Di laporkan pasien perempuan berusia 25 tahun dengan diagnosis
submandibula dekstra. Pasien datang dengan keluhan nyeri pada pipi kanan yang dirasakan sejak 5 hari SMRS. Awalnya pasien mengaku tersangkut makanan pada giginya yang berlubang pada pagi hari. Kemudian pasien berusaha untuk mengeluarkannya dengan cara mencongkel gigi dengan lidi yang di ambil pasien di pohon kelapa depan rumahnya. Pada malam harinya pasien merasakan nyeri pada gusi dan gigi kanan bawah belakang. Keluhan terus dirasakan memberat dan disertai bengkak pada pipi kanan sehingga pasien tidak dapat membuka mulut dan sulit memakan makanan. Pada pemeriksaan fisik pada regio submandibula dekstra terdapat udem(+), eritema (+), kalor (+), nyeri tekan (+), Fluktuasi (+) dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Penegakan diagnosis abses submandibula dekstra pada pasien ini berdasrkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Hal ini sesuai yang dikemukana Smeltzer dan Bare (2001) gejala abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap suatu organ, gejala tersebut yaitu: nyeri, teraba hangat pada lesi, pembengkakan, kemerahan dan demam. Hal ini sesuia dengan teori yang dikemukanan Smeltzer dan Bare, pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan dibawah rahang baik unilateral maupun bilateral dan berfluktuasi. Adanya pembengkakan dinding lateral faring hingga menonjol ke arah media. Diagnosis banding pasien ini adalah Angina Ludovici merupakan infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda khas berupa pembengkakan submandibula. Sumber infeksi berasal dari gigi dan dasar mulut, oleh kuman aerob dan anaerob. Gejala klinis berupa nyeri tenggorokan dan leher, disertai pembengkakan di daerah submandibula yang hiperemis dan keras pada perabaan, dasar mulut yang membengkak dapat mendorong lidah ke atas belakang sehingga menimbulkan sesak napas . Pada kasus tersebut, pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap, pada darah ditemukan leukosit 19,0 x 103/ul , ini menunjukkan bahwa terdapat tanda infeksi (leukositosis) pada pasien. Hasil CT Scan mandibula tanpa kontras didapatkan Kesimpulan : Suspect soft tissue swelling dengan air bubble di mandibula sampai ke temporal dekstra ke dalam mengenai oropharyng dekstra. CT Scan mandibula dengan kontras didapati kesimpulan: Soft tissue swelling dengan air bubble di dalamnya di mandibula sampai ke temporal dekstra ke dalam mengenai oropharyng dekstra suspect abses fase infiltrat. CT Scan cervical AP/Lat Kesimpulan : soft tissue massa region submandibula dekstra dan sinistra. Ct Scan merupakan gold standar untuk mengevaluasi infeksi pada leher dalam. Abses akan tampak sebagai bangunan atau lesi, air fluid level, dan lokulasi. Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula. Abses mandibula menempati urutan tertinggi dari seluruh abses leher dalam mencapai 70-85% kasus yang disebabkan oleh infeksi gigi ini merupakan kasus terbanyak selebihnya disebabkan oleh sialandenitis, limfadenitis, laserasi dinding mulut atau fraktur mandibula. Pada pasien ini abses submandibula diduga kuat disebabkan oleh dentogenik yaitu infeksi ini terjadi akibat perjalanan dari infeksi gigi yaitu karies dentis pada gigi 7, 8 bawah kanan dan gigi 8 bawah kiri. Pasien juga mengaku tersangkut makanan pada giginya yang berlubang kemudian pasien berusaha untuk mengeluarkannya dengan cara mencongkel gigi dengan lidi yang di ambil pasien di pohon kelapa, ini lah yang juga ikut menjadi faktr terjadinya abses submandibula yaitu personal hygiene pasien yang buruk. Pasien menggunakan alat-a;at yang tidak sesuai standar dan steril. Prinsip pengelolaan abses adalah pemberian antibiotik perenteral dosis tinggi dan evakuasi abses. Evakuasi abses dapat dilakukan dengan anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi. Antibiotik yang diberikan pada pasien ini Cefotaxime 1 gr/12 jam yang sensitif pada kuman aerob dan Metronidazole 500 mg/ 8 jam yang sensitif pada kuman anaerob. Cefotaxime merupakan golongan antibiotik golongan sepalosphorin generasi ke tiga yang efektif terhadap gram positif dan gram negatif. Kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap Cefotaxime. Metronidazole memiliki sensitifitas yang tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif. Sebagian besar abses leher disebabkan oleh campuran berbagai kuman baik kuman aerob, anaerob maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan Staphylococcus, Streptococcus sp, Haemifilus influenza, Streptococcus pneumonia, Moraxtella cattarrhalis, Klebsiella sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok basil gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella dan Fusobacterium. Namun pada hasil mikrobiologi pasien ini tidak ditemukan adanya bakteri. Diduga disini terdapat kesalahan dari pengambilan sampel atau proses pengerjaan sampel pada laboraturium. Prognosis pasien pada kasus ini ad bonam jika pasien mengatasi etiologi dari abses yaitu merawat gigi geligi dan menjalankan odontektomi pada gigi yang mengalami karies dentist srta mengikuti nasehat dari tenaga medis.