Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN INDIVIDU

BLOK IV HEMATOLOGI
SKENARIO 1

Anemia Hipokromik Mikrositer dengan Gangguan


Metabolisme Besi

Disusun oleh :
Luh Putu Swastiyani Purnami
G0007013

Tutor :
dr. Ratih Puspita

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2007
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Semakin kompleksnya penyakit yang ditemukan menuntut adanya perhatian,
khususnya penyakit yang memiliki prevalensi tinggi di dunia. Salah satu dari penyakit
tersebut adalah anemia. Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa
hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan tubuh. Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari
setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering
ditemukan di negara-negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan
ekonomi yang terbatas. Saat ini di Indonesia, anemia defisiensi besi masih merupakan
salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein, vitamin A, dan
yodium. Hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang mendasarinya, sehingga
koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari pengobatan.
Oleh karena itu, melalui laporan ini penulis akan mengkaji lebih mendalam mengenai
anemia defisiensi besi berdasarkan sumber pustaka dan hasil diskusi yang relevan,
dikarenakan kompleksnya penyakit ini memerlukan penanganan lebih lanjut serta
pencegahan yang tepat agar tidak semakin luas penyebarannya dan mengakibatkan
dampak yang buruk di kemudian hari.

B. RUMUSAN MASALAH
SKENARIO 1 Sakit ketedun kok pucat ?
Seorang anak laki-laki 2 tahun 6 bulan, BB 11 kg dikonsulkan ke bagian bedah ke
bagian anak dengan hernia inguinalis lateralis sinistra reponibilis yang pada pemeriksaan
pre operasi didapatkan bising sistolik pada semua ostia. Pada anamnesis didapatkan berat
badan yang tidak naik-naik, pucat tidak mengeluh sesak napas sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan rata-rata denyut jantung 120x/menit, laju respirasi
28x/ menit, afebril, konjungtiva anemis (+).
Pemeriksaan laboratorium tgl 16 Juni 2007 :
Hb 6,5 gr%
AE 4,56 x 106 L
Ht 24,5 %
AL 9.400 L
AT 304.000 L
Gol darah A
Gambaran darah tepi :
Eritrosit : hipokrom, anisositosis, mikrositik, eritroblas (-)
Leukosit : jumlah normal, atipikal limfosit (+)
Trombosit : jumlah normal, distribusi rata
Kesan : anemia mikrositik hipokromik
Simpulan : DD. Penyakit kronis
Anemia defisiensi besi
Pemeriksaan laboratorium tgl 18 Juni 2007 :

1
MCV 56 fL (80 96)
MCH 16,3 pg (27 - 31)
MCHC 29,1 g/dl (32 36)
Serum iron 25 (turun)
TIBC 495,1 g/dl
Albumin 4,5 g/dl
Ureum 16 mg/dl (10 50)
Kreatinin 0,4 mg/dl (0,6 1,3)
Ekokardiografi : VSD sedang
Tidak ada nafas cuping hidung maupun retraksi dinding dada. Pemeriksaan jantung
didapatkan bunyi jantung I dan II intensitasnya meningkat, reguler, bising pansistolik
dengan punctum maksimum di SIC IV V linea mid clavicula sinistra. Telapak pangan
dan kaki pucat.

PENATALAKSANAAN
Transfusi PRC (untuk persiapan operasi)
Lasix 2x5 mg
Aldactone 2x6,25 mg
Sulfas ferosus 3 mg/kbBB/hari

Laboratorium post-transfusi :
Hb 11,3 gr%
AE 4,26 x 106 L
Ht 38,7 %
AL 10.100 L
AT 396.000 L

Berdasarkan skenario diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :


1. Apakah anak ini menderita anemia?
2. Apakah jenis anemia yang diderita dari pemeriksaan tersebut ?
3. Apkah definisi anemia defisiensi besi?
4. Apakah etiologi (penyebab awal) dari anemia defisiensi besi?
5. Apa saja faktor predisposisi( faktor yang menyebabkan penyakit kambuh lagi )?
6. Apakah gejala klinis anemia defisiensi besi?
7. Apakah pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis?
8. Apakah komplikasi yang bisa terjadi pada anemia defisiensi besi?
9. Apakah penatalaksanaan anemia defisiensi besi?
10. Apakah prognosis dari anemia defisiensi besi?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui proses sintesis hemoglobin normal.
2. Untuk mengetahui fungsi fisiologis hemoglobin dan jenis-jenis hemoglobin patologis.
3. Untuk mengetahui klasifikasi anemia defisiensi.

2
4. Untuk mengetahui patofisiologi anemia defisiensi besi.
5. Untuk mengetahui gejala dan tanda anemia defisiensi besi.
6. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam menegakkan diagnosis dan diagnosis
banding anemia defisiensi besi.
7. Untuk mengetahui perbedaan antara anemia defisiensi besi dengan anemia karena
penyakit kronik.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium dan penunjang pada anemia defisiensi
besi serta penatalaksanaannya.
9. Untuk mengetahui prognosis anemia defisiensi besi.
.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Mampu menetapkan diagnosis klinik sendiri berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang atau investigasi sederhana, misalnya pemeriksaan
laboratorium.
2. Kemampuan memutuskan dan mampu menangani problem secara mandiri dengan
kemampuan penatalaksanaannya atau apabila dirujuk ke dokter spesialis yang relevan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. METABOLISME BESI
Jumlah total besi dalam tubuh rata-rata 4 5 gram, kurang lebih 65% dijumpai dalam
bentuk hemoglobin, 4% mioglobin, 1% dalam bentuk macam-macam senyawa heme
yang meningkatkan oksidasi intraselular, 0,1% bergabung dengan protein transferin
dalam plasma darah, dan 15 30 % terutama disimpan dalan RES dan sel parenkim hati,
khususnya dalam bentuk feritin.
1. Penyerapan besi
Penyerapan besi di usus halus terutama berlangsung melalui mukosa usus halus.
Penyerapan maksimum terjadi di duodenum dan jejunum proksimal karena adanya pH
optimal. Secara umum pH asam atau rendah mendorong bentuk fero dan
meningkatkan penyerapan besi, sedangkan pH netral atau basa meningkatkan bentuk
feri dan menurunkan penyerapan besi, sehingga makin ke arah distal usus
penyerapannya makin sedikit.
2 cara penyerapan besi dalam usus :
a. Penyerapan dalam bentuk non-heme
90% berasal dari makanan, yaitu besinya harus diubah dulu menjadi bentuk yang
diserap.
b. Penyerapan dalam bentuk heme
10% berasal dari makanan, besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan
cadangan besi dalam tubuh, asam lambung maupun zat makanan yang
dikonsumsi.
Banyaknya absorpsi besi tergantung pada :
a. Jumlah kandungan besi dalam makanan
b. Jenis besi dalam makanan

3
c. Adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan
d. Jumlah cadangan besi dalam tubuh
e. Kecepatan eritropoiesis

Bilirubin (diekskresi) Jaringan

Hemosiderin
Makrofag Feritin heme

Hb diuraikan besi bebas


Besi bebas enzim

Hemoglobin Transferin Fe
Sel darah merah Plasma

Kehilangan darah
Fe2+ yang diabsorpsi usus halus

Fe yang diekskresi

(Gambar pengangkutan besi dan metabolismenya)

2. Pengangkutan dan penyimpanan besi


a. Besi diangkut dari sel mukosa usus ke darah, kemudian berikatan dengan beta-
globulin yakni apotransferin, untuk membentuk transferin. Transferin melekat ke
reseptor di membran eritrosit yang sedang tumbuh dan membebaskan besi ke
dalam eritrosit untuk digabungkan ke heme di dalam mitokondria.
b. Dalam sitoplasma, besi ini terutama bergabung dengan suatu protein, yakni
apoferitin, untuk membentuk feritin sebagai besi cadangan.
c. Di tempat penyimpanan ada sedikit besi yang tersimpan dalam bentuk yang sama
sekali tidak larut, disebut hemosiderin.
3. Pembuangan besi
Setiap hari manusia mengekskreiskan sekitar 1 miligram besi, terutama di dalam tinja.
Pada wanita, hilangnya darah menstruasi mengakibatkan kehilangan besi rata-rata 2
mg/hari.

