Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh,


pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa saja hilang dengan
terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan fraktur. Fraktur atau
patang tulang adalah suatu peristiwa terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan fraktur
terbuka.Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Bentuk-
bentuk perpatahan antara lain transversal, oblique, spiral, kompresi atau crush,
comminuted dan greenstick.Fraktur dapat terjadi akibat trauma, stress berulang
dan adanya keabnormalan dari tulang.
Trauma merupakan penyebab umum terjadinya kematian diantara umur 1-
44 tahun di seluruh dunia.Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma
langsung maupun trauma tidak langsung. Fraktur di ekstremitas inferior paling
banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia. Kejadian tahunan fraktur
terbuka tulang panjang diperkirakan 11,5 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi
diekstremitas inferior.
Insiden fraktur fibula sebesar 1-2 kejadian pada per 10.000 jiwa penduduk
setiap tahunnya. Kebanyakan penderita berusia produktif antara 25 65 tahun,
laki-laki lebih banyak menderita terutama pada usia 30 tahun. Penyebab fraktur
sangat bervariasi, baik akibat kecelakaan ketika mengendarai mobil, sepeda
motor, dan kecelakaan ketika rekreasi.
Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur
dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka
yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak
dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur.

BAB II

1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D D
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku : Serui
Alamat : Ardipura
Pekerjaan : PNS
MRS : 7 Juli 2017

II. ANAMNESISAutoanamnesis
Keluhan Utama:
Sulit Menggerakkan tungkai kanan bawah setelah mengalami kecelakaan
lalu lintas.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien merupakan pasien rujukan dari Manokwari dengan keluhan sulit
menggerakkantungkai kanan bawahnyayang disertai nyeri. Pasien sebelumnya
2 bulan yang lalu (10-5-2017) saat di lampu merah tertabrak motor
yangsedang melaju kencang dari arah berlawanan dan menabrak sisi samping
kanan pasien yang mengenai tungkai kanannya. Pasien mengaku tidak
terjatuh, setelah kejadian pasien pulang dan merasa nyeri dan memutuskan ke
tukang pijit, pasien sempat di pijit 3 kali, karena merasa keadaan tidak
membaik pasien memutuskan ke rumah sakit untuk berobat. Saat kejadian
pasien memakai helm dan kepala tidak terbentur.Pasien sadar penuh saat dan
setelah terjadinya kecelakaan.Mual, muntah, dan pusing tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
- Riwayat Hipertensi, riwayat DM dan penyakit lainnya disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis

2
Keadaan Umum : Tampak sakitsedang
Kesadaran : Compos mentis
Pernafasan : 24x/menit
Nadi : 72x/menit
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36.7C

Status generalis :

Kepala : Normocephali, deformitas (-), luka (-), nyeri tekan (-), hematom (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+
Leher : Tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Thorax : Jejas (-), luka (-), nyeri tekan (-)
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan simetris antara kanan dan kiri

Palpasi : vocal fremitus sama antara kanan dan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara nafas vesikular, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : Teraba ictus cordis pada sela iga V di linea midklavikularis kiri

Perkusi : Batas kanan: sela iga V linea parasternalis kanan. Batas kiri :
sela iga V, 1 cm medial linea midklavikularis kiri. Batas atas : sela iga II
linea parasternal kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-),luka (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar lien tidak
teraba membesar, ballottement ginjal (-)

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-/-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Ekstremitas

3
Atas : Akral hangat +/+, oedem -/-, jejas -/-, memar -/-, luka -/-

Bawah : lihat status lokalis

Status lokalis : Regio cruris dextra


Look

- Tampak deformitas, udem

- Tungkai atas tidak ada jejas, jari-jari jumlah lengkap, tidak ada luka di
pedis kanan.

Feel

- Teraba hangat (+), nyeri tekan (+), CRT <2, pulsasi a.dorsalis pedis (+),
pseudojoint (+).

Move

- Aktif : terbatas karena nyeri.

- Pasif: ROM tidak dilakukan.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 8 Juli 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hematologi
Hemoglobin 12,3 g/dl 13,7 17,5
Leukosit 7600 /uL 4100 - 10900
Hematokrit 36.6 % 41 53
Trombosit 198000/uL 150000 400000
Hemostasis
Masa Pembekuan 930 menit 5-15
Masa Pendarahan 330 menit 1-6
Fungsi Ginjal
BUN 13.6 mg/dl 5-25
Creatinin 1.40 mg/dl 0,7 1,5

