Anda di halaman 1dari 27

PRAKTIKUM 1A

Isolasi Bakteri Pemfiksasi N Nonsimbiotik Azotobacter

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah merupakan faktor lingkungan yang penting, sebab selain
mempunyai hubungan timbal balik dengan tanaman yang tumbuh di atasnya,
tanah juga memiliki hubungan timbal balik dengan mikroba tanah yang ada di
dalamnya. (Sutejo et al. 1991 dalam Mujiyati dan Supriyadi 2009) Tanah
berperanan dalam siklus mineral terutama siklus nitrogen, fosfor, sulfur dan siklus
karbon.
Bakteri yang berperanan dalam siklus nitrogen salah satunya adalah
Azotobacter. Bakteri ini bersifat non-simbiosis yang mampu mengikat Nitrogen
bebas dari udara dan hidup di daerah rizhospere yang bersifat heterotrofik. Bakteri
ini berfungsi sebagai pengikat N2 bebas yang mempunyai pengaruh terhadap sifat
fisik dan kimia tanah sehingga mampu meningkatkan kesuburan tanah. Populasi
bakteri nitrifikasi dalam tanah akan mempengaruhi rasio konsentrasi nitrogen
dalam tanah, sehingga populasi mikroba merupakan indikator tingkat kesuburan
tanah (Allen dan Allen 1981).
Azotobacter merupakan bakteri yang bermanfaat bagi tanaman karena
berdasarkan penelitian Wedhastri (2002) menyebutkan bahwa beberapa strain
hasil isolasi dan seleksi mikroba penambat N non-simbiotik yaitu Azotobacter
pada tanah masam, yang merupakan spesies A. chroococcum mempunyai
kemampuan dalam menambat nitrogen dari udara, dan juga sebagai penghasil zat
pengatur tumbuh.

1.2 Tujuan
Untuk mengisolasi Azotobacter dari tanah rizosfer dan mempelajari
morfologi koloni dan sel bakteri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi dan Fisiologi Azotobacter


Mikroorganisme non-simbiotik pemfiksasi Nitrogen yang cukup penting
adalah bakteri gram negatif dari genus Azotobacter. Sel Azotobacter relatif besar,

1
berbentuk batang, kokus atau kadang-kadang terlihat seperti ragi (pleomorfik),
tidak membentuk spora dan berkapsul. Mikroba ini bersifat obligat aerob dan
tumbuh di atas permukaan berupa film tipis (pellicle) bila ditanam pada medium
cair. Mereka mampu memfiksasi Nitrogen dari udara bila tersedia karbohidrat atau
sumber karbon lainnya.
Bakteri ini tersebar luas di alam terutama di tanah yang tidak terlalu
masam juga di permukaan daun (filosfir). Selain menyediakan N bagi tanaman,
bakteri ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui kemampuannya
dalam menghasilkan hormon pertumbuhan seperti sitokinin dan giberelin dan
melakukan dehalogenasi senyawa toksik seperti pestisida. Beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa Azotobacter mampu melarutkan fosfat, memproduksi
siderofor pengkhelat logam dan membentuk oksopolisakarida (EPS) yang
berperan dalam mobilisasi logam di tanah.
Azotobacter mudah diisolasi dengan menambahkan tanah fertil ke dalam
medium cair yang mengandung manitol dan gula sederhana seperti glukosa
maupun sukrosa. Selapis pellicle akan berkembang di atas permukaan medium
cair ini. Dari pellicle ini Azotobacter dapat diisolasi untuk mendapatkan biakan
murni.

2.2 Keunggulan Bakteri Azotobacter


Genus Azotobacter tumbuh dengan baik pada kondisi NH3 juga pada
berbagai jenis media seperti karbohidrat, alkohol dan asam organik. Azotobacter
bersifat aerob obligat, namun enzim nitrogenasenya sangat sensitif terhadap O2
sama seperti nitrogenase lainnya, oleh kerena itu Azotobacter melakukan respirasi
tinggi untuk melindungi nitrogenase dari O2 sehingga konsentrasi O2 intraseluler
pada Azotobacter relatif lebih sedikit (Brock et al. 1994 dalam Nurhayati 2006).

Salisbury dan Ross (1995) menyebutkan bahwa penambatan nitrogen


adalah reaksi reduksi N2 menjadi NH4+, dan diketahui sejauh ini bahwa reaksi ini
hanya dapat dilakukan oleh mikroorganisme prokariot.
Reaksi keseluruhan penambatan N adalah sebagai berikut:

N2 + 8e + 16ATP + H2O 2NH3 + H2 + 16ATP + 16pi + 8H

Rao (1994) juga menambahkan bahwa dalam reaksi ini juga diperlukan
enzim nitrogenase yang berfungsi sebagai katalisator. Nitrogenase terdiri dari dua

2
protein, yakni protein Fe dan protein Fe-Mo. Protein Fe mempunyai 4 atom besi
di kelompok Fe4S4 , sedangkan protein Fe-Mo mengandung 2 atom molybdenum
dan 28 atom besi. Selain dapat menambat nitrogen bebas dari udara, Azotobacter
juga dapat menghasilkan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Penelitian Xenia (2010)
membuktikan bahwa Azotobacter mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh
berupa asam indol asetat (AIA), sitokinin, giberelin dan melarutkan fosfat.

