ABSTRAK
Kabupaten Ende merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur dengan kondisi
lahan bergelombang dan berbukit sampai bergunung, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi.
Potensi lahan perkebunan di Kabupaten Ende cukup luas dan yang sudah diusahakan mencapai 31.862
ha dengan komoditas dominan : jambu mente, kakao, kemiri, kopi, kelapa, dan lainnya. Pengusahaan
lahan perkebunan masih tradisional dengan pemilikan lahan sekitar 0,5 - 1 ha/KK mengakibatkan
pendapatan petani masih rendah dan tergolong miskin. Pengkajian pola diversifikasi usahatani melalui
integrasi ternak diharapkan mampu dalam mendukung ekonomi petani. Pengkajian dilakukan di di tiga
Desa yakni di Desa Tou, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende, dan Desa Hoba Tua, Kecamatan
Nangapada, dan Desa Nualise, Kecamatan Wolowalu, Kabupaten Ende, yang telah berjalan sekitar 2
tahun pengamatan, dan dilakukan kegiatan farm record keeping untuk mengetahui kemajuan yang
dicapai. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perkembangan ternak terlihat cukup baik, walaupun
tingkat kematian anak kambing masih tinggi. Kontribusi pendapatan sub-sektor perkebunan masih
proporsi tertinggi dan terdapat perbedaan antar lokasi (Tou Jambu mente 75.96%, Hobatuwa Kelapa
43.87% dan Nualise Kemiri 49.90%. tegantung dari kondisi agro-ekosistem lokasi (spesifik) yang hal
tersebut terkait langsung dengan kesesuaian komoditas yang dapat tumbuh di lokasi. Kontribusi
usahaternak sudah tampak mendukung ekonomi rumah tangga yang mampu berkontribusi cukup besar.
Semakin marginal lahan usahatani maka kontribusi ternak semakin tinggi. Akibat semakin rendahnya
petani berpeluang dalam sistem usahatani. Pada kondisi petani kecil peranan ternak sebagai tabungan
strategis, dan menjadi stabilitas sistem pertanian yang menjadi integral dalam sisitem pertanian
pedesaan.
PENDAHULUAN
Program pengembangan pertanian sampai dengan saat ini belum sepenuhnya mampu
menerapkan inovasi teknologi. Diperlukan inovasi teknologi yang tepat spesifik wilayah sehingga
diharapkan program tersebut mampu berkelanjutan (sustainability tinggi) (Departeman Pertanian, 2006).
Dalam rangka percepatan adopsi inovasi teknologi oleh pengguna (petani) tahap awal suatu inovasi perlu
dilakukan pengenalan dan pemasyarakatan inovasi. Agar lebih mudah diketahui dan diterapkan oleh
petani dan pelaku agribisnis, maka bentuk atau model pengenalan dan pemasyarakatan yang
dilaksanakan berbentuk percontohan riil penting dilakukan di lahan petani.
Kabupaten Ende merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur dengan kondisi
lahan bergelombang dan berbukit sampai bergunung, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi.
Struktur perekonomian Kabupaten Ende masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 33,36 37,34
%. Pendapatan perkapita hanya bernilai Rp. 1,7 juta/tahun atau Rp. 140 ribu/bulan, dengan kata lain
tingkat rata-rata pendapatan penduduk masih jauh dari upah minimal regional atau masih tergolong
kriteria daftar penduduk miskin (Kabupaten Ende Dalam Angka, 2005). Potensi lahan perkebunan di
Kabupaten Ende saat ini cukup tersedia dan yang sudah diusahakan seluas 31.862 ha dengan komoditi
dominan: jambu mente, kakao, kemiri, kopi, kelapa, dan lainnya. Pengusahaan lahan perkebunan
berkisar antara 0,5 1 ha per KK. Hal tersebut memiliki peluang untuk dilakukan pola integrasi dengan
ternak dalam mendukung ekonomi petani. Dilaporkan model integrasi ternak dilahan perkebunan cukup
memberikan prospek yang baik dalam mendukung konsep efisiensi penggunaan pupuk pada tanaman
perkebunan, disamping penggunaan limbah sebagai pakan ternak (Priyanto, et al. 2004). Pada kondisi
petani kecil peranan ternak sebagai tabungan strategis, dan menjadi stabilitas sistem pertanian yang
menjadi integral dalam sisitem pertanian pedesaan (Joshi, 2006).