2. Pemeriksaan radiologi
Rontgen cruris dextra AP lateral

4
Kesan: fraktur 1/3 middle os tibia et fibula (d)

IV. RESUME
Pasien diantar ke IGD RSUD Dok II dengan keluhan sulit di
menggerakkan dan nyeri pada tungkai kananbawah setelahsebelumnya 2 bulan
yang lalu (10-5-2017) tertabrak motor yangsedang melaju kencang dari
samping kanan yang mengenai tungkai kanannya. Pasien mengaku tidak
terjatuh, Saat kejadian pasien memakai helm dan kepala tidak terbentur.
Pasien sadar penuh saat dan setelah terjadinya kecelakaan.Mual, muntah, dan
pusing tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik tampak tampak deformitas tungkai bawah,
Tungkai bawah kanan teraba hangat, nyeri tekan, CRT<2 detik, pulsasi
a.dorsalis pedis +. Tungkai bawah kanan tidak dapat digerakkan karena nyeri,
tungkai atas kanan dan jari-jari masih dapat digerakkan.Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hemoglobin 12,3g/dl. Pada pemeriksaan rontgen
cruris dextra terdapat gambaran fraktur 1/3 middle os tibia et fibula.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Fraktur tertutup tibia fibula dekstra.

5
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
- IVFD RL 20 tpm/ 24 jam
- Inj. Antrain 3 x 500mg
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Netilmicin Sulfate (Hypobach) 2x300mg (IV)

Tindakan operatif: (17-7-2017)

ORIF tibia (D)+ Bone Graft Iliac (D)

1. Pasien posisi supine dibawah pengaruh anestesi


2. Assess dan drapping
3. Incisi , perdalam lapis demi lapis
4. Reduksi dan fiksasi fragmen tibia dengan narrow plate 7 hole, blank
control screw 4,5 mm
5. Ambil bone graft di iliac D, masukkan bone graft
6. Cuci lapangan operasi dengan NaCl0,9%
7. Jahit lapis demi lapis
8. Operasi selesai

6
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

Follow Up

7
Hari / Follow up
Tanggal
7 Juli 2017 S : Nyeri minimal tungkai kanan bawah (+)
O : Ku: tampak sakit sedang; Kes: Compos mentis
TD: 110/70mmHg, Nadi: 78x/menit, RR: 18x/menit, SB:
36.6C
Status Generalis : CA (-/-), dbn.
Status lokalis: (Regio cruris dekstra)
L : deformitas (+)
F : nyeri tekan (+)
M: gerak aktif terbatas karena nyeri.
NVD: pulsasi arteri poplitea dan dorsalis pedis (+)
A : Closed fractur tibia fibula dekstra
P :
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj. Antrain 3 x 1 amp (iv)
- cek DL/CT/BT/KL
- X-ray Cruris Ap/Lat
- Rencana ORIF

8-16 Juli 2017 S : Nyeri minimal tungkai kanan bawah (+)


O : Ku: tampak sakit sedang; Kes: Compos mentis
TD: 120/70mmHg, Nadi: 70x/menit, RR: 20x/menit, SB:
36.6C
Status Generalis : CA (-/-), dbn.
Status lokalis: (Regio cruris dekstra)
L : deformitas (+)
F : nyeri tekan (+)
M: gerak aktif terbatas karena nyeri.
NVD: pulsasi arteri poplitea dan dorsalis pedis (+)
A : Non Union Fractur tibia et Fibula (D)
P :
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj. Antrain 3 x 1 amp (iv)
- Konsul Sp. An
- Konsul Sp. PD
- Rencana ORIF

17 Juli2017 S : Nyeri minimal tungkai kanan bawah (+)


O : Ku: tampak sakit sedang; Kes: Compos mentis
TD: 120/70mmHg, Nadi: 70x/menit, RR: 20x/menit, SB:
36.6C
Status Generalis : CA (-/-), dbn.
Status lokalis: (Regio cruris dekstra)
L : deformitas (+)
8
F : nyeri tekan (+)
M: gerak aktif terbatas karena nyeri.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Tulang adalah suatu jaringan dan organ yang terstruktur dengan baik,
tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut dengan
korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan
dilapisi oleh periosteum pada bagian luarnya sedangkan yang membatasi
tulang dari cavitas medullaris adalah endosteum , tulang tersusun atas:
a. Komponen sel :osteocytus, osteoblastocytus dan osteoclastocytus
b. Komponen matrix ossea: serabut-serabut kolagen tipe 1 dan substantia
fundamentalis
Arsitektur jaringan tulang dikenal dengan 2 jenis yaitu:
a. Jaringan tulang dengan arsitektur serupa jala
b. Jaringan tulang yang menunjukkan gambaran lembaran-lembaran (lamella
ossea). Masing-masing memiliki deretan lacuna ossea yang pada keadaan
segar ditempati oleh osteocytus.

Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region


cruris.Ini merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur.Tulang ini
terbentang ke proksimal untuk membentuk articulatio genu dan ke distal
terlihat semakin mengecil.

