Anda di halaman 1dari 9

DIVERSIFIKASI USAHATANI POLA INTEGRASI TERNAK DAN PERKEBUNAN DALAM

PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI LAHAN MARGINAL DI KABUPATEN ENDE NUSA


TENGGARA TIMUR

Dwi Priyanto* dan Debora Kana Hau**


*Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
**Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Timur

ABSTRAK
Kabupaten Ende merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur dengan kondisi
lahan bergelombang dan berbukit sampai bergunung, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi.
Potensi lahan perkebunan di Kabupaten Ende cukup luas dan yang sudah diusahakan mencapai 31.862
ha dengan komoditas dominan : jambu mente, kakao, kemiri, kopi, kelapa, dan lainnya. Pengusahaan
lahan perkebunan masih tradisional dengan pemilikan lahan sekitar 0,5 - 1 ha/KK mengakibatkan
pendapatan petani masih rendah dan tergolong miskin. Pengkajian pola diversifikasi usahatani melalui
integrasi ternak diharapkan mampu dalam mendukung ekonomi petani. Pengkajian dilakukan di di tiga
Desa yakni di Desa Tou, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende, dan Desa Hoba Tua, Kecamatan
Nangapada, dan Desa Nualise, Kecamatan Wolowalu, Kabupaten Ende, yang telah berjalan sekitar 2
tahun pengamatan, dan dilakukan kegiatan farm record keeping untuk mengetahui kemajuan yang
dicapai. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perkembangan ternak terlihat cukup baik, walaupun
tingkat kematian anak kambing masih tinggi. Kontribusi pendapatan sub-sektor perkebunan masih
proporsi tertinggi dan terdapat perbedaan antar lokasi (Tou Jambu mente 75.96%, Hobatuwa Kelapa
43.87% dan Nualise Kemiri 49.90%. tegantung dari kondisi agro-ekosistem lokasi (spesifik) yang hal
tersebut terkait langsung dengan kesesuaian komoditas yang dapat tumbuh di lokasi. Kontribusi
usahaternak sudah tampak mendukung ekonomi rumah tangga yang mampu berkontribusi cukup besar.
Semakin marginal lahan usahatani maka kontribusi ternak semakin tinggi. Akibat semakin rendahnya
petani berpeluang dalam sistem usahatani. Pada kondisi petani kecil peranan ternak sebagai tabungan
strategis, dan menjadi stabilitas sistem pertanian yang menjadi integral dalam sisitem pertanian
pedesaan.

Kata Kunci : Diversifikasi usaha, Integrasi.

PENDAHULUAN

Program pengembangan pertanian sampai dengan saat ini belum sepenuhnya mampu
menerapkan inovasi teknologi. Diperlukan inovasi teknologi yang tepat spesifik wilayah sehingga
diharapkan program tersebut mampu berkelanjutan (sustainability tinggi) (Departeman Pertanian, 2006).
Dalam rangka percepatan adopsi inovasi teknologi oleh pengguna (petani) tahap awal suatu inovasi perlu
dilakukan pengenalan dan pemasyarakatan inovasi. Agar lebih mudah diketahui dan diterapkan oleh
petani dan pelaku agribisnis, maka bentuk atau model pengenalan dan pemasyarakatan yang
dilaksanakan berbentuk percontohan riil penting dilakukan di lahan petani.
Kabupaten Ende merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur dengan kondisi
lahan bergelombang dan berbukit sampai bergunung, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi.
Struktur perekonomian Kabupaten Ende masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 33,36 37,34
%. Pendapatan perkapita hanya bernilai Rp. 1,7 juta/tahun atau Rp. 140 ribu/bulan, dengan kata lain
tingkat rata-rata pendapatan penduduk masih jauh dari upah minimal regional atau masih tergolong
kriteria daftar penduduk miskin (Kabupaten Ende Dalam Angka, 2005). Potensi lahan perkebunan di
Kabupaten Ende saat ini cukup tersedia dan yang sudah diusahakan seluas 31.862 ha dengan komoditi
dominan: jambu mente, kakao, kemiri, kopi, kelapa, dan lainnya. Pengusahaan lahan perkebunan
berkisar antara 0,5 1 ha per KK. Hal tersebut memiliki peluang untuk dilakukan pola integrasi dengan
ternak dalam mendukung ekonomi petani. Dilaporkan model integrasi ternak dilahan perkebunan cukup
memberikan prospek yang baik dalam mendukung konsep efisiensi penggunaan pupuk pada tanaman
perkebunan, disamping penggunaan limbah sebagai pakan ternak (Priyanto, et al. 2004). Pada kondisi
petani kecil peranan ternak sebagai tabungan strategis, dan menjadi stabilitas sistem pertanian yang
menjadi integral dalam sisitem pertanian pedesaan (Joshi, 2006).
Sistem integrasi tanaman dan ternak yang sering di kenal dengan Crop-Livestock System (CLS)
merupakan konsep dalam memadukan ternak pada sistem usaha pertanian yang akan memberikan
dampak dalam hal sistem budidaya, kehidupan sosial, dan aktivitas ekonomi kearah yang positif: 1).
Budidaya ternak akan lebih efisien karena ketersediaan pakan dapat tersedia secara kontinyu, 2).
Problem sosial yang seringkali terjadi akibat limbah yang sering menimbulkan polusi (kotoran ternak, sisa
panen, limbah perkebunan/pertanian) dapat diatasi dan membawa pengaruh yang baik, dan 3). Secara
ekonomis petani/peternak dapat melakukan efisiensi usaha yang akan meningkatkan pendapatan petani.
Dampak lainnya yang memberikan prospek pengembangan pola tersebut adalah tumbuh dan terciptanya
kemandirian petani/peternak dalam berusaha, serta ketergantungan terhadap sarana produksi dari luar
dapat ditekan atau dapat dukurangi (Diwyanto dan Haryanto, 2002). Dengan melakukan integrasi multi
komoditas tersebut diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani, dan secara berkelanjutan
inovasi teknologi tersebut mampu dikembangkan oleh petani.