Sistem integrasi tanaman dan ternak yang sering di kenal dengan Crop-Livestock System (CLS)
merupakan konsep dalam memadukan ternak pada sistem usaha pertanian yang akan memberikan
dampak dalam hal sistem budidaya, kehidupan sosial, dan aktivitas ekonomi kearah yang positif: 1).
Budidaya ternak akan lebih efisien karena ketersediaan pakan dapat tersedia secara kontinyu, 2).
Problem sosial yang seringkali terjadi akibat limbah yang sering menimbulkan polusi (kotoran ternak, sisa
panen, limbah perkebunan/pertanian) dapat diatasi dan membawa pengaruh yang baik, dan 3). Secara
ekonomis petani/peternak dapat melakukan efisiensi usaha yang akan meningkatkan pendapatan petani.
Dampak lainnya yang memberikan prospek pengembangan pola tersebut adalah tumbuh dan terciptanya
kemandirian petani/peternak dalam berusaha, serta ketergantungan terhadap sarana produksi dari luar
dapat ditekan atau dapat dukurangi (Diwyanto dan Haryanto, 2002). Dengan melakukan integrasi multi
komoditas tersebut diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani, dan secara berkelanjutan
inovasi teknologi tersebut mampu dikembangkan oleh petani.
METODOLOGI
Pengkajian pola integrasi ternak dengan perkebunan raknyat dilakukan pada kondisi petani yang
telah memasuki tahun ke 3 pengamatan. Introduksi ternak kambing dilakukan pada sistem usahatni
perkebunan yang merupakan komoditas unggulan yang diusahakan petani sebagai sumber pendapatan
utama. Pengkajian dilakukan di di tiga Desa yakni di Desa Tou, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende,
dan Desa Hoba Tua, Kecamatan Nangapada, dan Desa Nualise, Kecamatan Wolowalu, Kabupaten
Ende. Dipilihnya lokasi pengkajian dengan pertimbangan memiliki perbedaan komoditas unggulan yang
diusahakan petani. Di desa Tou komoditas unggulan penduduk adalah tanaman perkebunan Jambu
mente, di Desa Hopa Tua basis komoditas kepala dan kakao, sedangkan di Desa Nualise basis utama
adalah komoditas perkebunan kemiri dan kakao. Dengan basis komoditas unggulan yang berbeda
tersebut dimungkinkan akan terjadi variasi hasil menerapan inovasi teknologi yang diharapkan mampu
diperoleh rekomendasi spesifik lokasi.
Pengkajian dilakukan pada kondisi petani dengan melibatkan petani kooperator 18, 10, dan 15
petani masing-masing di Desa Tou, Hoba Tuwa, dan Nualise, sebagai model pengembangan konsep
integrasi usaha perkebunan dengan ternak sebagai pendukung usahatani. Tahapan yang dilakukan
dalam proses pengkajian adalah :
1. Dilakukan Participatory Rural Appraisal (PRA) terhadap petani dalam merancang konsep kegiatan
inovasi teknologi dan kelembagaan di masing-masing Desa.
2. Seleksi kooperator, yang didasarkan atas sumberdaya perkebunan yang dimiliki, disamping tingkat
partisipasi petani dalam hal mampu bekerjasama yang baik dalam jangka panjang (kooperatif),
dengan harapan petani mampu melakukan integrasi secara partisipatif dan berkelanjutan.
3. Pelatihan petani. Meliputi manajemen sistem usahatani, usahaternak, serta pembinaan kelembagaan
(kelompok tani sampai pasar) sehingga petani mampu secara mandiri untuk melakukan usaha yang
sifatnya agribisnis berbasis teknologi yang direkomendasikan. Selanjutnya diintroduksikan ternak
kambing sebagai model diversifikasi usahatani.
4. Melakukan monitoroing (farm record keeping) secara rutin tentang perkembangan usahatani dan
kemajuan inovasi teknologi rekomendasi sampai pada adopsi teknologi, serta dampak terhadap
peningkatan pendapatan usahatani yang dilakukan selama pengkajian.