9
Os fibula atau calf bone terletak sebelah lateral dan lebih kecil dari
tibia. Extremitas proximalis fibul aterletak agak posterior dari caput tibia,
dibawah articulatio genu.Fascia cruris merupakan tempat perleketan
musculus dan bersatu dengan perosteum. Ke proximal akan melanjutkan
diri ke fascia lata, dan akan melekat di sekitar articulatio genu ke os
patella, ligamentum patellae, tuberositas tibiae, dan capitulum fibulae. Ke
posterior membentuk fascia poplitea yang menutupi fossa poplitea.Disini
tersusun oleh serabut-serabut transversal yang ditembus oleh vena saphena
parva. Fascia ini menerima serabut-serabut tendo m.biceps femoris
femoris disebelah lateral dan tendon m. Sartorius, m.gracilis,
m.semitendinosus, dan m.semimembranosus disebelah medial. Keanterior,
fascia ini bersatu dengan perosteum tibia serta perostenium capitulum
fibulae dan malleolus fibulae.Ke distal, fascia ini melanjutkan diri ke
raetinaculum mm.extensorum superior dan retinaculum mm.
flexorum.Fascia ini menjadi tebal dan kuat dibagian proximal dan anterior
cruris, untuk perlekatan m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum
longus.Tetapi, fascia ini tipis dibagian posterior yang menutupi
m.gastrocnemeus dan m.soleus.disisi lateral cruris, fascia ini
membentuk septum intermusculare anterius dan septum intermusculare
posterius.
Musculus di region cruris dibedakan menjadi tiga kelompok.Yaitu
(a) kelompok anterior, (b) kelompok posterior dan (c) kelompok lateralis.
Musculus di regio anterior
o M. tibialis anterior
o M. extensor hallucis longus
o M. extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius
Musculus regio cruris posterior kelompok superficialis
o M. Gastrocnemius
o M. Soleus
o M. Plantaris
Musculus regio cruris posterior kelompok profunda
o M. Popliteus
o M. flexor hallucis longus
o M. flexor digitorum longus

10
o M. tibialis posterior
Musculus region cruris lateralis
o M. peroneus longus
o M. peroneus brevis

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan


tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung, tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan, dan trauma
tidak langsung, trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur. Akibat trauma bergantung pada jenis trauma, kekuatan, arahnya dan
umur penderita.

11
2.2 Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontunuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial.7 Fraktur adalah patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di
sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang.
Secara garis besar, fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur
komplit dan inkomplit.Pada fraktur komplit, tulang benra-benar patah
menjadi dua fragmen atau lebih.Fraktur inkomplit adalah patahnya tulang
hanya pada satu sisi saja.Fraktur komplit dapat dibagi lagi menjadi fraktur
transversa, oblik/spiral, impaksi, kominutif, dan intra-artikular.Fraktur
inkomplit dapat dibagi menjadi greenstick fracture, yang khas pada anak-
anak, dan fraktur kompresi, yang biasanya ditemukan pada orang
dewasa.Fraktur avulsi terjadi bila suatu fragmen tulang terputus dari bagian
tulang sisanya yang disebabkan oleh tarikan ligamentum atau pelekatan
tendon yang kuat dan biasnya terjadi akibat dari kontraksi otot secara paksa.
2.2.1 Klasifikasi
Klasifikasi etiologi
- Fraktur traumatic
Karena trauma yang yang terjadi secara tiba-tiba.
- Fraktur patologis
Karena kelemahan tulang akibat keadaan patologis tulang.
- Fraktur stress
Karena trauma yang terus memenerus pada suatu tempat tertentu.
Klasifikasi klinis
- Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak ada hubungan dengan dunia luar.
- Fraktur terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak.Bisa dari dalam (from within) atau dari
luar (from without).
- Fraktur dengan komplikasi
Fraktur dengan komplikasi misal infeksi tulang, malunion, delayed
union dan nonunion.

12
Klasifikasi radiologis
- Lokasi
Diafisis
Metafisis
Intra artikular
Fraktur dengan dislokasi
- Konfigurasi
Transversal : garis patah tulang melintang sumbu tulang.
Oblik : garis patah tulang membentuk sudut pada sumbu
tulang.
Spiral : garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.
Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
Kommunitif : fraktur lebih dari 2 fragmen fraktur dimana
garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
Avulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot yang insersinya pada tulang.
Depresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kearah permukaan lain.
Impaksi : satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.
Fraktur epifisis

Jenis Fraktur Berdasarkan Konfugurasinya


2.2.2 Jenis Fraktur
Fraktur untuk alasan praktis dibagi menjadi beberapa kelompok.
a. Fraktur komplet
Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Pola fraktur
pada rontgen dapat membantu memprediksi tindakan setelah
reduksi: jika fraktur transversal patahan biasanya akan tetap pada
tempatnya setelah reduksi; jika fraktu oblique atau spiral, tulang
cenderung memendek dan kembali berubah posisi walaupun

