Anda di halaman 1dari 26

KRISIS TIROID

Krisis tiroid (Thyroid Storm) adalah komplikasi serius dari tirotoksikosis


dengan angka kematian 20-60%. Krisis tiroid merupakan kejadian yang jarang,
tidak biasa dan berat dari hipertiroidisme. Insidensi keseluruhan hipertiroidisme
sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis.
1,2

Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang


beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan
oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena
adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan
keadaan klinis tirotoksikosis.3 Kondisi ini melibatkan banyak organ dan
digambarkan dengan gejala kardiovaskuler, gastrointestinal dan sistem saraf pusat.
Gejala klasik meliputi demam, takikardi, mual, muntah, tremor, diare, dehidrasi,
agitasi, ansietas, psikosa, delirium dan koma. Gagal hati dengan ikterus juga dapat
terjadi.4

Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat, prognosis


biasanya akan baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat tentang
krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan penatalaksaannya. 1,2

PENYEBAB

Krisis tiroid merupakan kasus yang jarang, namun dapat terjadi pada
pasien yang mengidap hipertiroidisme yang lama dan tidak diobati misalnya pada
penyakit graves, struma multinodular toksis, adenoma toksik soliter. Beberapa
kasus jarang yang dapat menimbulkan krisis tiroid adalah karsinoma hipersekresi
tiroid, adenoma hipofisis yang mensekresi tirotropin, struma ovarii/teratoma,
human chorionic gonadotropin yang disekresi mola hidatidosa. Interferon alfa dan
interleukin 2 yang menginduksi tirotoksikosis selama pengobatan penyakit lain,
seperti hepatitis virus dan HIV. Hipertiroid dengan penyebab seperti tersebut dapat

1
berkembang menjadi krisis tiroid dipicu oleh suatu peristiwa akut seperti operasi
tiroid atau non tiroid, trauma, infeksi berat, stres fisik maupun psikologik, infark
miokard, tromboemboli pulmonal, diabetik ketoasidosis, melahirkan, penghentian
obat-obat antitiroid, konsumsi berlebihan atau pemberian yodium intravena
(misalnya zat perwarna radiokontras, amiodarone), terapi radioiodium, dan
bahkan pemberian pseudoefedrin dan salisilat.1,3,5

PATOFISIOLOGI

Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing


hormone (TRH) yang merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan
thyroid-stimulating hormone (TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar
tiroid melepaskan hormon tiroid. Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan
prohormone thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan
ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat
dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara biologik; dan
2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar T4 dan T3
yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien. Bentuk
bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi darah
yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.

Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam


merespon hormon tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang
melibatkan banyak sistem organ dan merupakan bentuk paling berat dari
tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh hormon tiroid yang
semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon tiroid (dengan/tanpa
peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid oleh sel-sel
tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu tinggi
untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa.

2
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori
berikut ini telah diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid
dilaporkan memiliki kadar hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan
tirotoksikosis tanpa komplikasi meskipun kadar hormon tiroid total tidak
meningkat. Pengaktifan reseptor adrenergik adalah hipotesis lain yang muncul.
Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan katekolamin merangsang sintesis
hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid meningkatkan kepadatan
reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin. Respon dramatis
krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah tertelan
obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga
menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin
katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal
menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.

Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat


patogenik dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat
terjadi pasca operasi mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar
hormon tiroid bebas. Sebagai tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat
ketika kelenjar dimanipulasi selama operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,
atau mulai rusaknya folikel setelah terapi radioactive iodine (RAI). Teori lainnya
yang pernah diajukan termasuk perubahan toleransi jaringan terhadap hormon
tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada keadaan tirotoksikosis, dan
efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebagai akibat kemiripan strukturnya
dengan katekolamin.

GAMBARAN KLINIS DAN KRITERIA DIAGNOSIS

Tidak ada kriteria diagnosis yang absolut. Diagnosis didasarkan atas


riwayat penyakit (tanda-tanda tiroksikosis yang berat: berdebar-debar, keringat
berlebihan, berat badan turun drastis, diare, sesak nafas, gangguan kesadaran).

