Patogenesis
Saluran respiratori bawah normalnya dijaga tetap dalam kondisi steril oleh
mekanisme pertahanan fisiologis, termasuk oleh sistem mukosilier, produk sekresi normal
seperti immunoglobulin A (IgA), dan pembersihan jalan nafas melalui batuk. Sedangkan
pada alveoli dan bronkiolus terdapat makrofag yang dapat membantu menghancurkan bakteri
maupun berbagai macam benda asing yang masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan. (3)
Pneumonia dicirikan oleh inflamasi alveoli dan jalan nafas terminal sebagai respon
dari invasi agen infeksius terhadap paru-paru melalui penyebaran infeksius atau inhalasi.
Kaskade inflamatori mencetuskan kebocoran plasma dan hilangnya surfaktan, menyebabkan
hilangnya udara dan konsolidasi. (2)
Injuri pulmonar disebabkan secara langsung atau tidak langsung dari mikroorganisme
atau benda asing dan respon dari sistem pertahanan pejamu yang dapat merusak jaringan
pejamu sehat yang menyebabkan kerusakan yang sama buruk atau bahkan lebih buruk
daripada agen yang menyerang. Injuri langsung dari agen yang menginvasi biasanya
disebabkan sintesis dan sekresi dari enzim mikrobial, protein, lemak, dan toksis yang
merusak membran sel pejamu, sistem metabolik, dan matriks ekstraseluler. (2) Sedangkan
injuri tidak langsung dimediasi oleh molekul-molekul yang disekresi, seperti endotoksin,
leukocidin, dan toxin shock syndrome toxin-1 (TSST-1), yang dapat merubah tonus dan
integritas vasomotor lokal, merubah karakteristik perfusi jaringan, dan secara umum
mengganggu penghantaran oksigen dan nutrisi dan pembuangan produk sisa dari jaringan
lokal. (2)
Pneumonia viral biasanya merupakan hasil dari penyebaran infeksi sepanjang saluran
nafas, melalui injuri langsung pada epitel respirasi, yang menyebabkan obstruksi jalan nafas
melalui pembengkakan, sekresi abnormal, dan debris seluler. Kaliber yang kecil dari jalan
nafas pada bayi muda membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis,
edema interstisial, dan ketidaksingkronan ventilasi perfusi menyebabkan hipoksemia
signifikan disertai obstruksi jalan nafas. Infeksi virus dari saluran nafas juga dapat
terpredisposisi terhadap infeksi bakteri sekunder dengan cara mengganggu mekanisme
pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi, dan memodifikasi flora bakteri. (3) Infeksi
virus dicirikan oleh akumulasi sel mononuklear pada submukosa dan ruang perivaskular,
menyebabkan obstruksi parsial dari jalan nafas. Pasien dengan infeksi ini ditandai dengan
wheezing dan crackles. Penyakit ini berkembang ketika sel alveolar tipe 2 kehilangan
integritas strukturalnya dan produksi surfaktan menurun, terbentuk membran hyalin, dan
edema paru terjadi. (2)
Pada pneumonia interstisial, inflamasi patchy atau diffuse yang melibatkan intersisium
dicirikan dengan infiltrasi limfosit dan makrofag. Alveoli tidak berisi eksudat yang signfikan,
tetapi terdapat membran hyalin kaya protein (yang sama dengan yang ditemukan pada
ARDS) yang melapisi ruang alveolar. Superinfeksi bakteri dari pneumonia virus juga dapat
memproduksi pola campuran dari inflamasi alveolar dan interstisial. (2)