13
tulang dibidai. Jika terjadi fraktur impaksi, fragmen terhimpit
bersama dan garis fraktur tidak jelas.Fraktur kominutif dimana
terdapat lebih dari 2 fragmen tulang; karena jeleknya hubungan
antara permukaan tulang, cenderung tidak stabil.
b. Faktur inkomplet
Disini tulang tidak secara total terbagi dan periosteum tetap
intak. Pada fraktur greenstick tulang membengkok; hal ini terjadi
pada anak-anak yn tulangnya lebih lentur dibandingkan
dewasa.Anak-anak juga dapat bertahan terhadap cedera dimana
tulang berubah bentuk tanpa terlihat retakan jelas pada foto
rontgen.
Trauma dapat bersifat:
Eksternal : tertabrak, jatuh dan sebagainya.
Internal : kontraksi otot yang kuat dan memdadak seperti pada
serangan epilepsi, tetanus, renjatan listrik, keracunan strinkin.
Trauma ringan tetapi terus menerus.

Fraktur patologik adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang


sebelumnya telah mengalami proses patologik, misalnya tumor
tulang primer atau sekunder, myeloma multiple, kista tulang,
osteomyelitis, dan sebagainya. Trauma ringan saja sudah dapat
menimbulkan fraktur.
Fraktur stress disebabkan oleh trauma ringan tetapi terus
menerus, misalnya fraktur march pada metatarsal fraktur tibia pada
penari balet, fraktur fibula pelari jarak jauh, dan sebagainya.

2.3 Fraktur tibia dan fibula


1. Frekuensi
Frakturtibiamerupakan fraktur yang palingseringdari semua fraktur
tulangpanjang.
Kejadiantahunanfrakturterbukatulangpanjangdiperkirakan11,5per100.000
orang, dengan40% terjadidiekstremitas inferior.Fraktur di ekstremitas
inferior paling banyak adalah fraktur yang terjadi pada diafisis tibia.
Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah
depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan

14
biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah
kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.
2. Mekanisme Injuri
Cedera yang terjadi sering terjadi akibat trauma langsung pada
kecelakaan mobil dan sepeda motor. Cedera terjadi akibat gaya angulasi
yang hebat yang menyebabkan garis fraktur transversal atau oblik,
kadang-kadang dengan fragmen komunitif. Tenaga rotasi dapat juga
terjadi pada olahragawan seperti pemain bola.
3. Gambaran klinis
Gambaran klinis yang terjadi berupa pembengkakan dan karena
kompartment otot merupakan sistem yang tertutup, sehingga
pembengkakan sering menekan pembuluh darah dan dapat terjadi sindrom
kompartment dengan gangguan vaskularisasi kaki.
4. Mortalitas dan Morbiditas
Ancaman kehilangan anggota gerak bawahdapat terjadisebagai
akibatdaritraumajaringan lunakberat, gangguanneurovaskular,
cederaarteripopliteal, sindromkompartemen, atau
infeksisepertigagrenatauosteomyelitis.
Cederaarteripoplitealadalahcederaseriusyangmengancamekstremitas
bawah danbiasanya seringterabaikan.
Nervus perineus communis menyilang di sampingcollum
darifibula.Sarafinirentanterhadapcederadaripatahcollumfibula,
tekanansplint, atau selamaperbaikanbedah. Hal ini
dapatmengakibatkandropfootdankelainansensibilitas.
Delayed union, nonunion, danarthritisdapatterjadi. Di
antaratulangpanjang, tibiaadalah yang palingumumdarifrakturnonunion.
5. Diagnosis
- Anamnesis
Mekanisme trauma dan kejadian yang menyertainya meliputi
waktu terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi
pasien atau ekstremitas yang bersangkutan. Riwayat trauma atau patah
tulang sebelumnya, riwayat penyakit tulang, osteoporosis atau penyakit
penyebab osteoporosis sebelumnya. Penderita biasanya datang karena
adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
deformitas, kelainan gerak dan krepitasi.
- Pemeriksaan Fisik

15
Lokalis:
Ditemukan tanda-tanda klinis patah tulang
Inspeksi:
Ekspresi wajah karena kesakitan
Deformitas yang berupa pembengkokan, terputar, pemendekan
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak
Gerak-gerak yang abnormal
Keadaan vaskularisasi
Palpasi:
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya
tidak dilakukan karena dapat menambah trauma
Temperatur
Nyeri tekan dan nyeri sumbu
Palpasi arteri di sebelah distal fraktur
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah
Sensibilitas
Pergerakan:
Fungsiolaesa. Seberapa jauh gangguan fungsi, gerak yang tidak mampu
dilakukan, ruang lingkup gerak sendi (ROM).
- Pemeriksaan penunjang
Dilakukan pemeriksaan radiologis dengan foto Roentgen.Pemeriksaan
radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan fragmen fraktur.
Foto Rontgen harus memenuhi beberapa syarat (rule of two):
o Dua pandangan, anterosposterior dan lateral/oblique
o Dua sendi, proksimal dan distal frraktur
o Dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang tidak terkena cedera (pada
anak)
o Dua foto, yaitu sebelumm tindakan dan sesudah tindakan
penatalaksanaan fraktur

6. Penatalaksanaan
Terapi fraktur diperlukan konsep empat R yaitu : rekognisi,
reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.

