Menurut sejarah, tanaman ini berasal dari Brazilia dan dibawa ke Indonesia oleh para
pelaut Spanyol dan Portugis sekitar tahun 1599. Di Indonesia tanaman tersebut sudah banyak
dibudidayakan, terutama di pulau Jawa dan Sumatera yang antara lain terdapat di daerah
Subang, Majalengka, Purwakarta, Purbalingga, Bengkulu, Lampung dan Palembang, yang
merupakan salah satu sumber daya alam yang cukup berpotensi. Bentuk daun nanas
menyerupai pedang yang meruncing diujungnya dengan warna hijau kehitaman dan pada tepi
daun terdapat duri yang tajam. Tergantung dari species atau varietas tanaman, panjang daun
nanas berkisar antara 55 sampai 75 cm dengan lebar 3,1 sampai 5,3 cm dan tebal daun antara
0,18 sampai 0,27 cm.
Varietas nanas, jarak tanam dan intensitas sinar matahari akan mempengaruhi
terhadap pertumbuhan panjang daun dan sifat atau characteristic dari serat yang dihasilkan.
Intensitas sinar matahari yang tidak terlalu banyak (sebagian terlindung) pada umumnya akan
menghasilkan serat yang kuat, halus, dan mirip sutera (strong, fine and silky fibre) (Kirby,
1963). Komposisi kimia dari serat nanas terdiri dari selulosa, lignin, ash seperti pada contoh
tabel 1.1
Tabel 1.1 Komposisi kimia dari serat nanas (Doraiswarmy et al., 1993)
Pemanfaatan utama serat nanas untuk industri tekstil dipintal menjadi benang,
pembuatan kain vertical blind (tirai penutup jendela) ataupun digunakan sebagai wallpaper
(kain pelapis dinding), serat dari daun nanas dapat juga dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, misal sebagai bahan baku kertas (pulp), dikembangkan sebagai bahan composite
sebagai reinforced plastics ataupun roofing (eternit). Sebagai bahan baku pembuat kertas
yang cocok untuk tissue, filter rokok dan pembersih lensa, kertas dari serat daun nenas
memiliki kualitas yang baik dengan permukaan yang halus. Seperti pada gambar 1.1
pemanfaatan serat nanas dijadikan sebagai kain tenun dan proses penjemuran dari serat
nanas.
Gambar 1.1 Pemanfaatan serat nanas dijadikan sebagai kain tenun dan proses
penjemuran dari serat nanas.
Serat Abaka
Serat Abaka diperoleh dari batang tanaman Musa Textilis, memiliki serat yang panjang
dikenal dengan kafo yang memungkinkan akan memiliki kekuatan yang sangat tinggi. Serat
yang dihasilkan tanaman abaca memiliki kekuatan fisik yang lebih baik dibandingkan dengan
bahan baku lain (Sugesty dan Haroen, 1997). Serat abaka mempunyai keuletan atau
kekuatan, tidak getas dan tidak mudah robek atau putus, juga memiliki tekstur yang sangat
baik dan memiliki sifat mengkilat seperti memantulkan cahaya.
Musa textilis atau yang lebih dikenal dengan nama abaca, merupakan tanaman asli
Filipina. Selain di manila, pengembangan pisang ini juga ditemukan di daerah lain seperti
india, Guatemala dan Honduras. Tergolong tanaman tropika, tumbuh di dataran rendah
sampai ketinggian 500 mdpl. Tanah yang cocok untuk tempat hidupnya adalah tanah
lempung, agak gembur, serta kaya akan humus (Suyanti, 2008). Gambar 1.2 merupakan
proses pengolahan serat abaka serta pemanfaatan serat abaka sebagai kain tenun.
Gambar 1.2 Proses pengolahan serat abaka dan kain tenun yang berasal dari serat
abaka.
Serat abaka yang halus digunakan sebagai benang tenun dan digunakan untuk bahan
pakaian, yang kasar untuk tali kapal, tikar, karpet, kertas (manila). Komposisi serat abaka
tersusun dari selulosa, pectin, hemi selulosa, lignin, lilin dan zat-zat lain yang larut dalam air.
Cara pengolahan serat abaca :
Serat Sisal
Serat sisal berasal dari daun Agave sisalana Perrine dan Agave fourcroydes Lem. yang
sudah lama digunakan sebagai pengikat untuk mengencangkan bal rumput kering, sudah
diganti dengan bahan sintetik (Brink dan Escobin, 2003). Agave cantala (cantala/kantala
atau nanas sebrang) dan A. sisalana (sisal) dengan kegunaan utama untuk bahan baku tali
temali. Komposisi serat sisal terdiri dari selulosa, pectin, hemiselulosa, lignin, lilin dan lemak
dan zat-zat lain.
Agave berasal dari Meksiko dan dibawa ke Indonesia oleh orang Spanyol. Brazil
merupakan negara penghasil serat Agave nomer satu dunia sebesar 153.000 ton,
kemudian diikuti, China, Kenya, Tanzania, Madagascar, Indonesia dan Thailand
(Gutierrez et al., 2008; Chand et al.,1998). Di Indonesia daerah pengembanga agave
terdapat di Jawa Timur (Banyuwangi, Madura, Jember, Malang, Blitar, dan Kediri), di
Jawa Tengah (Kulon Progo, Magelang, Solo dan Yogyakarta) di Jawa Barat
(Pemanukan dan Ciamis) dan di Sumatera Utara (Pematang Siantar dan Bilah). Pada
umumnya daerah pengembangan agave adalah berbatu kapur dan beriklim kering.
Gambar 1.3 Tanaman Agave dan hasil dari serat sisal seperti karpet.
Keunggulan serat sisal yaitu memiliki serat yang panjang, kelenturan, ketahanan, dan
kemuluran dalam air. Pemanfaatan serat sisal sebagai tali kapal laut, tali temali, kerajinan
rumah tangga, pemoles mesin, kuas, pembungkus kabel, campuran karpet, karung
geotekstil dan jala ikan, serta kebutuhan ekspor sebagai bahan baku pulp kertas,
dashboard, doortrim dan interior mobil. Menurut Chand et al, 1988 Proses ekstraksi serat
sisal dapat dilakukan dengan pembusukan dan penyisiran serat maupun dengan bantuan
dekortikator. Proses pengolahan serat sisal :
Serat enceng gondok diperoleh dari batang tanaman air enceng gondok (Eichhornia
crassipes solms). Menurut Gunawan, 2007 pemanfaatan serat eceng gondok sebagai bahan
baku kertas juga telah dilakukan, batang eceng gondok yang telah mengalami proses pulping
dicampur dengan limbah kertas. Eceng gondok memiliki kandungan selulosa 18-31%, lignin
7-26%, hemiselulosa 18- 43%, dan ash 15-26% dengan kandungan air 85- 95% (Girisuta,
2007).
Tumbuhan air Eichhornia crassipes solms berasal dari brazil. Eceng gondok
berkembangbiak sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan
dengan cara vegetatif dapat berlipat ganda dalam 7-10 hari (Gunawan, 2007).
Perkembangbiakan eceng gondok yang cepat menyebabkan tanaman ini ditemukan sangat
banyak diperairan Indonesia sehingga Indonesia menjadi pengekspor serat eceng gondok
tertinggi. Indonesia memproduksi pulp tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri
tetapi juga untuk kebutuhan ekspor, dengan kenaikan rata-rata 36.002.203 kg/tahun (BPS,
2012).
Gambar 1.4 Tanaman Eichhornia crassipes solms dan hasil dari serat eceng gondok
seperti kerajinan.
Serat dari eceng gondok memiliki kualitas serat yang ulet, kandungan serat cukup
tinggi, bahan baku yang melimpah (sustainability resources), murah dan mudah didapat.
Serat eceng gondok dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas, kerajinan berupa kursi, meja,
tali, hiasan dinding, furniture, dll. Prosedur pembuatan kertas daur ulang campuran
eceng gondok dan kertas bekas :
1. Bagian batang eceng gondok dirajang dan dikeringkan sampai mencapai kering udara.
2. Eceng gondok yang sudah dalam keadaan kering udara dimasak dalam tong pemasak
dengan perbandingan 1 kg eceng gondok : 4 lt air : 10 gr NaOH. Pemberian NaOH untuk
mempercepat proses pemisahan serat. Proses pulping/pemasakan dilakukan pada suhu air
mendidih selama 3 jam. Pada masa 3 jam ini berakhir, akan didapat eceng gondok dalam
bentuk bubur yang menyatu dengan air. Kemudian dicuci sampai bersih untuk
menghilangkan larutan NaOH.
3. Penggilingan kertas bekas, ditambahkan perekat PVAc kurang lebih 5% dari berat kertas.
4. Proses pencetakan lembaran dimulai dengan melakukan pengenceran pulp kertas bekas
dan pulp eceng gondok.
5. Kertas dicetak dan dipres pada selembar kain yang ditempatkan pada bidang yang kaku.
Proses pengeringan dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari.
1. Tangkai Eceng Gondok dipisahkan dari daun dan bagian akarnya, kemudian dibersihkan
dengan air bersih.
4. Tangkai yang sudah kering dapat dibelah belah menjadi bagian-bagian yang lebih tipis.
DAFTAR PUSTAKA
Brink, M. and Escobin R.P. 2003. Prosea. Plant Resources of South- East Asia 17.
Fibre plants Backhys Publishers Leiden the Netheilands. 456 p.
Chand, N., Tiwary, R.K., and Rohatgi, P.K. 1998. Bibliography resourse structure properties
of natural cellulosic fibers an annotated bibliography. J. Mater. Sci (23) p. 381-387.
Doraiswarmy et al. (1993). Pineapple Leaf Fibres, Textile Progress Vol. 24 Number 1,
Textile Institute.
Gunawan, P. dan Sahwalita. 2007. Pengolahan Eceng Gondok sebagai Bahan Baku Kertas
Seni. Balai Litbang Kehutanan Sumatera, Medan.
Gutierrez, A., Isabel M. Rodriguez and Jose C. Del Rio. 2008. Chemical compotion of
lipophilic extractives from sisal (Agave sisalana) fibers. Industrial Crops and
Products (28) p. 81-87.
Hidayat, Pratikno. (2008), Teknologi Pemanfaatan Serat Daun Nanas Sebagai Alternatif
Bahan Baku Tekstil, Teknoin, Volume 13, Nomor 2, Desember 2008.
Suyanti,. Ahmad s. 2009. Pisang, budi daya, Pengolahan, dan Prospek Pasar. Penebar
Swadaya. Depok.