Anda di halaman 1dari 8

ARTIKEL

EMAS

OLEH

AMANDA PAH
1306101001

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
TEKNIK PERTAMBANGAN
KUPANG
2015
EMAS

A. Definisi

Emas ialah unsur kimia dalam sistem periodik unsur yang mempunyai simbol Au (L.
aurum) dan nombor atom 79. bersifat lunak dan kekerasannya berkisar antara 2,5 3 (skala
mohs). Berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan logam lain yang berpadu
dengannya.
Emas merupakan logam lembut, berkilat, berwarna kuning, padat, mudah ditempa, udah
ditarik, logam peralihan (trivalen dan univalen), dan stabil, emas tidak bertindak bereaksi
dengan kebanyakan bahan kimia. Walau bagaimanapun emas dapat bereaksi dengan klorin,
fluorin dan akua regia. Logam ini selalunya hadir dalam bentuk bongkahan dan butiran
batuan dan pendaman aluvial.

B. Genesa

Emas terbentuk dari proses magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa


endapan terbentuk karena proses metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal,
sedangkan pengkonsentrasian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer).

Emas dalam bentuk cebakan di alam dijumpai dalam dua tipe, yaitu cebakan emas primer
dan emas sekunder. Cebakan emas primer umumnya terbentuk oleh aktifitas hidrotermal,
yang membentuk tubuh bijih dengan kandungan utama silika. Cebakan emas primer
mempunyai bentuk sebaran berupa urat atau dalam bentuk tersebar pada batuan.

Sedangkan cebakan emas sekunder terbentuk karena proses pelapukan terhadap batuan-
batuan yang mengandung emas. Sebaran cebakan emas aluvial pada umumnya menempati
cekungan Kuarter, berupa lembah sungai yang membentuk morfologi dataran.

Emas biasanya berasosiasi dengan kebanyakan mineral-mineral yang biasanya membentuk


batuan. Emas biasanya berasosiasi dengan sulfida (mineral yang mengandung
sulfur/belerang). Pyrite merupakan mineral induk yang paling umum. Emas ditemukan
dalam pyrite sebagai emas nativ dan elektrum dalam berbagai bentuk dan ukuran, yang
tergantung pada kadar emas dalam bijih dan karakteristik lainnya.
C. Potensi Emas di Indonesia

Sebelum Perang Dunia II, Indonesia adalah penghasil emas terbesar di Asia Tenggara.
Satu-satunya pengelola tambang emas di Indonesia pada awal tahun 1980-an adalah PT
Aneka Tambang, sebuah BUMN di bawah Departemen Pertambangan dan Energi.

Tiga penambang emas besar di Indonesia menurut data tahun 1987 adalah:
- PT Freeport Indonesia Inc. yang berlokasi di Tembagapura, Papua dengan jumlah
produksi 2,2 ton/tahun (1986).
- PT Lusang Mining yang berlokasi di Bengkulu dengan jumlah produksi 300
kg/tahun (1986).
- PT Aneka Tambang (Persero) berlokasi di Cikotok, Jawa Barat dengan jumlah
produksi 240 kg/tahun (1986).

Cebakan emas aluvial di Indonesia banyak dijumpai di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi


dan Papua. Emas aluvial dengan sumber daya kecil dijumpai juga di P. Jawa, yaitu di
Banyumas, Jawa Tengah.

D. Cara Penambangan

Pada industri, emas diperoleh dengan cara mengisolasinya dari batuan bijih emas
(ekstraksi). Bijih emas dikategorikan dalam 4 ( empat ) kategori :
Bijih tipis dimana kandungannya sebesar 0.5 ppm
Bijih rata-rata ( typical ) dengan mudah digali, nilai biji emas khas dalam galian
terowongan terbuka yakni kandungan 1 -5 ppm
Bijih bawah tanah/harrdrock dengan kandungan 3 ppm
Bijih nampak mata ( visible ) dengan kandungan minimal 30 ppm

Menurut Greenwood dkk (1989), batuan bijih emas yang layak untuk dieksploitasi sebagai
industri tambang emas, kandungan emasnya sekitar 25 g/ton (25 ppm).
Dalam kajian geologi, emas dapat ditemukan pada tiga lokasi/tipe. Pertama adalah emas
yang terdapat dari pembekuan langsung secara cepat dari magma dalam perut bumi. Kedua,
emas terbentuk dari celah epithermal yang kemudian membeku. Ketiga emas terbentuk
akibat pengikisan dari batuan epithermal maupun hydrothermal yang kemudian
terendapkan pada daerah aliran sungai.

Implementasi dari ketiga jenis penemuan emas di atas, dalam dunia pertambangan
mengenal dua metode eksplorasi tambang, pertama metode tambang bawah tanah
(underground mining) dan kedua metode tambang terbuka (surface mining). Kedua
metode penambangan emas tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik cebakan emas.