BAB III
METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum mengisolasi Azotobacter dari tanah rizosfer dilaksanakan pada
hari kamis tanggal 05 Maret 2015 pukul 13.30 15.00 WIB. Praktikum
dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat Dan Bahan


Tanah dari rizosfer jagung, tomat atau cabe.
Erlenmeyer 250 ml berisi 50 ml media cair Ashbys Mannitol Phosphate,
media agar Ashbys Mannitol Phosphate.
Petridish steril, ose, spirtus, korek api

3.3 Cara Kerja


1. Tambahkan satu gram tanah ke dalam media cair Ashbys Mannitol
Phosphate

3
2. Inkubasikan pada 300C selama 4-7 hari sampai terbentuk pellicle pada
permukaan media. Jangan mengganggu pellicle yang telah tumbuh.
3. Isolasi Azotobacter dari pellicle dengan metode gores pada Media agar
Ashbys Mannitol Phosphate
4. Inkubasikan pada suhu 30O C selama 1-3 hari
5. Amati pertumbuhan koloni. Koloni Azotobacter dicirikan dengan
bentuknya yang bulat, besar (diameter 3-5 mm), cembung, putih susu,
berlendir dan pinggiran rata. Amati pula pigmentasi yang mungkin terjadi
pada inkubasi setelah lebih dari 1 minggu pada suhu 30O C.
6. Amati karakteristik morfologinya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


a. Pellicle
a. Lama pembentukan (hari) : 7 b. Warna (coklat-hitam) : coklat
hari sampai hitam

b. Koloni
a. permukaan : tidak rata b. bentuk : bulat besar dengan
(cembung) pinggiran rata
c. warna : putih susu, pinggir d. pigmentasi : -
coklat hitam

4
c. Karakteristik morfologi sel :
Gamba sel Azotobacter Bentuk : Batang/kokus
Tampak Depan Gram : (-) negatif

Tampak Belakang

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kita melakukan 2 tahapan, yang pertama yaitu
menumbuhkan inokulan pada media cair Ashbys Mannitol Phosphate, dan yang
kedua yaitu membuat biakan murni di media padat Ashbys Mannitol Phosphate.
Setelah seminggu dibiakkan diinokulan pada media cair Ashbys Mannitol
Phosphate, pada permukaan media terdapat pellicle, hal ini menunjukkan bahwa

5
bakteri Azotobacter bersifat aerob. Azotobacter dapat memfiksasi nitrogen dari
udara asalkan terdapat sumber karbon bagi Azotobacter seperti yang terdapat
pada media cair Ashbys Mannitol Phosphate. Dari pellicle tersebut, kita
inokulankan lagi Azotobacter pada media padat Ashbys Mannitol Phosphate
dengan metode gores, seminggu kemudian terbentuklah koloni bakteri
Azotobacter yang berada di permukaan media, yang menunjukkan bahwa
Azotobacter dapat tumbuh dan berkembang asalkan berada di media atau tempat
yang kaya akan sumber karbon. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri
Azotobacter bersifat obligat aerob, dan mampu memfiksasi nitrogen.
Bakteri Azotobacter merupakan bakteri yang bersifat heterotrof karena
Azotobacter dapat tumbuh tanpa harus bersimbiosis dengan organisme lain.
Pertumbuhan dari Azotobacter ini ditandai oleh adanya pellicle. Suhu yang
disenangi bagi pertumbuhan dan perkembangannya berkisar antara 39O C
sampai 40O C dan optimum antara 30O C sampai 35O C. Sangat sensitif pada
suhu optimum dan pH 7 8.
Dalam praktikum ini kami tidak mendapatkan karakteristik selnya,
karena kami tidak melakukan pengamatan atau pengecatan langsung dibawah
mikroskop tetapi menurut sumber yang didapat bahwa karakteristik sel bakteri
Azotobacter memiliki sel yang berbentuk batang atau coccus, gram negatif,
bersifat aerobik obligat dan mempunyai ukuran sel yang lebih panjang dari
prokariot lainnya dengan diameter sel 2-4 m atau lebih. beberapa strain motil
dengan flagel peritrikha pada media yang mengandung karbohidrat, bakteri ini
membentuk kapsul yang berfungsi melindunginya dari lingkungan luar. Selain
itu bakteri ini juga memiliki struktur khusus yang disebut kista, kista ini bersifat
seperti endospora, yakni tubuh berdinding tebal, sangat reaktif, resisten dan
tahan terhadap proses pengeringan, pemecahan mekanik, ultraviolet, dan radiasi
ionik. (Brock, et al. 1994 dalam Nurhayati 2006)

6
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Untuk mengisolasi bakteri Azotobacter, terlebih dahulu diinokulankan
pada media cair Ashbys Mannitol Phosphate sehingga terbentuk pellicle, dari
pollicle tersebut diambil dan inokulasikan lagi pada media padat Ashbys
Mannitol Phosphate, setelah seminggu diinkubasi, maka terbentuk koloni
Azotobacter dipermukaan media yang menunjukan Azotobacter bersifat aerob
obligat.
Keberadaan Azotobacter mampu memfiksasi N tanpa bersimbiosis dengan
organisme lain. karena sifatnya yang aerob obligat sehingga mampu memfiksasi N
secara langsung dari udara.

PRAKTIKUM 1B
Isolasi Bakteri Rhizobium dari Bintil Akar

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penambatan N di udara, tanaman kedelai bersimbiosis dengan bakteri
Rhizobium yang disebut Bradyrhizobium japonicum yang sebelumnya dikenal

7
dengan nama Rhizobium japonicum (Bereiner dan Day, 1995). Penggunaan strain
Rhizobium yang sesuai dan efektif merupakan faktor penting untuk meningkatkan
hasil produksi kacang kedelai. Penggunaan inokulan Rhizobium tersebut dapat
mengurangi biaya produksi dan juga pencemaran lingkungan yang disebabkan
oleh penggunaan pupuk N anorganik. Simbiosis tanaman kacang-kacangan
dengan Rhizobium merupakan suatu sistem penambat N
Bakteri penambat N2 seperti Rhizobium akan bersimbiosis dengan
perakaran tanaman leguminosa. Daerah perakaran kedelai berpotensi sebagai
tempat untuk terjadinya simbiosis dengan rhizobia. Hal ini akan menambah kadar
N yang ada di dalam tanah. Rhizobium saat berinteraksi dengan daerah perakaran
memiliki kemampuan untuk membentuk bintil akar. Kedelai merupakan tanaman
yang membutuhkan banyak nitrogen. secara biologis melalui pembentukan bintil
akar dalam perakaran kacang-kacangan. (Ningsih dan Iswandi, 2004).

