lokasi, termasuk
di pantai. Dari beberapa titik pengeboran, kekerasan tanah berada di kedalaman 40 meter. Selain
ada aktivitas pengeboran mengukur kekerasan tanah di lokasi Jetty, di sepanjang jalan masuk
menuju Pura Segara Rupek juga terlihat beberapa pekerja sedang menandai kekerasan tanah.
Konon, jalan tersebut akan diperlebar hingga 10 meter, guna memperlancar kendaraan besar
keluar masuk proyek.

Daftar Pustaka

Mds. Proyek Listrik Bali Crossing Bikin Resah. 6 Juni 2016.


http://www.nusabali.com/berita/5337/proyek-listrik-bali-crossing-bikin-resah.

Anda mungkin juga menyukai