Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, suatu produk sisa yang tidak
mempunyai peran fisiologi. Manusia tidak memiliki urikase yang dimiliki hewan, suatu
enzim yang menguraikan asam urat menjadi alantoin yang larut dalam air. Asam urat
yang terbentuk setiap hari di buang melalui saluran pencernaan atau ginjal.
Pada keadaan normal, jumlah asam urat terakumulasi pada laki-laki kurang lebih 1200mg
dan pada perempuan 600mg. Jumlah akumulasi ini meningkat beberapa kali lipat pada
penderita gout. Berlebihnya akumulasi ini dapat berasal dari produksi berkelebihan atau
ekskresi yang kurang. Meskipun asupan purin berlebih, dalam keadaan normal,
seharusnya ginjal dapat mengekskresikannya. Pada kebanyakan pasien gout (75-90%),
clearence asam urat oleh ginjal sangat menurun.
Produksi normal asam urat dalam tubuh manusia dengan fungsi ginjal normal dan diet
bebas purin adalah 600mg per hari. Meningkat pada penderita gout maupun
hiperurisemia. Hiperurisemia didefinisikan sebagai konsentrasi asam urat dalam serum
yang melebihi 7mg/dL. Konsentrasi ini adalah batas kelarutan monosodium urat dalam
plasma. Pada konsentrasi 8mg/dL atau lebih, monosodium urat lebih cenderung
mengendap di jaringan.
Pada PH 7 atau lebih asam urat ada dalam bentuk monosodium urat.Purin dalam tubuh
yang menghasilkan asam urat, berasal dari tiga sumber: purin dari makanan, konversi
asam nukleat dari jaringan, pembentukan purin dari dalam tubuh. Ketiga-tiganya masuk
dalam lingkaran metabolisme menghasilkan diantaranya asam urat.
Beberapa sistim enzim mengatur metabolisme purin. Bila terjadi sistim regulasi yang
abnormal maka terjadilah produksi asam urat yang berlebihan. Produksi asam urat
berlebihan ini dapat juga terjadi karena adanya peningkatan penguraian asam nukleat dari
jaringan, seperti pada myeloproliferative dan lymphoproliferative disorder. Purin dari
makanan tidak ada artinya dalam hiperurisemia, selama semua sistim berjalan dengan
normal.
Dua abnormalitas dari dua enzim yang menghasilkan produksi asam urat berlebih:
peningkatan aktivitas Phosphoribosylpyrophosphate (PRPP) synthetase menyebabkan
peningkatan konsentrasi PRPP. PRPP adalah kunci sintesa purin, berarti juga asam urat.
Yang kedua adalah defisiensi hypoxanthine guanine phosphoribosyl transferase
(HGPRT).
Yang perlu diketahui juga berkaitan dengan patofisiologi GA adalah kelarutan asam urat
berkurang pada cuaca yang dingin dan pH yang rendah. Kemungkinan penyebab
mengapa pada cuaca dingin lebih terasa nyeri. Selain itu estrogen cenderung mendorong
ekskresi asam urat, kemungkinan penyebab mengapa insidensi perempuan premenopause
rendah.
hyperactivity
(Setter S.M, Sonnet T.S ; New Treatment Option in the Management of Gouty Arthritis,
US. Pharmacist Nov1,2005 )
Diagnosis Artritis Gout
Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan diagnosis spesifik untuk gout.
Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofi, sehingga tes diagnostik kurang sensitif.
Oleh karena itu kombinasi dari penemuan-penemuan di bawah ini dapat dipakai untuk
menegakkan diagnosis:
Kadar asam urat normal tidak dapat menghindari diagnosis gout. Logan dkk
mendapatkan 40% pasien gout mempunyai kadar asam urat normal. Hasil penilitian
penulis didapatkan sebanyak 21% artritis gout dengan asam urat normal. Walaupun
hiperurisemia dan gout mempunyai hubungan kausal, keduanya mempunyai fenomena
yang berbeda. Kriteria untuk penyembuhan akibat pengobatan dengan kolkisin adalah
hilangnya gejala objektif inflamasi pada setiap sendi dalam waktu 7 hari. Bila hanya
ditemukan artritis pada pasien dengan hiperurisemia tidak bias didiagnosis gout.
Pemeriksaan radiografi pada serangan pertama artritis gout akut adalah non spesifik.
Kelainan utama radiografi pada kronik gout adalah inflamasi asimetri, artritis erosif yang
kadang-kadang disertai nodul jaringan lunak.
28
Kriteria Diagnosis Gout Akut
Pada pasien yang sesuai dengan paling sedikit 6 kriteria Diagnosis di bawah ini
Sendi kemerah-merahan
Serangan unilateral pada sendi tarsal (ct, instep= dorsal arkus kaki, kura-kura kaki)
Hiperurisemia
MTP, metatarsophalangeal
Diagnosis artritis gout dilakukan sesuai dengan kriteria dari The American College of
Rheumatology (ACR) yaitu terdapat kristal urat dalam cairan sendi atau tofus dan/atau
bila ditemukan 6 dari 12 kriteria yaitu, Inflamasi maksimum pada hari pertama, serangan
akut lebih dari satu kali, artritis monoartikuler, sendi yang terkena berwarna kemerahan,
pembengkakan dan nyeri pada sendi metatarsofalangeal, serangan pada sendi
metatarsofalangeal unilateral, adanya tofus, hiperurisemia, pada foto sinar-X tampak
pembengkakan sendi asimetris dan kista subkortikal tanpa erosi, dan kultur bakteri cairan
sendi negatif.
Sedangkan menurut Fauci et al (2008), diagnosis artritis gout meliputi kriteria analisis
cairan sinovial, terdapat
kristal-kristal asam urat berbentuk jarum baik di cairan eksraseluler maupun intraseluler,
asam urat serum, asam urat urin, ekskresi >800 mg/dl dalam diet normal tanpa pengaruh
obat, yang menunjukkan overproduksi, skrining untuk menemukan faktor resiko, seperti
urinalisis, serum kreatinin, tes fungsi hati, kadar glukosa dan lemak, dan hitung darah
lengkap, jika terbukti karena overproduksi, konsentrasi eritrosit hypoxantine guanine
phosporibosyl transferase (HGPRT) dan 5- phosphoribosyl-1-pyrophosphate (PRPP)
terbukti meningkat, foto sinar-X, menunjukkan perubahan kistik, erosi dengan garis tepi
bersklerosi pada artritis gout kronis.
Artritis gout memiliki diagnosis banding seperti artritis septik, psoriasis, calcium
pyrophosphate deposition disease (CPPD), dan artritis rematik. Untuk diagnosis definitif
artritis gout dikonfirmasikan dengan analisis cairan sendi dimana pada penderita artritis
gout mengandung monosodium urat yang negatif birefringent (refraktif ganda) yang juga
ditelan oleh neutrofil (dilihat dengan mikroskop sinar terpolarisasi) (Setter dan Sonnet,
2005). Analisis cairan sinovial dan kultur sangat penting untuk membedakan artritis
septik dengan artritis gout. Artritis gout cenderung tidak simetris dan faktor reumatoid
negatif, sedangkan pada artritis rematik cenderung terjadi simetris dan lebih dari 60%
kasus memiliki faktor reumatoid positif. Hiperurisemia juga sering terjadi pada penderita
psoriasis dan adanya lesi kulit membedakan kasus ini dengan artritis gout (Depkes,
2006).
c. Rheumatoid Arthritis
d. Pseudogout
Pseudogout adalah suatu bentuk radang sendi yang ditandai dengan
pembengkakan mendadak pada satu atau beberapa sendi yang diakibatkan
oleh penggumpalan Kristal calcium pyrophosphate dehydrogenase crystal
(CPPD). Kejadian ini dapat berlangsung selama berhari-hari atau
berminggu-minggu. Pseudogout biasanya terjadi pada orang dewasa yang
lebih tua, lebih sering mengenai perempuan dan paling sering
mempengaruhi lutut. Gejala-gejalanya mirip dengan gout, penyebab
pseudogout tiba-tiba, sakit parah dalam bersama, dipicu oleh kristal di
lapisan sendi. Tidak seperti gout yang biasanya mempengaruhi sendi
jempol kaki, biasanya pseudogout mempengaruhi sendi besar ekstremitas
(lutut, pergelangan kaki dan tangan, siki dan bahu). Gejala pseudogout
juga mirip dengan arthritis rheumatoid seperti melibatkan beberapa sendi
simetris, kekakuan pagi hari, penebalan sinovium dan peningkatan laju
endap darah.
e. Septic arthritis
Septic arthritis adalah infeksi yang sangat menyakitkan pada sendi. Bakteri
atau jamur dapat menyebar dari daerah lain dalam tubuh ke dalam sendi.
Kadang-kadang bakteri hanya menginfeksi sendi saja tanpa mengganggu
daerah tubuh lain. Pada septic arthritis, kuman menyusup ke dalam sendi
dan menyebabkan nyeri yang parah disertai pembengkakan. Biasanya
kuman hanya menyerang satu sendi. Bakteri paling sering menyerang
lutut, meskipun sendi lain juga dapat terkena, termasuk pinggul,
pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan, dan bahu. Anak-anak dan
orang dewasa paling mungkin terserang septic arthritis. Jika diobati dalam
seminggu setelah gejala pertama muncul, kebanyakan penderitanya dapat
benar-benar pulih. Septic arthritis biasanya menyebabkan
ketidaknyamanan dan kesulitan menggerakkan sendi yang terkena. Tanda
dan gejalanya antara lain:
1) Demam
2) Nyeri parah pada sendi yang terkena, terutama ketika menggerakkan
sendi
3) Pembengkakan sendi yang terkena
4) Hangat di daerah sendi yang terkena
Pada orang dewasa, septic arthritis paling sering menyerang sendi pada
lengan dan kaki, terutama lutut. Pada anak-anak, pinggul adalah sendi
yang paling mungkin terkena. Anak-anak dengan Septic arthritis pinggul
sering memegang pinggulnya dalam posisi yang samadan mencoba
menghindari perputaran sendi. Septic arthritis terjadi ketika ada infeksi di
tempat lain di tubuh, kemudian menyebar melalui aliran darah ke sendi.
Luka tusuk, suntikan obat atau pembedahan yang dilakukan di dekat sendi
juga memungkinkan bakteri masuk ke dalam ruang sendi. Lapisan sendi
(sinovium) memiliki sedikit perlindungan dari infeksi. Setelah mencapai
sinovium, bakteri masuk dengan mudah dan dapat mulai menghancurkan
tulang rawan. Peradangan, tekanan sendi meningkat, dan berkurangnya
aliran darah dalam sendi merupakan reaksi tubuh terhadap bakteri, dan itu
semua berkontribusi pada kerusakan sendi.
f. Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah suatu penyakit sendi ditandai dengan kerusakan dan
hilangnya kartilago artikular yang berakibat pada pembentukan osteofit,
rasa sakit, pergerakan yang terbatas, deformitas. Inflamasi dapat terjadi
atau tidak pada sendi karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi.
Beberapa faktor resiko terjadinya osteoartritis adalah sebagai berikut:
1) Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan
bertambahnya umur
2) Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan
lelaki lebih seringterkena OA paha, pergelangan tangan dan leher
3) Suku bangsa dan genetik
4) Berat badan yang berlebihan juga mempengaruhi resiko timbulnya
OA karena tulangnya lebih padat dan keras sehingga tak membantu
mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
Sumber:
Sudoyo A.W, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI Jilid III. Jakarta :
Interna Publishing.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit
Arthritis Rematik: Jakarta.
Rubenstein D, Wayne D, dan Bradley J. 2005. Kedokteran Klinis Edisi VI. Jakarta:
Erlangga Medical Series.