16
1. Rekognisi atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa
yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena
perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen
fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau
keadaan letak normal.
3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan
atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita
fraktur tersebut dapat kembali normal.

Gambar 18 . Proses penyembuhan fraktur

Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa


tahap sebagai berikut :
1. Fase hematoma
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan
lunak, kemudian terjadi organisasi (proliferasi jaringan penyambung muda
dalam daerah radang) dan hematoma akan mengempis. Tiap fraktur
biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat penimbunan
darah di sekitar fraktur. Pada ujung tulang yang patah terjadi ischemia
sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan
matinya osteocyt pada daerah fraktur tersebut.
2. Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol adalah
proliferasi sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma

17
terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan
aktivitas sel-sel sub periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis
medularis dari lapisan endosteum dan dari bone marrow masing-masing
fragmen. Proses dari periosteum dan kanalis medularis dari masing-
masing fragmen bertemu dalam satu preses yang sama, proses terus
berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut sehingga
menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin
tampak di beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkin banyak
sekali,walaupun adanya kartilago ini tidak mutlak dalam penyembuhan
tulang. Pada fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium.
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi
osteoporotik akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel
osteoblas mengeluarkan matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan
polisakarida, yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium,
membentuk tulang immature atau young callus, karena proses pembauran
tersebut, maka pada akhir stadium ter dapat dua macam callus yaitu
didalam disebut internal callus dan diluar disebut external callus.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih
lanjut oleh aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa
(mature) dengan pembentukan lamela-lamela). Pada stadium ini
sebenarnya proses penyembuhan sedah lengkap. Pada fase ini terjadi
pergantian fibrous callus menjadi primary callus.Pada saat ini sudah mulai
diletakkan sehingga sudah tampak jaringan yang radioopaque. Fase ini
terjadi sesudah 4 (empat) minggu, namun pada umur-umur lebih mudah
lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi dan
diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan
tulang yang normal.
5. Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium
yang banyak dan tulang sedah terbentuk dengan baik, serta terjadi

18
pembentukan kembali dari medula tulang. Apabila union sudah lengkap,
tulang baru yang terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi
daerah fraktur di luar maupun didalam kanal, sehingga dapat membentuk
kanal medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan tarik mekanis,
misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya, maka callus yang sudah
mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan yang
konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya.
Jika tibia dan fibula fraktur yang diperhatikan adalah reposisi
tibia.Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah
terlihat dan dikoreksi. Pemendekan kurang 2cm tidak akan jadi masalah
karena akan dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan.
Sekalipun demikian pemendekan sebaiknya dihindari.
Fraktur tibia dan fibula dengan garis fraktur transversal atau oblik
yang stabil, cukup diimobilisasi dengan gips dan jari kaki sampai puncak
paha dengan lutut posisi fisiologis yaitu fleksi ringan, untuk mngatasi
rotasi pada daerah fragmen. Setelah dipasang, harus ditunggu sampai gips
menjadi kering betul yang biasanya membutuhkan waktu 2 hari. Saat itu
gips tidak boleh dibebani. Penyambungan fraktur diafisis biasanya terjadi
antara 3-4 bulan. Angulasi dalam gips biasanya dapat dikoreksi dengan
membentuk insisi baji pada gips. Pada fraktur yang tidak dislokasi
diinstruksikan untuk menopang berat badan dan berjalan. Makin cepat
fraktur dibebani maka makin cepat penyembuhan. Gips tidak boleh dibuka
sebelum penderita dapat jalan tanpa nyeri.
Fraktur biasanya merupakan akibat dari suatu trauma. Oleh karena
itu penting untuk memeriksa jalan nafas (airway), pernafasan (breathing),
dan sirkulasi (circulation). Bila tidak didapatkan permasalahan lagi baru
lakukan anamnesis dan pemariksaan fisik yang lengkap.
Penatalaksanaan fraktur:
1. Terapi konservatif:
a. Proteksi saja, misal mitela untuk fraktur collum chirurgicum humeri
dengan kedudukan baik

19
b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misal pemasangan gibs pada fraktur
incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gibs, misalnya pada fraktur
suprakondiler, fraktur Smith, fraktur Colles. Reposisi dapat
menggunakan anestesi lokal atau umum.