Berdasarkan proses terbentuknya, endapan emas dikatagorikan menjadi dua type yaitu :
1. Endapan primer / Cebakan Primer
Pada umumnya emas ditemukan dalam bentuk logam (native) yang terdapat di dalam
retakan-retakan batuan kwarsa dan dalam bentuk mineral yang terbentuk dari proses
magmatisme atau pengkonsentrasian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena
proses metasomatisme kontak dan aktifitas hidrotermal, yang membentuk tubuh bijih
dengan kandungan utama silika. Cebakan emas primer mempunyai bentuk sebaran berupa
urat/vein dalam batuan beku, kaya besi dan berasosiasi dengan urat kuarsa.
2. Endapan plaser / Cebakan Sekunder
Emas juga ditemukan dalam bentuk emas aluvial yang terbentuk karena proses pelapukan
terhadap batuan-batuan yang mengandung emas (gold-bearing rocks, Lucas, 1985). Proses
oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan emas primer pada atau dekat
permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih emas primer. Proses tersebut
menyebabkan juga terlepas dan terdispersinya emas. Terlepas dan tersebarnya emas dari
ikatan bijih primer dapat terendapkan kembali pada rongga-rongga atau pori batuan,
rekahan pada tubuh bijih dan sekitarnya, membentuk kumpulan butiran emas dengan
tekstur permukaan kasar. Akibat proses tersebut, butiran-butiran emas pada cebakan emas
sekunder cenderung lebih besar dibandingkan dengan butiran pada cebakan primernya
(Boyle, 1979). Dimana pengkonsentrasian secara mekanis melalui proses erosi,
transportasi dan sedimentasi (terendapkan karena berat jenis yang tinggi) yang terjadi
terhadap hasil disintegrasi cebakan emas pimer menghasilkan endapan emas
letakan/aluvial (placer deposit).
Cebakan emas primer dapat ditambang secara tambang terbuka (surface mining)
maupun tambang bawah tanah (underground minning). Sementara cebakan emas
sekunder umumnya ditambang secara tambang terbuka.

Cebakan primer merupakan cebakan yang terbentuk bersamaan dengan proses


pembentukan batuan. Salah satu tipe cebakan primer yang biasa dilakukan pada
penambangan skala kecil adalah bijih tipe vein ( urat ), yang umumnya dilakukan dengan
teknik penambangan bawah tanah terutama metode gophering / coyoting ( di Indonesia
disebut lubang tikus ). Penambangan dengan sistem tambang bawah tanah (underground),
dengan membuat lubang bukaan mendatar berupa terowongan (tunnel) dan bukaan vertikal
berupa sumuran (shaft) sebagai akses masuk ke dalam tambang. Penambangan dilakukan
dengan menggunakan peralatan sederhana ( seperti pahat, palu, cangkul, linggis, belincong
) dan dilakukan secara selektif untuk memilih bijih yang mengandung emas baik yang
berkadar rendah maupun yang berkadar tinggi.

Terhadap batuan yang ditemukan, dilakukan proses peremukan batuan atau penggerusan,
selanjutnya dilakukan sianidasi atau amalgamasi, sedangkan untuk tipe penambangan
sekunder umumnya dapat langsung dilakukan sianidasi atau amalgamasi karena sudah
dalam bentuk butiran halus.

Beberapa karakteristik dari bijih tipe vein ( urat ) yang mempengaruhi teknik penambangan
antara lain :
1. Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat.
2. Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar.
3. Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit sehingga rentan dengan
pengotoran ( dilution ).
4. Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser
(regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan
samping.
5. Perbedaan assay ( kadar ) antara urat dan batuan samping pada umumnya tajam,
berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping,
serta pola urat yang menjari ( bercabang ).
6. Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas,
serta mempunyai kadar yang sangat erratic ( acak / tidak beraturan ) dan sulit diprediksi.
7. Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle.
Dengan memperhatikan karakteristik tersebut, metode penambangan yang umum
diterapkan adalah tambang bawah tanah ( underground ) dengan metode Gophering, yaitu
suatu cara penambangan yang tidak sistematis, tidak perlu mengadakan persiapan-
persiapan penambangan ( development works ) dan arah penggalian hanya mengikuti arah
larinya cebakan bijih. Oleh karena itu ukuran lubang ( stope ) juga tidak tentu, tergantung
dari ukuran cebakan bijih di tempat itu dan umumnya tanpa penyanggaan yang baik.

Cara penambangan ini umumnya tanpa penyangga yang memadai dan penggalian
umumnya dilakukan tanpa alat-alat mekanis. Metode tambang emas seperti ini umum
diterapkan di berbagai daerah operasi tambang rakyat di Indonesia, seperti di Ciguha,
Pongkor-Bogor; Gunung Peti, Cisolok-Sukabumi; Gunung Subang, Tanggeung-Cianjur;
Cikajang-Garut; Cikidang, Cikotok - Lebak; Cineam - Tasikmalaya; Kokap - Kulonprogo;
Selogiri - Wonogiri; Paningkaban - Banyumas; Bendungan - Trenggalek; Punung - Pacitan;
Tatelu - Menado; Batu Gelas, RataTotok - Minahasa; Bajuin - TanahLaut; Perenggean -
Palangka Raya; Ketenong - Lebong; Sekotong - Lombok; Olat Labaong' Lape - Sumbawa;
Gunung Butak, Pulau Buru - Maluku; Gunung Ujeun, Krueng Sab - Aceh Jaya; Suwawa -
Bone Bolango,Gorontalo; dan lain-lain. Penambangan dilakukan secara sederhana, tanpa
development works, dan langsung menggali cebakan bijih menuruti arah dan bentuk
alamiahnya. Bila cebakan bijih tersebut tidak homogen, kadang-kadang terpaksa
ditinggalkan pillar yang tak teratur dari bagian-bagian yang miskin.

