Anda di halaman 1dari 18

PORTOFOLIO

DEMAM TIFOID

Disusun oleh:
dr. Fennie Budhiarti

Pembimbing:
dr. Satyaningtyas

RS PUSDIKKES KODIKLAT TNI-AD JAKARTA TIMUR


PROGRAM INTERNSHIP PROVINSI DKI JAKARTA
MARET 2017

0
1
BAB I
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien:
Nama : An. K
Usia : 9 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum menikah
Alamat : Jl. Raya Kramat Jati, Jakarta Timur
No. RM : 109261

Keluhan Utama:
Panas badan

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD RS PUSDIKKES KODIKLAT TNI AD dengan keluhan
panas badan yang sudah dirasakan sejak 8 hari SMRS. Panas badan lebih dirasakan
pada malam hari. Sejak 2 hari SMRS, ibu pasien merasa panas badan anaknya
menjadi terus- menerus tinggi pagi sama dengan malam. Panas badan tidak hilang
timbul, tidak didahului dengan menggigil dan pasien tidak pernah berpergian keluar
kota sebelum sakit.
Panas badan tidak disertai dengan batuk lama, munculnya keringat pada
malam hari dan penurunan berat badan yang drastis. Panas badan juga tidak disertai
dengan mimisan, gusi berdarah, nyeri tenggorok, pilek ataupun ruam kemerah-
merahan pada kulit. Pasien mengeluh sakit kepala terutama pada bagian depan
kepala.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut terutama bagian ulu hati. Keluhan
lain seperti mual, muntah 4 kali/hari sejak 2 hari SMRS yang berupa isi makanan dan
cairan berwarna kuning, dan setiap minum atau makan selalu dimuntahkan kembali
oleh pasien. Pasien mengatakan sudah tidak BAB sejak 3 hari SMRS, kentut (+),
BAB mencret dan berdarah tidak pernah dialami oleh pasien. BAK dalam batas
normal, tidak berwarna seperti air teh ataupun kehitaman. Nafsu makan pasien
dirasakan menurun sejak sakit.
Sebelumnya ibu pasien telah membawa pasien ke klinik dokter umum, dan
mendapat obat penurun panas serta obat mual. Ketika meminum obat penurun panas,
2
panas badan sedikit turun tetapi setelah obat habis pasien kembali panas dan tidak ada
perubahan sehingga di bawa ke RS PUSDIKKES TNI AD.
Pasien mengaku sering jajan di pinggir jalan sekitar lingkungan sekolah
hamper setiap harinya. Pasien jarang mencuci tangan sebelum makan. Sumber air
untuk kebutuhan rumah tangga berasal dari PAM. Kontak dengan penderita batuk
lama maupun penderita paru disangkal oleh ibu pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat pasien pernah mengalami keluhan seperti ini disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Penyakit dengan keluhan serupa disangkal

Riwayat Kehamilan:
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya kebidan, namun tidak setiap
bulan.
Sakit selama hamil (-), demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang
(-), BAK sakit dan anyang-anyangan (-), kencing manis (-), dan darah
tinggi (-).

Riwayat Kelahiran:
Cara lahir : spontan
Tempat lahir : rumah bersalin
Ditolong oleh : bidan
Masa gestasi : cukup bulan
Berat lahir : 3250 gram
Panjang lahir : 48 cm
Lahir normal, langsung nangis, sianosis (-), kejang (-)

Riwayat imunisasi:
BCG : 1 x . usia 2 bulan

DPT : 3 x . usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

Polio : 4 x. saat lahir, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

Hep B : 3 x. Saat lahir, 1 bulan, 6 bulan

Campak : 1 x. Usia 9 bulan

3
Riwayat tumbuh kembang:
Tumbuh kembang pasien sama dengan anak seusianya, saat ini pasien sudah
mandiri, bersekolah dan mengikutin pelajaran dengan baik.