1.2 Tujuan
Untuk mengisolasi bakteri Rhizobium dari bintil akar legume dan
mempelajari morfologi koloni dan sel bakteri tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Rhizobium bermanfaat bagi tanaman setelah bersimbiosis


dengan akar tanaman dari keluarga Leguminosae yang membentuk nodula
(bintil) akar. Dengan demikian tanaman diuntungkan karena bakteri Rhizobium
mensuplai nitrogen.
Bakteri tanah dari genus Rhizobium menginfeksi bibit tanaman legum
melalui rambut akar dan merangsang pembentukan nodula akar. Fiksasi nitrogen
terjadi dekat pusat nodula akar. Rhizobium bersifat aerob, berbentuk batang
(rod) pada media selektif tanpa inang, bersifat gram negatif, tidak membentuk
spora, berkembang biak dalam media yang mengandung karbihidrat tetapi tidak
dapat menggunakan nitrogen bebas (N2) jika ditumbuhkan di luar/tanpa tanaman
inang. Dalam interaksinya dengan legumonisa, sel Rhizobium bakteri berubah

8
menjadi bentuk bakteroid. Pada bagian tengah nodula yang mengandung
bakteroid terbentuk pigmen merah yang disebut leghaemoglobin. Enzim
nitrogenase yang dibentuk oleh bakteroid, dan lehaemoglobin merupakan dua
komponen yang terlibat dalam fiksasi N. nodula, termasuk jaringan tanaman dan
mikroba, mampu menggunakan nitrogen atmosfer.
Simbiosis antara legum dengan Rhizobium mempunyai spesifikasi
tertentu artinya bakteri yang diisolasi dari suatu tanaman belum tentu dapat
membentuk nodula pada tanaman legum lainnya. Isolasi akan mendapatkan
beberapa strain Rhizobium dengan berbagai keefektifan. Dari suatu tanaman
legum mungkin terisolasi bakteri yang tidak menodulasi tetapi menyerupai
bakteri Rhizobium.

BAB III
METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum mengisolasi Azotobacter dari tanah rizosfer dilaksanakan pada
hari kamis tanggal 05 Maret 2015 pukul 13.30 15.00 WIB. Praktikum
dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat Dan Bahan


Perakaran tanaman Legum yang mengandung nodula segar
Aquades steril
Alkohol 70%
HgCl2
Erlenmeyer 250 ml berisi 50 ml media Yeast Mannitol Agar (YMA)
Petridish steril
Pinset steril
Gunting dan ose

3.3 Cara Kerja


a. Pilih bintil yang efektif (warna merah muda/pink, berukuran besar, pada
akar utama).
b. Bersihkan dari sisa tanah yang menempel dengan mencuci dengan air bersih
c. Direndam dalam aquadest steril selama 5 menit.

9
d. Kemudian bintil akar disterilkan dengan cara di rendam dalam larutan HgCl2
selama 5 menit untuk membunuh kuman-kuman yang menempel pada
bintil akar kemudian bintil akar direndam dalam alkohol 70% selama 5
menit, selanjutnya bintil akar dibilas sebanyak 2 kali dengan aquadest steril
masing-masing selama 5 menit.
e. Bintil akar yang telah steril dipindahkan pada plate kemudian bintil akar di
pijit dengan menggunakan pinset steril sehingga keluar cairan dari
nodulanya.
f. Suspensikan dengan ose ditumbuhkan kedalam petridis berisi media YMA +
congo red.
g. Inkubasikan pada suhu 28OC selama 7 hari. koloni yang terbentuk dari
pertumbuhan suspensi bintil akar diamati meliputi bentuk, warna calan
tekstur. Koloni pada subkultur yang terpisah (isolat) dipindahkan ke media
agar miring.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
4.1 Hasil Pengamatan
a. Spesifikasi tanaman Legum :
a. spesies : kacang kedelai b. umur tanaman : -
c. warna nodula : coklat muda d. jumlah nodula per tanaman : 20

b. Karakteristik koloni Rhizobium :


a. bentuk : bulat, pinggiran rata b. warna : bening, merah (metode
gores), merah (metode tuang)
c. permukaan : cembung d. jumlah koloni : 7 koloni metode
gores

c. Karakteristik dan morfologi sel (gambar) :


Gambar Sel Rhizobium Gram : Negatif
Bentuk : -

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, Rhizobium yang akan diinokulasikan berasal
dari nodula pada akar tanaman kedelai, nodula yang bagus dengan ciri-ciri:
besar, terdapat di akar utama, dan berwarna merah muda. Nodula berwarna
merah muda ini disebabkan adanya kandungan Ieghemoglobin. Perendaman
dengan HgCl2, Aquades steril, Alkohol 70% dilakukan untuk mensterilkan
permukaan nodula dari organisme-organisme lain selain Rhizobium. setelah
diinokulankan pada media YMA, terbentuk koloni bakteri setelah diinkubasi
selama 3-7 hari.
Koloni bakteri Rhizobium yang tumbuh memiliki beberapa ciri atau
karakteristik koloni, diantaranya: berlendir, diameternya kecil, terbentuk zona

