Anda di halaman 1dari 5

Selasa, 10 Mei 2016

Drh. AgusWijaya, Msc.Ph.D

Drh. Retno Wulansari, Msi Ph.D

Pak Dahlandan Pak Khamidi

SANITASI DAN PENGOLAHAN LIMBAH

( PEMBUATAN PUPUK KOMPOS )

Praktikum 1 : Kelompok 3

1. Suratman J3P115007
2. Siti Sarah J3P115010
3. Alfiandy Basyari J3P115035
4. Rara Nopita Sari J3P115040
5. Dini Alfina J3P115057
6. Irvan Mardi J3P215062

PARAMEDIK VETERINER

PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016
I. PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya teknologi pertanian, di zaman yang serba canggih ini sering
kita jumpai berbagai macam pupuk untuk tanaman. Berdasarkan bahan penyusunnya pupuk
dapat dikelompokan menjadi pupuk kimia dan pupuk organik. Pupuk kimia merupakan pupuk
yang umum dipakai oleh para petani di Indonesia karena memiliki efektivitas dalam
penggunaannya. Meskipun demikian, pupuk kimia jika digunakan secara terus menerus akan
berdampak buruk bagi tanah seperti tekstur tanah menjadi keras, hilangnya unsur hara tanah, dan
tidak adanya kehidupan organisme pengurai. Dalam upaya menyelesaikan masalah ini petani
dapat memilih jenis pupuk yang tidak merusak tanah atau membuat kerugian petani. Penggunaan
pupuk organik adalah solusi untuk menyelesaikan masalah ini.
Pupuk organik umumnya dihasilkan dari proses pengomposan sehingga sering disebut pupuk
kompos. Pengomposan merupakan proses dimana bahan-bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang dapat memanfaatkan bahan organik
sebagai sumber energi. Menurut J.H Crawford (2003), kompos adalah hasil penguraian tidak
lengkap dan dapat dipercepat secara artifical oleh populasi berbagai macam mikroba dalam
kondisi lingkungan yang hangat, lembab, aerobik, dan anaeorobik. Pupuk organik berasal dari
bahan-bahan limbah peternakan, seperti feses sapi, kerbau, kambing, domba dan kelinci.
Peternak masih jarang yang memanfaatkan limbah peternakan mereka untuk membuat pupuk
organik.
Berdasarkan bentuknya pupuk organik yang beredar dilapangan adalah pupuk organik cair
dan pupuk organik padat. Pupuk organik padat biasanya diperoleh dari proses pengomposan.
Pengomposan sebenarnya terjadi secara alami, namun untuk mempercepat proses pengomposan
dapat dilakukan dengan cara menambahkan starter atau mikroba yang sudah diinokulasi, seperti
Starbio, EM Lestari, StarDec, dan EM4.
Pupuk kompos memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan pupuk kimia
sehingga petani dapat memilih pupuk ini sebagai pengganti pupuk kimia. Namun, pengetahuan
petani ataupun peternak dalam memanfaatkan limbah peternakan mereka menjadi pupuk organik
masih minim. Oleh karena itu, peternak ataupun petani sebaiknya mengetahui tata cara membuat
pupuk organik atau kompos dari limbah ternak mereka.

II. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui tata cara pembuatan pupuk kompos
2. Mahasiswa dapat melakukan tahap-tahap pembuatan pupuk kompos
3. Mahasiswa dapat memahami prinsip-prinsip pembuatan pupuk kompos
III. ALAT DAN BAHAN
Alat : Bahan :
1 karung goni 30 kg feses sapi
1 terpal 2 kg dedak
1 buah ember dan gayung 2 Liter tetes tebu (mengandung
1 sekop EM4)
1 cangkul Sekam 20 kg
1 toples berskala

IV. HASIL
a. Hasil pengukuran suhu.
Hari ke- Suhu
1 40,3OC
2 37,5OC
3 32,5OC
4 37,5OC
b. Tekstur
Dari hasil pembuatan pupuk kompos kelompok kami didapatkan pupuk dengan
tekstur yang baik yaitu tidak menggumpal, tidak basah, dan tidak berjamur.

V. PEMBAHASAN
a. Proses pembuatan pupuk
Cara pembuatan pupuk yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Pertama, siapkan terpal yang masih bagus (tidak berlubang) sebagai alas atau tempat
proses fermentasi. Kedua, siapkan bahan-bahan seperti feses sapi 30 kg, sekam, dan
tetes tebu. Kemudian masukkan feses sapi di terpal yang akan digunakan untuk
fermentasi dan hancurkan bentuk feses sapi yang masih berbentuk bongkahan
(menggumpal) dengan cara meremasnya menggunakan tangan. Ketiga, masukkan
sekam yang telah disiapkan sedikit demi sedikit lalu aduk sampai rata dengan
menggunakan tangan. Fungsi sekam ini adalah sebagai penyerap kandungan air yang
terdapat pada feses sapi sehingga dapat menghasilkan pupuk kompos yang kering dan
baik. Setelah sekam dan feses tercampur rata dan sudah tidak menggumpal serta
sedikit kering, campurkan tetes tebu yang mengandung starter (EM4) dengan cara
memercikkannya sedikit demi sedikit dengan tujuan agar tidak membuat bahan pupuk
tidak basah pada bagian tertentu. Aduk hingga rata dan jangan sampai ada yang
menggumpal. Setelah sudah bertekstur agak kering, kumpulkan bahan pupuk menjadi
satu bagian lalu tutup dengan karung goni. Lipat dan gulung dengan rapi terpal yang
menjadi alas pembuatan pupuk lalu letakkan pembeban pada tiap ujung-ujung terpal
agar posisi lipatan tidak membuka.
b. Pengukuran temperatur (suhu)

Faktor suhu sangat berpengaruh dalam proses pengomposan. Sehingga pengukuran


temperatur dilakukan sejak hari pertama pembuatan pupuk hingga hari keempat.
Setiap melakukan pengukuran suhu wajib dicatat dan diperhatikan angka suhu. Jika
suhu mencapai 40-50 0C maka terpal dan karung goni wajib untuk dibuka lalu diaduk
kembali hingga rata. Hal ini dilakukan agar terjadi pemanasan atau proses fermentasi
0
yang merata. Jika suhu kompos sudah mencapai 40 C maka aktivitas
mikroorganisme mesofil (suhu ruang) akan digantikan mikroorganisme termofil,
termasuk fungi. Jika suhu mencapai 60 0C, maka fungi akan berhenti bekerja dan
proses perombakan diganti oleh aktinomycetes serta strain bakteri pembentuk spora.
Temperatur di bagian tengah tumpukan bahan kompos dapat mencapai 55-70 0C.
Suhu yang tinggi ini merupakan keadaan yang baik untuk menghasilkan kompos yang
steril karena selama suhu pengomposan lebih dari 60 0C (dipertahankan selama tiga
hari), mikroorganisme pathogen, parasit dan benih gulma akan mati. Panas dihasilkan
dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi suhu akan semakin banyak konsumsi oksigen dan
akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan
cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 60 0C
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60 0C
akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan
tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba
patogen tanaman dan benih-benih gulma. Oleh karena itu untuk memperoleh oksigen
yang cukup tumpukan bahan organik harus sering di balik agar proses perombakan
bahan berjalan dengan cepat.
c. Pembalikan pupuk
Pembalikan berfungsi untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara
segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian
tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi
partikel kecil-kecil (Isroi, 2008). Pada awal pengomposan (minggu 1) mikroba
mesofilik yang bekerja. Mikroba mesofilik hidup pada temperatur 10-45 0C dan
bertugas memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan
bertambah dan mempercepat proses pengomposan. Pada minggu 1 sampai minggu ke
2, mikroba termofilik berkembang pesat dalam tumpukan bahan kompos. Mikrobia
termofilik hidup pada temperatur 45-60 0C dan bertugas mengkonsumsi karbohidrat
dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat sehingga
temperatur puncak tercapai. Mikrobia ini terdiri dari Actinomycetes dan jamur.
Sebagian dari Actinomycetes mampu merombak selulosa dan hemiselulosa.
Kemudian proses dekomposisi mulai melambat. Setelah temperatur puncak terlewati,
mulai minggu ketiga suhu tumpukan sudah mulai menurun dan bahan lebih mudah
terdekomposisi. Tahap ketiga (minggu 5 dan 6) adalah tahap pendinginan dan
pematangan. Pada tahap ini, jumlah mikrobia termofilik berkurang karena bahan
makanan bagi mikrobia ini juga berkurang, hal ini mengakibatkan mikrobia mesofilik
mulai beraktivitas kembali dan akan merombak selulosa dan hemiselulosa yang
tersisa dari proses sebelumnya menjadi gula yang lebih sederhana, tetapi
kemampuanya tidak sebaik mikrobia termofilik ( Cahaya dan Nugroho, 2008). Bahan
yang telah didekomposisi menurun jumlahnya dan panas yang dilepaskan relatif
kecil. Mikrobia memegang peranan utama dan mendominansi dalam proses
pengomposan, walau serangga ikut berperan setelah temperatur turun (Anonim,
2007).

VI. KESIMPULAN
Dalam proses pembuatan pupuk kompos dengan menggunakan feses sapi dan
menggunakan metode anaerob fakultatif maka akan didapatkan hasil pupuk kompos yang
bagus apabila dalam proses pembuatannya dilakukan dengan prosedur yang tepat. Setiap
hari pupuk harus diukur suhunya. Apabila suhu melebihi batas normal maka harus diaduk
agar panasnya merata.

VII. DAFTAR PUSTAKA


Cahaya,T.S.A. dan Nugroho,D.A. 2008. Pembuatan kompos dengan menggunakan
limbah padat organik (Sampah sayuran dan ampas tebu).Jurusan Tehnik Kimia
UNDIP.
Firmansyah, M Anang. 2010. Teknik Pembuatan Kompos. Peneliti di BPTP, Kalimatan
Tengah.
Prihandini, P.W dan Purwanto, T. 2007. Pembuatan Kompos Berbahan Kotoran Sapi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan: Departemen Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai