ANEURISMA AORTA
Disusun oleh:
Alfuu Nur Harahap
105103003390
Pembimbing:
dr. M.Simangunsong, SpB, FINACS, MPH
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
ANEURISMA AORTA
A. Anatomi Aorta
Aorta adalah pembuluh darah besar (main trunk) dari seluruh
pembuluh darah cabangnya yang berfungsi membawa darah
teroksigenasi ke berbagai jaringan di tubuh untuk kebutuhan nutrisi. Aorta
terletak di bagian atas dari ventrikel, dimana diameternya sekitar 3 cm,
dan setelah naik (ascending) untuk jarak yang pendek, ia melengkung
(arch) ke belakang dan ke sisi kiri, tepat pada pangkal paru kiri, kemudian
turun (descending) dalam thorax pada sisi kiri kolumna vertebralis, masuk
rongga abdomen lewat hiatus diafragmatikus, dimana diameternya mulai
berkurang (1,75 cm), setingkat dengan vertebra lumbalis ke IV, kemudian
bercabang menjadi arteri iliaca comunis dekstra dan sinistra. Dari uraian
diatas maka aorta dapat dipisahkan menjadi beberapa bagian: aorta
ascenden, arcus aorta, dan aorta descenden yang dibagi lagi menjadi
aorta thoracica dan aorta abdominalis (Gray,1918).
2. Arcus Aorta
3. Aorta Desenden
1. Aorta thoracalis
Terdapat dalam cavum mediastinum posterior. Dimulai pada
batas bawah dari vertebra thoracic ke IV dimana ia merupakan
lanjutan dari arcus aorta, dan berakhir di depan batas bawah
dari vertebra thoracic ke XII pada hiatus aorticus diafragma.
Dalam perjalanannya terdapat di sisi kiri kolumna vertebralis; ia
mendekati garis tengah saat turun; dan, saat terminasinya
berada tepat didepan kolumna vertebralis.
Batas-batas—anterior, dari atas kebawah, berbatasan dengan
pangkal pulmo sinistra, pericardium, esophagus, dan diafragma;
posterior, dengan kolumna vertebralis dan vena hemiazigos; sisi
kanan, dengan vena azigos dan ductus thoracicus; sisi kiri,
dengan pleurae dan pulmo sinistra (Gray,1918).
Cabang-cabang—aorta thoracalis mempercabangkan antara
lain:
– Cabang pericardial (rami pericardiaci)—terdiri dari
beberapa pembuluh kecil yang terdistribusi pada
permukaan posterior pericardium.
– Arteri bronkialis (aa. bronchiales)—bervariasi jumlah,
ukuran, dan asalnya. Terdapat aturan baku bahwa hanya
satu arteri bronchialis dekstra yang berasal dari aorta
intercostalis pertama, atau dari arteri bronchialis sinistra
superior. Arteri bronchialis sinistra terdapat dua buah,
dan berasal dari aorta thoracalis. Bagian superior arteri
bronchialis sinistra muncul berlawanan dengan vertebra
thoracic ke V, bagian inferior terdapat tepat dibawah
bronchus sinistra. Tiap-tiap pembuluh berjalan di bagian
belakang masing-masing bronchus, bercabang
disepanjang tube bronchus, memvaskularisasinya. Juga
pada jaringan jaringan longgar pulmo, limfonodi
bronchialis, dan esophagus.
– Arteri esophageal (aa. æsophageæ)—terdapat empat
atau lima jumlahnya, berasal dari bagian depan aorta,
dan turun oblik kebawah menuju esophagus, membentuk
rantai anastomosis disepanjang tube, beranastomosis
juga dibagian atas dengan cabang esophageal dari arteri
tiroidea inferior dan dibagian bawah dengan arteri
phrenica inferior sinistra dan arteri gastrica inferior.
– Cabang mediastinal (rami mediastinales)—adalah
sejumlah pembuluh kecil yang mensuplai kelenjar limfe
dan jaringan ikat longgar pada mediatinumk posterior.