3
Pada anamnesis biasanya penderita akan mengeluh adanya kehilangan
berat badan sebesar 15% dari berat badan sebelumnya, nyeri dada, menstruasi
yang tidak teratur pada wanita, sesak nafas, mudah lelah, banyak berkeringat,
gelisah dan emosi yang tidak stabil. Dapat juga menimbulkan keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri perut.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan demam dengan temperatur konsisten


melebihi 38,5C. Pasien bahkan dapat mengalami hiperpireksia hingga melebihi
41C dan keringat berlebih. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan antara
lain hipertensi dengan tekanan nadi yang melebar atau hipotensi pada fase
berikutnya dan disertai syok. Takikardi terjadi tidak bersesuaian dengan demam.
Tanda-tanda gagal jantung antara lain aritmia (paling banyak supraventrikular,
seperti fibrilasi atrium, tetapi takikardi ventrikular juga dapat terjadi). Sedangkan
tanda-tanda neurologik mencakup agitasi dan kebingungan, hiperrefleksia dan
tanda piramidal transien, tremor, kejang, dan koma. Tanda-tanda tirotoksikosis
mencakup tanda orbital dan goiter.

Karena tingkat mortalitas krisis tiroid amat tinggi, maka kecurigaan krisis
saja cukup menjadi dasar mengadakan tindakan agresif. Kecurigaan akan terjadi
krisis apabila terdapat triad :

Menghebatnya tanda tirotoksikosis


Kesadaran menurun
Hipertermia

Apabila terdapat triad, maka kita dapat meneruskan dengan menggunakan


skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky. Skor menekankan 3 gejala
pokok, yaitu: hipertermia, takikardi, dan disfungsi susunan saraf.

PENGOBATAN KRISIS TIROID

4
Pilihan terapi pada pasien krisis tiroid adalah sama dengan pengobatan
yang diberikan pada pasien dengan hipertiroidisme hanya saja obat yang diberikan
lebih tinggi dosis dan selang waktu pemberiannya. Pada pasien dengan krisis
tiroid harus segera ditangani ke instalasi gawat darurat atau ICU. Diagnosa dan
terapi yang sesegera mungkin pada pasien dengan krisis tiroid adalah penting
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari kelainan ini.7,8,9

Pada kasus krisis tiroid, hyperpyrexia harus segera diatasi secara cepat.
Dalam hal ini pemberian obat jenis asetaminopen lebih dipilih dibandingkan
aspirin yang dapat meningkatkan kadar konsentrasi T3 dan T4 bebas dalam
serum.7,8,9

Pemberian beta-bloker merupakan terapi utama penting dalam pengobatan


kebanyakan pasien dengan hipertiroid. Propanolol merupakan obat pilihan
pertama yang digunakan sebagai inisial yang bisa diberikan secara intravena.
Dosis yang diberikan adalah 1mg/menit sampai beberapa mg hingga efek yang
diinginkan tercapai atau 2-4mg/4jam secara intravena atau 60-80mg/4jam secara
oral atau melalui nasogastric tube (NGT). 7,8,9

Pemberian tionamide seperti methimazole atau PTU untuk memblok


sintesis hormon. Tionamide memblok sintesis hormon tiroid dalam 1-2 jam
setelah masuk. Namun, tionamid tidak memiliki efek terhadap hormon tiroid yang
telah disintesis. Beberapa menggunakan PTU dibanding tionamide sebagai pilihan
pada krisis tiroid karena PTU dapat memblok konversi T4 menjadi T3 ditingkat
perifer. 7,8,9

Walaupun begitu, banyak menggunakan methimazole (tionamide) selama


obat lain (contohnya iopanoic acid) dimasukkan bersamaan untuk memblok
konversi T4 menjadi T3. Methimazole memiliki waktu durasi yang lebih lama
dibandingkan PTU sehingga lebih efektif. Adalah tidak rasional memasukkan
methimazole 30mg/6jam atau PTU 200mg/4jam secara oral atau NGT. Keduanya
bisa dilarutkan untuk digunakan secara rectal dan PTU dapat diberikan secara

5
intravena dengan diencerkan oleh saline isotonis dibuat alkali (pH 9,25) dengan
sodium hidroksida. 7,8,9

Larutan iodine memblok pelepasan T4 dan T3 dari kelenjar tiroid. Dosis


yang diberikan lebih tinggi dari dosis yang dibutuhkan untuk memblok pelepasan
hormon. Laruton lugols 10 tetes/8jam secara oral. Dapat juga dilakukan
pemberian laruton lugols 10 tetes tersebut secara intravena langsung selama
masih dianggap steril. Larutan iodine ini juga dapat diberikan secara rectal. 7,8,9

Pemberian glucocorticoid juga menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan


memiliki efek langsung dalam proses autoimun jika krisis tiroid berasal dari
penyakit graves. Dosis yang digunakan adalah 100mg/8jam secara intravena pada
kasus krisis tiroid. 7,8,9

6
PENYAKIT JANTUNG TIROID

Penyakit hipertiroid dapat memberikan manifestasi klinis bermacam-


macam yang tergantung dari etiologi hipertiroid, yang mempengaruhi dari fungsi
kerja jantung, tekanan darah, metabolisme tubuh, ekskresi melalui ginjal, sistem
gastrointestinal serta otot dan lemak, sistem hematopoetik 10,11,12,13

JANTUNG DAN VASKULAR

Manifestasi klinis yang terjadi akibat penyakit hipertiroid ini lebih banyak
mempengaruhi fungsi kerja jantung, dimana jantung dipacu untuk bekerja lebih
cepat sehingga mengakibatkan otot jantung berkontraksi lebih cepat karena efek
ionotropik yang langsung dari hormon tiroid yang keluar secara berlebihan
sehingga meningkatkan rasio ekspesi rantai panjang : , dengan otot jantung
berkontraksi lebih cepat juga mengakibatkan cardiac output yang dihasilkan
menurun dan meningkatkan tekanan darah, iktus kordis terlihat jelas,
kardiomegali, bising sitolik serta denyut nadi. Pada hipertiroid dapat
menyebabkan kelainan jantung seperti prolaps katup mitral yang sering terjadi
pada penyakit Graves or Hashimoto, dibandingkan populasi normal. Aritmia
jantung hampir tanpa terkecuali supraventricular, khusunya pada penderita muda.
Antara 2 % dan 20% penderita dengan hipertiroid dengan atrial fibrilasi, dan 15 %
penderita dengan atrial fibrilasi tidak terjelaskan. Atrial fibrilasi menurunkan
effisiensi respon jantung untuk meningkatkan kebutuhan sirkulasi dan dapat
menyebabkan gagal jantung.

7
Tabel 1. Efek hormon tiroid terhadap sistem kardiovaskular.

Pengaruh langsung Pengaruh tak langsung

Regulasi gen-gen spesifik jantung Aktivitas adrenergic meningkat

Regulasi ekspresi reseptor hormon tiroid Meningkatkan kerja jantung

Kontraktilitas otot jantung meningkat Hipertrofi jantung

Penurunan resistensi pembuluh darah Curah jantung meningkat


perifer

GEJALA KLINIS

Meskipun tanpa gagal jantung, manifestasi kardiovaskular tirotoksikosis


secara subjektif maupun objektif akan mendominasi gejala klinis penderita. Gejala
gejala ini berupa palpitasi, takikardi, perasaan tidak enak di epigastrium sebagai
akibat kontraksi aorta decenden yang berlebihan, lekas lelah, sesak nafas, gelisah,
keringat yang berlebihan dan sebagainya. Secara objektif ditemukan takikardi,
nadi seler, denyut nadi karotis dan aorta meningkat, apeks impuls yang kuat,
pulsasi kapiler pada ujung jari, bunyi jantung pertama yang kuat. Kadang
kadang dijumpai murmur sistolik di daerah perikordial, berbagai gangguan irama,
atrial fibrilasi, dan pembesaran jantung.9

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Radiologi

Gambaran radiologi umumnya normal, kadang-kadang dijumpai


pembesaran aorta asenden atau desenden, penonjolan segmen pulmonal dan pada
kasus yang berat dijumpai pula pembesaran jantung.

Elektrokardiografi

8
Pada EKG sering ditemui gangguan irama atau gangguan hantaran.
Biasanya dengan sinus takikardi, atrium fibrilasi ditemui 10-20 % kasus. Pada
kasus berat bisa ditemui pembesaran ventrikel kiri, kadang-kadang ditemui
pelebaran dan pemanjangan gelombang P dan pemanjangan PR interval,
gelombang T yang prominen, peninggian voltase, perubahan gelombang ST-T dan
pemendekan interval QT.

PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI

Pemeriksaan jantung dapat menggunakan beberapa instrument salah


satunya dengan ekokardiografi. Pada ekokardiografi ini dilengkapi dengan adanya
Dopler dengan prinsip transmisi gelombang suara oleh eritrosit, sehingga dapat
diukur kecepatan (velositas) dan aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah.
Jenis-jenis ekokardiografi ada beberapa macam, tetapi dalam praktek sehari-hari
yang digunakan yaitu Ekokardiografi M-mode, Ekokardiografi 2 dimensi,
Ekokardiografi warna, Ekokardiografi dopler sederhana, dan Ekokardiografi
Trans-Esofageal.13

PENATALAKSANAAN

Pengobatan yang dilakukan meliputi medikamentosa dan non medikamentosa.

Non Medikamentosa

Secara non medikamentosa berupa: istirahat tirah baring (bed rest), diet
jantung dengan tujuan untuk mengurangi beban jantung dengan diet yang lunak,
rendah garam dan kalori, serta mengurangai segala bentuk stres baik fisik maupun
psikis yang dapat memperberat kerja jantungnya.

Medikamentosa

9
Golongan beta blocker, ditujukan untuk mengurangi kerja jantung serta
melawan kerja hormone tiroid yang bersifat inotropik dan kronotropik negatif.
Golongan beta blocker akan mengistirahatkan jantung dan memberi waktu
pengisian diastolik yang lebih lama sehingga akan mengatasi gagal jantungnya.
Propanolol juga penting untuk mengatasi efek perifer dari hormon tiroid yang
bersifat stimulator beta-adrenergik reseptor. Beta blocker juga bersifat menekan
terhadap system saraf sehingga daapt mengurangi palpitasi, rasa cemas, dan
hiperkinesis. Beta blocker tidak mempengaruhi peningkatan konsumsi oksigen.
Dosis 40-160 mg/ hari bila belum ada dekompensasio kordis.13

Diuretik, dapat diberikan untuk mengurangi beban volume jantung dan


mengatasi bendungan paru. pemberian digitalis masih controversial, karena
sifatnya yang kronotropik negatif tapi inotropik positif. Diharapkan kerja
kronotropik negatifnya untuk mengatasi takikardi yang ada, tapi kerja inotropik
positifnya dapat menambah kerja jantung mengingat pada penyakit jantung
hipertiroid, hormone tiroid justru bersifat kronotropik positif juga.8,11 Dosis lebih
dari normal perlu control Hr selama atrial aritmia.13

Antikoagulan, direkomendasikan untuk AF, khususnya jika 3 hari atau


lebih, dilanjutkan untuk 4 minggu setelah kembali ke sinus rhythm dan kondisi
eutiroid.13

ILUSTRASI KASUS

10
Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 60 tahun di bagian Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 29 Juni 2017 dengan :

Keluhan utama : (alloanamnesis)


Dada berdebar sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit sekarang


Dada berdebar sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, dan
berkurang dengan istirahat. Berdebar-debar muncul tanpa didahului oleh
aktivitas ataupun faktor pencetus sebelumnya.
Benjolan di leher depan sejak 2 tahun yang lalu, awalnya benjolan seukuran
kelereng, semakin lama semakin membesar seukuran telur puyuh. Benjolan
sewarna dengan kulit sekitar dan tidak nyeri. Pasien sudah dikenal menderita
sakit gondok sejak 2 tahun yang lalu, mendapat obat PTU dari puskesmas
selama setahun, tetapi pasien sudah tidak mengkonsumsi lagi sejak 1 tahun
yang lalu karena merasa sudah sehat.
Sering berkeringat banyak sejak 2 tahun yang lalu sehingga pasien lebih
menyukai cuaca dingin.
Berat badan semakin menurun sejak 1 tahun terakhir. Penurunan berat badan
lebih kurang 10 kg dalam 1 tahun terakhir, nafsu makan biasa. Pasien makan
3x/hari dengan porsi biasa.
Demam hilang timbul sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, demam
tidak tinggi dan tidak disertai menggigil, namun sejak satu hari ini demam
tinggi dan terus-menerus.
Badan lemah dan letih sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Sesak nafas sejak 2 hari yang lalu, sesak sudah dirasakan sejak 3 bulan yang
lalu. Sesak nafas dipengaruhi oleh aktivitas, tidak dipengaruhi cuaca, dan
makanan. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak ada. Riwayat tidur
dengan bantal yang ditinggikan ada. Sesak nafas tidak disertai bunyi menciut.
Mual dan muntah sejak 2 hari yang lalu, frekuensi 3-4 kali/hari, jumlah 1/4
gelas, isi apa yang dimakan dan diminum.