METODOLOGI

Pengkajian pola integrasi ternak dengan perkebunan raknyat dilakukan pada kondisi petani yang
telah memasuki tahun ke 3 pengamatan. Introduksi ternak kambing dilakukan pada sistem usahatni
perkebunan yang merupakan komoditas unggulan yang diusahakan petani sebagai sumber pendapatan
utama. Pengkajian dilakukan di di tiga Desa yakni di Desa Tou, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende,
dan Desa Hoba Tua, Kecamatan Nangapada, dan Desa Nualise, Kecamatan Wolowalu, Kabupaten
Ende. Dipilihnya lokasi pengkajian dengan pertimbangan memiliki perbedaan komoditas unggulan yang
diusahakan petani. Di desa Tou komoditas unggulan penduduk adalah tanaman perkebunan Jambu
mente, di Desa Hopa Tua basis komoditas kepala dan kakao, sedangkan di Desa Nualise basis utama
adalah komoditas perkebunan kemiri dan kakao. Dengan basis komoditas unggulan yang berbeda
tersebut dimungkinkan akan terjadi variasi hasil menerapan inovasi teknologi yang diharapkan mampu
diperoleh rekomendasi spesifik lokasi.
Pengkajian dilakukan pada kondisi petani dengan melibatkan petani kooperator 18, 10, dan 15
petani masing-masing di Desa Tou, Hoba Tuwa, dan Nualise, sebagai model pengembangan konsep
integrasi usaha perkebunan dengan ternak sebagai pendukung usahatani. Tahapan yang dilakukan
dalam proses pengkajian adalah :
1. Dilakukan Participatory Rural Appraisal (PRA) terhadap petani dalam merancang konsep kegiatan
inovasi teknologi dan kelembagaan di masing-masing Desa.
2. Seleksi kooperator, yang didasarkan atas sumberdaya perkebunan yang dimiliki, disamping tingkat
partisipasi petani dalam hal mampu bekerjasama yang baik dalam jangka panjang (kooperatif),
dengan harapan petani mampu melakukan integrasi secara partisipatif dan berkelanjutan.
3. Pelatihan petani. Meliputi manajemen sistem usahatani, usahaternak, serta pembinaan kelembagaan
(kelompok tani sampai pasar) sehingga petani mampu secara mandiri untuk melakukan usaha yang
sifatnya agribisnis berbasis teknologi yang direkomendasikan. Selanjutnya diintroduksikan ternak
kambing sebagai model diversifikasi usahatani.
4. Melakukan monitoroing (farm record keeping) secara rutin tentang perkembangan usahatani dan
kemajuan inovasi teknologi rekomendasi sampai pada adopsi teknologi, serta dampak terhadap
peningkatan pendapatan usahatani yang dilakukan selama pengkajian.

Fokus pengamatan yang dilakukan adalah kajian sietm produksi dan ekonomi usaha pola
integrasi meggunakan analisis Net Cash Benefit (Amir dan Knipscheer, 1989), dengan pertimbangan
bahwa sistem usahatani tanaman perkebunan tidak banyak memerlukan input produksi yang tinggi
(tanaman tahunan), disamping tenaga kerja hanya dilakukan oleh tenaga kerja keluarga, dan sebagai
model evaluasi kegiatan yang dilakukan selama satu tahun pengamatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengkajian pola integrasi sampai dengan saat ini telah memasuki tahun ke 3, hal tersebut berarti
bahwa pengkajian tersebut sudah 2 tahun berjalan pengamatan. Dalam perkembangan penerapan
inovasi teknologi yang direkomendasikan diharapkan telah memberikan hasil yang cukup baik,
disamping upaya mencari faktor penghambat sebagai umpan balik perbaikian kedepan.