Riwayat makanan:
ASI sejak lahir sampai saat ini: frekuensi 4-6 kali perhari
Makan pisang sejak umur 1 bulan: frekuensi 2 hari sekali
Makan nasi tim umur 6 bulan: frekuensi 2 kali sehari
Memakan makan orang dewasa hingga sampai saat ini
Kesimpulan : kualitas dan kuantitas cukup

Pemeriksaan Fisik (12 Mei 2017)


1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 80 kali/menit
Frekuensi napas : 22 kali/menit
Suhu : 38,2C
Berat badan: 26 kg
Tinggi badan : 128 cm
BMI/U : (z-score) -1 sd 0 (median)
TB/U : (z-score) -1 sd 0 (median)
Status Gizi : Gizi baik
4. Status Generalis
a. Kepala : Konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), reflex cahaya
(+/+), isokor, bibir kering (+), lidah kotor, tepi hiperemis, tremor tidak ada
b. Leher : KGB tidak teraba membesar, retraksi suprasternal tidak ada

c. Paru
Inspeksi : Dada simetris (+), ketinggalan gerak (-), retraksi (-).
Palpasi : Ketinggaan gerak (-), fremitus vokal kanan=kiri, tidak ada massa.
Perkusi : Seluruh lapang paru sonor.
Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+), suara tambahan ronki (-), wheezing (-).
d. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak.
Palpasi : Iktus cordis teraba.
Perkusi :
Batas jantung kiri atas SIC II prasternalis
Batas jantung kanan atas SIC II parasternal dextra
Batas jantung kiri bawah SIC V linea midclavicula
sinistra
Batas jantung kanan bawah SIC IV parasternal dextra
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

4
e. Abdomen
Inspeksi : Simetris, massa (-), sikatrik (-), rose spot (-)
Auskultasi: Bising usus .
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), massa (-). Hepar teraba membesar
2 jari dibawah arcus coste, tepi tajam permukaan licin dan lien tidak teraba
membesar. Ballotemen ginjal (-).
Perkusi : Timpani (+), asites (-).
f. Ekstremitas : Deformitas (-), edema (-), sianosis (-), akral hangat (+), CRT <2,
Rumple leed (-)

Laboratorium (12/05/2017)
Pemeriksaan Darah Rutin 12/05/2017

Hemoglobin (12-16) g/dl 12,5


Hematokrit (37-43) % 38
Leukosit (5000-12000)/L 8.000
Trombosit (150-450) . 103/L 167.000

Laboratorium (12/05/2017)
Parameter Hasil Nilai Rujukan

S Typhi O : 1/320 Negatif


S Paratyphi AO : Negatif Negatif
S Paratyphi BO : 1/320 Negatif
S Paratyphi CO : 1/320 Negatif
S Typhi H : 1/320 Negatif
S Paratyphi AH : 1/40 Negatif
S Paratyphi BH : Negatif Negatif
S Paratyphi CH : 1/80 Negatif

Diagnosis:
Demam Tifoid ec Sallmonella Typhi

Rencana diagnosis:

Konsul Sp. Anak

Rencana Tatalaksana:
UMUM
Tirah Baring

5
Obs. TTV/8jam
Kebutuhan kalori :
(17,5 x BB) + 651 = (17,5 x 26) + 651 = 1106 kkal dalam makanan lunak
Minum 2 liter/hari
Diet makanan lunak, tinggi protein, & rendah serat
FARMAKOLOGIS
IVFD RL 22 gtt/menit (makro)
Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr (iv)
Paracetamol syr 3 x 2 cth (po)
Domperidon 3 x 1 cth (po)