– Arteri intercostalis (aa. intercostales)—terdapat
sembilan pasang arteri intercostalis aorta. Mereka
berasal dari bagian belakang aorta, arteri intercostalis
dekstra lebih panjang dibanding yang sinistra sesuai
dengan posisi aorta yang disebelah kiri vertebra. Tiap
arteri dibagi menjadi ramus anterior dan posterior.
– Ramus anterior—tiap pembuluhnya berjalan dengan
vena dan nervus. Arteri intercostalis aorta yang pertama
beranastomosis dengan cabang intercostal dari truncus
costocervicalis. Dua arteri intercostalis bagian bawah
berlanjut ke anterior dari spatium intercostalis ke dinding
abdomen, serta beranastomosis dengan arteri
subcostalis, epigastrica superior, dan lumbalis
(Gray,1918).
Gambar 3: Aorta torakalis, dilihat dari sisi kiri
(http://lh4.ggpht.com/_I0UHlGxoP6A/SaQNsJR3pFI/AAAAAAAA
AjI/U5u2Q-brEUI/clip_image0046.jpg)
2. Aorta abdominalis
Dimulai pada hiatus aortikus diafragma, didepan batas
bawah dari korpus vertebrae thoracic terakhir, dan, turun
didepan kolumna vertebralis, berakhir pada korpus vertebra
lumbalis ke IV, sedikit kekiri dari garis tengah tubuh, kemudian
terbagi menjadi dua arteri iliaca comunis. Aorta semakin
berkurang ukurannya dengan semakin banyak ia
mempercabangkan pembuluh darah (Gray,1918).
Batas-batas—aorta abdominalis dibatasi: anterior oleh
omentum minus dan gaster; dibelakang cabang dari arteri
celiaca dan plexus celiaca; dibawah vena lienalis, pankreas,
vena renalis sinistra, bagian inferior dari duodenum, pleksus
mesenterium dan pleksus aortikus. Posterior, dipisahkan dari
vertebrae lumbalis dan fibrokartilago intervertebrae oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan vena lumbalis sinistra.
Pada sisi kanan terdapat vena azygos, cisterna chyli, duktus
torasikus, crus dekstra diafragma yang memisahkan aorta dari
bagian atas vena cava inferior dari ganglion celiaca dekstra;
vena cava inferior bersentuhan dengan aorta dibawahnya. Pada
sisi kiri adalah crus sinistra diafragma, ganglion celiaca
sinistra,bagian ascending dari duodenum dan sedikit bagian
intestinum (Gray,1918).
Cabang-cabang—dapat dibagi menjadi tiga kelompok:
viseral, parietal, dan terminal. Dari cabang viseral: arteri celiaca,
arteri mesenterika superior dan inferior, arteri suprarenalis,
renalis, spermatica interna, dan ovarica (pada wanita). Cabang
parietal: arteri phrenica inferior, lumbalis, dan arteri sacralis
media. Cabang terminal adalah arteri iliaca komunis
(Gray,1918).
Gambar 4: Aorta abdominalis dan cabang-cabangnya
(http://lh4.ggpht.com/_I0UHlGxoP6A/SaQNxbYuY2I/AAAAA
AAAAjQ/GPJT419Dvnk/clip_image00143.jpg)
B. Aneurisma Aorta
1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Klasifikasi
4. Etiologi
5. Patogenesis
Aorta manusia adalah sirkuit yang relatif rendah tahanan untuk
peredaran darah. Ekstremitas bawah memiliki tahanan arteri yang
terbesar, dan trauma yang berulang sebagai cerminan gelombang
arterial pada distal aorta dapat mencederai dinding aorta dan
menyebabkan degenerasi aneurisma. Hipertensi sistemik juga dapat
mencederai, dan mempercepat ekspansi aneurisma (Wassef,2001).
Secara hemodinamik, keadaan dilatasi aneurisma dan
peningkatan stress dinding sesuai dengan hukum Laplace.