Gambaran Umum Lokasi Pengkajian


Desa Tou, Kecamatam Kota Baru memiliki kondisi agro-ekosistem lahan kering perbukitan
dengan sumberdaya alam (lahan) yang marjinal. Kendala sumber air berpengaruh terhadap minimnya
pola tanam pertanian, bahkan pada saat musim kemarau kebutuhan air minum pun sangat sulit
terpenuhi, berakibat terhadap perekonomian masyarakat yang sangat memprihatinkan (miskin). Kondisi
sumberdaya alam yang kurang mendukung sistem usahatani (ekonomi penduduk), ada kecenderungan
penduduk yang menjadi malas. Hal demikian akan memberikan dampak negatif dalam pengembangan
wilayah, termasuk pengembangan pertanian. Dari sisi potensi pendukung usaha pertanian hanya sedikit
lahan budidaya tanaman pangan (padi dan jagung) yang berakibat kurangnya ketersediaan bahan
pangan untuk kebutuhan sepanjang tahun. Sebagai penghasilan penduduk utama adalah dari hasil
pekebunan jambu mente dan cenderung sebagai sumber pendapatan tunggal (single comodity), yang
akan berpeluang besar dalam kegagalan resiko usahatani.
Topografi wilayah Desa Hopa Tuwa cenderung datar dan sedikit lahan usahatani yang memiliki
kemiringan tinggi. Terdapat variasi sistem usahatani diantaranya adalah usaha perkebunan kelapa,
kakao, tanaman hortikultura, dan tanaman pangan lainnya yakni padi sawah dan palawija. Kekompakan
petani dalam kelompok cukup bagus yang terlihat dibangunnya kandang kelompok yang terkosentrasi di
satu hamparan dengan petak-petak pemilikan individual. Dalam pelaksanaan kegiatan tahun 2006 di
Desa Hoba Tuwa melibatkan 10 KK tani yang terpusat di kelompok tani Lia Lako dan sudah berkembang
pada petani lainnya dari hasil pengembalian ternak kooperator. Di desa ini dilakukan introduksi ternak
kambing (sebanyak 30 ekor), perkandangan ternak kambing sudah tertata baik, teknologi pengolahan
limbah kakao (kulit buah) sebagai pakan ternak sudah dicobakan.
Desa Nualise, Kecamatan Wolowaru merupakan kondisi agro-ekosistem lahan kering dengan
topografi wilayah perbukitan terjal, serta memiliki kelerengan yang cukup besar (>70 persen), sehingga
sistem usahatani yang umumnya dilakukan penduduk adalah didominasi tanaman perkebunan kemiri,
kakao, dan sedilit tanaman cengkeh. Kondisi lahan perbukitan dan berlereng terjal cukup sulit dijangkau
sehingga belum banyak tersentuh oleh kegiatan-kegiatan pemberdayaan petani. Basis komoditas
unggulan di desa yang mampu menyumbangkan ekonomi rumah tangga adalah kemiri. Tanaman kemiri
cukup banyak dibudidayakan oleh penduduk pada kondisi lahan perbukitan dan kemiringan yang cukup
terjal. Skala kepemilikan pohon kemiri mencapai rataan 30 pohon/petani dengan pola tanam yang tidak
beraturan dan petani dapat memanen kemiri sepanjang tahun untuk di kupas dan dijemur untuk dijual.

Pengelolaan dan Sistem Produksi Tanaman Perkebunan


Keragaan sistem usahatani perkebunan di 3 lokasi cukup beragam, dimana ditentukan adanya
keragaman sistem produksi dan pendapatan yang bersumber pada komoditas unggulan spesifik lokasi.
Sebagai dicontohkan tanaman jambu mente tersebut merupakan tanaman andalan pendapatan rumah
tangga penduduk di Desa Tou, walaupun jambu mente tersebut tidak dilakukan perawatan terhadap
tanaman yang diusahakan, tetapi petani hanya siap untuk memanen. Kondisi demikian akan berakibat
produktivitas tidak optimal dan dalam jangka panjang akan merugikan petani sendiri. Panen jambu mente
dilakukan antara Bulan Oktober s/d Bulan November. Hasil panen jambu mete berupa biji mete
gelondongan tanpa disortir dan tanpa dikeringkan lansung dijual kepada pedagang pengumpul yang
datang ke lokasi dengan harga Rp.6.000,-/kg oleh pedagang yang datang ke lokasi (pembayaran tunai).
Konerja produksi tanaman perkebunan terlihat pada (Tabel 1). Hal demikian tidak terlepas dari
kepemilikan areal lahan yang dominan lahan kering yang dapat dibudidayakan komoditas tanaman
perkebuanan jambu mente dengan variasi pemilikan antara 0.5 1.5 ha/petani, dengan rataan 0.77
ha/petani, rataan jumlah pohon mencapai 60 pohon/petani.
Produktivitas yang dihasilkan tanaman jambu mente di Desa Tou hanya mencapai 6.5 kg/pohon,
dengan rataan produksi 270 kg/petani/tahun (inventarisasi tahun 2006), sedangkan kontribusi tanaman
lainnya relatif rendah (Rp. 1.473.688,-/petani/tahun). Hal tersebut berpeluang menimbulkan resiko yang
besar bagi ekonomi petani di desa dengan sistem kondisi single komodity yang terpaku pada tanaman
jambu mente, dan apabila terjadi kegagalan panen, maka penghasilan praktis tidak ada penghasilan
sebagai akibat menggantungkan dari satu komoditas (jambu mente). Kasus yang terjadi pada tahun
2005,terjadi gagal panen sehingga terjadi ternak kambing introduksi (pola bantuan) program integrasi
banyak dijual petani, sehingga target upaya diversifikasi usaha dengan pengembangan ternak kambing
mengalami hambatan yang cukup serius, yakni khususnya ternak jantan, sehingga akan menggangu
sistem perkawinan di lokasi pengembangan. Tanaman kelapa tidak banyak menyumbangkan
penghasilan rumah tangga karena tidak banyak dimiliki petani disamping belum banyak pohon yang
berproduksi (hanya 0.8 persen).
Tabel 1. Rataan kinerja sistem usahatani perkebunan dalam mendukung pendapatan petani/tahun di 3
lokasi pengamatan.
Lokasi/Desa Luas Komo- pemilikan pohon produksi Total
lahan ditas (pohon) produksi (kg) pendapatan/
(ha) (pohon) tahun (Rp)
Desa Tou 0.77 Mente 60 (100 %)* 42 (73 % )** 270 1.465.000
(n=18) Kelapa 8.6 (83 %)* 0.72(0.8 %)** 7.3 8.688
Kakao 2.2 ( 11 %)* - - -
Sub Total 1.473.688
Desa Hoba 0.71 Kelapa 66 (100%) - 490 1.333.000
Tuwa Mente 77 (100%) - 119 632.778
(N=9) Kakao 97 (55.56%) - 116 771.100
Sub total 2.736.878
Desa Nualise - Kemiri 54 - 81 1.045.385
(n=13) Kakao 124 - 116 405.769
Vanili 8 - 0.7 43.750
Sub Total 1.494.904
Rataan pendapatan usaha perkebunan/petani/tahun 1.901.823
Keterangan : * = Menyatakan persen pemilik
** = Menyatakan persen produksi