6
BAB II
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta:
dr. Fennie Budhiarti
Nama Wahana: RS. Pusdikkes Kodiklat TNI-AD
Topik: Demam Tifoid
Tanggal (kasus): 12 Mei 2017
Nama Pasien: An. K No. RM: 109261
Tanggal Presentasi: 17 Mei 2017 Nama Pendamping: dr. Satyaningtyas
Tempat Presentasi: RS. Pusdikkes Kodiklat TNI-AD
Objektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia
Bumil
Deskripsi: An. AF, usia 1 tahun 8 bulan dengan Kejang demam sederhana
Tujuan: Mengobati An. AF dan melakukan terapi agar pasien menjadi lebih baik dan tidak
jatuh ke komplikasi lebih berat
Bahan bahasan: Tinjauan Riset Kasus Audit
pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan Email Pos
membahas: diskusi
Data Pasien: Nama: An. K Nomor Registrasi: 109261
Nama Klinik: RS. Pusdikkes Telp: 085643920686 Terdaftar sejak: 7 Juli 2014
Kodiklat TNI-AD
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Panas badan sejak 8 hari SMRS, panas lebih tinggi pada malam
hari. Nyeri ulu hati, mual, muntah 4x/hari sejak 2 hari SMRS. Sudah tidak BAB sejak 3 hari
SMRS, kentut (+), BAK normal.
2. Riwayat Pengobatan: Minum obat penurun panas dan obat mual dari klinik
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Belum pernah menglami hal serupa
4. Riwayat Keluarga: Tidak ada anggota keluarga mengalami hal serupa
5. Riwayat Pekerjaan: Tidak bekerja
6. Lain-lain: Pasien keadaan sadar compos mentis, suhu 38,20C, tanda vital lain dalam batas
normal. Pemeriksaan fisik kepala didapatkan bibir pasien kering, lidah kotor, tepi hipermis.
Pada pemeriksaan abdomen (palpasi) didapatkan hasil nyeri tekan epigastrium, hepar teraba
membesar 2 jari dibawah arcus coste, tepi tajam permukaan licin. Hasil pemeriksaan
laboratorium widal menunjukkan titer thyphi O & H 1/320, Paratyphi BO & CO 1/320,
Paratyphi AH 1/40, Paratyphi CH 1/80.
Daftar Pustaka:
1. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update.
Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003. h. 2-20.
2. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam pada pasien
Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
2012. Diunduh dari
http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSVol05No01_08_2
012.pdf. 22 Januari 2012.

7
3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed.
Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika,
2002:1-43.
4. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada anak.
Surabaya : FK UNAIR ; 2010. h. 1-10.
5. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A Samik
Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta: EGC ; 2000.
6. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Ed.
2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
7. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari
http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_Perlu_Diketahui.
html. 22 Januari 2012.
8. Widodo, djoko. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
Hasil Pembelajaran:
Demam Tifoid ec Salmonella Typhi

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:


1. Subjektif: Panas badan sejak 8 hari SMRS, panas lebih tinggi pada malam hari. Nyeri ulu
hati, mual, muntah 4x/hari sejak 2 hari SMRS. Sudah tidak BAB sejak 3 hari SMRS, kentut
(+), BAK normal.
2. Objektif: Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien sadar compos mentis, suhu
38,20C, tanda vital lain dalam batas normal. Pemeriksaan fisik kepala didapatkan bibir
pasien kering, lidah kotor, tepi hipermis. Pada pemeriksaan abdomen (palpasi) didapatkan
hasil nyeri tekan epigastrium, hepar teraba membesar 2 jari dibawah arcus coste, tepi tajam
permukaan licin. Hasil pemeriksaan laboratorium widal menunjukkan titer thyphi O & H
1/320, Paratyphi BO & CO 1/320, Paratyphi AH 1/40, Paratyphi CH 1/80.
3. Assessment: Berdasarkan data anamnesis dan pemeriksaan fisik serta laboratorium diatas,
disimpulkan pasien mengalami demam tifoid. Panas badan sudah 8 hari, panas badan
meninggi pada malam hari. Nyeri ulu hati, mual, muntah 4x/hari sejak 2 hari SMRS. Sudah
tidak BAB sejak 3 hari SMRS, kentut (+), BAK normal. Apabila ditinjau dari kriteria klinis
penegakkan diagnosis demam tifoid, sudah didapatkan tanda klinis yang menunjang.
Kemudian hasil laboratorium menunjukkan adanya peningkatan titer widal pada S. Typhi O
sebesar 1/320.
4. Plan: Rencana terapi untuk pasien ini adalah dengan terapi non medikamentosa dan terapi
medikamentosa. Untuk terapi non medikamentosa pasien disarankan untuk tirah baring dan
perawatan profesional bertujuan untuk pencegahan komplikasi. Tirah baring dengan
perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, mandi, buang air kecil, dan buang air besar
akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan, dan sangat perlu sekali dijaga
kebersihanya. Pada terapi medikamentosa akan diberi terapi antipiretik yaitu paracetamol
dan anti emetik untuk mengurangi keluhan pasien. Selain itu, akan diberikan antibiotik
cephalosporin generasi III yaitu cefotaxime yang diberikan melalui intravena bersamaan
dengan infusan cairan isotonik yaitu Ringer Laktat.