11
BAB encer sejak 1 hari yang lalu, frekuensi 4-5 kali/hari, jumlah 3-5 sendok
makan, tidak berlendir dan tidak berdarah.
Batuk tidak ada.
Suara serak tidak ada.
Sulit menelan tidak ada.
Buang air kecil warna dan frekuensi seperti biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit jantung sebelumnya tidak ada.
Riwayat tekanan darah tinggi (+), kontrol tidak teratur, dengan tekanan darah
tertinggi 180 mmHg. Pasien tidak makan obat penurun tensi.
Riwayat sakit gula tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit gondok.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit jantung, tekanan darah tinggi
dan sakit gula.

Riwayat Pekerjaan, Sosial dan Ekonomi


Pasien seorang ibu rumah tangga, memiliki 2 orang anak.
Pasien memiliki toko kelontong di depan rumah.

12
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : sedang Tinggi badan : 150 kg
Kesadaran : CMC Berat badan : 40 kg
Tekanan darah : 140/80 mmHg IMT : 17,77 kg/m2
Nadi : 120 x/menit, reguler, (underweight)
pengisian cukup. Edema :-
Nafas : 38 x/menit Anemis :-
Suhu : 39,5 C Ikterus :-

Kulit : Halus, turgor normal, perabaan lembab dan hangat, purpura (-).
KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening leher, axila dan
inguinal.
Kepala : Normocephal
Rambut : Tidak mudah tercabut
Mata : Eksoftalmus (-), Rosenbach (-), Stellwaag (-), Von Graefe (-),
Moebius (-), Joffroy (-), Dalrymple (-)
Sklera ikterik (-), Konjungtiva anemis (-)
Reflek cahaya (+/+), Diameter pupil 3mm/3mm
Telinga : Deformitas (-)

13
Hidung : Deviasi septum (-), Epistaksis (-)
Tenggorokan : T1-T1, tidak hiperemis
Gigi & Mulut : Caries (+)
Leher
Inspeksi : tampak pembesaran kelenjar tiroid, warna sama dengan sekitar
Palpasi : teraba kelenjar tiroid lobus kiri dan kanan berukuran 3 x 4 x 3 cm,
simetris, permukaan tidak rata (nodus), batas tegas, konsistensi
kenyal padat, bergerak saat menelan, nyeri tekan (-), fluktuasi (-),
transiluminasi (-), JVP 5+2 cmH2O
Auskultasi : bruit (-)

Dada :
Paru depan
o Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis
o Palpasi : fremitus kiri = kanan
o Perkusi : sonor, batas pekak hepar di RIC V
o Auskultasi : vesikular, ronki -/-, wheezing -/-
Paru belakang
o Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis
o Palpasi : fremitus kiri = kanan
o Perkusi : sonor, peranjakan paru 2 jari
o Auskultasi : vesikular, ronki -/-, wheezing -/-

Jantung
o Inspeksi : iktus kordis terlihat 1 jari lateral LMCS RIC VI
o Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI, kuat
angkat, luas 1 ibu jari
o Perkusi : batas kanan LSD, batas atas RIC II, batas kiri 1 jari lateral
LMCS RIC VI, pinggang jantung menghilang
o Auskultasi : irama reguler, bising (-), M1> M2, P2 < A2

14
Abdomen
o Inspeksi : tidak tampak membuncit
o Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
o Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
o Auskultasi : bising usus normal. Bruit (-).

Punggung : CVA : nyeri tekan dan nyeri ketok tidak ada


Alat kelamin : tidak ditemukan kelainan
Anus : tidak ditemukan kelainan
Anggota gerak : Reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-, edema pitting -/-, fine
tremor (+), teraba lembab
INDEX WAYNE
GANGGUAN SUBJEKTIF GANGGUAN OBJEKTIF

Kriteria Nilai Kriteria Ada Tidak ada

Disnpneu deffort +1 Tiroid teraba +3 -3

Palpitasi +2 Bruit +2 -2

Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -

Suka panas - Lid retraction +2

Suka dingin +5 Lid lag +1

Keringat banyak +3 Hiperkinesis - -2

Nervous +2 Tangan panas +2 -

Tangan basah - Nadi


80 x/mnt - -3
80-90x/mnt -
>90 x/mnt +3

Tangan panas -1 TOTAL 23

Nafsu makan meningkat -

15
Nafsu makan menurun - < 11 Hipotiroid

BB naik - 11 18 Eutiroid

BB turun +3 > 19 Hipertiroid

Fibrilasi atrium -

INDEX NEW CASTLE

KLINIS SKOR

Umur mulai timbul gejala 0


15 -24 th 4
25 -34 th
35 44 th 8
45 54 th
12
> 55 th
16

Psychological precipitant 0

Frequent checking 0

Severe antiophaty anxietas 0

Nafsu makan baik +5

Tiroid teraba +3

Bruit 0

Eksoftalmus 0

Lid retraction 0

16
Hiperkinesis 0

Tremor halus +4

Nadi
> 90 +16
80 90
< 80 +8
0

TOTAL 44

Interpretasi :
-11 23 = Eutiroid
24 39 = Ragu-ragu
40 80 = Hipertiroid

KRITERIA BURCH DAN WARTOFSKY


N
KRITERIA SKOR
O

1 Suhu 37,2 37,7C 0


37,8 38,3C 10
38,4 38,8C 15
38,9 39,4C 20
39,5 39,9C 25
40c 30

2 Gangguan Sistem Saraf Pusat


Tidak ada 0
Ringan : Agitasi
Sedang : Delirium, psikosis, letargi berat 10
Berat : kejang, koma
20
30

3 Gangguan Gastrointestinal dan hepar


Tidak ada 0

17
Sedang : diare, mual, muntah, nyeri perut 10
Berat : Ikterik
20

4 Gangguan Kardiovaskular
Takikardi 90 109 5
110 119
120 129 10
130 139
15
140
20
CHF
Tidak ada 25
Ringan : udem
Sedang : ronchi basal kedua paru
Berat : udem paru
0
Atrium Fibrilasi
Tidak Ada 5
Ada 10
15

0
10

5 Riwayat Pencetus
Tidak Ada 0
Ada 10

TOTAL 70

Laboratorium :
Hb : 10,4 g/dl Trombosit : 258.000/mm3
Ht : 30 % LED : 23 mm/jam
Leukosit : 8260 /mm3 Hitung jenis : 0/0/0/46/46/8
Gambaran darah tepi
Eritrosit : Anisositosis, normokrom
Lekosit : jumlah normal, morfologi normal

18
Trombosit : jumlah cukup, morfologi normal.
Kesan : hasil dalam batas normal

Urinalisis:
Makroskospis
Warna : Kuning

Leukosit : 1-2 / LPB Protein : (-) negatif


Eritrosit : 0-1 / LPB Glukosa : (-) negatif
Silinder : (-) negatif Bilirubin : (-) negatif
Kristal : (-) negatif Urobilinogen : (+) positif
Epitel : Gepeng (+)

Feses :
Makroskospis : Mikroskospis :
Warna : kuning Leukosit : 1-2 /LPB
Konsistensi : cair Eritrosit : 0-1 /LPB
Darah : (-) negatif Amuba : (-) negatif
Lendir : (-) negatif Telur cacing : (-) negatif
Kesan : dalam batas normal

EKG :
Irama : regular SV1 + RV6 : > 35
Heart rate : 215 kali / menit R/S di V1 : < 1 detik
Axis : normal QRS complex : 0.08 detik
Gelombang P : tidak ada ST segmen : isoeletrik
PR interval : tidak dapat dinilai T inverted : tidak ada
Kesan : Supra Ventrikular Takikardi (Atypical AVNRT) dengn LVH

Masalah
Krisis Tiroid
Struma nodosa toksik
Penyakit jantung tiroid

19
Supra venticular takikardia
Kardiomegali
Underweight

Diagnosis Kerja
Struma nodosa toksik dengan krisis tiroid
CHF fc II LVH RVH irama supra ventrikular takikardia ec penyakit jantung
tiroid

Diagnosis Differensial
Adenoma toksik
CHF fc II LVH RVH irama supra ventrikular takikardia ec penyakit jantung
hipertensi

Terapi
Istirahat/ML TKTP 1700 kkal (karbohidrat 1020 kkal, protein 40 gram dan
lemak 28 gr) / O2 3L/menit
IVFD NaCL 0,9% 24 jam/kolf
Lugol 4 x 10 tetes p.o
Loading PTU 600 mg dilanjutkan dengan dosis 4 x 200 mg p.o
Propanolol 4 x 20 mg p.o
Dexametason 4 x 10 mg IV
Paracetamol 3 x 500 mg p.o
Inj. Diltiazem 12.5 mg IV (ekstra)
Balance cairan negatif

Pemeriksaan Anjuran
T3, FT4 dan TSH Elektrolit (Natrium, Kalium,
Chlorida, Calsium)

20
Faal Ginjal (ureum, kreatinin) Echocardiografi
Faal hepar (SGOT, SGPT) Konsul mata
Ro thorax PA Scintigrafi tiroid
USG Tiroid

Follow Up
29 Juni 2017 Jam 20.00
S/ berdebar-debar (+), nyeri dada (-), demam (-)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas Suhu
sedang CMC 120/60mmHg 125x/i, regular 28 x/i 37 0C

Konsul Konsultan Kardiologi


Kesan : Sinus takikardia dengan long QT

Advis : diltiazem 3x30 mg p.o


EKG ulang

30 Juni 2017
S / berdebar-debar (+), nyeri dada (-), demam (-)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas Suhu
sedang CMC 110/60mmHg 122x/i, regular 24 x/i 36.5 0C
Index Burch and Wartofsky : 45
EKG : AF rapid ventricular respon

21
Konsul Konsultan Kardiologi
Kesan : AF rapid ventricular respon

Advis : Atasi penyakit dasar

3 Juli 2017
S / berdebar-debar (-), nyeri dada (-), demam (-)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas Suhu
sedang CMC 120/60mmHg 100x/i, regular 20 x/i 36 0C
Index Burch and Wartofsky : 10
EKG : Sinus takikardia

Keluar Hasil Lab Kimia Klinik


GDS : 127 mg/dL Kreatinin : 0.3 mg/dl
T3 : 2.06 nmol/L
Kalsium : 7.5 mg/dl
FT4 : 66.09 pmol/L
Natrium : 133 mmol/L
TSH : < 0.05 mIU/mL
Kalium : 4.2 mmol/L
SGOT : 39 u/l
Klorida : 103 mmol/L
SGPT : 67 u/l
Ureum : 30 mg/dl
Kesan : FT4 meningkat, TSH menurun

Konsul Konsultan Endokrin Metabolik dan Diabetes


Kesan : struma nodosa toksik dengan krisis tiroid (perbaikan)

Advis : USG Tiroid


Konsul Mata
Scintigrafi Tiroid

22
Initial dose : PTU 2 x 100 mg p.o
Propanolol 2 x 10 mg p.o

4 Juli 2017
S/ sesak nafas (-), BAB encer (-)

23
O/
KU Kes TD Nadi Nafas Suhu
sedang CMC 120/70mmHg 105x/i, regular 20 x/i 37 0C

Konsul Mata
Kesan : Saat ini tidak ditemukan tanda-tanda Ophtalmopati Graves
Anjuran :
Observasi

Expertise Rontgen Thorax PA:


Kesan : Cardiomegali

7 Juli 2017
O/
KU Kes TD Nadi Nafas Suhu
sedang CMC 110/60mmHg 100x/i, regular 18 x/i 37 0C

Keluar Hasil USG Thyroid


Kedua lobus thyroid membesar, echostruktur parenkhim inhomogen, tampak
multinodul dengan batas tegas, tepi reguler di kedua lobus
Pada pemeriksaan dengan Doppler, flow vaskular meningkat.
Isthmus tidak menebal, homogen
Tidak tampak pembesaran KGB regio colli
Kesan : Struma multinodosa toksik

A/
Struma Multinodosa Toksik dengan krisis tiroid teratasi
CHF fc II LVH RVH irama sinus ec penyakit jantung tiroid

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 60 tahun di bagian Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 29 Juni 2017 dengan :

Struma Multinodosa Toksik dengan krisis tiroid


CHF fc II LVH RVH irama sinus ec penyakit jantung tiroid

Diagnosis krisis tiroid pada pasien ini ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Kriteria Burch dan Wartofsky digunakan untuk
memudahkan diagnosis yang mana didapatkan skor 45 merupakan suatu krisis
tiroid. Penggnaan skor kriteria ini sebagai petunjuk diagnosis untuk menilai
keberhasilan resusitasi. Diagnosis krisis tiroid dapat ditunjang dengan hasil
pemeriksaan fungsi tiroid yaitu hormon TSH dan peningkatan kadar T3 dan FT4

Pengelolaan krisis tiroid ditujukan untuk menurunkan sintesis dan sekresi


hormon tiroid, menurunkan pengaruh perifer hormon tiroid dengan menghambat
konversi T4 ke T3, terapi mencegah dekompensasi sistemik, terapi penyakit pemicu
dan terapi suportif. PTU dapat menghambat secara menyeluruh dan cepat sintesis
hormon tiroid dan PTU merupakan tionamid pilihan pertama karena dapat pula
menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. oleh karena krisis tiroid sering disertai
dengan gangguan fungsi gastrointestinal termasuk penurunan perfusi splank akibat
syok maka dosis yang diberikan harus cukup tinggi. Dosis loading 600-1000 mg
dilanjutkan 200-300 mg setiap 4-6 jam.
Pemberian iodine (solusio lugol) bertujuan untuk menghambat sintesis
hormon tiroid dan menghambat sekresi T3 dan T4. Propanolol diberikan untuk
mengurangi dampak hormon tiroid di jaringan terutama sistem saraf pusat dan
kardiovaskuler.
Pada pasien dengan hipertiroidisme dan AF, terapi awal harus difokuskan
pada kontrol irama jantung dengan menggunakan penyekat beta (propanolol, atenolol,
bisoprolol), tetapi konversi ke irama sinus sering terjadi secara spontan bersamaan
dengan pengobatan hipertiroidisme. Pemberian penyekat beta pada kasus
hipertiroidisme terkait dengan gagal jantung, harus diberikan sedini mungkin.
Golongan obat penyekat beta dapat mengontrol takikardia, palpitasi, tremor,
kecemasan, dan mengurangi aliran darah ke kelenjar tiroid.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Margaret G, Rosman NP, Hadddow JE. Thyroid strom in an 11-years-old boy


managed by propanolol. Pediatrics 1874;53:920-922.
2. Roizen M, Becker CE. Thyroid strom. The Western Journal of Medicine
1971;115:5-9
3. Sudoyo AW. Buku ajar penyakit dalam jilid II edisi IV. Jakarta Pusat 2007.
4. Schraga ED. Hyperthyroidism, Thyroid Storm, and Grave Disease. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article//324556-print
5. Misra M, Singhal A, Campbell D. Thyroid Storm. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/394932-print
6. Ramirez JI, Petrone P, Kuncir EJ, Asensio JA. Thyroid strom induced by
strangulation. Southern Medical Association 2004;97:608-610.
7. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam edisi 13. Jakarta EGC
2000;5:2144-2151.
8. Shahab A. Penyakit Graves (struma diffusa toksik) diagnosis dan
penatalaksanaannya. Bullletin PIKI4 : seri endokrinologi-metabolisme.
2002:9-18.
9. Jiang Y, Karen AH, Bartelloni P. Thyroid storm presenting as multiple organ
dysfunction syndrome. Chest 2000;118:877-879.
10. Clemmons DR. Cardiovascular Manifestations of Endocrine Disease. Dalam :
Runge MS, Ohman EM, editor. Netters Cardiology. Edisi 1. New Jersey :
Medi Media ; 2004
11. Cooper DS, Greenspan FS, Ladenson PW. The Thyroid Gland. Dalam :
Gardner DG, Shoback D, editor. Greenspans Basic & Clinical Endocrinology.
Edisi 8. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc ; 2007
12. Ghanie A. Pengantar Diagnosis Ekokardiografi. Dalam : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009
13. Nasution SA. Kardiomiopati. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. edisi 5. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009

Anda mungkin juga menyukai