Taman perkebunan unggulan di Hoba Tuwa adalah kelapa, kakao dan mente. Tanaman kakao
telah dilakukan introduksi teknologi pemangkasan, pemupukan, perangsangan buah, pengendalian hama
(perangkap lalat buah). Diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan kelompok melalui pembinaan
kelompok. Pada tanaman kakao yang dilakukan pemangkasan dan pemupukan memberikan hasil 40-50
buah/pohon dibanding dengan kondisi sebelumnya yang hanya mencapai 15-20 buah/pohon (tidak
dilakukan pemangkasan, pemupukan, dan perlakuan penyemprotan). Hasil rekording produksi
menunjukkan bahwa sebagian besar kooperator memiliki ketiga komoditas tersebut, tampak bahwa
produksi komoditas tersebut cukup mendukung ekonomi rumah tangga petani. Produktivitas tertinggi
adalah tanaman kelapa yang mencapai 440 kg/petani (dalam bentuk kopra), disusul tanaman jambu
mente 119 kg/petani, dan tanaman kakao mencapai 116 kg/petani. Dilihat dari produktivitas yang paling
tinggi adalah tanaman kelapa, sedangkan tanaman jambu mente dan kakao masih jauh dari harapan,
dan masih berpeluang untuk ditingkatkan. Berdasarkan harga yang berlaku di lokasi masih rendah,
terlihat harga kelapa hanya Rp.2000,-/kg, jambu mente Rp.5000,- Rp.6500,- /ka, dan kakao hanya
Rp.6000,- Rp.7000,-/kg. Terlihat bahwa kontribusi pendapatan dari sub sektor perkebunan di lokasi Desa
Hoba Tuwa cukup besar dalam membantu ekonomi rumah tangga (Rp.2.736.878,-/petani/tahun), tetapi
kondisi tersebut masih berpeluang untuk dilakukan perbaikan sistem budidaya (on farm) sehingga
mampu meningkatkan pendapatan petani.
Tanaman perkebunan yang ada di Desa Nualise adalah kemiri, kakao dan vanili. Berdasarkan
data inventarisasi jumlah pemilikan tanaman perkebunan di Desa Nualise tanaman kakao adalah
merupakan tanaman terbanyak yang dimiliki petani yakni mencapai rataan 124 pohon/petani, yang
kemudian disusul kepemilikan tanaman kemiri masing-masing mencapai 54 phon/petani, dan vanili tidak
dimiliki semua petani (hanya 4 petani). Tetapi pendapatan petani tertinggi diperolah dari usahatani kemiri
(Rp.1.045.385,-/petani/tahun), dan tanaman kakao mencapai Rp.405.769,-/petani/tahun. Tanaman kakao
tingkat produktivitasnya sudah cukup baik yakni mencapai 0.9 kg/pohon, yang apabila dikonversikan
dalam hamparan 1 ha hanya mencapai sekitar 900 kg/ha/tahun. Rendahnya mendapatan tersebut
karena areal lahan yang dimiliki petani masih sempit ataupun kepemilikan tanaman kakao masih relatif
sedikit (124 pohon/petani, dan banyak pohon yang dimiliki petani di lokasi yang belum berproduksi
sehingga secara kuantitas menunjukkan rataan produktivitas yang rendah.

Pengelolaan sistem Usahaternak Kambing Melalui Konsep Integrasi


Pada awal pengkajian untuk membentuk model pola integrasi dalam mendukung program
diversifikasi usaha (tanaman dan ternak), dilakukan introduksi ternak kambing pada 18, 10, dan 15 petani
masing-masing di desa Tou, Hoba Tuwa, dan Nualise. Ternak kambing yang diintroduksikan adalah
bangsa Kambing Kacang (kambing lokal). Dilihat dari perkembangan populasi pengkajian (Tabel. 2) telah
menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Total angka kelahiran di 3 lokasi mencapai 196 ekor (228
persen). dan telah dilakukan penjualan mencapai 60 ekor (19.46 persen), dan kondisi akhir pengamatan
sebanyak 386 ekor. Kematian ternak masih cukup tinggi yakni mencapai 60 ekor (18.46 persen) yang
banyak terjadi pada anak baru lahir, disamping induk melahirkan karena kurangnya kebutuhan pakan,
teknologi budidaya rendah, serta faktor lainnya. Dalam program Integrasi (Desa Tou) ditemukan
hambatan pengembangan usaha akibat kegagalan panen jambu mente yang merupakan unggulan
pendapatan petani, terjadi kesulitan dalam mencukupi kebutuhan pangan. Kondisi tersebut ternak
kambing sebanyak 23 ekor pejantan dan 4 ekor betina dijual, sehingga pejantan yang dipersiapkan uintuk
perkawinan praktis tidak ada.

Tabel 2. Rataan kinerja usahaternak kambing di 3 lokasi pengamatan.


Populasi Awal Jmh dilahirkan Jmlh mati Jmlh dijual Total
Lokasi/Desa Akhir
Betina Jntan Betina Jntan Betina Jntan Betina Jntan
Desa Tou 36 18 27 23 18 4 4 23 159
(n=18)
Sub Total 54 50 (138 %) 22 (14.28 %) 27 (14.93 %)
Desa Hoba 20 10 39 17 9 6 1 1 95
Tuwa
(n=10)
Sub Total 30 56 (280 %) 15 (17.44 %) 2 (14.93 %)
Desa Nualise 30 15 47 43 16 17 13 7 135
(n=15)
Sub Total 45 90 (300 %) 33 (24.40 %) 20 (14.81 %)
Total 86 43 113 83 43 27 18 31 389
129 196 (228 %) 60 (18.46 %) 49 (15.07 %)

