Anda di halaman 1dari 15

Lo 1 demam

1.1 definisi

1.1. Definisi Demam


Kata demam merujuk kepada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau peradangan.
[Sherwood, 2012]
Peningkatan temperature tubuh di atas normal (98,6F atau 37C). Setiap penyakit yang ditandai
oleh peningkatan suhu tubuh. [Dorland, 1998]
Kenaikan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoreulasi yang
terletak dalam hipotalamus anterior. [Harison,2014]
Bila diukur pada rektal >38C, diukur pada oral >37,8C, dan bila diukur melalui aksila
>37,2C.

Tempat Jenis thermometer Rentang (rerata Demam (oC)


pengukuran suhu normal (oC)
Aksila Air raksa, elektronik 34,7-37,3 37,4
Sublingual Air raksa, elektronik 35,5-37,5 37,6
Rectal Air raksa, elektronik 36,6-37,9 38
Telinga Emisi infra merah 35,7-37,5 37,6
1.2klasifikasi
- Demam septik: Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat
yang normal dinamakan juga demam hektik.
- Demam remiten: Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua
derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
- Demam intermiten: Pada tipe demam remiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana.
- Demam kontinyu: Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih
dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
- Demam siklik: Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu
seperti semula.
- Demam belum terdiagnosis
Suatu keadaan demam yang terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan dia atas 38,3C
dan belum ditemukan penyebabnya walaupun sudah diteliti. Demam yang belum terdiagnosis
atau Fever Unknown Origin (FUO) dibagi kedalam 4 kelompok :
1. FUO klasik
Demam yang lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan diagnostik non-invasif maupun
invasif selama satu minggu tanpa hasil yang dapat menetapkan penyebab demam.
2. FUO nonsokomial
Penderita yang pada permulaan dira at tanpa infeksi di umah akit dan kemudian menderita
demam lebih dari 38 C dan sudah diperiksa secara intensif untuk menentukan penyebab demam
tanpa hasil yang jelas.
3. FUO neutropenik
Penderita yang memiliki jenis neutrofil lebih dari 500 ul dengan demam lebih dari 38,3C dan
sudah diusahakan pemeriksaan selama 3 hari tanpa hasil yang jelas.
4. FUO HIV
Penderita HIV yang menderita demam lebih dari 38,3 C selama 4 minggu pada ra at jalan tanpa
dapat menentukan penyebabnya.

1.3 penyebab

Demam disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.


Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.
- Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain
pneumonia, bronchitis, osteomyelitis, appendicitis, tuberculosis, bacteremia, sepsis, bacterial
gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-
lain.
- Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia,
influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti
H1N1.
- Infeksi jamur yang pada umumnya menimbukan demam antara lain coccidioides imitis,
criptococcosis, dan lain-lain.
- Infeksi parasit yang pada umumnnya menimbulkan demam antara lain malaria,
toksoplasmosis, dan hemintiasis.

Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal:
- Faktor lingkungan (suhu lingkungan eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll).
- Penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vasculitis, dll).
- Keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll).
- Pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin).

1.4 mekanisme

Sebagai respons terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag dan sel-sel Kupffer
mengerluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (IL-1, TNF, IL-6 dan
interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan pasokan
thermostat.Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu
tubuh normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 C,
hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini
memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh.
Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung
dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang.Rangsangan
eksogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen
endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNF selain IL-6 dan interferon (IFN).
Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem syaraf pusat pada tingkat Organum Vasculosum
Laminae Terminalisyang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nucleus preoptik, hipotalamus
anterior, dan septum palusolum. Sebagai respons terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT
terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat
jalur siklooksigenase 2 (COX-2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam.
sitokin

Endotoksin, Meningkatkan
prostaglandin
Monosit, Area preoptik
peradangan, titik penyetelan
makrofag, sel- hipotalamus
rangsangan F suhu
sel Kupffer
pirogenik lain
Sitokin
Demam
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara
vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua
mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai
respons terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan
oleh kerusakan mekanisme termoregulasi.
Fase-fase demam
a. Chill: pusat suhu meningkat lalu mencapai set-point suhu yang baru
Manifestasi klinisnya vasokonstriksi kutaneus, peningkatan produksi panas akibat aktivitas
otot
b. Fever: terjadi keseimbangan antara produksi dan pengeluara pada peningkatan set-point
Manifestasi klinis: set point kembali normal, tubuh mempersepsikan dirinya menjadi terlalu
hangat
c. Flush: mekanisme pembuangan panas diinisiasi menyebabkan vasodilatasi kutaneus dan
diaforesis
Manifestasi klinis: haus, kulit memerah

1.5 penanganan

Parasetamol dan ibuprofen. Orang yang mengalami demam bisa merasa tidak nyaman.
Minum obat sesuai dosis dan aturan pakai atau sesuai anjuran dokter. Penggunaan
parasetamol dalam jumlah banyak dan jangka panjang bisa merusak hati atau ginjal.
Kedua obat ini bisa dibelu langsung di apotek.
Aspirin. Obat ini khusus untuk orang dewasa. Jangan diberikan pada anak-anak. Obat ini
bisa memicu terjadinya sindrom Reye, yaitu penyakit yang bisa memengaruhi otak dan
juga hati. Aspirin dapat dibeli tanpa memerlukan resep dokter.
Antibiotik. Obat ini diberikan sesuai resep dari dokter jika terdapat kecurigaan adanya
infeksi bakteri yang menyebabkan demam, misalnya pneumonia.

Berikut ini beberapa hal yang bisa Anda lakukan di rumah untuk membantu meredakan demam:

Istirahat. Anda butuh cukup istirahat untuk memulihkan diri dan membantu kekebalan
tubuh. Terlalu banyak beraktivitas dapat meningkatkan suhu tubuh.
Gunakan pakaian tipis dan tetap berada di ruangan dengan udara yang sejuk.
Minum air secara cukup untuk menghindari dehidrasi. Demam bisa menyebabkan tubuh
kehilangan banyak cairan.

Lo 2 salmonella
2.1 morfologi

Morfologi dari Salmonella enterica


Kuman berbentuk batang, tidak berspora, pada pewarnaan Gram bersifat
negatif gram, ukuran 1-3,5 um x 0,5-0,8 um, besar koloni rata-rata 2-4 mm,
mempunyai flagel peritrikh. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif
anaerob, pada suhu 15-4 C (Suhu pertumbuhan optimum 37,5 C).
Memiliki antigen somatik yang serupa dengan antigen somatik (O) kuman
Enterobactericeae lainnya. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 100 C,
alkohol dan asam. Antibodi yang dibentuk terutama IgM. Antigen flagel pada
Salmonella enterica serotype typhi ini ditemukan dalam 2 fase : 1. Fase spesifik,
2. Fase tidak spesifik. Antigen H rusak pada pemanasan diatas 60 C, alkohol
dan asam. Antibodi yang dibentuk bersifat IgG. Antigen Vi adalah polimer dari
polisakarida yang bersifat asam, terdapat pada bagian luar dari badan kuman.
Dapat dirusak dengan pemanasan 60 C selama 1 jam, pada penambahan fenol
dan asam. Kuman yang memiliki antigen Vi ternyata lebih ternyata lebih virulen
baik terhadap binatang maupun manusia. Antigen Vi juga menentukan
kepekaan kuman terhadap bakteriofagadan dalam laboratorium sangat brguna
untuk diagnosis cepat kuman S. typhi yaitu dengan cara tes agglutination slide
dengan Vi antiserum.

2.2 siklus hidup

1. SIKLUS HIDUP SALMONELLA thypi


Diawali dari sebuah infeksi yang terjadi terjadi oleh karena menelan makanan
yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Salmonella typhi dari organisme
pembawa(host).
Setelah masuk dalam saluran pencernaan, maka S. typhi menyerang dinding usus
yang menyebabkan kerusakan dan peradangan .
Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah, dikarena S. thypi
dapat menembus dinding usus menuju ke organ-organ lain, seperti hepar, lien, paru-
paru, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembus ke dalamnya sehingga dapat
menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yangsedang dalam masa kehamilan,
serta dapat juga menyerang membran yang menyelubungi otak.

Substansi racun dapat diproduksi oleh bakteri S.thypi dan dapat dilepaskan dan
mempengaruhi keseimbangan tubuh. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi, pada
fesesnya terdapat kumpulan S. typhi yang dapat bertahan sampai berminggu-minggu
atau berbulan-bulan.
Bakteri tersebut tahan terhadap range temperatur yang luas sehingga dapat
bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air.

2.3 transmisi

1. Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat
bakteri Sal. typhimuriumdari organisme pembawa (hosts).
2. Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimuriummenyerang dinding usus
yang menyebabkan kerusakan dan peradangan.
3. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding
usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan
dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil,
dan ke membran yang menyelubungi otak.
4. Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis pada manusia adalah
105-108 bakteri. Beberapa faktor pejamu yang menimbulkan resistansi terhadap infeksi
salmonella adalah keasaman lambung, flora mikroba normal usus, dan kekebalan usus
setempat.
5. Salah satu faktor penting yang menghalangi Salmonella typhi mencapai usus halus adalah
keasaman lambung. Bila keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu cepat melewati
lambung, maka hal ini akan memudahkan infeksi Salmonella typhi. (Salyers & Whitt, 2002).
6. Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonella. Berikut
adalah sumber-sumber infeksi yang penting
Air, kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yang luas
Daging dan produk daging, dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak) atau kontaminasi
oleh feses melalui hewan pengerat atau manusia
Hewan peliharaan, kura-kura, anjing, kucing, dll
Lo 3 demam tifoid
3.1 definisi

Demam tifoid atau demam enterik adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh kuman S.
typhi. Penyakit ini dapat pula disebabkan oleh S. enteritidis bioserotip paratyphi A dan S.
enteritidis serotip paratyphi B yang disebut demam paratifoid. Tifoid berasal dari Bahasa Yunani
yang berarti smoke, karena terjadinya penguapan panas tubuh serta gangguan kesadaran
disebabkan demam yang tinggi. [Saputra, 2010]
3.2
3.2penyebab
Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki
tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang
selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang sakit atau sedang
dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita pada masih mengandung
Salmonella spp di dalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam
tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang
menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang
yang lain termasuk urinarytype. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tifoid,
terutama pada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.
Bakteri ini memiliki 3 antigen penting:
antigen O (somatik, tubuh kuman)
antigen H (flagel kuman)
antigen Vi/K (selaput)
AntigenO dan H di gunakan untuk mendiagnosis apakah terjadi demam typhoid dengan
meningkatnya jumlah antigen.

3.3 mekanisme/ patofisiologi

1. Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi kuman.
2. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak.
3. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus
sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.
3. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak
Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
4. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke
dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
5. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar
sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakiy infeksi sistemik.
6. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus.
7. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setalah
menembus usus.
8. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka
saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi

3.4 manifestasi klinis

1. Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala seperti demam tinggi
yang berkepanjangan yaitu setinggi 39 C hingga 40 C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,
anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah,
pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak
enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti.
2. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor
di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh
penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan meradang. Ruam kulit (rash) umumnya
terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak merata,
bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna.
3. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya
menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam. Mikroorganisme dapat
ditemukan pada tinja dan urin setelah 1 minggu demam (hari ke-8 demam).
4. Jika penderita diobati dengan benar, maka kuman tidak akan ditemukan pada tinja dan urin
pada minggu ke-4.
5. Akan tetapi, jika masih terdapat kuman pada minggu ke-4 melalui pemeriksaan kultur tinja,
maka penderita dinyatakan sebagai carrier. Seorang carrier biasanya berusia dewasa, sangat
jarang terjadi pada anak.
6. Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu
badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung.Terjadi perlambatan
relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu,
saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Umumnya terjadi
gangguan pendengaran, lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah
menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa, perut
kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, dan mulai
kacau jika berkomunikasi.
7. Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir
minggu.Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik,
gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat
ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari
ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana septikemia memberat dengan
terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot-otot bergerak terus,
inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
8. Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat
dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan
kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang
pendek.Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala
lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak
diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.
3.5 komplikasi

A. Komplikasi Intestinal
- Perdarahan usus
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk luka yang
berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus.Bila luka menembus lumen usus dan
mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan.Selanjutnya, jika luka menembus dinding
usus maka perforasi dapat terjadi. Selain faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena
gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua factor
- Perforasi Usus
Komplikasi ini biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
pertama.Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid
dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudia menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus.Bising usus melemah
dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen.Tanda
perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan dapat syok.Leukositosis
dengan pergeseran ke kiri dapat menyokonh adanya perforasi.
B. Komplikasi Ekstra Intestinal
- Komplikasi hematologi
Trombositopenia, hipofibrino-genemia, peningkatan prothrombin time, peningkatan partial
thromboplastin time, peningkatan fibrin degradation products dan koagulasi intravaskular
diseminata (KID) merupakan komplikasi hematologi pada pasien demam tifoid.Trombositopenia
sering terjadi pada pasien demam tifoid karena menurunnya produksi trombosit pada sumsum
tulang selama prosesinfeksi atau retikuloendetolial.Sedangkan penyebab KID pada demam tifoid
sering dikemukakan jika endotoksin mengaktifkan beberapa sistem biologik, koagulasi dan
fibrinolisis.Pelepasan kinin, prostaglandindan dan histamin menyebabkan vasokontriksi dan
kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme
koagulasi. Baik KID kompensata maupun dekompensata.
- Hepatitis Tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dapat dijumpai pada pasien tifoid dan lebih banyak
disebabkan karena S.typhi daripada S.paratyphi.Untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh
karena tifoid, virus, malaria atau amoeba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter
laboratorium dan histopatologik hati.
- Pankreatitis Tifosa
Pankreatitis tifosa merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid.Pankreatitis
sendiri dapat disebabkan oleh mediator pro inflamasi, virus, bakteri, cacing maupun zat
farmakologik. Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan pankreatitis pada
umumnya ; antibiotik yang diberikan adalah antibiotik intravena seperti seftriakson atau
kuinolon.
- Miokarditis
Pasien dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan sakit
dada, gagal jantung kongestif, aritmia atau syok kardiogenik.Sedangkan perikarditis sangat
jarang terjadi.Perubahan elektrokardiografi yang menetap disertai aritmia mempunya prognosis
yang buruk.Kelainan inidisebabkan kerusakan miokardium oleh kumana S.typhi dan miokarditis
sering sebagai penyebab kematian.Biasanya dijumpai pada pasien yang sakit berat, keadaan akut
dan fulminan.
- Manifestasi Neuropsikiatrik / Tifoid Toksik
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma atau
koma, Parkinson ragidity/ transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata,
meningismus skizofrenia sitotoksik, mania akut, hipnomia, ensefalomielitis, meningitis,
polineuritis perifer dan psikosis.
Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurusan
kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor atau koma) dengan atau
tanpa disertai kelainan neurologis lainnya dan dalam pemerisaan cairan otak masih dalam batas
normal.Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa peneliti disebut tifoid toksik, sedangkan oleh
peneliti lainnya menyebutnya dengan demam tifoid berat, demam tifoid ensefalopati atau demam
tifoid dengan toksemia.

3.6 pemeriksaan

Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel darah untuk mengetahui adanya bakteri
Salmonella sp dalam darah penderita, dengan membiakkan darah pada hari 14 yang pertama dari
penyakit.
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relative lambat
(bradikardi), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali),
kembung (meteorismus),
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Mikrobiologi (kultur)
Metode diagnosis mikrobiologik atau kultur merupakan gold standart untuk diagnosis demam
tifoid. Spesifikasinya
1. lebih dari 90% pada penderita yang belum diobati, kultur darahnya positif pada minggu
pertama. Jika sudah diobati hasil positif menjadi 40% namun pada kultur sum-sum tulang
hasil positif tinggi 90%.
2. Pada minggu selanjutnya kultur tinja dan urin meningkat yaitu 85% dan 25%, berturut-
turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4.
3. Selama 3 bulan kultur tinja dapat positif kira-kira 3% karena penderita tersebut termasuk
carrier kronik. Carrier kronik sering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak dan
lebih sering pada wanita dari pada laki-laki.
b. Pemeriksaan Klinik (darah)
Hitung leukosit total pada demam tifoid menunjukkan lekopenia, kemungkinannya 3.000
sampai 8.000/ mm3
Hitung jenis leukosit : kemungkinan limfositosis dan monositosis
c. Pemeriksaan Serologi
Widal test
Merupakan uji yang medeteksi anti bodi penderita yang timbul pada minggu pertama.Uji
ini mengukur adanya antibodi yang ditimbulkan oleh antigen O dan H pada Salmonella
sp.
Hasil bermakna jika hasil titer O dan H yaitu 1:160 atau lebih
IDL Tubex test
Prinsip pemeriksaannya adalah mendeteksi antibodi pada penderita.Serum yang dicampur
1 menit dengan larutan A. Kemudian 2 tetes larutan B dicampur selama 12 menit.Tabung
ditempelkan pada magnet khusus.Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada warna
akibat ikatan antigen dan antibodi. Yang akan menimbulkan warna dan disamakan
dengan warna pada magnet khusus.
Typhidot test
Uji serologi ini untuk mendeteksi adanya IgG dan IgM yang spesifik untuk S. typhi.Uji
ini lebih baik dari pada uji Widal dan merupakan uji Enzyme Immuno Assay (EIA)
ketegasan (75%), kepekaan (95%). Studi evaluasi juga menunjukkan Typhidot-M lebih
baik dari pada metoda kultur. Walaupun kultur merupakan pemeriksaan gold standar.
Perbandingan kepekaan Typhidot-M dan metode kultur adalah >93%.
IgM dipstick test
Pengujian IgM dipstick test demam tifoid dengan mendeteksi adanya antibodi
yang dibentuk karena infeksi S. typhi dalam serum penderita. Pemeriksaan IgM dipstick dapat
menggunakan serum dengan perbandingan 1:50 dan darah 1 : 25. Selanjutnya diinkubasi 3 jam
pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan air biarkan kering..Hasil dibaca jika ada warna
berarti positif dan Hasil negatif jika tidak ada warna. Interpretasi hasil 1+, 2+, 3+ atau 4+ jika
positif lemah.

3.7 penanganan dan pencegahan

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat
atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara
imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia
telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna.
Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam
sebelum makan. Lama proteksi 5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma.
Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in
activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 12 tahun 0,25 ml dan anak
1 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu.
c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara
intramuscular dan booster setiap 3 tahun.
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan
kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara budaya cuci tangan
yang benar dengan memakai sabun.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit secara dini dan
mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan akibat
komplikasi.Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit demam tifoid sebaiknya tetap
menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari
infeksi ulang demam tifoid
3.8 epidemiologi

1. Distribusi dan Frekwensi


a. Orang
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden
pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 30 tahun 70 80
%, usia 31 40 tahun 10 20 %, usia > 40 tahun 5 10 %.
b. Tempat dan Waktu
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang
tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk
dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)


a. Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan
Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman.
Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam
bakterimia kepada bayinya.
b. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi.Semakin besar jumlah Salmonella
thypi yang tertelan, maka semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.
c. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama
di daerah dengan kualitas sumber air yang tidakmemadai dengan standar hygiene dan sanitasi
yang rendah.
Demam tifoid menyerang penduduk di semua negara. Seperti penyakit menular lainnya, tifoid
banyak ditemukan di negara berkembang yang hygiene pribadi dan sanitasi lingkungannya
kurang baik.Prevalensi kasus tergantung kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat.
Insidens demam tifoid yang tergolong tinggi terjadi di wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Asia
Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan (Insiden >100 kasus per 100.000 populasi per
tahun). Insiden demam tifoid yang tergolong sedang (10-100 kasus per 100.000 populasi per
tahun) berada di wilayah Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan Selandia
Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia
lainnya.
Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19 tahun.
Kejadian demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota
keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan,
menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar
dalam rumah.
Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI tahun 2010, melaporkan
demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di
rumah sakit di Indonesia (41.081 kasus).
Lo 4 farmakoterapi

Farmakokinetik
. 1 Kloramfenikol
Setelah pemberian oral, Kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar
puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya di berikan
bentuk ester kloramfenikol palmitat/stearate yang rasanya tidak pahit.
Bentuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan
kloramfenikol. Untuk pemberian secara parental, digunakan kloramfenikol
suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan
kloramfenikol

. 2 Fluorokuinolon
Asam nalidiksat diserap baik melalui saluran cerna tetapi di ekskresi
dengan cepat melalui ginjal. Obat ini tidak bermandaan untuk infeksi
sistemik. Fluorokuinolon di serap lebih baik melalui saluran cerna
dibandingkan dengan asam nalidiksat. Ofloksasin, levoflosasin,
gatifloksasin dan moksifloksasin adalah fluorokuinolon yang diserap baik
sekali pada pemberian oral.

3 Kotrimeksazol
Rasio kadar sulfametoksazol dan trimethoprim yang ingin dicapai
dalam darah yaitu sekitar 20:1. Trimethoprim cepat di distribusi ke dalam
jaringan dan kira-kira 40% terikat pada protein plasma dengan adanya
sulfametoksazol. Volume distribusi trimethoprim hamper 9X lebih besar
daripada sulfametoksazol. Obat masuk ke CSS dan saliva dengan mudah.
Masing-maing komponen juga ditemukan dalam kadar tinggi dalam
empedu. Kira-kira 65% sulfametoksazol terikat pada protein plasma.
Sampai 60% trimethoprim dan 25-50% sulfametoksazol di ekskresi
melalui urin dalam 24 jam setelah pemberian 2/3 dari sulfonamide tidak
mengalami konjugasi

Farmakodinamik
1 Kloramfenikol
Kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat sintesis protein sel
mikroba.Sintesis protein berlangsung di ribosom.Pada bakteri ribosom
terdiri dari 2 unit,yaitu ribosom 3OS dan 5OS. Kedua unit ini bersatu
menjadi ribosom 7OS yang akan berperan dalam sintesis protein,
Kloramfenikol terikat pada ribosom unit 5OS dan menghambat
pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil
transferase.

2 Ampicillin
Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran
dinding peptidoglikan, hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada
bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan
gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus
membran terluar (outer membran) pada bakteri gram negatif.

3 Flourokuinolon
Antibiotik flourokuinolon memasuki sel dengan difusi pasif pada
membran luar bakteri melalui kanal protein terisi air. Bekerja dengan cara
menghambat replikasi DNA bakteri dengan cara mengganggu kerja DNA
girase selama pertumbuhan dan reproduksi bakteri.

4 Kotrimoksazol
Berdasarkan kerjanya pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi
enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat. Sulfonamid
menghambat masuknya molekul PABA ke dalam molekulasam folat.
Trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari hidrofolat
menjadi tetrahidrofolat

Anda mungkin juga menyukai