B. SINTESIS HEMOGLOBIN HUBUNGANNYA DENGAN BESI

4
Sintesis Hb dimulai dalam proeritroblast dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium
retikulosit. Setiap molekul Hb memiliki empat gugus heme identik yang berikatan dengan
empat rantai globin.
Sintesis heme :
Sintesis heme berawal dari senyawa glisin dan suksinil ko-enzim A yang menyatu
untuk membentuk senyawa asam amino-levulinat (ALA). Enzim yang
mengkatalis reaksi ini, ALA-sintetase, tampaknya merupakan enzim penentu
kecepatan (rate-limiting) jalur metabolik ini. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah
ko enzim untuk reaksi ini. Jalur dimulai di mitokondria dan sitoplasma sel yang
sedang berkembang.
Dua molekul ALA menyatu untuk membentuk porfobilinogen, sebuah molekul
cincin.
Kemudian, empat molekul senyawa ini menyatu untuk membentuk sebuah
senyawa bercincin empat (tetrapirol), yang disebut uroporfirinogen.
Senyawa ini diubah menjadi koproporfirinogen.
Koproprofirinogen diubah menjadi protoporfirin.
Akhirnya protoporfirin berikatan dengan besi dengan bantuan enzim penentu
kecepatan jalur metabolik yang lain, yaitu ferokelatase (heme sintetase), untuk
membentuk heme.
Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang
disebut globin. Empat dari molekul ini selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara
longgar untuk membentuk molekul hemoglobin yang lengkap.

MITOKONDRIA

Protoporphobinlin III Coproporphirinogen III

Protophorphyrin IX
Ferrochelatase
2+
Fe HEME
Suksinil ko-enzim A
+
glisin
ALA-sintetase Prohibilinogen

5-aminolevulinic acid
ALA-dehidrase
SITOSOL

5
C. ANEMIA DEFISIENSI BESI
1. Definisi dan klasifikasi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi
tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang,
yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.
Dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh, maka defisiensi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan, yaitu :
a. Iron depleted state, yaitu cadanagn besi menururn, tetapi penyediaan besi untuk
eritropoesis belum terganggu.
b. Iron deficient erythropoiesis, yaitu cadangan besi kosong penyediaan besi untuk
eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.
c. Iron deficiency anemia, yaitu cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi
besi.
2. Etiologi dan faktor predisposisi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh :
a. Kebutuhan besi yang meningkat secara fisiologis, seperti pada prematuritas, anak
dalam masa pertumbuhan,dan kehamilan.
b. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
Saluran cerna : tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, infeksi cacing
tambang
Saluran genitalia wanita : menorrhagia
Saluran kemih : hematuria
Saluran napas : hemoptoe
c. Kurangnya besi yang diserap
Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat akibat kurangnya jumlah besi
total dalam makanan, atau kualitas besi (boavalaibilitas) besi yang tidak baik.
Malabsorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
d. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia
defisiensi besi pada masa fetus dan pada awal masa neonatus.
e. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolahraga berat seperti olah raga lintas alam memiliki kadar
feritin serum < 10 g/dl.
3. Patogenesis
Patogenesis anemia defisiensi besi dimulai ketika cadangan besi dalam tubuh
habis yang ditandai dengan menurunnya kadar feritin yang diikuti juga oleh saturasi
transferin dan besi serum. Penurunan saturasi transferin disebabkan tidak adanya besi
di dalam tubuh sehingga apotransferin yang dibentuk hati menurun dan tidak terjadi
pengikatan dengan besi sehingga transferin yang terbentuk juga sedikit. Sedangkan
total iron binding protein (TIBC) atau kapasitas mengikat besi total yang dilakukan
oleh transferin mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena tidak adanya besi
di dalam tubuh sehingga transferin berusaha mengikat besi dari manapun dengan
meningkatkan kapasitasnya.