2. Terapi operatif:
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan control radiologist diikuti fiksasi eksterna.
Pada fraktur tertutup diusahakan untuk melakukan reposisi
tertutup.Sedang untuk fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin,
penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi.

7. Komplikasi
Komplikasi Dini
- Cedera saraf.
Cedera saraf jarang disebabkan oleh fraktur, tetapi mungkin disebabkan
oleh dokter bedah itu sendiri.
- Cedera Vaskular
Fraktur yang sering dihubungkan dengan kerusakan arteri besar adalah
fraktur di sekitar lutut, siku, fraktur humerus, dan fraktur batang
femur.Pembuluh arteri dapat terpotong, robek, terkompresi atau
terbentur oleh awal atau oleh fragmen tulang yang patah.
- Kompartemen Sindrom
Fraktur pada tangan atau kaki memiliki resiko menjadi iskemia berat
meskipun tidak ada kerusakan pada pembuluh darah besar. Perdarahan,
edema dan inflamasi (infeksi) dapat meningkatkan tekanan pada
kompartemen osseofasiel, menunjukkan penurunan kapiler, kemudian
iskemia otot, edema yang lebih massif dengan tekanan yang lebih besar
dan iskemia yang lebih dalam.

Komplikasi lanjut
1. Penyembuhan fraktur yang abnormal Menurut Rasjad, yang dapat
terjadi seperti :

20
a. Malunion : penyatuan tulang tidak terjadi pada waktunya fraktur
menyatu dalam posisi yang abnormal yang menunjukan adanya
deformitas.
b. Delayed union : proses penyembuhan tulang tidak sesuai waktu
penyembuhan .

Waktu penyembuhan Fraktur femur:

- Intrakapsular waktu penyembuhanya:24 minggu


- Intratrokhanterik waktu penyembuhanya:10-12 minggu
- Batang waktu penyembuhanya:18 minggu
- Suprakondiler waktu penyembuhanya:12-15 minggu
c. Non union: proses penyambungan tulang tidak terjadi hal ini
disebabkan faktor-faktor seperti: umur, pergerakan/imobilisasi,
pertolongan pertama, makanan/nutrisi, perawatannya serta
hilangnya suplai darah pada suatu fragmen tulang.

Non union dibagi menjadi 2 tipe yaitu :

- Tipe 1

Fraktur non union dengan penyembuhan jaringan fibrosa yang


mempunyai kemampuan untuk menyambung bila dilakukan fiksasi
internal yang baik dan mencegah faktor lokal yang mengganggu
penyembuhan fraktur.

- Tipe 2

Menggerakan bagian fraktur secara kontinu akan memacu


pembentukan sendi palsu yang disertai jaringan menyerupai kapsul

2. Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada lempeng epifisis.


Gangguan lempeng epifisis karena trauma dapat mengenai sebagian
lempeng epifisis dengan akibat pertumbuhan yang lebih pada satu sisi
dibanding dengan sisi lain berupa deformitas valgus atau varus pada sendi
yang terkena.
3. Atrofi sudeck

21
Komplikasi ini biasanya ditemukan akibat kegagalan penderita untuk
mengembalikan fungsi normal tangan atau kaki setelah penyembuhan
trauma.

8. Bone Graft
Defenisi Bone Graft
Graft adalah suatu bagian jaringan yang diambil dari satu tempat dan
ditransplantasikan ke tempat lain, baik pada individu yang sama maupun
yang berlainan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki suatu cacat yang
disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau anomali pertumbuhan dan
perkembangan. Bone graft adalah pilihan yang banyak digunakan untuk
memperbaiki kerusakan tulang periodontal. Dengan graft tulang diharapkan
ada perbaikan klinis pada tulang periodontal, hal ini lebih baik bila
dibandingkan dengan cara bedah pembersihan biasa tanpa penambahan
bahan graft. Pada kasus-kasus yang regenerasinya kurang dapat
diharapkan, misalkan karena tulang alveolar sudah banyak yang hilang
dapat dilakukan bone grafting atau yang akhir-akhir ini terkenal dengan
menggunakan bahan guided tissue regeneration (GTR). Tujuan dari bone
grafting adalah mengurangi kedalaman poket periodontal, peningkatan
pelekatan secara klinik, pengisian tulang di daerah defek dan regenerasi
tulang baru, semen dan ligamen periodontal dengan demikian akar gigi
diharapkan dapat terdukung dengan lebih baik.
Fungsi bone graft
Secara garis besar terdapat dua fungsi utama graft terhadap tulang
resipien yaitu mendorong terjadinya osteogenesis (pembentukan tulang)
dan memberi dukungan mekanis pada kerangka resipien (mechanical
support). Fungsi graft dan tulang untuk mendorong osteogenesis dapat
melalui 3 cara, yaitu : 1). Membelah diri, yaitu sel dipermukaan graft dan
tulang yang masih hidup pada saat dipindahkan, kemudian membelah diri
dan membentuk tulang baru. Hal ini dapat terjadi pada cancelous autograft
dan fresh cortical graft. 2). Osteoinduksi, yaitu merupakan proses menarik
sel pluripotensial dari resipien yang terdapat disekitar graft dan tulang. Hal
ini terjadi karena graft dan tulang mengandung mediator osteoinduksi,
seperti BMP (Bone Morphogenic Protein), merupakan matrik tulang