E. Pengolahan

Pengolahan Bijih Emas Diawali Dengan Proses kominusi kemudian dilanjutkan dengan
proses yang di sebut Metalurgy.
Kominusi adalah proses reduksi ukuran dari ore agar mineral berharga yang mengandung
emas dengan tujuan untuk membebaskan ( meliberasi ) mineral emas dari mineral-mineral
lain yang terkandung dalam batuan induk.
Tujuan liberasi bijih ini antara lain agar :
Mengurangi kehilangan emas yang masih terperangkap dalam batuan induk
Kegiatan konsentrasi dilakukan tanpa kehilangan emas berlebihan
Meningkatkan kemampuan ekstraksi emas

Proses kominusi ini terutama diperlukan pada pengolahan bijih emas primer, sedangkan
pada bijih emas sekunder bijih emas merupakan emas yang terbebaskan dari batuan induk
yang kemudian terendapkan. Derajat liberasi yang diperlukan dari masing-masing bijih
untuk mendapatkan perolehan emas yang tinggi pada proses ekstraksinya berbeda-beda
bergantung pada ukuran mineral emas dan kondisi keterikatannya pada batuan induk.

Setelah mengalami proses kominusi selanjutnya dihasilkan konsentrat yang selanjutnya di


olah di dalam proses yang di sebut Metalurgy, dalam proses metallurgy ada banyak metode
yang di gunakan namun dalam pengolahan emas kali ini menitik beratkan pada metode
Sianida dan amalgamasi

Proses Pengolahan Emas dengan Sianida

Sianidasi Emas (juga dikenal sebagai proses sianida atau proses MacArthur-Forrest) adalah
teknik metalurgi untuk mengekstraksi emas dari bijih kadar rendah dengan mengubah emas
ke kompleks koordinasi yang larut dalam air. Ini adalah proses yang paling umum
digunakan untuk ekstraksi emas. Produksi reagen untuk pengolahan mineral untuk
memulihkan emas, tembaga, seng dan perak mewakili sekitar 13% dari konsumsi sianida
secara global, dengan 87% sisa sianida yang digunakan dalam proses industri lainnya
seperti plastik, perekat, dan pestisida. Karena sifat yang sangat beracun dari sianida, proses
ini kontroversial dan penggunaannya dilarang di sejumlah negara dan wilayah.

Pada tahun 1783 Carl Wilhelm Scheele menemukan bahwa emas dilarutkan dalam larutan
mengandung air dari sianida. Ia sebelumnya menemukan garam sianida. Melalui karya
Bagration (1844), Elsner (1846), dan Faraday (1847), dipastikan bahwa setiap atom emas
membutuhkan dua sianida, yaitu stoikiometri senyawa larut. Sianida tidak diterapkan
untuk ekstraksi bijih emas sampai 1887, ketika Proses MacArthur-Forrest dikembangkan
di Glasgow, Skotlandia oleh John Stewart MacArthur, didanai oleh saudara Dr Robert dan
Dr William Forrest. Pada tahun 1896 Bodlnder dikonfirmasi oksigen yang diperlukan,
sesuatu yang diragukan oleh MacArthur, dan menemukan bahwa hidrogen peroksida
dibentuk sebagai perantara.

Reaksi kimia untuk pelepasan emas, Persamaan Elsner, berikut:

4 Au + 8 NaCN + O2 + 2 H2O 4 Na [Au (CN) 2] + 4 NaOH

Dalam proses redoks, oksigen menghilangkan empat elektron dari emas bersamaan dengan
transfer proton (H +) dari air.

Proses Pengolahan Emas dengan Amalgamasi

Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas dengan cara mencampurkan bijih emas
dengan merkuri (Hg). Dalam proses ini akan terbantuk ikatan senyawa antara emas, perak,
dan merkuri itu sendiri yang biasa dikenal sebagai amalgam (Au Hg). Merkuri akan
membentuk amalgam dengan logam lain selain besi dan platina.

Proses ini biasanya dilakukan pada penambangan emas skala kecil atau tambang rakyat.
Teknik penambangan ini memanfaatkan putaran yang diberikan oleh drum. Sehingga,
batua maupun akan hancur dan merkuri akan mengikat senyawa emas yang terkandung
dalam batuan tersebut. Proses amalgamasi biasanya digunakan untuk pengekstraksi emas
dalam butiran kasar.

Anda mungkin juga menyukai