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, ditemukan adanya gejala demam yang dialami pasien
sejak 8 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Panas badan dirasakan setiap sore
menjelang malam. Poin ini memenuhi salah satu komponen kriteria penegakkan
diagnosis demam tifoid yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari) dengan
sifat demam yang naik secara bertahap lalu menentap selama beberapa hari, demam
terutama pada sore/malam hari. Panas yang naik turun dan terus menerus
menggambarkan demam yang bersifat remitten juga bersifat kontinyu.
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial
atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit
mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyers patch. Demam
disebabkan karena Salmonella thypi. Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang
lain adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri
dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen
(K) yang terdiri polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks
yang membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Endotoksin ini
merangsang pembentukan dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang. Diare atau obstipasi terjadi karena sifat bakteri yang menyerang saluran
cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan. Salmonella typhi juga dapat
memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel
antibiotik.
Pada pemeriksaan abdomen, ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium.
Sebagaimana diketahui bahwa bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh
melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu
usus halus. Kemudian mengikuti peredaran darah, menyebabkan bakterimia kemudian
akan masuk melalui sirkulasi portal dari usus kemudian berkembang biak di hati dan
limpa, akibatnya menekan lambung. Hal inilah yang menyebabkan adanya rasa nyeri
ketika epigastrium ditekan.

9
Pemeriksaan serologi test WIDAL diperoleh titer S Typhi O 1/320, S paratyphi
BO 1/320, S Paratyphi CO 1/320, S Typhi H 1/320, S Paratyphi AH 1/40, S Paratyphi
CH 1/80. Tes Widal dilakukan untuk mengukur antibodi terhadap antigen O dan H
pada Salmonella Typhi. Tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif pada hari
kesepuluh dan titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit.
Pengulangan tes widal selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer
aglutinin (diatas 1:200) menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam
tifoid.
Peningkatan titer uji WIDAL empat kali lipat selama 2-3 minggu memastikan
diagnosis demam tifoid. Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibodi (didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi
(reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering
diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai
uji cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan
adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile aglutinin. Hasil
uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu
atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lain
pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae
sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil
negatif palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan
terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan
umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
Diagnosis banding dapat dipikirkan dari keluhan utama. Diagnosis banding
tersebut harus disingkirkan untuk mendapatkan sebuah diagnosis klinis. Keluhan
utama pada kasus ini adalah demam yang lebih dari 7 hari. Diagnosis Banding
Demam > 7 hari:
- Demam Tifoid
- Malaria
- Leptospirosis
- TB paru
- limfoma hodkin
- leukimia
Panas yang tidak hilang timbul membedakan jenis panas pada malaria. Pada
malaria biasanya panas juga didahului oleh mengigil. Batuk perlu ditanyakan untuk
10
menyingkirkan adanya infeksi saluran pernapasan ataupun kemungkinan TB paru
yang mana panas dapat muncul sebagai salah satu manifestasi klinisnya. TB paru pada
anak jarang datang dengan keluhan batuk maka penting kita tanyakan juga tentang
nafsu makan, ada tidaknya keringat malam, dan penurunan berat badan yang drastis.
Leptospirosis dapat disingkirkan dengan tidak terdapatnya ruam- ruam merah pada
kulit, ikterik pada mata dan tidak terdapat riwayat kontak terhadap hewan seperti
tikus, anjing ataupun ternak.
Untuk terapi, Tirah baring sempurna terutama pada fase akut. Pasien harus
berbaring di tempat tidur selama tiga hari hingga panas turun, kemudian baru boleh
duduk, berdiri dan berjalan. Masukan cairan dan kalori perlu diperhatikan. Dahulu
dianjurkan semua makanan saring, sekarang semua jenis makanan pada prinsipnya
lunak, mudah dicerna, mengandung cukup cairan , kalori, serat, tinggi protein dan
vitamin, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Makanan saring /
lunak diberikan selama istirahat mutlak kemudian dikembalikan ke makanan bentuk
semula secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari I makanan lunak,
hari II makanan lunak, hari III makanan biasa, dan seterusnya.
Pemberian IVFD berdasarkan kebutuhan pasien akibat adanya demam
berlebihan dan diare yang tentu saja menyebabkan cairan tubuh berkurang. Pemberian
paracetamol diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa
pusing. Paracetamol sebagai anti piretik berfungsi sebagai penghambat prostaglandin.
Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Pada
keadaan demam keseimbangan terganggu, tetapi dapat dikembalikan ke normal.
Peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali dengan pelepasan suatu zat
pirogen endogen atau suatu sitokin seperti IL-1 yang memacu pelepasan prostaglandin
yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus, selain itu PGE-2 menimbulkan
demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral. Obat ini menekan efek zat pirogen
endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin.
Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya
patogenesis infeksi salmonella typhii berhubungan dengan keadaan bakteriemia.
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/ amoksisilin dan
kotrimoksasol. Munculnya resistensi Salmonella typhi terhadap ampisilin,
kloramfenikol, dan trimetroprim-sulfametoksazol mengakibatkan obat-obatan ini
perlu waktu yang lebih lama untuk mendapatkan efektivitas penuh. Obat pilihan