Di lokasi Desa Hoba Tuwa, konsep pengkajian Sistem Integrasi Ternak dengan Tanaman
Perkebunan (kakao). Hasil pengkajian terlihat ternak kambing sudah cukup berkembang dengan baik,
perlakuan manajemen kandang kelompok berdampak perkembangan ternak cukup terkontrol. Ternak
kambing cukup berkembang baik yang ditunjukkan dengan angka kelahiran mencapai 56 ekor, dan
perkembangan mencapai 280 persen dari jumlah induk saat penerimaan. Tingkat kematian anak masih
mecapai 17.44 persen yang lebih banyak disebabkan karena pada saat melahirkan tertindih sehingga
banyak anak kambing yang cedera dan mati. Rekapitulasi penjualan ternak petani hanya melakukan
penjualan ternaknya sejumlah 2 ekor. Penjualan dilakukan selain karena kebutuhan juga disebabkan
karena kepemilikan sudah diatas 10 ekor, sehingga berdesakan didalam kandang. Berkat kedisiplinan
dan minat peternak dalam mendapatkan kompos sebagai pupuk tanaman kakao, petani enggan untuk
menjual ternak sehingga populasi akhir terlihat meningkat. Pengolahan limbah kulit kakao sebagai pakan
tambahan ternak kambing sudah dicobakan. Diharapkan proses fermentasi menggunanakan fermentor
Aspergilus niger yang dapat meningkatkan nilai gizi yakni peningkatan kadar protein dan energi serta
dapat menurunkan kadar serat kasar (Kompiang, 2000). Pada saat akhir musim buah kakao telah dicoba
pula pemberian kulit kakao dalam bentuk segar pada ternak kambing seperti yang dilakukan pada usaha
Integrasi Ternak dan Tanaman Perkebunan di Propinsi Lampung yang cukup memberi dampak positif
bagi petani di pedesaan dengan pemanfaatan kulit kakao (Priyanto, 2005).
Perkembangan ternak kambing yang dipelihara petani kooperator di Desa Nualise cukup baik,
yaitu dari jumlah 45 ekor yang diberikan pada tahun 2004 sampai saat ini telah berkembang menjadi 135
ekor. Dari data rekapitulasi ternak kambing sebanyak 22 ekor jantan dan 7 ekor betina dijual. Penjualan
dilakukan oleh petani yang ternaknya telah berkembang 8-10 ekor. Kondisi demikian telah memberikan
gambaran bahwa petrani telah menikmati hasil pemeliharaan ternak kambing dalam mendukung ekonomi
rumah tangga dengan sudah menjual ternak hasil usaha yang dikelola, walaupun masih terdapat juga
kematian anak yang masih tinggi (24.40 persen). Kandang yang dibangun terpecar-pencar ditiap rumah
petani karena kesulitan memperoleh lahan yang relatif datar di Dusun ini, karena topografi lahan yang
berlereng dan berbukit di lokasi. Sebagai tempat exercise ternak kambing biasanya dilepaskan bermain
desekitar kandang, yang juga dekat dengan pemukiman sehingga ternak kadang bernaung di bawah
panggung rumah tinggal.

Peran Kontribusi Pola Integrasi Sebagai Sumber Pendapatan Petani


Peran diversifikasi melalui integrasi ternak kambing di 3 lokasi cukup memiliki variasi yang
tergantung pada usahatani pendukung utama pendapatan petani (potensi perkebunan). Sumber
pendapatan petani masih sangat terbatas di Desa Tou, hanya berharap pada hasil panen jambu mente,
walaupun saat musim hujan sebagian kecil petani masih dapat mengelola lahan di sekitar sungai (DAS)
yang relatif sempit sebagai usahatani tanaman pangan (jagung dan padi). Hasil produksi yang diperoleh
hanya tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan selama setahun. Hasil pengamatan kontribusi sumber
pendapatan terlihat bahwa 75.64 persen berasal dari komoditas perkebunan Jambu mente (mencapai
Rp.1.527.000,-). Introduksi ternak kambing terlihat mampu mendukung sumber pendapatan baru
(usahaternak) mencapai kontribusi 23.92 persen (Rp.483.000,-), sedangkan kelapa tidak banyak
kontribusi sumber pendapatan petani. Pola integrasi yang dibentuk di Desa Tou, sebenarnya mampu
mendukung tambahan sumber pendapatan petani tetapi dalam pengelolaan konsep tersebut perlu
langkah perbaikan dan pembinaan sehingga konsep tersebut mampu berkelanjutan.
Sumber pendapatan petani utama di Desa Hoba Tuwa cenderung terdistribusi merata, dan
utama adalah kelapa (berupa kopra). Hasil kopra diolah secara tradisional dan dijual dengan harga Rp.
1.500,-/kg. Total nilai pendapatan petani di Desa Hoba Tuwa sudah cukup tinggi (sebesar RP.
3.388.378,-/KK/tahun), karena umumnya petani telah mengusahakan beberapa komoditas (multi
komoditas) sebagai tumpuhan penghasilan. Memberikan gambaran bahwa petani di Desa Hoba Tuwa
telah banyak melakukan pola diversikasi usaha. Petani akan lebih mampu bertahan dalam ekonomi
rumah tangga dengan sistem usaha multi komoditas, sehingga bila salah satu komoditas gagal panen
maka masih terdapat komoditas lainnya yang berhasil dalam menopang ekonomi. Dibedakan antar
komoditas terlihat bahwa pendapatan tertinggi petani di Desa Hoba Tuwa adalah bersumber dari usaha
perkebunan kelapa sebesar Rp. 1.333.000,-/KK/tahun (kontribusi 39.34 persen) (Tabel 3). Kontribusi
kedua adalah tanaman kakao sebesar Rp.771.100,-/kk/tahun (22.75 persen), kemudian tanaman jambu
mente mencapai Rp.632.778,-/kk/tahun (18.67 persen). Peran usahaternak kambing yang direncanakan
sebagai pendukung konsep integrasi cukup besar mendukung tambahan pendapatan yakni mencapai
Rp.525.000,-/kk/tahun (15.49 persen) pendapatan rumah tangga. Penghasilan dari produk kompos
kotoran ternak juga sudah mulai dirintis oleh petani yang kontribusinya masih kecil (umumnya digunakan
sebagai pupuk tanaman. Secara konsep tujuan pengembangan ternak terintegrasi dengan tanaman
perkebunan, fokus utama yang diharapkan sebagai pendukung produksi kompos yang dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman perkebunann dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman
perkebunan.
Sumber pendapatan petani di Desa Nualse yang merupakan tumpuhan eknomi rumah tangga
diperoleh dari tanaman kakao dan selanjutnya bersumber dari ternak kambing dan kemiri. Tanaman
kemiri dapat menghasilkan buah terus menerus sepanjang tahun, walaupun terdapat musim panen raya
pada bulan tertentu. Hal demikian akan membantu petani dalam mendapatkan uang tunai dalam jangka
pendek (mingguan/bulanan). Sama halnya pada tanaman kakao, yang jatuh panen raya pada bulan Mei
dan juni, walaupun panen dapat dilakukan secara mingguan tetapi dalam jumlah kecil.

Tabel. 3 Kinerja pendapatan petani pola integrasi di 3 lokasi pengamatan.


Komoditas Desa Tou Desa Hoba Tuwa Desa Nualise
Rp Persen Rp Persen Rp Persen
Jambu 1.527.000 75.64 632.778 18.67 - -
mente
Kelapa 8.668 0.44 1.333.000 39.34 - -
Kambing 483.000 23.92 525.000 15.49 600.000 28.64
Kakao - - 771.000 22.75 405.769 19.37
Kemiri - - - - 1.045.385 49.64
Vanili - - - - 43.750 2.09
Sayuran - - 26.500 0.80 - -
Kompos - - 100.000 2.95 - -
Total 2.028.688 100 3.388.378 100 2.094.904 100

Dari hasil perhitungan pendapatan petani pola intregrasi terlihat bahwa pendapatan petani di
Desa Nualise mencapai Rp.2.094.000,-/petani/tahun. Usahatani tanaman kemiri. Kontribusi tertinggi
pendapatan tersebut necapai 49.90 persen (hampir separo) dari total pendapatan petani. Tanaman
tersebut umumnya dilakukan penanaman di areal dengan kemiringan yang cukup terjal, sampai pada
areal perbukitan. Harga 1 kg kemiri yang telah dilepaskan dari cangkangnya ini dijual dengan harga per
kilogram Rp. 5.000,- s/d Rp.5.500,-/kg. Pemanenan kamiri dapat dilakukan hampir sepanjang tahun
karena kemiri yang telah membentuk pohon besar secara alami akan menjatuhkan biji masaknya di
tanah, yang kemudian dibelah isinya untuk dijual. Tanaman kakao yakni mampu menyumbang sebesar
Rp. 405.769,- (19.37 persen), sedangkan Peranan ternak kambing dalam mendukung ekonomi rumah
tangga cukup membantu yakni mencapai Rp. 600.000,-/petani/tahun (28.64 persen).

4%
24% 19%
23%

0%

MENTE

MENTE 16% KELAPA


76%
KELAPA 38% KAMBING
KAMBING KAKAO
LAI

Gambar 1. Kontribusi pendapatan Gambar 2. Konribusi pendapatan petani


petani di Desa Tou di Desa Hoba Tuwa

29

50

KEMI
19 KAKA
KAMBIN
VANI
Gambar 3. Kontribusi pendapatan petani di Desa Nualise

Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa kontribusi ternak kambing dalam sistem
usaha perkebunan memiliki prospek yang cukup baik dalam mendukung pendapatan petani di pedesaan
(Gambar 1,2, dan 3). Semakin marginal lahan yang dikelola petani, peranan kontribusi ternak semakin
tinggi dalam mendukung pendapatan. Konsep intergrasi cukup berhasil pendukung ekonomi petani,
seperti dikemukakan program terdahulu, diantaranya adalah program Peningkatan Produktivitas Padi
Terpadu (P3T), yang salah satunya adalah Sistem Integrasi Padi-Sapi (SIPT) yang didukung
kelembagaan modal cukup memberikan prospek dalam menciptakan efisiensi usaha multi komoditas
melelui diversikasi komoditas (Zaini. et. al., 2002, Haryanto. et. al., 2002, dan Soentoro. et al., 2002).

