Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, Yang berjudul
PENGERTIAN DZARIAH,OBJEK DAN KEHUJAHANdiharapkan makalah
ini dapat menambah pengetahuan bagi kita semua. Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari
teman-teman yang bersifat membangun sangat diperlukan untuk kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan
semoga Allah senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Palu, 12-Oktober-2016

Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Dalam perjalanan sejarah Islam, para ulama mengembangkan berbagai teori,
metode, dan prinsip hukum yang sebelumnya tidak dirumuskan secara sistematis,
baik dalam Alquran maupun as-Sunnah. Upaya para ulama tersebut berkaitan erat
dengan tuntutan realita sosial yang semakin hari semakin kompleks. Berbagai
persoalan baru bermunculan yang sebelumnya tidak dibahas secara spesifik dalam
Alquran dan Hadits Nabi.
Di antara metode penetapan hukum yang dikembangkan para ulama
adalah sadd adz-dzariah. Metode sadd adz-dzariah merupakan upaya preventif
agar tidak terjadi sesuatu yang menimbulkan dampak negatif. Metode hukum ini
merupakan salah satu bentuk kekayaan khazanah intelektual Islam yang
sepanjang pengetahuan penulistidak dimiliki oleh agama-agama lain. Selain
Islam, tidak ada agama yang memiliki sistem hukum yang didokumentasikan
dengan baik dalam berbagai karya yang sedemikian banyak.
Hukum Islam tidak hanya mengatur tentang perilaku manusia yang sudah
dilakukan tetapi juga yang belum dilakukan. Hal ini bukan berarti bahwa hukum
Islam cenderung mengekang kebebasan manusia. Tetapi karena memang salah
satu tujuan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan dan
menghindari kerusakan (mafsadah). Jika suatu perbuatan yang belum dilakukan
diduga keras akan menimbulkan kerusakan(mafsadah), maka dilaranglah hal-hal
yang mengarahkan kepada perbuatan tersebut. Metode hukum inilah yang
kemudian dikenal dengan sadd adz-dzariah. Sebaliknya, jika suatu perbuatan
diduga kuat akan menjadi sarana terjadinya perbuatan lain yang baik, maka
diperintahkanlah perbuatan yang menjadi sarana tersebut. Hal inilah yang
kemudian dikenal dengan istilah fath adz-dzariah.
Wahbah az-Zuhaili membedakan antara adz-
dzariah dengan muqaddimah. Beliau mengilustrasikan bahwa adz-dzariah adalah
laksana tangga yang menghubungkan ke loteng. Sedangkan muqaddimah adalah
laksana fondasi yang mendasari tegaknya dinding.
Dengan demikian, adz-dzariah dititikberatkan kepada bahwa ia sekedar
sarana dan jalan untuk mengantarkan kepada perbuatan tertentu yang menjadi
tujuannya. Ia bisa menjadi suatu perbuatan terpisah yang berdiri sendiri.
Sedangkan muqaddimahdititikberatkan kepada bahwa ia merupakan suatu
perbuatan hukum yang memang bagian dari rangkaian perbuatan hukum
tertentu. Muqaddimah merupakan perbuatan pendahuluan yang merupakan bagian
tak terpisahkan dari rangkaian perbuatan. Misalnya, saimerupakan sesuatu
perbuatan pendahuluan yang diwajibkan dalam rangkaian haji. Sementara itu, haji
sendiri merupakan kewajiban.
Nabi Muhammad SAW adalah sempurna bagi umatnya, baik pada zaman
kerasulannya maupun zaman setelah kerasulannya berakhir. Sudah sepantasnya di
hadapan kita semua bahwa Muhammad adalah sosok fiqur yang Mashum (terjaga
dari perbuatan dosa sebelum dan sesudah terutus), karena beliau adalah seorang
Nabi, Nabi terakhir yang diutus kepada semua umat manusia dilapisan dunia ini.
Beliau juga sosok yang rajin dan taat dalam beribadah. Beliau juga tak
terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya, lingkungan orang-orang Jahiliyah yang
suka minuman keras, dan main perempuan. Terkait dengan kerasulan Nabi
Muhammad yang merupakan Nabi penutup dimana terdapat Nabi-Nabi
sebelumnya yang juga membawa risalah Allah SWT ada sebuah pertanyaan kecil
dibenak kita, terkait dengan peribadatan beliau. Benarkah beliau mengikuti syariat
Nabi sebelumnya, sebelum beliau diutus? Kalau benar, syariat Nabi siapa yang
diikuti oleh beliau? Terkait dengan pertanyaan tersebut ulama berbeda pendapat,
ada yang mengatakan bahwa beliau sebelum diutus mengikuti mengikuti syariat
nabi sebelumnya. Namun untuk lebih memperjelas tentang syariat yang dibawa
oleh Nabi-nabi terdahulu atau yang kita kenal dengan istilah Syaru Man Qablana
ini akan dibahas lebih lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syaddu al-Dzariah
Secara etimologi Saddu DzarI berasal dari 2kata saddun yang berarti
memendung dan kata dzarI jama dari dzariah yang berarti jalan yang
menyampaikan kepada satu tempat. Jadi sad dzariah adalah memendung jalan
yang menyampaikan kepada suatu tempat.
Secara terminology adalah menetapkan hukum satu perkara dengan suatu hukum
yang terdapat pada perkara yang dituju
Contoh:
1. Mencegah orang minum seteguk minuman keras, sekalipun yang teseguk itu tidak
memabukkan, untuk menyumbat jalan sampai kepada minum yang lebih banyak.
2. Melihat aurat perempuan dilarang, untuk menyumbat jalan terjadinya perzinaan
1. Menurut Ibn Qayyim: Apabila semua tujuan itu tidak dapat sampai kecuali
dengan adanya sebab-sebab dan jalan yang membawa kepada tujuan tersebut,
maka sebab-sebab dan jalan tersebut hukumnya mengikuti hukum tujuannya, oleh
karena itu jalan kepada hukum yang dilarang harus dicegah, karena akan
menimbulkan kerusakan
2. Menurut imam Al- Syathibi: Melakukan suatu pekerjaan yang semula mengandug
kemaslahatan untuk menuju kepada suatu kemafsadatan
3. Imam syathibi mengemukakan 3 syarat yang harus dipenuhi, sehingga perbuatan
itu dilarang:
a. Perbuatan boleh dilakukan itu membawa kepada kemafsadatan.
b. Kemafsadatan lebih kuat dari kemaslahatan.
c. Unsur kemafsadatannya lebih banyak.

B. Macam-macam Dzariah
Para ulama Ushul Fiqh mencoba membagi dzariah itu menjadi 4 pembagian yaitu:
1. Dzariah yang secara pasti akan membawa mafsadat. Contoh: Menggali sumur di
jalan umum yang gelap.
2. Dzariah yang jarang membawa mafsadat. Coantoh:Menanam buah anggur,
meskipun buah anggur kemungkinan dibuat minuman keras.
3. Dzariah yang berdasarkan dugaan yang kuat akan membawa kepada mafsadat.
Contoh: Menjual anggur kepada perusahaan yang memproduksi minuman keras.
4. Dzariah yang sering kali membawa mafsadat, namun kekhawatiran terjadinya
tidak sampai pada dugaan yang kuat.
5. Contoh: transaksi jual beli secara kredit, kena .dianggap transaksi akan membawa
mafsadat, terutama pada kreditur.
C. Objek Saddu Al-Dzariah

Pada dasarnya yang menjadi objek dzariah adalah semua perbuatan ditinjau dari
segi akibatnya yang dibagi menjadi empat, yaitu :

1) Perbuatan yang akibatnya menimbulkan kerusakan/bahaya, seperti menggali


sumur di belakang pintu rumahdijalan gelap yang bisa membuat orang yang akan
masuk rumah jatuh kedalamnya.

2) Perbuatan yang jarang berakibat kerusakan/bahaya, seperti berjual makanan yang


tidak menimbulkan bahaya, menanam anggur sekalipun akan dibuat khamar. Ini
halal karena membuat khamar adalah nadir (jarang terjadi)

3) Perbuatan yang menurut dugaan kuat akan menimbulkan bahaya; tidak diyakini
dan tidak pula dianggap nadir (jarang terjadi). Dalam keadaan ini, dugaan kuat
disamakan dengan yakin karena menutup pintu (saddu dzariah) adalah wajib
mengambil ihtiat(berhati-hati) terhadap kerusakan sedapat mungkin,
sedangkan ihtiat tidak diragukan lagi menurut amali menempati ilmu yakin.
Contohnya menjual senjata diwaktu perang/fitnah, menjual anggur untuk dibuat
khamar, hukumnya haram.