Fokus pengamatan yang dilakukan adalah kajian sietm produksi dan ekonomi usaha pola
integrasi meggunakan analisis Net Cash Benefit (Amir dan Knipscheer, 1989), dengan pertimbangan
bahwa sistem usahatani tanaman perkebunan tidak banyak memerlukan input produksi yang tinggi
(tanaman tahunan), disamping tenaga kerja hanya dilakukan oleh tenaga kerja keluarga, dan sebagai
model evaluasi kegiatan yang dilakukan selama satu tahun pengamatan.
Taman perkebunan unggulan di Hoba Tuwa adalah kelapa, kakao dan mente. Tanaman kakao
telah dilakukan introduksi teknologi pemangkasan, pemupukan, perangsangan buah, pengendalian hama
(perangkap lalat buah). Diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan kelompok melalui pembinaan
kelompok. Pada tanaman kakao yang dilakukan pemangkasan dan pemupukan memberikan hasil 40-50
buah/pohon dibanding dengan kondisi sebelumnya yang hanya mencapai 15-20 buah/pohon (tidak
dilakukan pemangkasan, pemupukan, dan perlakuan penyemprotan). Hasil rekording produksi
menunjukkan bahwa sebagian besar kooperator memiliki ketiga komoditas tersebut, tampak bahwa
produksi komoditas tersebut cukup mendukung ekonomi rumah tangga petani. Produktivitas tertinggi
adalah tanaman kelapa yang mencapai 440 kg/petani (dalam bentuk kopra), disusul tanaman jambu
mente 119 kg/petani, dan tanaman kakao mencapai 116 kg/petani. Dilihat dari produktivitas yang paling
tinggi adalah tanaman kelapa, sedangkan tanaman jambu mente dan kakao masih jauh dari harapan,
dan masih berpeluang untuk ditingkatkan. Berdasarkan harga yang berlaku di lokasi masih rendah,
terlihat harga kelapa hanya Rp.2000,-/kg, jambu mente Rp.5000,- Rp.6500,- /ka, dan kakao hanya
Rp.6000,- Rp.7000,-/kg. Terlihat bahwa kontribusi pendapatan dari sub sektor perkebunan di lokasi Desa
Hoba Tuwa cukup besar dalam membantu ekonomi rumah tangga (Rp.2.736.878,-/petani/tahun), tetapi
kondisi tersebut masih berpeluang untuk dilakukan perbaikan sistem budidaya (on farm) sehingga
mampu meningkatkan pendapatan petani.
Tanaman perkebunan yang ada di Desa Nualise adalah kemiri, kakao dan vanili. Berdasarkan
data inventarisasi jumlah pemilikan tanaman perkebunan di Desa Nualise tanaman kakao adalah
merupakan tanaman terbanyak yang dimiliki petani yakni mencapai rataan 124 pohon/petani, yang
kemudian disusul kepemilikan tanaman kemiri masing-masing mencapai 54 phon/petani, dan vanili tidak
dimiliki semua petani (hanya 4 petani). Tetapi pendapatan petani tertinggi diperolah dari usahatani kemiri
(Rp.1.045.385,-/petani/tahun), dan tanaman kakao mencapai Rp.405.769,-/petani/tahun. Tanaman kakao
tingkat produktivitasnya sudah cukup baik yakni mencapai 0.9 kg/pohon, yang apabila dikonversikan
dalam hamparan 1 ha hanya mencapai sekitar 900 kg/ha/tahun. Rendahnya mendapatan tersebut
karena areal lahan yang dimiliki petani masih sempit ataupun kepemilikan tanaman kakao masih relatif
sedikit (124 pohon/petani, dan banyak pohon yang dimiliki petani di lokasi yang belum berproduksi
sehingga secara kuantitas menunjukkan rataan produktivitas yang rendah.
Di lokasi Desa Hoba Tuwa, konsep pengkajian Sistem Integrasi Ternak dengan Tanaman
Perkebunan (kakao). Hasil pengkajian terlihat ternak kambing sudah cukup berkembang dengan baik,
perlakuan manajemen kandang kelompok berdampak perkembangan ternak cukup terkontrol. Ternak
kambing cukup berkembang baik yang ditunjukkan dengan angka kelahiran mencapai 56 ekor, dan
perkembangan mencapai 280 persen dari jumlah induk saat penerimaan. Tingkat kematian anak masih
mecapai 17.44 persen yang lebih banyak disebabkan karena pada saat melahirkan tertindih sehingga
banyak anak kambing yang cedera dan mati. Rekapitulasi penjualan ternak petani hanya melakukan
penjualan ternaknya sejumlah 2 ekor. Penjualan dilakukan selain karena kebutuhan juga disebabkan
karena kepemilikan sudah diatas 10 ekor, sehingga berdesakan didalam kandang. Berkat kedisiplinan
dan minat peternak dalam mendapatkan kompos sebagai pupuk tanaman kakao, petani enggan untuk
menjual ternak sehingga populasi akhir terlihat meningkat. Pengolahan limbah kulit kakao sebagai pakan
tambahan ternak kambing sudah dicobakan. Diharapkan proses fermentasi menggunanakan fermentor
Aspergilus niger yang dapat meningkatkan nilai gizi yakni peningkatan kadar protein dan energi serta
dapat menurunkan kadar serat kasar (Kompiang, 2000). Pada saat akhir musim buah kakao telah dicoba
pula pemberian kulit kakao dalam bentuk segar pada ternak kambing seperti yang dilakukan pada usaha
Integrasi Ternak dan Tanaman Perkebunan di Propinsi Lampung yang cukup memberi dampak positif
bagi petani di pedesaan dengan pemanfaatan kulit kakao (Priyanto, 2005).
Perkembangan ternak kambing yang dipelihara petani kooperator di Desa Nualise cukup baik,
yaitu dari jumlah 45 ekor yang diberikan pada tahun 2004 sampai saat ini telah berkembang menjadi 135
ekor. Dari data rekapitulasi ternak kambing sebanyak 22 ekor jantan dan 7 ekor betina dijual. Penjualan
dilakukan oleh petani yang ternaknya telah berkembang 8-10 ekor. Kondisi demikian telah memberikan
gambaran bahwa petrani telah menikmati hasil pemeliharaan ternak kambing dalam mendukung ekonomi
rumah tangga dengan sudah menjual ternak hasil usaha yang dikelola, walaupun masih terdapat juga
kematian anak yang masih tinggi (24.40 persen). Kandang yang dibangun terpecar-pencar ditiap rumah
petani karena kesulitan memperoleh lahan yang relatif datar di Dusun ini, karena topografi lahan yang
berlereng dan berbukit di lokasi. Sebagai tempat exercise ternak kambing biasanya dilepaskan bermain
desekitar kandang, yang juga dekat dengan pemukiman sehingga ternak kadang bernaung di bawah
panggung rumah tinggal.
Dari hasil perhitungan pendapatan petani pola intregrasi terlihat bahwa pendapatan petani di
Desa Nualise mencapai Rp.2.094.000,-/petani/tahun. Usahatani tanaman kemiri. Kontribusi tertinggi
pendapatan tersebut necapai 49.90 persen (hampir separo) dari total pendapatan petani. Tanaman
tersebut umumnya dilakukan penanaman di areal dengan kemiringan yang cukup terjal, sampai pada
areal perbukitan. Harga 1 kg kemiri yang telah dilepaskan dari cangkangnya ini dijual dengan harga per
kilogram Rp. 5.000,- s/d Rp.5.500,-/kg. Pemanenan kamiri dapat dilakukan hampir sepanjang tahun
karena kemiri yang telah membentuk pohon besar secara alami akan menjatuhkan biji masaknya di
tanah, yang kemudian dibelah isinya untuk dijual. Tanaman kakao yakni mampu menyumbang sebesar
Rp. 405.769,- (19.37 persen), sedangkan Peranan ternak kambing dalam mendukung ekonomi rumah
tangga cukup membantu yakni mencapai Rp. 600.000,-/petani/tahun (28.64 persen).
4%
24% 19%
23%
0%
MENTE
29
50
KEMI
19 KAKA
KAMBIN
VANI
Gambar 3. Kontribusi pendapatan petani di Desa Nualise
Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa kontribusi ternak kambing dalam sistem
usaha perkebunan memiliki prospek yang cukup baik dalam mendukung pendapatan petani di pedesaan
(Gambar 1,2, dan 3). Semakin marginal lahan yang dikelola petani, peranan kontribusi ternak semakin
tinggi dalam mendukung pendapatan. Konsep intergrasi cukup berhasil pendukung ekonomi petani,
seperti dikemukakan program terdahulu, diantaranya adalah program Peningkatan Produktivitas Padi
Terpadu (P3T), yang salah satunya adalah Sistem Integrasi Padi-Sapi (SIPT) yang didukung
kelembagaan modal cukup memberikan prospek dalam menciptakan efisiensi usaha multi komoditas
melelui diversikasi komoditas (Zaini. et. al., 2002, Haryanto. et. al., 2002, dan Soentoro. et al., 2002).
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan introduksi ternak kambing dalam upaya model diversifikasi usahatanai
melalui inovasi teknologi pola Integrasi ternak di lahan Perkebunan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pola diversifikasi melalui integrasi ternak kambing dengan tanaman perkebunan diperoleh hasil
yang bervariasi yang tergantung pada pengembangan komoditas unggulan (perkebunan) yang
dikelola oleh penduduk di pedesaan spesifik lokasi. Komoditas perkebunan (unggulan) tersebut
cukup potensial dalam mendukung sumber pendapatan dominan penduduk. Pola usahatani
single komodity akan potensial riskan terhadap resiko kegagalan usahatani yang berdampak
terhadap minimnya pendapatan petani.
2. Berdasarkan inventarisasi perkembangan ternak terlihat bahwa tingkat kematian anak kambing
masih tinggi yaitu (Desa Tou 14.28%, Hoba Tuwa 17.44% dan Nualise 24.81%) sebagai akibat
faktor menajemen usaha yakni meliputi aspek nutrisi, pengetahuan, dan ketrampilan petani yang
masih kurang, dan faktor teknis lainnya. Hal tersebut terjadi karena petani tersebut adalah relatif
petani baru yang belum pernah melakukan usahaternak kambing. Sosialisasi dan program
pembinaan amerupakan faktor penentu dalam mendukung keberhasilan model integrasi.
3. Kontribusi sumber pendapatan dari tanaman perkebunan terlihat memiliki proporsi tertinggi dan
terdapat perbedaan antar lokasi (Tou Jambu mente 75.96%, Hobatuwa Kelapa 43.87% dan
Nualise Kemiri 49.90%. Hal tersebut terjadi karena tegantung dari kondisi agro-ekosistem lokasi
(spesifik) yang hal tersebut terkait langsung dengan kesesuaian komoditas yang dapat tumbuh di
lokasi, disamping minat petani sendiri dalam motivasi usahatani. Kontribusi usahaternak sudah
tampak mendukung ekonomi rumah tangga yang mampi berkontribusi cukup besar. Semakin
marginal lahan usahatani maka kontribusi ternak semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA.
Amir, P. and Knipscheer. 1989. Conducting On-farm Animal Research Procedure and Economic Analysis.
Winrock International Institute for Agricultural Development an International Development
Reseatch Centre. Morrilton, Arkansab, USA.
Departemen Pertanian, 2006. Pedoman Umum Prima Tani. Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Jakarta.
Diwyanto K., dan B Haryanto. 2002. Akselerasi Peningkatan Produksi melalui Sistem Tanaman-Ternak.
Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Buku Satu. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Haryanto, B., I. Inounu, B. Arsana dan K. Diwyanto. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Kabupaten Ende Dalam Angka, 2005. Biro Pusat Statistik Kabupaten Ende. Kabupaten Ende.
Laxman Joshi, 2006. Livestock and Agroforestry (Integrasi Peternakan, Pertanian, dan Perkebunan).
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Cakrawala baru IPTEK
menunjang Revitalisasi Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Priyanto, D., A. Priyanti dan I. Inounu. 2004. Potensi dan peluang Pola Integrasi Ternak Kambing dan
Perkebunan Kakao Rakyat di Propinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi
Tanaman Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Propinsi Bali, dan Crop Animal System Research Network
(CASREN). Bali.
Priyanto 2005 Potensi limbah kulit kakao sebagai peluang integrasi dengan usahaternak kambing di
Propinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional. Teknologi Inovatif Pascapanen Untuk
pengembangan Berbasis Pertanin. Balai besar Penelitian dan pengembangan Pascapanen
Pertanian. Dengan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soentoro, M. Syukur, Sugiarto, Hendiarto dan H. Supriyadi, 2002. Panduan Teknis. Pengembangan
Usaha Agribisnis Terpadu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian, Jakarta.
Zaini, Z., I. Las, Suwarno, B. Haryanto, Suntoro, dan E. Ananto. 2002. Pedoman Umum. Kagiatan
Percontohan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu 2002. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.