11
bening disekitar koloni. Tidak diketahui karakteristik dan morfologi selnya
karena tidak dilakukan pengamatan di bawah mikroskop.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Rhizobium termasuk mikroorganisme pemfiksasi N yang besimbisosis
dengan tanaman legum seperti pada akar tanaman kacang kedelai. Nodula akar
yang efektif dapat dicirikan dengan adanya warna merah atau merah muda dari
Legmaemoglobin dan bagian dalam dari nodula, ukuran nodula lebih besar dan
terletak pada akar utama (paling efektif dalam memfiksasi nitrogen).
Koloni bakteri Rhizobium yang tumbuh memiliki beberapa ciri atau
karakteristik koloni, diantaranya: berlendir, diameternya kecil, terbentuk zona
bening disekitar koloni. Tidak diketahui karakteristik dan morfologi selnya karena
tidak dilakukan pengamatan di bawah mikroskop.

12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesuburan tanah dan tanaman mempengaruhi hasil produksi pertanian.
Untuk meningkatkan produksi pertanian masih terdapat banyak kendala dalam
kesuburan tanah terutama ketersedian unsur hara esensial dalam tanah.
Kekurangan fosfor (P) merupakan salah satu kendala utama dalam produksi
pertanian meskipun fosfat yang tekandung didalam tanah melimpah akan tetapi
pada kenyataannya tanaman tidak dapat memanfaatkan semua pupuk P yang
diberikan. Hal ini diakibatkan oleh kondisi tanah di Indonesia (daerah tropis) yang
kerap tercuci dari curah hujan tinggi. Sehingga menyebabkan banyak unsur hara
dalam bentuk kation-kation basa tercuci, sehingga tanah banyak mengandung ion
H+ dan tanah menjadi masam.
Pada tanah masam, P bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P, Fe-P dan
Occluded-P, sedangkan pada tanah bereaksi basa, pada umumnya P bersenyawa
sebagai Ca-P. Adanya pengikatan-pengikatan P tersebut menyebabkan pupuk P
yang diberikan menjadi tidak efisien, sehingga perlu diberikan dalam takaran yang
tinggi. Menurut Jones (1982) tanaman memanfaatkan P hanya sebesar 10-30%
dari pupuk P yang diberikan, berarti 70-90% pupuk P tetap berada di dalam tanah.
Kekurang efisienan penggunaan pupuk P ini dapat diatasi dengan berbagai
cara, salah satu diantaranya dengan memanfaatkan mikroba pelarut P sebagai
pupuk hayati. Penggunaan mikroba pelarut P sebagai pupuk hayati mempunyai
keunggulan antara lain hemat energi, tidak mencemari lingkungan, mampu

13
membantu meningkatkan kelarutan P yang terjerap, menghalangi terjerapnya P
pupuk oleh unsur-unsur penjerap dan mengurangi toksisitas Al3+, Fe3+ dan
Mn2+ terhadap tanaman pada tanah masam. Pada jenis-jenis tertentu, mikroba ini
dapat memacu pertumbuhan tanaman karena menghasilkan zat pengatur tumbuh,
serta menahan penetrasi patogen akar karena sifat mikroba yang cepat
mengkolonisasi akar dan menghasilkan senyawa antibiotik.
Pupuk hayati ini layak digunakan sebagai alternatif untuk mengefisienkan
pupuk P, mengingat bahan ini merupakan sumber daya alam yang dengan mudah
dapat diperbaharui (renewable), dan dapat diintroduksikan ke daerah-daerah baru.

1.2 Tujuan
Memperlihatkan kemampuan beberapa mikroba tanah dalam mengubah
fosfat anorganik menjadi fosfat terlarut yang tersedia bagi tanaman dan
mengisolaso bakteri pelarut fosfat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroba Pelarut Fosfat

14
Fosfat merupakan salah satu unsur makro esensial yang tidak hanya
dibutuhkan bagi kehidupan tumbuhan tetapi juga bagi biota tanah. Tanaman hanya
dapat menyerap P dalam bentuk yang tersedia. P tanah baru dapat tersedia oleh
perakaran tanaman atau mikrobia tanah melalui sekresi asam organik oleh akar
atau mikrobia. Oleh karena itu mikrobia yang dapat melarutkan P memegang
peranan penting dalam sistem pertanian (Hanafiah, dkk., 2009)
Mikroba pelarut fosfat hidup di sekitar perakaran tanaman, mulai
permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm. Keberadaannya berkaitan dengan
jumlah bahan organic yang akan mempengaruhi populasi serta aktivitasnya dalam
tanah. Mikroba yang hidup dekat daerah perakaran secara fisiologis lebih aktif
dibanding mikroba yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroba
pelarut fosfat beragam dari satu tempat ke tempat lainnya karena perbedaan sifat
biologis mikroba itu sendiri. Terdapat mikroba yang hidup pada kondisi masam
dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik,
mesofilik dan termofilik ada yang hidup aerob maupun anaerob (Ginting, 2006).
Aktivitas mikroba tanah berpengaruh langsung terhadap ketersediaan fosfat
di dalam larutan tanah. Sebagian aktivitas mikroba tanah dapat melarutkan fosfat
dari ikatan fosfat tak larut (melalui sekresi asam-asam organik) atau mineralisasi
fosfat dari bentuk ikatan fosfat-organik menjadi fosfat-anorganik. Selain tanaman,
fosfat anorganik terlarut juga digunakan oleh mikroba untuk aktivitas dan
pembentukan sel-sel baru, sehingga terjadi pengikatan (immobilisasi) fosfat
(Santosa, 2007).
Kemampuan MPF dalam melarutkan fosfat berbeda-beda, antara lain
tergantung dari macam dan jumlah asam organik yang dihasilkan serta sumber
fosfat yang digunakan (Santosa, 2007). Semua biota tanah memerlukan fosfat
sehingga pemberian fosfat dari sumber fosfat yang sukar larut pada suatu media
akan menyebabkan tidak semua jenis mikroba dapat tumbuh/membentuk koloni
pada media tersebut.

2.2 Media Pikovskaya


Media Pikovskaya merupakan media selektif MPF yang biasa digunakan
untuk isolasi mikroba pelarut fosfat. MPF yang tumbuh pada media ini akan
membentuk koloni yang di sekelilingnya terdapat daerah bening (zona bening).
Daerah bening ini terbentuk karena adanya pelarutan fosfat dari sumber fosfat

15
sukar larut yang ada dalam media oleh asam-asam organik yang dihasilkan koloni
mikroba. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan, warna, dan besar koloni
serta luas daerah bening berbeda-beda tergantung dari jenis MPF. Akan tetapi
pada dasarnya semakin luas dan semakin jernih pembentukan daerah bening,
secara kualitatis menunjukkan semakin tinggi kelarutan fosfat dalam media,
sehingga koloni tersebut dapat dipilih/diisolasi sebagai isolat/strain MPF yang
mempunyai potensi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.
Media Pikovskaya bisa dimodifikasi sesuai dengan tujuan isolasi. Sebagai
contoh, untuk memperoleh strain MPF yang mampu melarutkan fosfat dari Al-P
maka pada media digunakan AlPO4 sebagai sumber fosfat. Dengan cara tersebut
akan diperoleh isolat-isolat MPF yang mempunyai potensi untuk dapat
dikembangkan pada tanah masam dengan kadar Al relatif tinggi. Demikian pula
jika yang dipakai sebagai sumber fosfat adalah FePO4, Ca3(PO4)2 atau batuan
fosfat lainnya (terdapat berbagai macam batuan fosfat: Ca10(PO4)6F2,
Ca10(PO4)6Cl2, dan lainnya), maka koloni yang tumbuh merupakan koloni MPF
yang mampu memanfaatkan fosfat dari senyawa sumber fosfat tersebut. Hal yang
perlu diperhatikan di dalam memodifikasi sumber fosfat pada media Pikovskaya
adalah kadar fosfat pengganti sebaiknya dibuat setara dengan kadar fosfat pada
pemakaian 5 g Ca3(PO4)2 dalam 1 L media.

BAB III
METODOLOGI

1.1 Pelaksanaan Kegiatan


Praktikum mengisolasi Azotobacter dari tanah rizosfer dilaksanakan pada
hari kamis tanggal 5 Maret 2015 pukul 13.30 15.00 WIB. Praktikum
dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran.

1.2 Alat dan Bahan


a. Tanah Mineral

16
b. Media agar Pikovskaya
c. Akuades steril
d. Petridish steril
e. Pipet 1 ml dan 10 ml steril
f. Agar miring glukosa-pepton-yeast ekstrak ( glukosa 1,0 g, yeast ekstrak
0.5 g, pepton 0.5 g, agar 15 g, akuades 1000 ml)

1.3 Cara Kerja


1. Diencerkan tanah sampai dengan pengenceran 10-7 dengan metode
pengenceran
2. Di masukan 1 ml suspense tanah pada pengenceran 10-5 dan 10-7 ke dalam
petridish
3. Di tuangkan media agar Pikovskaya ke dalam masing-masing petridish
sebanyak 20 ml, sedangkan untuk isolasi jamur pelarut fosfat media yang
digunakan adalah Pikovskaya yang anti bakteri
4. Di goyangkan petridish supaya suspense tanah dan media tercampur rata
5. Di inkubasikan pada suhu 30oC selama 3-4 hari
6. Dipindahkan koloni yang telah menunjukan aktivitas pelarutan fosfat
(membentuk halozone di sekitar koloni) pada media agar miring
pikovskaya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh data
sebagau berikut :
a. Populasi BPF dan JPF
Pengenceran tanah CFU/g tanah
10-3 20.103
10-5 15.105
b. Ukuran Halozone
Pengenceran tanah Kisaran Halozone (cm)
-3
10 1,5 cm
10-5 Tidak terbentuk halozone
c. Gambar mikroba dengan halozone

17
a b

c d
Gambar 1. (a) Jamur Pelarut Fosfat tampak depan, (b) Jamur Pelarut Fosfat
tampak belakang, (c) Bakteri pelarut fosfat tampak depan, (d) Bakteri pelarut
fosfat tampak belakang
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan menggunakan sampel
tanah yang berasal dari padalarang dalam praktik isolasi mikroba pelarut fosfat
terdapat koloni yang tumbuh pada media agar pikovskaya yang menunjukan
adanya mikroorganisme yang tumbuh pada media tersebut. Pada pengenceran 10-3
di dapatkan koloni yang tumbuh sebanyak 20.103 dengan ukuran halozone 1,5 cm
sedangkan pada pengenceran 10-5 terdapat 15.105 koloni yang tumbuh namun pada
pengenceran 105 tidak terlihat adanya pembentukan halozone. Mikroorganisme
mempunyai kemampuan untuk melarutkan fosfat karena mikroorganisme tersebut
dapat menghasilkan asam-asam organik yang dapat merubah phospat anorganik
menjadi phospat terlarut dengan menggunakan enzim fosfatase dan juga enzim
fitase. Indikasi adanya mikroba pelarut fosfat yaitu pada saat pengamatan setelah
3-4 hari terlihat adanya zona bening/halozone yang terbentuk disekitar koloni
mikroba yang tumbuh pada media.
Zona bening (halozone) merupakan tanda awal untuk mengetahui
kemampuan MPF dalam melarutkan fosfat. Semakin lebar zona bening, secara
kualitatif dapat dianggap sebagai tanda kemampuan MPF melarutkan fosfat dalam
media tumbuh semakin besar. Demikian pula semakin bening/terang zona bening
menunjukkan pelarutan fosfat semakin intensif. Lebar/garis tengah koloni dan
zona bening bisa diukur, pada umumnya semakin besar nilai perbandingan antara
garis tengah zona bening: garis tengah koloni, menunjukkan kemampuan MPF
dalam melarutkan fosfat secara kualitatif semakin besar, walaupun hal ini belum