Spesifiknya, hukum Laplace menyatakan bahwa tekanan dinding
proporsional terhadap tekanan dikali radius dari arterial (T = P x R).
Peningkatan diameter, diikuti dengan peningkatan tekanan dinding,
sebagai respon terhadap peningkatan diameter. Meningkatnya
tekanan, maka meningkat pula risiko ruptur. Peningkatan tekanan
(hipertensi sistemik) dan meningkatnya ukuran aneurisma memicu
tekanan pada dinding dan lebih lanjut meningkatkan risiko ruptur
(Wassef,2001).
Patogenesis dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis
belum dimengerti secara baik. Aneurisma aorta abdominalis
dikarakteristikkan dengan destruksi elastin dan kolagen pada tunika
media dan adventitia, hilangnya sel otot polos tunika media dengan
penipisan dinding pembuluh, dan infiltrat limfosit dan makrofag
transmural. Atherosclerosis adalah gambaran utama yang mendasari
aneurisma (Wassef,2001).
Terdapat beberapa mekanisme dalam patogenesis aneurisma
aorta abdominalis:
- Degradasi proteolitik dari dinding jaringan ikat aorta—
pembentukan aneurisma melibatkan proses yang komplek
dari destruksi tunika media aorta dan jaringan penyokongnya
melalui degradasi elastin dan kolagen. Pada model in vivo
dari pembentukan aneurisma aorta abdominalis, meliputi
aplikasi calcium chloride dan perfusi elastase intraluminal,
telah digunakan untuk meningkatkan peran berbagai
protease selama pembentukan aneurisma. Model tersebut,
sebaik yang telah dipelajari juga pada jaringan aorta
manusia, menunjukkan bahwa berbagai matrix
metalloproteinase proteinases (MMPs), berasal dari makrofag
dan sel otot polos aorta, memainkan peran terintegrasi dalam
pembentukan aneurisma. Disolusi kolagen intersisial
mengikuti ekspresi dari collagenase MMP-1 dan MMP-13
pada aneurisma aorta abdominalis manusia. Elastase MMP-2
(gelatinase A), MMP-7 (matrilysin), MMP-9 (gelatinase B),
dan MMP-12 (elastase makrofag) juga meningkat pada
jaringan aneurisma aorta. Matrix metalloproteinase
proteinases-12 (MMP-12), diekspresikan tinggi pada
aneurisma aorta abdominalis manusia dan dapat berperan
penting dalam inisiasi aneurisma. Sebagai tambahan,
tingginya kadar MMP-2, ditemukan pada aneurisma aorta
yang kecil, menunjukkan peran MMP-2 pada pembentukan
awal aorta. Terakhir elastase MMP-9 yang dapat diinduksi
meningkat pada jaringan aorta, juga pada serum pasien
aneurisma. Selama pembentukan aneurisma, keseimbangan
remodeling dinding pembuluh antara MMPs dan inhibitornya
yaitu Tissue Inhibitors of Metalloproteinases (TIMPs),
menentukan degradasi elastin dan kolagen. Lebih lanjut
mekanisme biologis yang menginisiasi proteolitik enzim pada
aorta belum diketahui (Wassef,2001).
Gambar 8. Peran matrix metalloproteinases pada patogenesis aneurisma
aorta abdominalis (http://www.medscape.com/viewarticle/475262_2)
Pada tahap awal aneurisma aorta abdominalis, peningkatan
kadar kolagen disproporsional dimana kadarnya lebih tinggi
dibandingkan dengan elastin. Fenomena ini mencerminkan
peningkatan destruksi elastin oleh elastase, insufisiensi
elastin disebabkan deplesi VCMCs, mempercepat tegangan
dinding dan kompensasi dengan akumulasi kolagen. Akibat
masa kolagen dan peningkatan lingkar aorta, serat elstin
menyebar ke area yang lebih luas dan serat elstin gagal
untuk mengimbangi beban hemodinamik. Semua perubahan
lambat laun meningkatkan diameter aorta. Hal ini juga
diketahui bahwa elastin memperkuta dinding aorta terhadap
gelombang pulsatil. Sejumlah penelitian telah menunjukkan
bahwa aktivitas elastase meningkat dalam aorta pasien
dengan penyakit aneurisma. Jadi, elastolisis dapat menjadi
gangguan utama yang mempengaruhi sifat mekanik aorta.
