Rumah
DENPASAR, KOMPAS.com - Bali diguncang gempa berkekuatan 6,4 skala Richter
pada Rabu (22/3/2017) pukul 07.10 Wita. Gempa berpusat di 8.88 LS,115.24 BT, 23
Km Tenggara Denpasar pada kedalaman 117 km. Gempa terjadi sekitar 10 detik.
Gempa terjadi persis saat warga akan memulai aktivitas. Warga terlihat berhamburan
lari keluar rumah untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Kepala BMKG Bali M. Taufik mengatakan gempa tersebut tidak berpotensi tsunami.
"Termasuk kategori sedang, tidak berpotensi tsunami. Kalau ada potensi tsunami pasti
akan kami peringati," kata Taufik kepada Kompas.com, Rabu (22/3/2017).
Menurut dia, pihak BMKG belum menerima adanya laporan korban akibat gempa
tersebut. "Sejauh ini belum ada laporan soal adanya korban atau kerusakan
bangunan," ujarnya.
Dia mengatakan, gempa yang terjadi di perairan selatan Denpasar diakibatkan adanya
pertemuan dua lempeng bumi. Sehingga wajar bila sering terjadi gempa.
"Di Selatan Denpasar memang ada pertemuan lempeng sehingga jadi langganan
gempa, tapi tidak bisa kita pastikan kapan akan terjadi," kata Taufik.
Kepala BMKG Stasiun Geofisika Mataram, Agus Riyanto dalam keterangan tertulis
menyebutkan, hasil analisis BMKG pusat gempa berada di Bali pada 8.88 LS dan
115,24 BT dengan kedalaman 117 Km.
Guncangan gempa bumi berupa guncangan lemah hingga sedang dirasakan di luas di
Pulau Bali antara lain wilayah Kuta, Gianyar dan Denpasar.
Guncangan juga terasa di Mataram dan Sumbawa Bagian Barat, dalam intensitas
III-IV MMI.
"Di daerah ini guncangan gempa dirasakan oleh hampir semua orang," ucap Agus.
Pantauan Kompas.com di Mataram, saat gempa terjadi warga yang akan memulai
aktivitas, terlihat panik dan berlarian keluar rumah.
Agus menyebutkan, ditinjau dari kedalaman gempa bumi ini merupakan jenis gempa
bumi menengah akibat aktivitas subduksi, hasil interaksi lempeng Indo-Australia dan
lempeng Eurasia.
"Hingga saat ini belum ada laporan mengenai kerusakan akibat gempa bumi," terang
Agus.
Terkait peristiwa gempa bumi ini, masyarakat khususnya di kawasan Pesisir Selatan
Bali hingga Barat Lombok diimbau untuk tetap tenang dan terus mengikuti arahan
BPBD dan BMKG.
Terkait gempabumi tersebut BMKG melaporkan telah terjadi satu kali gempabumi
susulan dengan kekuatan 3,9 SR.
Denpasar - Denpasar, Bali, diguncang gempa cukup kuat mencapai 6,4 skala Richter
(SR). Gempa ini sempat membuat sejumlah warga di Denpasar berlarian ke luar
menuju tempat terbuka.
Gempa dengan kedalaman 117 km ini disebut tidak berpotensi tsunami. Walau
demikian, kekuatan guncangannya menyebabkan tak sedikit masyarakat di Pulau Bali
sempat panik.
Mereka berlarian ke ruang terbuka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Astaga, kencang sekali gempanya sampai ini di Sanur berlarian ke luar rumah," ujar
salah satu warga Denpasar bernama Astawa.
Kepanikan warga hanya diwarnai tindakan lari ke tempat terbuka. Meski begitu,
belum ada laporan tentang kerusakan bangunan.
"Sempat terasa kuat, tapi kami hanya berlari ke luar pintu rumah saja. Tidak lama,
gempanya hilang dan kami kembali beraktivitas seperti biasa," kata warga Kuta,
Heriawan, secara terpisah.
(vid/rna)
Guncangan gempabumi ini dilaporkan dirasakan oleh hampir semua orang di provinsi
Bali. Hingga beberapa warga sempat berhamburan keluar rumah untuk
menyelamatkan diri. Dampak gempabumi pada skala intensitas II SIG-BMKG
semacam ini berpotensi menimbulkan kerusakan, namun hingga saat ini belum ada
laporan terjadinya kerusakan.
DENPASAR, BALIPOST.com Laporan dari BMKG pada Rabu (22/3) tepat pukul
07:10:27 Wita telah terjadi gempa di wilayah Selatan Bali dan Lombok. Sebelumnya
BMKG menginfokan kekuatan gempa mencapai 6,4 SR. Namun, kekuatan
gempabumi tektonik ini kemudian diupdate lagi menjadi 5,6 SR.
Menurut Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Drs. Mochammad Riyadi,
MSi., episenter gempabumi terletak pada koordinat 8.79 LS-115.19 BT, tepatnya di
Samudera Hindia pada jarak 12 km arah tenggara Kota Denpasar pada kedalaman 125
km.
Dampak gempabumi yang digambarkan oleh peta tingkat guncangan (shake map)
menunjukkan bahwa, wilayah Selatan Bali seperti Kuta, Tabanan, Mataram
mengalami guncangan dalam skala intensitas II SIG-BMKG atau III-IV MMI.
Kemudian Banyuwangi, Taliwang, Karangkates, Sawahan, dan Bima dengan skala
intensitas I SIG-BMKG (II MMI).
Hingga pukul 07.00 WIB hasil monitoring BMKG telah terjadi aktivitas gempabumi
susulan (aftershocks) dengan kekuatan 3,9 SR. Kepada warga di pesisir selatan Bali
dan Lombok dihimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, katanya. (Winatha/balipost)
"Dampak menunjukan wilayah selatan Bali seperti Kuta, Tabanan dan Mataram turut
merasakan guncangan. Termasuk Banyuwangi, Taliwang, Karangkates, Sawahan dan
Bima," kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Moch Riyadi, melalui
pernyataan pers, Rabu (22/3/2017).
Guncangan yang berpusat di 8.79 lintang selatan dan 115.19 bujur timur itu disebut
dirasakan di seluruh wilayah Bali cukup kuat. Laporan kerusakan bangunan akibat
gempa di kedalaman 125 Km itu pun telah dikumpulkan.
Informasi kerusakan juga datang dari Kabupaten Jembrana yakni kerusakan ringan
rumah warga dan Candi Palbatas di Desa Yeh yang miring. Sementara di daerah
lainnya banyak dilaporkan genteng di atap beberapa bangunan terjatuh karena
guncangan.
"Sejumlah warga sempat berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri," ujar
Riyadi.
Menurut Riyadi, gempa ini terjadi karena aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia
yang menghujam ke bawah lempeng Eurasia. Gempa ini masuk dalam klasifikasi
gempa bumi menengah di Benioff Zone.
"Yaitu lajur lempeng tektonik yang sudah menukik. Hasil pemodelan yang dilakukan
BMKG menunjukkan bahwa gempa ini memang tidak berpotensi tsunami," ucap
Riyadi.
BMKG juga sempat memonitor gempa susulan atau aftershock dengan kekuatan 3,9
SR pada pukul 08.00 WITa, tak lama setelah gempa 5,6 SR terjadi pada pukul 07.10
WITa. BMKG mengimbau masyarakat di pesisir pantai untuk tidak panik atas
peristiwa gempa ini.
"Tetap tenang dan jangan terpengaruh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya," imbuh Riyadi.
AKIBAT
Berdasarkan data yang dirilis BPBD Bali hingga siang ini kerusakan terjadi
menyebar di sejumlah Kabupaten.
Kerusakan juga terjadi pada sejumlah bagian ruang rapat Desa Gunaksa.
Selain itu gempa juga menyebabkan kerusakan Pelinggih Merajan di Puri Jehem.
Masih di Bangli, kerusakan juga terjadi pada Palinggih Nerajan milik warga di desa
Abuan dengan kerugian Rp 15 juta.
Sementara itu di Kota Denpasar kerusakan terjadi pada plafon lantai satu Kantor
Pengelolaan Eko Region KLH Bali. Namun, sebelum terjadinya gempa, kondisi
plafon tersebut sudah rapuh.
Di Kabupaten Gianyar beberapa genteng pada sisi utara dan selatan wantilan Pura
Bukit Bitera, Gianyar jatuh dan menimpa kaca mobil Milik Warga. Kerusakan juga
terjadi pada atap Rumah warga serta kerusakan candi di bukit Buluh, Gianyar.