4) Perbuatan yang lebih banyak menimbulkan kerusakan, tetapi belum mencapai


tujuan kuat timbulnya kerusakan itu, seperti jual-beli yang menjadi sarana bagi
riba, ini diharamkan. Mengenai bagian keempat initerjadi perbedaan pendapat
dikalangan para ulama, apakah ditarjihkan yang haram atau yang halal. Imam
Malik dan Imam Ahmad menetapkan haram.

D. Kehujjahan Saddu Dzariah


1. Imam malik dan Imam Ahmad Ibn Hanbal dikenal sebagai dua orang imam
yang memakai Syaddu Dzariah. Oleh karena itu kedua imam ini menganggap
bahwa Syaddu Dzariah dapat menjadi hujjah.Khususnya Imam Malik yang
dikenal selalu mempergunakannya di dalam menetapkan hukum-hukum syara.
Imam Malik dalam mempergunakan Syaddu dzariah sama dengan
mempergunakan maslahah mursalah dan urf wal adah .Demikian yang dijelaskan
oleh Imam Al-Qarafi, salah seorang ulama ulung dibidang ushul dari mzhab
Maliki.
2. Imam ibn Qayyim menyatakan, bahwa penggunaan saddu dzariah merupakan
satu hal yang penting, sebab mencakup dari urusan agama.
3. Ulama Hanafiyah, SyafiIyah dan Syiah menerima Saddu dzariah sebagai dalil
dalam masalah-masalah tertentu dan menolaknya dalam kasus-kasus lain.
4. Imam SyafiI membolehkan seseorang yang karna uzur, seperti sakit, musafir
untuk meninggalkan shalat jumat dan penggantinya dengan shalat zhuhur, akan
tetapi menurutnya, ia secara diam-diam mengerjakan shalat zuhurtersebut agar
tidak dituduh sengaja meninggalkan shalat jumat. Imam SyafiI juga
mengatakan bahwa seorang yang membunuh tidak berhak mendapatkan harta
warisan dari yang ia bunuh, karna apabila ia diberi harta warisan, maka anak akan
berusaha membunuh ayahnya agar ia mendapat bagian dari warisan.
5. Imam Al-Qarafi mengatakan: Sesungguhnya dzariah ini, sebagaimana wajib kita
menyumbatnya, wajib pula kita membukanya, karna dzariaah dimakruhkan,
disunnahkan dan dimudahkan. Dzariah adalah wasilah, sebagai mana dzariah
yang haram diharamkan, dan wasilah kepada yang wajib diwajibkan, seperti
perjalanan menunaikan shalat jumat dan berjalan menunaikan ibadah haji.
Imam Malik dan Imam Ahmad banyak berpegang pada dzariah, sedangka imam
SyafiI dan Hanafi tidak seperti mereka, walaupun mereka tidak menolak dzariah
secara keseluruhan.
Menurut Imam Syafii dan Hanafi, dzariah ini masuk kedalam dasar yang sudah
mereka tetepkan, yaitu qiyas menurut imam syafiI dan istihsan menurut hanafi.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahrah Muhammad, 1994, Ushul fiqh, Jakarta: PT. Pustaka firdaus.
Abdul Karim, 1966, Pengantar Ushul fiqh, Jakarta: Djajamurni.
Abu Zahra Muhammad, 2001, Ushul fiqh, Kaherah: Darul al fikr al-arabi
Wahbah al-zuhaili, 1996, Ilm Ushul a-Fiqh al-Islamy, Dar al-Fikr: Bairut.
Rahman Abd Dahlan, Ushul fiqih (Jakarta : Amzah,
2011
Syarifuddin Amir, Ushul fiqih jilid 1 (Jakarta: Logos wacana ilmu, 2001)
Haroen Nasrun, Ushul fiqih (Jakarta : logos wacana ilmu,1997)
Effendi Satria, Ushul fiqih (Jakarta : Kencana, 2008 )
Djamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: 1997. Logos
Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh 1. Jakarta: 1997. Logos
Syukur, Syarmin. Sumber-sumber Hukum Islam.Surabaya: 1993. Usana Offset
Printing

Uman, Chaerul. Ushul Fiqh 1. Bandung: 1998. Pustaka Setia


DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG .................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SYADDU AL-DZARIAH.................................. 3


B. MACAM-MACAM DZARIAH ................................................... 3
C. OBJEK SADDU AL-DZARIAH ................................................. 4
D. KEHUJJAHAN SADDU AL-DZARIAH ................................... 4

DAFTAR ISI .............................................................................................. 5

Anda mungkin juga menyukai