22
sehingga aktifitasnya tidak dipengaruhi oleh ada tidaknya sel tulang yang
hidup, tidak dirusak oleh freezing tetapi rusak oleh oktoklaf. BMP terdapat
pada autosgraft, allograft, dan fresh bone dan osteogenins, merupakan
glikoprotein, dimana protein ini aktif pada demineralized bone matriks. 3).
Osteokonduksi, yaitu merupakan proses resorpsi graft, kemudian diganti
oleh tulang baru dari respien secara bertahap. Konstribusi graft dimulai
dengan proses osteokonduksi yaitu membuat kerangka sebagai matrik
tulang di jaringan resipien. Kemudian dilanjutkan dengan stimulasi
pembentukan tulang sebagai proses osteoinduksi.
Jenis - jenis Bone graft
Graft adalah suatu bahan yang dipakai untuk menggantikan atau
memperbaiki kerusakan jaringan. Suatu kerusakan tulang didefinisikan
sebagai suatu celah pada tulang yang membutuhkan pengisian tulang
baru.Defenisi tersebut berlaku untuk pengisian tulang pada kerusakan
periodontal, pemasangan implan dan ruang yang terjadi setelah operasi.
a. Jenis Bone graft dari tulang murni
Jaringan graft termasuk tulang, sudah digunakan secara luas
sampai sekarang, karena merupakan salah satu jaringan yang sama,
digunakan sebagai pengganti dengan tujuan adanya perbaikan
kerusakan jaringan
b. Autograft
Autograft, adalah graft yang berasal dari donor sendiri yang
hanya di pindah dari satu tempat ketempat lainnya. Secara fisiologis
paling unggul karena berasal dari jaringan tubuh sendiri, tetapi
mempunyai beberapa kekurangan; jumlahnya terbatas, sulit mengambil
material graft, meningkatkan resiko infeksi, meningkatkan resiko
kehilangan darah dan menambah waktu anestesi, menyebabkan
morbiditas serta kemungkinan resorbsi akar pada daerah donor.
Graft tulang autogenus terbagi atas dua jenis utama; autograft
tulang bebas dan autograft berdekatan. Auto graft tulang bebas terdiri
atas tulang cortical, cancellous, atau kombinasi dari keduanya, dan bisa
didapatkan dari tempat luar rongga mulut atau di dalam mulut.
Autograft tulang contigius (berdekatan), disebut juga bone swaging
sudah jarang digunakan untuk mengeliminasi cacat tulang. Teknik
bone swaging mensyaratkan adanya daerah edentulus sehingga defek

23
pada tulang menyatu sampai ke dasar permukaan akar tanpa
menyebabkan fraktur tulang dasarnya.Oleh sebab itu teknik ini
memiliki kesulitan dengan tingkat elastisitas dari tulang.Tulang dengan
komposisi cancellous yang lebih besar menjadi lebih fleksibel.Tulang
tanpa komposisi cancellous yang cukup cenderung untuk terjadi
fraktur.
c. Allograft
Allograft (graf alogenik) adalah jaringan yang ditransplantasikan
dari seseorang kepada yang lain baik dalam spesies yang sama
maupun spesies yang berbeda. Walaupun allograft mungkin memiliki
kemampuan menginduksi regenerasi tulang, bahan ini juga dapat
membangkitkan respons jaringan yang merugikan dan respons
penolakan hospes, kecuali diproses secara khusus. Graft diambil dari
tulang cadaver dan disterilkan untuk mencegah penularan penyakit.
Keuntungan menggunakan allograft dibandingkan autograft adalah
pasien tidak perlu mengalami luka bedah tambahan untuk pengambilan
donor dari tubuhnya sendiri sementara potensi perbaikan tulangnya
tetap sama.
d. Xenograft
Xenograft (xenogenik) adalah bahan graft yang diambil dari
spesies yang berbeda, biasanya berasal dari lembu atau babi, untuk
digunakan pada manusia. Graft hidroksilapatit yang berasal dari tulang
lembu di buat melalui proses kimia (Bio-Oss) atau pemanasan tinggi.
Proses ini menghasilkan suatu tulang hidroksilapatit alami yang serupa
dengan struktur mikroporositas dan makroporositas tulang manusia,
dan partikel-partikel nampak diresorbsi sementara tulang dideposisi.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini dibahas tentang seorang laki-laki berusia 44 tahun
dengan diagnosis close fraktur 1/3 middle tibia fibula yang ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
anamnesa didapatkan keluhan sulit menggerakkan tungkai kanan bawah disertai