Akibatnya, serat kolagen interstisial melakukan peran utama
dalam bantalan tegangan mekanik. Namun, proses
kompensasi ini memiliki sebuah titik akhir. Di luar batas ini,
jaringan kolagen tidak dapat mengkompensasi dampak
hemodinamik dan ekspansi aorta terus terjadi
(Kadoglou,2004).
- Inflamasi dan respon imun—gambaran histologi yang
menonjol dari aneurisma aorta abdominalis adalah infiltrasi
transmural oleh makrofag dan limfosit. Dihipotesiskan bahwa
sel ini secara simultan melepaskan kaskade sitokin yang
menghasilkan aktivasi berbagai protease. Pemicu untuk influk
dan migrasi leukosit belum diketahui, tetapi paparan produk
degradasi elastin pada dinding aorta dapat berperan sebagai
primary chemotactic attractant untuk infiltrasi makrofag.
Konsep bahwa pembentukan aneurisma adalah respon
autoimun didukung oleh infiltrat ekstensif dari limfosit dan
monosit, juga deposisi imunogobulin G yang reaktif terhadap
matriks protein ekstraselular pada dinding aorta. Tunika
adventitia tampaknya adalah area utama yag menjadi tempat
infiltrasi leukosit dan aktivasi inisial MMP. Sitokin dari
makrofag dan limfosit meningkat pada dinding aneurisma
aorta, meliputi IL-1ß, TFN-a, IL-6, IL-8, MCP-1, IFN-g, dan
GM-CSF. Sitokin inflamatori ini, bersama dengan
plasminogen aktivator, menginduksi ekspresi dan aktivasi dari
MMPs dan TIMPs ((Wassef,2001)).
- Stress biokimia pada dinding—letak terbanyak adalah
infrarenal untuk pembentukan aneurisma aorta abdominalis
menunjukkan perbedaan potensial pada struktur aorta, biologi
dan stress disepanjang aorta. Peningkatan shear dan tension
pada dinding aorta menghasilkan remodeling kolagen. Lebih
lanjut, penurunan rasio elastin terhadap kolagen dari
proksimal ke distal aorta dapat relevan secara klinis
semenjak penurunan elastin berhubungan dengan dilatasi
aorta, sementara degradasi kolagen adalah predisposisi
untuk ruptur. Saat aneurisma terbentuk, maka peningkatan
stress dinding adalah penting dalam percepatan dilatasi dan
peningkatan risiko ruptur. ß-blockers berperan untuk
mengurangi stress dinding dan telah diperkirakan berperan
protektif untuk dilatasi aneurisma dan ruptur pada model
binatang ((Wassef,2001)).
- Molekular genetik—familial cluster dan subtype HLA
menunjukkan baik peran genetik dan imunologis dalam
patogénesis aneurisma. Yang terbaru, tidak ada polimorfisme
gen tunggal atau defek yang dapat diidentifikasi sebagai
denominator yang paling sering untuk aneurisma aorta
abdominalis. Beberapa fenotip telah ditemukan berhubungan
dengan pembentukan aneurisma aorta abdominalis. Sebagai
contoh, Hp-2-1 fenotip haptoglobin dan defisiensi a1-
antitrypsin berasosiasi dengan pembentukan aneurisma.
Sebagai tambahan, adanya penurunan frekuensi aneurisma
pada pasien dengan Rh-negative blood group dan
penngkatan frekuensi pada pasien dengan MN atau Kell-
positive blood groups (Wassef,2001).
- Mekanisme gabungan—kombinasi dari faktor multipel
meliputi stress hemodinamik lokal, fragmentasi tunika media,
dan presdiposisi genetik, lewat mekanisme imunologi yang
tidak diketahui menstimulasi sel-sel inflamasi kedalam
dinding aorta. Sel inflamasi kemudian melepaskan chemokine
dan sitokin menghasilkan influk lebih lanjut dari leukosit
dengan ekspresi dan aktivasi protease, terutama MMPs.
Protease ini menghasilkan degradasi tunika media dan
dilatasi aneurisma. Peningkatan stress dinding kemudian
melanjutkan proses proteolisis dan progresifitas dilatasi
aneurisma dengan ruptur aorta jika tidak ditangani dengan
tepat (Wassef,2001).
8. Penatalaksanaan
a. Aneurisma aorta abdominalis
Terapi aneurisma dahulu adalah intervensi bedah atau
observasi (watchful waiting) dengan kombinasi pengawasan
tekanan darah. Sekarang, endovascular atau teknik invasif
minimal telah dikembangkan untuk berbagai tipe aneurisma.
Jika aneurisma berukuran kecil dan tidak ada gejala (misalnya
aneurisma yang ditemukan saat pemeriksan kesehatan rutin),
maka direkomendasikan pemeriksaan kesehatan periodik saja,
meliputi pemeriksaan USG tiap tahunnya, untuk memantau
apakah aneurisma menjadi besar (Gloviczki, P & Ricotta, JJ,
2007).
2. Retroperitoneal Approach
Pendekatan transperitoneal pada pasien dengan
keadaan abdomen yang kurang mendukung untuk
menjalani operasi seperti aneurisma suprarenal yang
luas, horseshoe kidney, peritoneal dialysis, inflammatory
aneurysm, atau asites. Pada keadaan ini dengan
pendekatan retroperitoneal adalah yang paling baik.
Dengan teknik ini, posisi pasien lateral dekubitus kanan.
Insisi untuk lapangan operasi pada pertengahan dari
atas crista iliaca dan tepi kosta. Lengan kiri diberi
bantalan dan diletakkan diatas lengan kanan dengan
diberi penyokong. Derajat kemiringan bahu 60o dan
panggul 30o untuk memudahakan mengeksplor lapangan
operasi.
Insisi pada sela iga X dimulai dari linea aksilaris posterior
dilebarkan ke medial sampai batas lateral rectus sheat
menuju titik tengah antara umbilikus dan simfisis pubis
(Gloviczki, P & Ricotta, JJ, 2007).
Gambar. 14 Teknik Perbaikan retroperitoneal AAA dengan graft prostese
lurus (Mayo Foundation for Medical Education and Research dari
Sabiston Textbook of Surgery)
3. Minimal Incision Aortic Surgery
Pemilihan pasien sangat penting karena pasien obesitas
dan yang membutuhkan graft bercabang bukan kandidat
dengan prosedur ini. Panjang insisi midline di
periumbilikan kurang dari 12 sampai 15 cm, sampai
kurang dari 9 cm insisi proksimal dari umbilikus
(Gloviczki, P & Ricotta, JJ, 2007).
Gambar 15. Minimal incision aortic surgery (MIAS)
(Sabiston Textbook of Surgery)
Endovascular Aortic Aneurysm Repair (EVAR).
Teknik EVAR, stent-graft dimasukkan ke dalam lumen
aneurisma melalui arteri femoralis dan difiksasi ditempatnya
pada leher aorta yang tidak mengalami aneurisma dan arteri
iliaca dengan melebarkan stent atau balloon-expandable stents.
Beberapa stent-grafts memiliki mata kail, pin, atau kait untuk
fiksasi stent (Gloviczki, P & Ricotta, JJ, 2007).
Gambar 16. Teknik EVAR. (Mayo Foundation for Medical Education and
Research dari Sabiston Textbook of Surgery)
Gambar 17. Graft sintetis (http://lh3.ggpht.com/_I0UHlGxoP6A/SaQO-
jKYuZI/AAAAAAAAAlY/vcTuZ0w910M/clip_image0294.jpg)
9. Prognosis