11
kedua adalah sefalosporin generasi ketiga. Obat-obat pilihan ketiga adalah
meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.

Antibiotik yang sering diberikan adalah :


Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi
tifoid fever terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak-
anak 50-100 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian
intravena biasanya cukup 50 mg/kg/hari. Diberikan selama 10-14 hari
atau sampai 7 hari setelah demam turun. Pemberian Intra Muskuler
tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat
diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi
atau didapatkan infeksi sekunder pengobatan diperpanjang sampai 21
hari. Kelemahan dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi
relaps atau kambuh, dan carier.

Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika


trimetoprim dan sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis
Trimetoprim 10 mg/kg/hari dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari
dibagi dalam 2 dosis. Untuk pemberian secara syrup dosis yang
diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi 2 kali
selama 2 minggu. Efek samping dari pemberian antibiotika golongan
ini adalah terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia
megaloblastik, Leukopenia, dan granulositopenia. Dan pada beberapa
Negara antibiotika golongan ini sudah dilaporkan resisten.

Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah


dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun
untuk anak- anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup
efektif. Dosis yang diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi
menjadi 4 dosis selama 2 minggu. Penurunan demam biasanya lebih
lama dibandingkan dengan terapi chloramphenicol.

Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime),


merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan
lebih dari Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive

12
terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone merupakan prototipnya
dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4
gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200
mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan Per
oral dapat diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.

Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai syok dapat
diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30 menit untuk dosis
awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.
Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang diperlukan
tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi harus segera dilakukan
laparotomi disertai penambahan antibiotika metronidazol.
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :
1. Komplikasi pada usus halus

a) Perdarahan usus

Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika
perdarahan banyak terjadi melena dapat disertai nyeri perut dengan tanda tanda
renjatan.
b) Perforasi usus

Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setengahnya dan terjadi pada bagian distal
ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat
udara dirongga peritoneum yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara
hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c) Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan
gejala akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan.
2. Komplikasi diluar usus halus

a) Bronkitis dan bronkopneumonia

Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan disebabkan oleh
bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi sekunder dan dapat timbul pada awal

13
sakit atau fase akut lanjut. Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru, efusi, dan
empiema.
b) Kolesistitis

Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhi minggu kedua dengan gejala
dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi kolesistitis maka penderita cenderung
untuk menjadi seorang karier.
c) Typhoid ensefalopati

Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa kesadaran
menurun, kejang kejang, muntah, demam tinggi, pemeriksaan otak dalam batas
normal. Bila disertai kejang kejang maka biasanya prognosisnya jelek dan bila
sembuh sering diikuti oleh gejala sesuai dengan lokasi yang terkena.
d) Meningitis

Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering didapatkan pada
neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan gejala klinis tidak jelas sehingga
diagnosis sering terlambat. Ternyata peyebabnya adalah Salmonella havana dan
Salmonella oranemburg.
e) Miokarditis

Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran klinis tidak khas.
Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun keatas serta sering terjadi pada
minggu kedua dan ketiga. Gambaran EKG dapat bervariasi antara lain : sinus
takikardi, depresi segmen ST, perubahan gelombangan I, AV blok tingkat I, aritmia,
supraventrikular takikardi.
f) Infeksi saluran kemih

Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella typhi melalui urin
pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis maupun pilonefritis dapat juga
merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria transien sering dijumpai, sedangkan
glomerulonefritis yang dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal maupun sidrom
nefrotik mempunyai prognosis yang buruk.
g) Karier kronik

Tifoid karier adalah seorang yang tidak menunjukkan gejala penyakit demam tifoid,
tetapi mengandung kuman Salmonella typhosa di sekretnya. Karier temporer-

14
ekskresi S.typhi pada feces selama tiga bulan. Hal ini tampak pada 10% pasien
konvalesen. Relapse terjadi pada 5-10% pasien biasanya 2-3 minggu setelah demam
mengalami resolusi dan pada isolasi organisme memiliki bentuk sensivitas yang sama
seperti semula. Faktor predisposisi menjadi kronik karier adalah jenis kelamin
perempuan, pada kelompok usia dewasa, dan cholelithiasis. Pasien dengan traktus
urinarius yang abnormal, seperti schistosomiasis, mungkin memgeluarkan bakteri
pada urinya dalam waktu yang lama.
Berikut beberapa petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid:
Cuci tangan.

Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan demam
tifoid atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air (diutamakan air
mengalir) dan sabun terutama sebelum makan atau mempersiapkan makanan atau
setelah menggunakan toilet. Bawalah pembersih tangan berbasis alkohol jika tidak
tersedia air.
Hindari minum air yang tidak dimasak.

Air minum yang terkontaminasi merupakan masalah pada daerah endemik tifoid.
Untuk itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka seluruh bagian luar botol atau
kaleng sebelum anda membukanya. Minum tanpa menambahkan es di dalamnya.
Gunakan air minum kemasan untuk menyikat gigi dan usahakan tidak menelan air di
pancuran kamar mandi.
Tidak perlu menghindari buah dan sayuran mentah.

Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak daripada yang
telah dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut. Untuk menghindari makanan mentah yang tercemar, cucilah buah dan
sayuran tersebut dengan air yang mengalir. Perhatikan apakah buah dan sayuran
tersebut masih segar atau tidak. Buah dan sayuran mentah yang tidak segar sebaiknya
tidak disajikan. Apabila tidak mungkin mendapatkan air untuk mencuci, pilihlah buah
yang dapat dikupas.
Pilih makanan yang masih panas.

Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu ruang. Yang
terbaik adalah makanan yang masih panas. Pemanasan sampai suhu 57C beberapa
menit dan secara merata dapat membunuh kuman Salmonella typhi. Walaupun tidak

15
ada jaminan makanan yang disajikan di restoran itu aman, hindari membeli makanan
dari penjual di jalanan yang lebih mungkin terkontaminasi.
Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam tifoid,
berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:
Sering cuci tangan.

Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari penyebaran
infeksi ke orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir) dan sabun, kemudian
gosoklah tangan selama minimal 30 detik, terutama sebelum makan dan setelah
menggunakan toilet.
Bersihkan alat rumah tangga secara teratur.

Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya sekali sehari.
Hindari memegang makanan.

Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain sampai dokter berkata bahwa anda
tidak menularkan lagi. Jika anda bekerja di industri makanan atau fasilitas kesehatan,
anda tidak boleh kembali bekerja sampai hasil tes memperlihatkan anda tidak lagi
menyebarkan bakteri Salmonella.
Gunakan barang pribadi yang terpisah.

Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan cuci dengan
menggunakan air dan sabun.

16
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

9. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam


Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta :
2003. h. 2-20.
10. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam
pada pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei
Saboe Kota Gorontalo. 2012. Diunduh dari
http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSVol05No
01_08_2012.pdf. 22 Januari 2012.
11. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam :
Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi
1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.
12. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada
anak. Surabaya : FK UNAIR ; 2010. h. 1-10.
13. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa
Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta:
EGC ; 2000.
14. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &
pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
15. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari
http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_Perlu_D
iketahui.html. 22 Januari 2012.
16. Widodo, djoko. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.

17

Anda mungkin juga menyukai