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan introduksi ternak kambing dalam upaya model diversifikasi usahatanai
melalui inovasi teknologi pola Integrasi ternak di lahan Perkebunan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pola diversifikasi melalui integrasi ternak kambing dengan tanaman perkebunan diperoleh hasil
yang bervariasi yang tergantung pada pengembangan komoditas unggulan (perkebunan) yang
dikelola oleh penduduk di pedesaan spesifik lokasi. Komoditas perkebunan (unggulan) tersebut
cukup potensial dalam mendukung sumber pendapatan dominan penduduk. Pola usahatani
single komodity akan potensial riskan terhadap resiko kegagalan usahatani yang berdampak
terhadap minimnya pendapatan petani.
2. Berdasarkan inventarisasi perkembangan ternak terlihat bahwa tingkat kematian anak kambing
masih tinggi yaitu (Desa Tou 14.28%, Hoba Tuwa 17.44% dan Nualise 24.81%) sebagai akibat
faktor menajemen usaha yakni meliputi aspek nutrisi, pengetahuan, dan ketrampilan petani yang
masih kurang, dan faktor teknis lainnya. Hal tersebut terjadi karena petani tersebut adalah relatif
petani baru yang belum pernah melakukan usahaternak kambing. Sosialisasi dan program
pembinaan amerupakan faktor penentu dalam mendukung keberhasilan model integrasi.
3. Kontribusi sumber pendapatan dari tanaman perkebunan terlihat memiliki proporsi tertinggi dan
terdapat perbedaan antar lokasi (Tou Jambu mente 75.96%, Hobatuwa Kelapa 43.87% dan
Nualise Kemiri 49.90%. Hal tersebut terjadi karena tegantung dari kondisi agro-ekosistem lokasi
(spesifik) yang hal tersebut terkait langsung dengan kesesuaian komoditas yang dapat tumbuh di
lokasi, disamping minat petani sendiri dalam motivasi usahatani. Kontribusi usahaternak sudah
tampak mendukung ekonomi rumah tangga yang mampi berkontribusi cukup besar. Semakin
marginal lahan usahatani maka kontribusi ternak semakin tinggi.

DAFTAR PUSTAKA.

Amir, P. and Knipscheer. 1989. Conducting On-farm Animal Research Procedure and Economic Analysis.
Winrock International Institute for Agricultural Development an International Development
Reseatch Centre. Morrilton, Arkansab, USA.

Departemen Pertanian, 2006. Pedoman Umum Prima Tani. Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Jakarta.

Diwyanto K., dan B Haryanto. 2002. Akselerasi Peningkatan Produksi melalui Sistem Tanaman-Ternak.
Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi. Buku Satu. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Haryanto, B., I. Inounu, B. Arsana dan K. Diwyanto. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Kabupaten Ende Dalam Angka, 2005. Biro Pusat Statistik Kabupaten Ende. Kabupaten Ende.

Laxman Joshi, 2006. Livestock and Agroforestry (Integrasi Peternakan, Pertanian, dan Perkebunan).
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Cakrawala baru IPTEK
menunjang Revitalisasi Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Priyanto, D., A. Priyanti dan I. Inounu. 2004. Potensi dan peluang Pola Integrasi Ternak Kambing dan
Perkebunan Kakao Rakyat di Propinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi
Tanaman Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Propinsi Bali, dan Crop Animal System Research Network
(CASREN). Bali.

Priyanto 2005 Potensi limbah kulit kakao sebagai peluang integrasi dengan usahaternak kambing di
Propinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional. Teknologi Inovatif Pascapanen Untuk
pengembangan Berbasis Pertanin. Balai besar Penelitian dan pengembangan Pascapanen
Pertanian. Dengan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soentoro, M. Syukur, Sugiarto, Hendiarto dan H. Supriyadi, 2002. Panduan Teknis. Pengembangan
Usaha Agribisnis Terpadu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian, Jakarta.

Zaini, Z., I. Las, Suwarno, B. Haryanto, Suntoro, dan E. Ananto. 2002. Pedoman Umum. Kagiatan
Percontohan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu 2002. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai