Anda di halaman 1dari 9

Employee Fraud; Profil Pelaku, Korban dan Perbuatan Fraud; Siapa Pelaku Kecurangan dan Mengapa

A. EMPLOYEE FRAUD

Employee fraud, kecurangan yang dilakukan seorang pegawai untuk menguntungkan


dirinya sendiri.
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan
atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya
yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
Kecurangan penyalahgunaan aktiva biasanya disebut kecurangan karyawan (employee
fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva
perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-
prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh
karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya
peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap
tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini antara lain : penggelapan terhadap
penerimaan kas, pencurian aktiva perusahaan, mark-up harga, dan transaksi tidak resmi.
The Misappropriation of Assets :

1. Cash
a. Larceny uang dicuri sebelum tercatat dalam sistem akuntansi.
b. Skimming uang dicuri ketika sudah tercatat dalam pembukuan.
2. Inventory and All Other Assets
a. Misuse penyalahgunaan, meliputi : pinjaman lama tidak kembali, pemakaian
pribadi, dan menyewakan ke pihak lain.
Penggunaan aset pada jam kantor untuk kepentingan pribadi;
Cost-nya biasanya tidak material namun bisa juga material;
Berdalih pinjaman.
b. Larceny pencurian
Mengambil inventory tanpa mencoba untuk menyembunyikannya;
Pelanggaran oleh karyawan yang memiliki akses ke persediaan;
Mengirimkan persediaan atau membuat penjualan palsu.

Mencakup aktivitas:

1) permintaan & transfer,


2) pembelian & penerimaan, dan
3) pencurian terselubung.
Employee Fraud; Profil Pelaku, Korban dan Perbuatan Fraud; Siapa Pelaku Kecurangan dan Mengapa

3. Fraudulent Disbursement
a. Billing Schemes menyerang fungsi pembelian, diincar karena sebagian besar
pengeluaran perusahaan adalah melalui mekanisme pembelian barang/ jasa.
Antara lain terdiri dari :
1) Tagihan melalui shell company,
2) Tagihan melalui pemasok yang tidak sesuai, dan
3) Pembelian pribadi menggunakan uang perusahaan.
b. Payroll Schemes
Pelaku biasanya menyalahgunakan timecard atau mengubah informasi pada
payroll records.
Terjadi pada pembayaran gaji karyawan.
Modus-modusnya antara lain: ghost employee schemes, falsified hours and
salary schemes, dan commission schemes.
c. Expense Reimbursement

Empat hal yang lazim dalam expense reimbursement schemes:

1) mischaracterized expenses,
2) overstated expenses,
3) fictitious expenses, dan
4) multiple reimbursements.
d. Check Tampering
1) Forged Maker/ Endorsement,
2) Altered Payee,
3) Check Kosong/Palsu, dan
4) Authorized Maker.

B. PROFIL PELAKU, KORBAN DAN PERBUATAN FRAUD

Dalam upaya menemukan dan memberantas kecurangan, kita perlu mengetahui profil
pelaku. Profil berbeda dengan foto yang menggambarkan fisik seseorang. Profil memberi
gambaran mengenai berbagai ciri (traits) dari suatu kelompok orang, seperti : umur,
jenjang pendidikan, kelompok sosial (kelas atas, menengah, bawah), bahkan kelompok
etnis, dan seterusnya.
Employee Fraud; Profil Pelaku, Korban dan Perbuatan Fraud; Siapa Pelaku Kecurangan dan Mengapa

Profiling
Upaya untuk mengidentifikasi profil, dalam bahasa Inggris disebut profiling. Profiling
dalam memberantas kejahatan bukanlah upaya yang baru. Dalam kriminologi Cesare
Lombroso dan rekan-rekannya penganut criminal anthropology percaya bahwa faktor
keturunan merupakan penyebab tingkah laku kriminal. Profiling juga berkembang sampai
kepada ciri psikologis dan psikiatris.
Berikut adalah contoh profiling yang dilakukan Association of Certified Fraud Examiners
di Amerika Serikat untuk profil pelaku kejahatan kerah putih.

1. Dalam profil tersebut secara spesifik disebutkan bahwa pelaku adalah orang berkulit
putih. Untuk dapat melakukan kejahatan kerah putih, seseorang musti menduduki
jabatan kerah putih yang pada umumnya di dunia bisnis di Amerika Serikat,
mereka adalah orang kulit putih sedangkan kaum minoritas yang tidak berpendidikan
dan tidak mempunyai lapangan pekerjaan melakukan kejahatan seperti perampokan,
pembunuhan dan kejahatan lain dengan kekerasan.
2. Hal yang sama menjelaskan mengapa pelaku berasal dari kelompok berpenghasilan
menengah ke atas. Malah, kejahatan kerah putih, setidak-tidaknya di Amerika Serikat,
sering dihubungkan dengan ketamakan atau greed.
3. Sejalan dengan argumen yang menjelaskan profil etnis dan kelompok penghasilan
menengah ke atas, kita dapat memaklumi profil pendidikan mereka.

Serupa dengan profiling yang dilakukan di Indonesia, menemukan bahwa penerima suap
(bribe) adalah pejabat, pegawai negeri sipil dan militer, di pemerintah pusat atau daerah.
Sedangkan profil pemberi suap adalah pengusaha.
Profiling bersifat penting dan bermanfaat, hanya kita perlu memahami makna dari profil
yang dihasilkan. Di pasar uang dan pasar modal profil pelaku fraud seringkali
mengagumkan. Mereka cerdas, mempunyai track record yang luar biasa, pekerja keras,
dan cenderung menjadi informal leader dengan karisma yang melampaui wewenang yang
diberikan jabatan.

Profiling dalam Kejahatan Terorganisasi


Dalam masyarakat dengan beraneka ragam etnis seperti di Amerika Serikat, profiling
dilakukan dari segi budaya atau kebiasaan etnis yang bersangkutan. Setelah membahas
latar belakang berbagai kejahatan terorganisasi, George A. Manning seorang akuntan
Employee Fraud; Profil Pelaku, Korban dan Perbuatan Fraud; Siapa Pelaku Kecurangan dan Mengapa

forensik dari kantor pajak (internal revenue service) Amerika Serikat, kemudian
membahas beberapa cirri penjahat dari etnis Asia. Menurut Manning :

1. Mereka menyepelekan dan tidak menganggap penegak hukum sebagai abdi


masyarakat. Di Asia, penegak hukum diadakan untuk melindungi yang berkuasa dan
partai mereka, bukan untuk melindungi masyarakat.
2. Mereka menciptakan mata uang bawah tanah (underground currency) dengan
mempertukarkan komoditas. Mereka menanamkan uang mereka dalam emas,
permata, dan intan berlian. Mereka lebih suka menyimpan barang berharga di rumah
atau tempat usaha, daripada menggunakan jasa perbankan.
3. Mereka menyelenggarakan perkumpulan simpan pinjam yang sangat informal.
Perkumpulan ini terdiri dari atas 10 sampai 20 orang, umumnya wanita. Dalam setiap
pertemuan, terjadi tawar-menawar untuk penggunaan uang dalam periode tertentu.
Pemenangnya adalah penawar tertinggi, yakni penawar yang menjanjikan yield atau
return on investment yang paling besar.
4. Kebanyakan orang Asia yakin bahwa setiap pejabat mempunyai harga, setiap pejabat
dapat dibeli. Suap sangat biasa di Asia. Merupakan way of life yang mereka anggap
sekedar pajak tambahan.

Peringatan dari Manning ini mengingatkan pada beberapa kebijakan KPK yang
merupakan kewajiban bagi pimpinan KPK, yakni :

1. Memberitahukan kepada pimpinan lain mengenai pertemuan dengan pihak lain.


2. Menolak dibayari makan, biaya akomodasi dan bentuk kesenangan lain oleh
siapapun.
3. Membatasi pertemuan di ruang publik.
4. Memberitahukan kepada pimpinan lain mengenai keluarga, kawan dan pihak lain
yang secara intensif masih berkomunikasi.

Penulis-penulis Barat mengamati ciri-ciri unik bangsa Asia tertentu yang merupakan
cerminan kelemahan good corporate governance bisnis di Asia.

Semacam Profiling : Contoh Perpajakan di Zaman Penjajahan Belanda


Di zaman Hindia Belanda, penjajah membuat semacam profil dari pembukuan pedagang
Tionghoa, India, Arab, dan Jepang. Para pelepas uang, dan kemudian para banker, juga
membuat profil dari pedagang-pedangang Tionghoa dari berbagai etnis. Profil ini
Employee Fraud; Profil Pelaku, Korban dan Perbuatan Fraud; Siapa Pelaku Kecurangan dan Mengapa

menjelaskan bidang spesialisasi perdagangan dan industri masing-masing etnis; gejala


adanya overcrowding karena kelompok etnis cenderung meniru bidang usaha sesama
mereka; kondisi gagal bayar; ciri-ciri khas dalam berdagang dan pemanfaatan serta
penyelesaian pinjaman.

Profil Korban Fraud


Profiling umumnya dilakukan terhadap pelaku kejahatan tetapi dapat juga dapat
dilakukan untuk korban kejahatan. Tujuannya berbeda. Kalau profiling terhadap pelaku
kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan menangkap pelaku, maka profiling terhadap
korban kejahatan dimaksudkan untuk memudahkan target penyebaran informasi. Ini
adalah bagian dari disiplin ilmu yang disebut viktimologi.
Surat-surat kabar sering memberitakan orang yang mudah menjadi korban kejahatan
tertentu, seperti Ponzi scheme yang disebut juga pyramid scheme. Meskipun Ponzi
scheme didokumentasikan pada awal abad ke-20, praktik semacam ini sudah kuno.
Namun, sampai sekarang kejahatan itu masih saja terjadi, juga di negara-negara maju. Di
Indonesia contohnya seperti kasus suatu yayasan yang menjual bibit sayur.
Lampiran B bab 10 buku AFAI edisi 2 (Tuanakotta, 2010) berisi surat-surat, yang sering
dikenal sebagai surat Nigeria. Surat-surat ini menjanjikan durian runtuh yang
ditinggalkan orang penting yang kaya, tapi untuk mencairkannya dibutuhkan dana. Tidak
berbeda dari pesan-pesan sms yang berisi korban mendapatkan hadiah, dan korban
menyetorkan uang tanpa mengenal si pemberi pesan, dan tentunya tanpa pernah
menerima hadiah-nya.

Profiling terhadap Perbuatan (Kejahatan, Fraud, dan Lain-lain)


Profiling dapat juga dilakukan dalam upaya mengenal perbuatannya atau cara
melaksanakan perbuatannya (modus operandi). Profil dari fraud disebut juga tipologi
fraud. Direktorat Jenderal Pajak mengkompilasi tipologi kejahatan perpajakan. Bank
Indonesia melakukan hal yang sama untuk kejahatan perbankan. PPATK melakukannya
untuk kasus-kasus pencurian uang.
Dengan mengumpulkan tipologi fraud lembaga-lembaga ini, misalnya, dapat
mengantisipasi jenis fraud yang memanfaatkan perusahaan di negara surga pajak (tax
heaven countries). Atau komisaris bank yang aktif menjalankan usahanya, atau
pemegang saham tidak tercatat sebagai pemegang saham, atau pegawai rendahan yang
menjadi pemegang saham boneka (strooiman atau front man).
Employee Fraud; Profil Pelaku, Korban dan Perbuatan Fraud; Siapa Pelaku Kecurangan dan Mengapa

Pakar-pakar hukum pidana mengompilasi kasus-kasus tindak pidana berdasarkan konsep


hukum yang diterapkan. Hal ini memudahkan mereka dalam menyiapkan argumen untuk
kasus serupa.

C. SIAPA PELAKU KECURANGAN DAN MENGAPA

Siapa yang Melakukan Kecurangan


Penelitian menunjukkan bahwa setiap orang dapat melakukan kecurangan. Pelaku
kecurangan biasanya tidak dapat dibedakan dari orang lain berdasarkan demografis atau
karakteristik psikologis. Orang yang melakukan kecurangan biasanya merupakan orang
baik yang menganggap diri mereka jujur. Mereka terperangkap dalam situasi yang buruk,
dikarenakan adanya tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi (fraud triangle).
Kebanyakan kecurangan dimulai dari skala kecil sebagai akibat dari kebutuhan keuangan
yang mendesak. Setelah individu memperoleh kepercayaan diri dalam skema kecurangan
mereka, kecurangan menjadi semakin besar sampai kecurangan tersebut ditemukan.
Penting untuk memahami karakteristik pelaku kecurangan karena mereka tampak sangat
mirip dengan kebanyakan orang yang dicari organisasi untuk dipekerjakan sebagai
pegawai, diharapkan menjadi klien/pelanggan, dan juga untuk dijadikan sebagai pemasok.
Pengetahuan ini membantu kita untuk memahami bahwa :

sebagian besar pegawai, pelanggan, pemasok, dan mitra serta rekan bisnis dapat
memenuhi kriteria sebagai seorang pelaku kecurangan dan memiliki kemungkinan
untuk melakukannya; dan
sangat tidak mungkin untuk memprediksi lebih lanjut pegawai, pemasok, klien,
pelanggan, dan pihak lain mana yang akan bertindak tidak jujur.

Faktanya, ketika kecurangan terjadi, reaksi yang umum dalam lingkungan yang
mengandung kecurangan adalah penyangkalan. Korban tidak dapat mempercayai kolega
atau teman yang telah berlaku tidak jujur.

Segitiga Kecurangan (Fraud Triangle)


Segitiga kecurangan merupakan media untuk menganalisis kecurangan. Kecurangan
hanya akan terjadi jika ketiga elemen tersebut ada.
Skala kecurangan menggambarkan hubungan antara tiga elemen segitiga kecurangan.
Misalnya, dengan kecurangan, semakin besar kesempatan yang dimiliki atau semakin
Employee Fraud; Profil Pelaku, Korban dan Perbuatan Fraud; Siapa Pelaku Kecurangan dan Mengapa

kuat tekanan yang dirasakan, semakin sedikit rasionalisasi yang dibutuhkan untuk
memotivasi seseorang melakukan kecurangan. Demikian juga, semakin tidak jujur pelaku
kecurangan, semakin sedikit kesempatan dan/atau tekanan yang diperlukan untuk
melakukan kecurangan.

1. Elemen Tekanan
a. Tekanan keuangan
Merupakan tipe tekanan yang paling umum untuk melakukan kecurangan.
Umumnya terkait dengan kecurangan yang menguntungkan pelaku secara
langsung, termasuk beberapa hal seperti : sifat serakah; hidup di atas rata-rata
gaya hidup orang-orang pada umumnya; tagihan yang tinggi (utang pribadi);
kredit yang tidak menguntungkan; kerugian keuangan secara pribadi;
kebutuhan keuangan yang tidak terduga.
b. Tekanan untuk melakukan perbuatan jahat
Motivasi yang timbul karena tekanan ini merupakan permasalahan yang
terkait erat dengan tekanan keuangan. Perbuatan jahat seperti : judi, obat-
obatan terlarang, alkohol, dan hubungan di luar pernikahan yang cukup mahal
inilah yang memotivasi seseorang untuk melakukan kecurangan.
Merupakan jenis tekanan terburuk untuk melakukan kecurangan.
c. Tekanan terkait pekerjaan
Beberapa tindakan kecurangan bahkan dilakukan terhadap atasan mereka sendiri,
hal ini termotivasi oleh faktor-faktor terkait pekerjaan antara lain sebagai berikut :
sedikitnya pengakuan terhadap kinerja,
adanya perasaan tidak puas terhadap pekerjaan,
ketakutan akan kehilangan pekerjaan,
keinginan mendapat promosi, dan
merasa dibayar tidak semestinya.
d. Tekanan lainnya
Tekanan lain yang memotivasi kecurangan yaitu suami/istri yang bersikukuh
pada gaya hidup yang berlebihan, atau tantangan untuk menerobos sistem.
Sebagian besar orang mengalami tekanan dalam hidup dan mempunyai
kebutuhan keuangan tertentu, namun sering kali kesulitan untuk membedakan
antara keinginan dan kebutuhan.
Employee Fraud; Profil Pelaku, Korban dan Perbuatan Fraud; Siapa Pelaku Kecurangan dan Mengapa

Bagi beberapa orang, menjadi orang yang sukses lebih penting daripada
menjadi orang yang jujur.
2. Elemen Kesempatan
Kesempatan untuk melakukan kecurangan dapat terjadi disebabkan beberapa hal
antara lain sebagai berikut :
a. Kurangnya pengendalian yang mencegah dan/atau mendeteksi perilaku
kecurangan;
Untuk mengurangi kesempatan bagi pegawai atau pihak lain untuk melakukan
kecurangan, diperlukan adanya struktur pengendalian internal yang baik meliputi :
Aktivitas atau Prosedur
Lingkungan Pengendalian Sistem Akuntansi Pengendalian
1) Filosofi manajemen dan gaya 1) Transaksi yang valid. 1) Pemisahan tugas.
operasional, serta contoh 2) Otorisasi yang sesuai. 2) Prosedur otorisasi yang
keteladanan. 3) Kelengkapan. sesuai.
2) Prosedur perekrutan yang efektif. 4) Klasifikasi yang 3) Dokumentasi dan
3) Struktur organisasi yang jelas dari sesuai. pencatatan yang memadai.
contoh keteladanan dan 5) Waktu yang sesuai. 4) Pengendalian fisik terhadap
pencitraan yang sesuai. 6) Penilaian yang sesuai. aset dan pencatatan.
4) Departemen audit internal yang 7) Peringkasan yang 5) Pengecekan independen
efektif. benar. terhadap kinerja.

b. Ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja;


c. Kegagalan untuk memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kecurangan;
d. Kurangnya akses untuk memperoleh informasi;
e. Pengabaian, sikap apatis, dan tidak adanya kepastian yang memadai;
f. Kurangnya upaya melakukan jejak audit.
3. Elemen Rasionalisasi
Rasionalisasi sangat penting karena merupakan mekanisme yang memungkinkan
individu beretika untuk membenarkan perilaku yang tidak etis. Rasionalisasi
dilakukan seseorang untuk mengeliminir inkonsistensi antara apa yang telah mereka
lakukan dan apa yang seharusnya mereka lakuakan.
Hampir semua kecurangan melibatkan elemen rasionalisasi. Sebagian besar pelaku
kecurangan merupakan pelaku yang baru pertama kali melakukan kecurangan yang
tidak akan melakukan kejahatan lain. Di satu sisi, mereka harus terus merasionalisasi
ketidakjujuran tindakan mereka. Rasionalisasi umum yang digunakan pelaku
kecurangan antara lain :
Employee Fraud; Profil Pelaku, Korban dan Perbuatan Fraud; Siapa Pelaku Kecurangan dan Mengapa

Organisasi berutang pada saya.


Saya hanya meminjam uang dan akan mengembalikannya.
Tidak ada yang akan dirugikan.
Saya berhak mendapatkan lebih banyak.
Tujuannya yang baik.
Kami akan memperbaiki pembukuan segera setelah kami terlepas dari
kesulitan keuangan.
Sesuatu harus dikorbankan integritas atau reputasi saya. (Jika saya tidak
melakukan penggelapan untuk menutupi ketidakmampuan untuk membayar,
orang akan tahu saya tidak dapat memenuhi kewajiban dan hal itu akan
memalukan karena saya adalah seorang profesional.)

Perekrutan dalam Tindakan Kecurangan


Orang biasanya dilibatkan dalam skema kecurangan karena adanya kekuatan yang
ditekankan oleh individu lain kepada mereka. Calon korban dipengaruhi oleh salah satu
atau gabungan beberapa kekuatan yang ada, sehingga mereka terlibat dalam suatu skema
kecurangan. Lima jenis kekuatan yang berbeda tersebut meliputi :

4. Kekuatan Penghargaan adalah kemampuan pelaku kecurangan untuk meyakinkan


calon korban bahwa ia akan menerima keuntungan tertentu jika berpartisipasi dalam
skema kecurangan.
5. Kekuatan Koersif adalah kemampuan dari pelaku kecurangan untuk membuat
individu measakan hukuman jika ia tidak berpartisipasi dalam kecurangan.
6. Kekuatan Ahli yang diyakini adalah kemampuan pelaku kecurangan untuk
memengaruhi orang lain dikarenakan keahlian atau pengetahuannya.
7. Kekuatan yang Memiliki Legitimasi mengacu pada kemampuan pelaku
kecurangan untuk meyakinkan calon pelaku yang akan ia rekrut bahwa ia benar-benar
memiliki kekuasaan atas mereka.
8. Kekuatan Referen adalah kemampuan pelaku untuk berhubungan dengan calon
konspirator yang akan dilibatkan.

Anda mungkin juga menyukai