18
cukup untuk menggambarkan kemampuan MPF dalam pelarutan fosfat yang
sebenarnya (Nautiyal, 1999 dalam Saraswati resti et.al 2007).
Pengujian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan isolat
MPF yang telah diisolasi dalam melarutkan fosfat terutama pada media
Pikovskaya cair. Di dalam media Pikovskaya cair, sel-sel MPF memanfaatkan
nutrisi yang ada dalam media untuk membelah dan berkembang. Pada waktu
pembelahan sel, terjadi pembentukan sel-sel baru sehingga MPF membutuhkan
fosfat relatif besar. Oleh karena itu pada waktu yang bersamaan MPF
menghasilkan asam-asam organik untuk melarutkan fosfat. Kadar fosfat terlarut
yang tidak diimobilisasi kembali oleh MPF bisa langsung diukur secara
kolorimetri dengan pewarnaan biru molibden. Untuk memastikan MPF yang
diperoleh tidak bersifat patogen perlu dilakukan uji patogenisitas secara kualitatif.
Uji patogenisitas dilakukan dengan mengamati (membandingkan) secara visual
pertumbuhan tanaman pada media tertentu yang diberi perlakuan inokulasi MPF
nonpatogen, patogen, dan kontrol (tanpa inokulasi). Pada tanaman yang
diinokulasi MPF patogen akan memperlihatkan pertumbuhan yang tidak normal
(sakit).
Pada pengukuran zona bening, lebar zona bening juga dipengaruhi oleh
ketebalan media agar Pikovskaya dalam cawan Petri. Koloni yang tumbuh pada
bagian yang lebih tebal biasanya zona bening akan lebih sempit, sebaliknya pada
bagian yang tipis lebar zona bening lebih besar. Untuk menghindari hal tersebut,
perlu diperhatikan bahwa pada waktu menuangkan media agar Pikovskaya ke
dalam cawan Petri harus diusahakan tebal media di dalam cawan petri merata. Hal
ini dapat dilakukan jika pada waktu menyimpan cawan petri (sesaat setelah
dituangi media agar Pikovskaya), cawan petri diletakkan pada permukaan tempat
yang datar, tidak ada kemiringan sedikitpun. Oleh karena itu luas zona bening
hanya bisa dipakai untuk indikasi awal, bahwa koloni merupakan koloni MPF
yang mampu melarutkan fosfat dari sumber fosfat penyusun media. Dengan kata
lain, lebar diameter zona bening tidak bisa dipakai sebagai pedoman untuk
mengukur kemampuan MPF dalam melarutkan fosfat. Setelah diamati, seringkali
ditemukan bahwa tidak semua koloni yang tumbuh pada media Pikovskaya
membentuk zona bening. Hal ini karena sebagian fosfat dari sumber fosfat yang
digunakan walaupun tanpa MPF, bisa larut dalam media, sehingga walaupun

19
kelarutannya sangat sedikit/terbatas maka mikroba tertentu yang kebetulan ikut
tertuang di dalam cawan, mampu memanfaatkan ketersediaan fosfat tersebut dan
mampu membentuk koloni. Keadaan ini menyebabkan adanya persoalan pada
waktu penghitungan koloni MPF.

BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan kelompok mikroorganisme tanah
yang berkemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya
menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Bakteri pelarut
fosfat (BPF) akan tumbuh baik pada media selektif pykovskaya yang mengandung
berbagai bahan antara lain carrot, infusion, asparagin, glukosa, dan agar. Mikroba
pelarut fosfat dapat menghasilkan asam-asam organik yang dapat merubah
phospat anorganik menjadi phospat terlarut dengan menggunakan enzim fosfatase
dan juga enzim fitase dengan keberhasilannya yaitu terbentuknya zona
bening/halozone yang merupakan tanda awal untuk mengetahui kemampuan MPF
dalam melarutkan fosfat, namun tidak semua koloni yang tumbuh pada media
Pikovskaya membentuk zona bening. Hal ini karena sebagian fosfat dari sumber
fosfat yang digunakan walaupun tanpa MPF, bisa larut dalam media, sehingga
walaupun kelarutannya sangat sedikit/terbatas maka mikroba tertentu yang
kebetulan ikut tertuang di dalam cawan, mampu memanfaatkan ketersediaan
fosfat tersebut dan mampu membentuk koloni. Lebar zona bening juga
dipengaruhi oleh ketebalan media agar Pikovskaya dalam cawan Petri yang dapat
menyebabkan adanya persoalan pada waktu penghitungan koloni MPF.

PRAKTIKUM -3A

20
ISOLASI SPORA CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULAR (CMA) DAN
PEMBUATAN PREPARAT AKAR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan
akar tanaman (Brundrett, 1996). Umumya mikoriza dibedakan dalam tiga
kelompok, yaitu: endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis
tanaman pertanian), ektomikoriza (pada jenis tanaman kehutanan), dan
ektendomikoriza (Harley and Smith, 1983) Peranan FMA dalam meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman telah banyak dilaporkan dan dari hasil
penelitian belakangan ini banyak laporan yang memuat aplikasi dan usaha
produksi inokulan FMA yang diusahakan secara komersil.
Berdasarkan struktur dan cara jamur menginfeksi akar, mikoriza dapat
dikelompokan menjadi Ektomikoriza (jamur yang menginfeksi tidak masuk ke
dalam sel akar tanaman dan hanya berkembang diantara dinding sel jaringan
korteks, akar yang terinfeksi membesar dan bercabang), Endomikoriza (Jamur
yang menginfeksi masuk ke dalam jaringan sel korteks dan akar yang terinfeksi
tidak membesar).
Jamur membentuk struktur akar dengan lapisan hifa tipis pada permukaan
akar tetapi tidak setebal mantel pada ektomikoriza. Hifa berkembang didalam sel
jaringan korteks dan tidak pernah mengkolonisasi silinder pusat. Selain itu
terdapat struktur khusus berbentuk oval yang disebut vesikula dan sistem
percabangan hifa (dikhotom) di dalam sel korteks yang disebut arbuskula.

1.2 Tujuan
Mengisolasi spora dari jamur pembentuk CMA dari tanah di sekitar
perakaran tanaman dan melihat morfologi akar terinfeksi oleh jamur mikoriza
secara mikroskopis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Mikoriza Arbuskular


Mikoriza Arbuskular merupakan mikroorganisme tanah yang terdapat
hampir di segala jenis tanah. Mikoriza ini memiliki potensi yang sangat besar
untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan memperbaiki agregasi tanah.

21
Namun demikian belum terlihat jelas pada tingkatan mana mikoriza ini bekerja di
lapangan. Secara umum, manfaat CMA dalam kondisi eksperimental dengan
mikoriza individual berhubungan dengan tingkat dan perluasan pembentukan
CMA. Namun demikian terlihat jelas adanya indikasi bahwa proses ini tidak dapat
dilakukan pada semua mikoriza. Penentuan waktu pembentukan dilapangan
merupakan hal yang penting guna memperoleh manfaat pertumbuhan tanaman
(Delvian, 2006).
Mikoriza ini mulai ditemukan pada profil tanah sekitar kedalaman 20 cm
tetapi walaupun demikian juga, masih terdapat pada kedalaman 70-100 cm. CMA
tersebar secara aktif dan tersebar secara pasif dimana CMA tersebar dengan
angin, air atau mikroorganisme dalam tanah (Delvian, 2006).
Mikoriza tersebut dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan
pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat populasi
dan komposisi jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman
dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah, kandungan
fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan CMA adalah pada suhu 30
C, tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 28-35 C
(Budiman dan Saraswati, 2007).
Mikoriza arbuskula dapat berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman
dimana tiap jenis tanaman dapat juga berasosiasi dengan satu atau lebih jenis
CMA. Tetapi tidak semua jenis tumbuhan dapat memberikan respon pertumbuhan
positif terhadap inokulasi CMA. Konsep ketergantungan tanaman akan CMA
adalah relatif dimana tanaman tergantung pada keberadaan CMA untuk mencapai
pertumbuhannya. Tanaman yang mempunyai ketergantungan yang tinggi pada
keberadaan CMA, biasanya akan menunjukkan pertumbuhan yang nyata terhadap
inokulasi CMA, dan sebaliknya tidak dapat tumbuh sempurna tanpa adanya
asosiasi dengan CMA (Istiqomah, 2006).
Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman
spesies dan populasi CMA. Tanah yang didominasi oleh fraksi lempung (clay)
merupakan kondisi yang diduga sesuai untuk perkembangan spora Glomus, dan
tanah berpasir genus Gigaspora ditemukan dalam jumlah tinggi. Pada tanah
berpasir, pori-pori tanah terbentuk lebih besar dibanding tanah lempung dan
keadaan ini diduga sesuai untuk perkembangan spora Gigaspora yang berukuran
lebih besar daripada spora Glomus (Istiqomah, 2006).

22
Lingkungan dan faktor biotik diketahui memiliki pengaruh terhadap
pembentukan CMA dan derajat infeksi dari sel korteks inang. Perbedaan waktu
yang diperlukan untuk infeksi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
: kerapatan akar, rata-rata pertumbuhan akar, jumlah spora/unit volume tanah,
persentase perkecambahan spora dan rata-rata pertumbuhan hifa. Interaksi antar
faktor-faktor biotik memilikiefek yang signifikan dalam merespon pertumbuhan
tanaman yang diinokulasi. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap pembentukan
CMA dalam hal suplai dan keseimbangan hara, kelembaban dan pH tanah
(Istiqomah, 2006).
Dalam perkembangannya CMA sangat membutuhkan kondisi lingkungan
yang optimum. Kondisi lingkungan seperti pH tanah, eksudat akar dan suhu akan
mempengaruhi perkembangan CMA di alam. Suhu yang optimum bagi CMA akan
mempercepat terjadinya perkembangbiakan baik dalam hal menginfeksi akar
tanaman (inang) maupun dalam menghasilkan spora-spora sebagai bagian dari
perkembangan berikutnya yang relatif tinggi akan meningkatkan aktifitas
cendawan (Delvian, 2006).
CMA mampu beradaptasi secara optimal pada kisaran suhu 18-35 0C.
Proses perkecambahan dan pembentukkan CMA melalui tiga tahap yaitu
perkecambahan spora di tanah, penetrasi hifa ke dalam sel akar dan
perkembangan hifa di dalam korteks akar (Musfati, dkk. 2006).

BAB III
METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum mengisolasi Azotobacter dari tanah rizosfer dilaksanakan pada
hari kamis tanggal 19 Maret 2015 pukul 13.30 15.00 WIB. Praktikum
dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan


1. 50 gram tanah di sekitar perakaran sorgum. Akar tanaman sorgum.
2. Air ledeng untuk pembilas, larutan gula 20%, KOH 10%, HCL encer.
3. Asam fuchsin (fuchsin 0,02% di dalam asam laktat)
4. Beacker glass, saringan tanah dengan ukuran 250, 125, 63, dan 35 m.

23
3.3 Cara Kerja
1. 25 gram ziolit yang membawa inokulan mikoriza di campur dengan 250
ml air.
2. Campuran tersebut di aduk dengan batang pengaduk, agar spora mikoriza
terlarut dalam air.
3. Lalu campuran tersebut di saring dengan penyaring tiga rangkap, mulai
dari lubang yang paling besar ke yang paling kecil.
4. Penyaringan tersebut dilakukan di bawah air yang mengalir dengan
tekanan tinggi.
5. Ulangi prosedur 1 sampai 4 sebanyak 3 kali ulangan.
6. Spora yang tersaring kemudian di kumpulkan, lalu di masukkan tabung
sentrivius menggunakan air yang di semprotkan sebanyak 15 ml.
7. Lalu di tambahkan air gula 20% sebanyak 20 ml dari tabung yang paling
dasar menggunakan suntikan.
8. Usahakan air dan air gula di dalam tabung jangan sampai tercampur.
9. Tutup tabung sentrivius lalu dimasukkan ke mesin sentrivius selama 5
menit.
10. Setelah itu diamkan tabung tersebut sampai batas antara air dengan air
gula terlihat jelas
11. Ambil air dengan suntikan secara hati-hati agar cairan gula tidak terbawa,
kemudian pindahkan kedalam petridis.
12. Amati bentuk spora yang terlihat dibawah mikroskop.

24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Spora

Gambar Setelah di amati bawah mikroskop, terlihat spora mikoriza.

4.2 Pembahasan
Hasil identifikasi fungi mikoriza arbuskular pada tanaman sorgum pada
praktikum isolasi spora cendawan mikoriza arbuskular (cma) memiliki banyak
karakterisik. Keanekaragaman spora yang diperoleh dibedakan berdasarkan
bentuk spora mulai dari bulat, lonjong dan tidak beraturan. Bentuk dan warna
ukuran spora menggambarkan karakteristik dari masing-masing spora. Berikut
jenis-jenis spora mikoriza yang umum di temui yaitu : Glomus multicaule,
Glomus ambisporum, Acaulospora foveata, Gigaspora gigantae
Berdasarkan dari hasil pengamatan praktikum kami, spora yang dominan
terlihat yaitu spora Glomus ambisporum. Secara umum karakterisitik spora
tersebut adalah: spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat kuning tua merah tua.
Permukaan dinding spora relatif halus, transparan, tampak berkilau, spora berisi
hifa. Dinding subtending hifa berlanjut dengan dinding spora subtending hifa
hialin kuning kecoklatan (Jhonson et al, 1997) . Berikut spora Glomus
ambisporum dengan perbesaran 200 kali.
BAB V
PENUTUP

25
5.1 Kesimpulan
Jadi, dari hasil praktikum yang kami dapatkan pada pengamatan spora
cendawan mikoriza arbuskular (CMA), spora yang dominan terlihat yaitu spora
Glomus ambisporum. Secara umum karakterisitik spora tersebut adalah spora
ditemukan tunggal, berbentuk bulat kuning tua merah tua. Permukaan dinding
spora relatif halus, transparan, tampak berkilau, spora berisi hifa. Dinding
subtending hifa berlanjut dengan dinding spora subtending hifa hialin kuning
kecoklatan (Jhonson et al, 1997) .

DAFTAR PUSTAKA

Theresia , Romauli Nainggolan, I Gede Putu Wirawan dan I Gede Ketut Susrama.
2014. Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskular Secara Mikroskopis pada
Rhizosfer Tanaman Alang-Alang (Imperata Cylindrica L.) di Desa Sanur
Kaja. PS Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jl. PB.
Sudirman Denpasar 80232 Bali.
Ratna, Intan Dewi A. 2007. Peran, Prospek Dan Kendala Dalam Pemanfaatan
Endomikoriza. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Jatinangor.
Balittanah, 2010. Penggunaan Bakteri Rhizobium untuk Peningkatan Hasil
Kedelai. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Tanaman Pangan

26
Indonesia. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Sumber Daya Lahan
Pertanian.
McDermott, T.R. and P. H. Graham. Bradyrhizobium japonicum.
https://microbewiki.kenyon.edu/images/2/2c/Rhizobium.jpg.
Novriani, 2011. Peranan Rhizobium dalam Meningkatkan Ketersediaan Nitrogen
bagi Tanaman Kedelai. AgronobiS, Vol. 3, No. 5, Maret 2011
Ilham, Darmayasa et.al. 2014. Isolasi dan identifikasi bakteri pelarut fosfat
potensial pada tanah Konvensional dan tanah organik. Universitas
Undayama. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan
Saraswati resti, Husen Edi et.al. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah. Bogor.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya lahan Pertanian
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39998/Chapter%20II.pdf?
sequence=4
Pratama, Deni. 2014. Bakteri Penambat Nitrogen Bebas (Azotobacter)

Dan Cendawan Penghasil Antibiotik (Penicillium). Program


Studi Bioteknologi Tanah Dan Lingkungan Sekolah Pasca sarjana
Institut Pertanian Bogor.

27

Anda mungkin juga menyukai