24
nyeri. Pasien mengatakan bahwa dirinya mengalami kecelakaan lalu lintas kurang
lebih 2 bulan yang lalu (10-5-2017) tertabrak motor yangsedang melaju kencang
dari samping kanan yang mengenai tungkai kanannya. Pasien mengaku tidak
terjatuh, Saat kejadian pasien memakai helm dan kepala tidak terbentur. Pasien
sadar penuh saat dan setelah terjadinya kecelakaan.Mual, muntah, dan pusing
tidak ada.Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, tanda-tanda vital dalam batas normal dan Status
generalis didapatkan dalam batas normal. Status lokalis regio cruris dextra tampak
edema, deformitas (+), jejas (-), kemerahan (-), nyeri tekan (+), ROM terbatas
karena nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Berdasarkan temuan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosis kerja
yang dapat ditegakkan adalah non union fracture 1/3 middle tibia et fibula
dekstra.
Untuk menegakkan diagnosis pasti pada kasus ini diperlukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang pada kasus ini berupa pemeriksaan darah rutin
dan pemeriksaan x-ray cruris dextra posisi antero posterior (AP) dan lateral (Lat).
Berdasarkan gambaran radiologis pada kasus ini lokasi fraktur termasuk
dalam complete fracture dengan konfigurasisegmented pada ostibiadextra dan
fraktur 1/3 middle os fibula dextra dengan konfigurasi kominutif.
Komplikasi yang ditemukan pada pasien ini adalah fraktur non union yaitu
fraktur yang gagal menyatu dan tidak menunjukkan proses penyembuhan dari 2
hingga 3 bulan waktu yang diperkirakan, akibat keterlambatan pasien dalam
penatalaksanaan fraktur dan riwayat pemijatan pada kaki pasien sebanyak 3 kali
sebelum akhirnya dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan. Diantara tulang
panjang, tibia adalah yang paling umum dari fraktur non union. Fraktur non union
sering ditemukan juga pada fraktur segmental dengan gangguan suplai darah
terutama pada fragmen bagian tengah, fraktur kominutif karena trauma berat,
fraktur dengan imobilisasi dengan rentan waktu inadekuat.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan terapi konservatif dan terapi
operatif. Pada terapis konservatif, pasien diberikan terapi medikamentosa dimana
yang pertama dengan memberikan antibiotik dan analgesik.Terapi yang kedua
yaitu terapi operatif.Pada pasien ini dilakukan open reduction internal fixation

25
dengan pemasangan screw dan plat.Pada pasien ini juga dilakukan bone graft dari
tulang iliaca dextra. Graft adalah suatu bahan yang dipakai untuk menggantikan
atau memperbaiki kerusakan jaringan.
Prognosis pada kasus ini adalah ad bonam untuk ad vitam, dubia ad bonam
untuk ad fungtionam tergantung pembatasan mobilisasi, dan untuk ad sanationam
adalah dubia ad bonam tergantung penyembuhan fraktur.

26
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pada kasus ini ditegakkan diagnosis closed fraktur 1/3 middle tibia dan
fibula dextra.
2. Berdasarkan gambaran radiologis pada kasus ini lokasi frakturnya
termasuk dalam complete fracture dengan konfigurasi fraktur segmented
pada fibuladextra dan oblik pada tibiadextra.
3. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan terapi konservatif dan
terapi operatif.
4. Prognosis pada kasus ini adalah ad bonam untuk ad vitam, dubia ad
bonam untuk ad fungtionam tergantung pembatasan mobilisasi, dan
untuk ad sanationam adalah dubia ad bonam tergantung penyembuhan
fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

31
1. Jong WD, Sjamsuhidajat R. Patah Tulang dan Dislokasi.
Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta, 1997 : 1138.
2. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Bintang
Lamumpatue : Ujung pandang,1998 :327.
3. Mark E Baratz, MD. Tibia and Fibula Fracture. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/826304-overview.
4. Lung-fung, TSE. Management of Open Fractures. Available at
http://www.aado.org/file/open-fracture-ws_mar09/LFTse.pdf. Accessed on
March, 18th 2013.
5. Koval Kenneth J., Zuckerman Joseph D. Handbook of Fractures. 3 rd Edition.
Lippincott William & Wilkins Press. 2006.
6. Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3.(Alih
bahasa oleh : I Made Kariasa, dkk ,2000). Jakarta : EGC.
7. Ignatavicius, Donna D. 1992. Pocket Companion For Medical Surgical
Nursing. United States Of Amerika : W.B. Saunders Company.

32

Anda mungkin juga menyukai