Sementara dua Kabupaten lain yaitu Tabanan dan Buleleng masih nihil laporan
kerusakan.
Bali diguncang gempa berkekuatan 6,4 skala Richter pada Rabu (22/3/2017) pukul
07.10 Wita. Gempa berpusat di 8.88 LS,115.24 BT, 23 Km Tenggara Denpasar pada
kedalaman 117 km. Gempa terjadi sekitar 10 detik.
Kepala BMKG Bali M. Taufik Gunawan mengatakan gempa tersebut tidak berpotensi
tsunami. "Termasuk kategori sedang, tidak berpotensi tsunami. Kalau ada potensi
tsunami pasti akan kami peringati," kata Taufik kepada Kompas.com, Rabu
(22/3/2017)
ANALISIS
Zona Rawan Gempa Daerah Bali: Tinjauan Seismisitas dan Data Historis
Berdasarkan analisis data seismisitas dan didukung data historis kegempaan Bali
maka daerah rawan gempa di Bali dapat dikelompokkan ke dalam tiga zona.
Zona I adalah daerah sangat rawan. Daerah ini meliputi seluruh wilayah Kabupaten
Karangasem dan Klungkung yang memiliki karakteristik kegempaan yang dicirikan
dengan frekuensi kejadian gempabumi yang tinggi, gempa bumi berkekuatan skala
kecil hingga besar. Mayoritas gempa bumi yang mengguncang wilayah Karangasem
adalah gempa bumi dengan hiposenter dangkal, kurang dari 50 kilometer dengan
kekuatan 4.0 hingga 6.5 skala Richter, yang berpusat di Laut Bali, Samudera Hindia
dan Selat Lombok yang dikenal sangat aktif secara seismik.
Tingginya frekuensi gempa kuat dengan kedalaman dangkal inilah yang mendasari
Karangasem sebagai Daerah Paling Rawan di Bali. Selain frekuensi magnitudo dan
kedalaman, maka faktor historis juga sangat mendukung. Salah satu contoh gempa
besar dan merusak di wilayah Karangasem adalah gempabumi yang terjadi pada 17
Desember 1979 yang berkekuatan 6,4 skala Richter. Gempa ini tercatat telah
menewaskan 25 orang dan ratusan luka-luka.
Zona II adalah Daerah Rawan. Daerah ini mencakup seluruh wilayah Kabupaten
Bangli Buleleng, Jembrana dan Tabanan. Karakteristik kegempaan di zona ini
memiliki frekuensi kejadian gempabumi yang relatif rendah, namun cenderung
memiliki skala magnitudo cukup besar yang berkisar 4 hingga 6,5 skala Richter.
Hal ini disebabkan zona II berdekatan dengan lokasi generator gempa dangkal yaitu
zona patahan naik belakang busur kepulauan (Bali back-arc thrust) yang dikenal
sangat aktif yang terletak di laut Bali. Peluang kejadian gempa kuat meskipun dalam
waktu periode yang cukup lama inilah yang mendasari ditetapkannya zona II sebagai
kawasan rawan yang kedua. Fakta kerawanan ini secara historis telah dibuktikan
dengan fakta sejarah yaitu peristiwa gempa dahsyat yang dikenal sebagai ''Gejer Bali''
atau Bali berguncang pada tahun 1815 yang menewaskan 10.253 orang. Selanjutnya
kejadian gempa berkekuatan 6,5 skala Richter yang mengguncang Seririt hingga
Busungbiu yang terjadi pada 14 Juli 1976. Tercatat 600 orang tewas dan ribuan luka
parah.
Zona III adalah Daerah Agak Rawan. Daerah zona III mencakup wilayah Denpasar,
Kabupaten Badung dan Gianyar. Karakteristik kegempaan di zona ini adalah
frekuensi kejadiannya yang tinggi namun memiliki kekuatan yang relatif kecil, yaitu 4
hingga 6 skala Richter. Sehingga patut disyukuri bagi mereka yang bermukim di
wilayah zona III ini karena berada di kawasan yang relatif lebih ''aman'' jika
dibandingkan dengan wilayah lain di Bali. Memang kawasan zona III ini sering kali
diguncang gempa, namun belum pernah terjadi kerusakan bangunan yang cukup
parah.