6
Dalam tubuh manusia, sintesis eritrosit atau eritropoesis terus berlangsung
dengan memerlukan besi yang akan berikatan dengan protoporfirin untuk membentuk
heme. Pada anemia defisiensi besi, besi yang dibutuhkan tidak tersedia sehingga heme
yang terbentuk hanya sedikit dan pada akhirnya jumlah hemoglobin yang dibentuk
juga berkurang. Dengan berkurangnya Hb yang terbentuk, eritrosit pun mengalami
hipokromia (pucat). Hal ini ditandai dengan menurunnya MCHC (mean corpuscular
Hemoglobin Concentration) < 32%. Sedangkan protoporfirin terus dibentuk eritrosit
sehingga pada anemia defisiensi besi, protoporfirin eritrosit bebas (FEP) meningkat.
Hal ini dapat menjadi indikator dini sensitif adanya defisiensi besi.
Di sisi lain, enzim penentu kecepatan yaitu enzim ferokelatase memerlukan
besi untuk menghentikan sintesis heme. Padahal besi pada anemia defisiensi besi
tidak tersedia sehingga pembelahan sel tetap berlanjut selama beberapa siklus
tambahan namun menghasilkan sel yang lebih kecil (mikrositik). Hal ini ditandai
dengan menurunnya MCV (mean corpuscular volume) < 80 fl.
4. Manifestasi klinis
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu :
a. Gejala umum anemia
Kadar Hb < 7-8 g/dl dengan gejala badan lemah, lesu, cepat lelah, pucat, mata
berkunang-kunang, serta telinga mendenging.
b. Gejala khas akibat defisiensi besi
Gejala khas pada anemia defisiensi besi yang tidak dijumpai pada anemia jenis
lain :
1. Koilonychia yaitu kuku mudah rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi
cekung sehingga mirip seperti sendok (spoon nail).
2. Atrofi papil lidah yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
3. Stomatitis angularis yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4. Disfagia yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
5. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
c. Gejala penyakit dasar
Pada anemi defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut, misalnya pada anemia akibat penyakit
cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami.
5. Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
Diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinik yang sering tidak khas.
a. Anamnesis
Ditujukan untuk mengeksplorasi :
Riwayat penyakit sekarang.
Riwayat penyakit terdahulu.

7
Riwayat gizi.
Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia fisik serta riwayat
pemakaian obat.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada konjungtiva mata, warna kulit, kuku,
mulut, dan papil lidah apakah terdapat gejala umum anemia/ sindrom anemia.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi :
pemeriksaan index eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi.
pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit.
pemeriksaan status besi (Fe serum, TIBC, saturasi transferin, FEP, feritin)
apus sumsum tulang.
d. Diagnosis diferensial
Normal ADB Anemia Thalasemia
penyakit
kronik
MCV 80 90 fl Menurun <70 fl Menurun/N Menurun
MCH 27 31 pg Menurun Menurun/N Menurun
Besi serum 50 150 g/dL Menurun Menurun Normal
<50 g/dL
TIBC 240 360 g/dL Meningkat Menurun Normal/
>360 g/dL Meningkat
Saturasi 30 35% Menurun Menurun/N Meningkat
transferin < 15% 10-20% >20%
Besi Positif Negatif Positif Positif kuat
sumsum
tulang
FEP 15 18 g/dL Meningkat Meningkat Normal
>100 g/dL
Feritin 20 250 g/dL Menurun Normal Meningkat
serum <20 g/dL >50 g/dL
Elektrofoesis Normal Normal Hb A2
Hb meningkat

8
ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER

Besi serum

Menurun Normal

TIBC TIBC Feritin normal


Feritin Feritin N/

Besi sumsum besi sumsum elektroforesis Hb ring sideroblast


tulang negatif tulang positif dlm sumsum tulang

Hb A2
Hb F

anemia defisiensi anemia akibat Thalassemia beta anemia sideroblastik


besi penyakit kronik

(Algoritma pendekatan diagnostik penderita dengan anemia hipokromik mikrositer)

6. Penatalaksanaan
a. Preventif
Pendidikan kesehatan, yaitu kesehatan lingkungan dan penyuluhan gizi.
Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik
paling sering di daerah tropik.
Suplementasi besi.
Fortifikasi bahan makanan dengan besi.
b. Kuratif
Terapi kausal yaitu dengan mengatasi terlebih dahulu penyebab utamanya
Pemberian preparat Fe
- Ferrous sulphat 3 x 325 mg per oral dalam keadaa perut kosong
- Ferrous gluconate 3 x 200 mg per oral setelah makan
- Iron dextran (mengandung Fe 50 mg/ml) IM, mula-mula 50 mg kemudian
100-200 mg setiap 1-2 hari. Bisa juga secara IV, mula-mula 0,5 ml sebgai
dosis percobaan, dan bila 3-5 menit tidak ada reaksi diberikan 250-500 mg
Transfusi PRC
Vitamin C 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
Diet makanan bergizi dengan tinggi protein

9
7. Prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinan sebagai berikut :
- Diagnosis salah
- Dosis obat tidak adekuat
- Preparat Fe tidak tepat atau kadaluarsa
- Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung
menetap
- Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (infeksi,
keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal,penyakit tiroid,penyakit defisiensi
vitamin B12, asam folat ).
- Gangguan absorpsi saluran cerna

BAB III
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan skenario diatas, anak laki-laki berusia 2 tahun 6 bulan dikonsulkan


dengan keluhan awal hernia inguinalis lateralis reponibilis, yaitu hernia yang melalui anulus
inguinalis internus yang terletak disebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis
iguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus, dengan manifestasi
klinis adanya benjolan di selangkangan/kemaluan. (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2).
Penatalaksanaan kondisi ini adalah dengan melakukan tindakan bedah elektif karena
ditakutkan terjadinya komplikasi.
Pada pemeriksaan pre operasi didapatkan bising sistolik pada semua ostia. Pada
anamnesis didapatkan berat badan yang tidak naik-naik, pucat, tidak mengeluh sesak napas
sebelumnya, dan telapak tangan dan kaki pucat. Hasil tersebut mengarah pada gejala-gejala
umum anemia atau sindrom anemia. Kemudian untuk lebih memastikan diagnosa, dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan ditemukan nilai hemoglobin menurun, hematokrit menurun,
namun jumlah leukosit dan trombosit normal. Pada gambaran darah tepi, didapatkan
gambaran eritrosit yang mikrositik, hipokromik, dan anisositosis. Hasil pemeriksaan ini
menimbulkan kesan anemia mikrositik hipokromik dengan diagnosa banding anemia
defisiensi besi dan anemia akibat penyakit kronis. Prevalensi anemia defisiensi besi lebih
tinggi (paling sering ditemukan di dunia) sehingga diagnosa lebih mengarah pada anemia
jenis ini. Untuk memastikan diagnosa, dilakukan evaluasi laboratorium status besi, dan
didapatkan MCV, MCH, MCHC, dan serum iron yang menurun serta TIBC yang meningkat.
Kemudian setelah penatalaksanaan dengan sulfas ferosus, pada laboratorium post transfusi
didapatkan peningkatan kadar hemoglobin lebih dari 2 gr/dl. Hasil pemeriksaan ini
merupakan parameter atau kriteria diagnosis pada anemia defisiensi besi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang
diperlukan untuk sintesis hemoglobin dan sering menghasilkan eritrosit yang mikrositik
hipokromik. Sel-sel ini menjadi mikrositik karena sintesis eritrosit yang terus berlangsung.
Apabila terjadi kekurangan besi, pembelahan sel ini akan terus berlanjut selama beberapa

10
siklus tambahan dan menghasilkan sel-sel yang lebih kecil. Karena jumlah besi yang tesedia
tidak memadai, jumlah hemoglobin di setiap sel juga berkurang sehingga terjadi hipokromia.
Kekurangan besi dapat disebabkan karena kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
(pertumbuhan dan menstruasi), kurangnya besi yang diserap, perdarahan kronis dan lain
sebagainya. Gejala khas yang ditemukan pada anemia jenis ini adalah koilonychia, atrofi
papil lidah, stomatitis angularis, disfagia, dan atrofimukosa gaster. Komplikasi yang dapat
terjadi berupa pembesaran jantung, adanya gangguan metabolisme energi protein pada otak,
penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase yang menyebabkan
penumpukan asam laktat sehingga otot cepat lelah, dan adanya kerusakan kemampuan
fungsional dari mekanisme kekebalan tubuh dalam menahan masuknya penyakit infeksi.
Penatalaksanaan dilakukan dengan prinsip mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Upaya umum untuk
pencegahan kekurangan besi adalah dengan cara meningkatkan konsumsi Fe, fortifikasi
bahan makanan, dan suplementasi serta memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang
diperlukan untuk sintesis hemoglobin dan sering menghasilkan eritrosit yang
mikrositik hipokromik.
2. Anemia yang diderita anak laki-laki berusia 2 tahun tersebut tidak ada hubungannya
dengan hernia inguinalis lateralis reponibilis yang dideritanya.
3. Selain berperan dalam pembetukan hemoglobin, zat besi juga terdapat dalam beberapa
enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter,
dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi, sehingga
defisiensi besi memiliki dampak yang signifikan dalam tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC


Guyton, Arthur C. dan John E. Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muray,Robert K. et all.2006. Biokimia Harper. Jakarta: EGC
Permono, Bambang, dkk. 2005. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI.
Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC.

11
12

Anda mungkin juga menyukai