Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Sonya Hakim R.
(NIM. 21030114120075)
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga Laporan Praktikum Bioproses materi Tempe dapat diselesaikan dengan lancar.
Laporan ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak,
oleh karena itu dalam kesempatan ini ucapan terima kasih disampaikan kepada :
1. Ibu Dr. -Ing. Silviana, S.T.,M.T. selaku penanggung jawab Laboratorium Mikrobiologi
Industri.
2. Bapak Dr. Hadiyanto, S.T, Msc. selaku dosen pembimbing materi Tempe.
3. Ibu Jufriyah, S.T. selaku PLP Mikrobiologi Industri.
4. Iqbal Ryan R. selaku koordinator asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri.
5. Sonya Hakim R. selaku asisten pengampu materi tempe.
6. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual.
7. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
Laporan ini disadari masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan laporan ini.
Penyusun
RINGKASAN
Tempe merupakan makanan tradisional dari Indonesia yang kaya kandungan gizi dan
protein. Di Indonesia terdapat berbagai jenis tempe, seperti tempe kedelai, tempe gembus dan
masih banyak lagi. Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui proses pembuatan tempe serta
mengetahui pengaruh bahan dasar, media pembungkus, dan banyaknya ragi pada proses
pembuatan tempe.
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi kedelai atau jenis kacanglain
menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Hal yang perlu diperhatikan
adalah bahan baku, ragi, pembungkus, dan kadar air. Tempe yang baik harus memenuhi standar
Indonesia (SNI 01-3144-2009). Fase pertumbuhan jamur pada tempe yaitu fase pertumbuhan
cepat, fase transisi, dan fase pembusukan.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kedelai, ampas tahu, air, ragi, daun
pisang, dan plastik. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kain, kompor listrik,
timbangan, pengaduk, dan sendok. Mekanisme pembuatan tempe dimulai dari tahap
pembersihan, perendaman, pengeringan, penambahan ragi, dan inkubasi.
Hasil praktikum menunjukan terjadinya penurunan berat tempe fermentasi. Hal ini
disebabkan karena proses fermentasi aerob oleh aktivitas Rhizopus oligosporus yang bertujuan
mengambil nutrient dan mineral dari kedelai maupun ampas tahu sehingga berat tempe
menurun. Bahan dasar kedelai lebih baik daripada ampas tahu karena kandungan protein
kedelai lebih tinggi. Tempe dengan bahan pembungkus daun pisang lebih baik daripada
pembungkus plastik karena aerasi yang lebih baik. Tempe dengan 1,05 gram ragi menunjukan
pertumbuhan miselium yang lebih banyak daripada 0,52 gram ragi. Kondisi proses yang tepat
berdasarkan percobaan adalah tempe bahan dasar kedelai dengan pembungkus daun pisang dan
penambahan 1,05 gram ragi.
Jadi ada beberapa hal yang mempengaruhi kualitas yaitu bahan dasar, jenis
pembungkus, dan banyak penambahan ragi. Pengaruh dari bahan dasar adalah kandungan
protein. Pengaruh dari pembungkus adalah aerasi. Pengaruh dari penambahan ragi adalah
jumlah miselium. Saran untuk praktikum adalah diusahakan kulit ari sudah hilang semua dan
bahan baku sudah tidak ada kadar airnya saat pemberian ragi.
DAFTAR ISI
Tabel 2.1 Syarat mutu tempe menurut SNI 01-3144-2009 ...................................................... ....8
Tabel 2.2 Kandungan Gizi 100 gram Biji Kedelai .................................................................. ....6
Tabel 2.3 Kandungan Gizi 100 gram Ampas Tahu ................................................................. ....7
Tabel 3.1 Variable Operasi ...................................................................................................... ...14
Tabel 3.2 Alat yang Digunakan ............................................................................................... ...15
DAFTAR GAMBAR
Setelah melakukan praktikum, untuk meninjau hasil ada beberapa kriteria untuk
mengindikasikan bahwa tempe yang dibuat mempunyai kualitas yang baik. Kriteria tersebut
antara lain:
A. Tekstur : lembut dan antar kacang-kacangan terikat erat menjadi satu
dalam miselium putih
B. Aroma : tidak menghasilkan ammonia berlebihan, aroma khas tempe
C. Warna : kuning yang merupakan biosintesis -carotene
D. Rasa : tidak menghasilkan rasa manis berlebihan, khas tempe
Kemudian garis tersebut diberi skala angka setelah pengujian selesai dan dilakukan
beberapa sesi ulangan pengujian (4 6 sesi ulangan).
Analisis data dilakukan sebagai berikut:
QDA score dikonversikan ke skala angka.
Hitung nilai setiap panelis per ulangan
Ambil nilai rata-rata seluruh panelis
Transformasikan ke dalam grafik majemuk, misalnya sebagai berikut:
3.1.2 Variabel
Tabel 3.1 Variable Operasi
Variabel Bahan Baku Ragi (%W) Pembungkus
1 Kedelai 70 gram 0,75 Daun Pisang
2 Kedelai 70 gram 1,5 Daun Pisang
3 Kedelai 70 gram 0,75 Plastik aerasi
4 Kedelai 70 gram 1,5 Plastik aerasi
5 Kedelai 56 gram + ampas tahu 14 gram 0,75 Daun Pisang
6 Kedelai 56 gram + ampas tahu 14 gram 1,5 Daun Pisang
7 Kedelai 56 gram + ampas tahu 14 gram 0,75 Plastik aerasi
8 Kedelai 56 gram + ampas tahu 14 gram 1,5 Plastik aerasi
9 Kedelai 35 gram + ampas tahu 35 gram 0,75 Daun Pisang
10 Kedelai 35 gram + ampas tahu 35 gram 1,5 Daun Pisang
11 Kedelai 35 gram + ampas tahu 35 gram 0,75 Plastik aerasi
12 Kedelai 35 gram + ampas tahu 35 gram 1,5 Plastik aerasi
Variabel Terikat :
1. Kacang Kedelai dan Ampas tahu
Variabel Bebas :
1. Jumlah Ragi (0,75% W ragi dan 1,5% W ragi)
2. Pembungkus (Daun Pisang dan Plasik Aerasi)
3. Komposisi Kacang Kedelai dan Ampas Tahu sebagai bahan dasar :
a) Kacang Kedelai 100%
b) Kacang Kedelai 80% - Ampas Tahu 20%
c) Kacang Kedelai 50% - Ampas Tahu 50%
Variabel Kontrol :
3. Waktu Fermentasi : 0, 24, 48 Jam
Panci
Kain
Kompor Listrik
Timbangan
Pengaduk
Sendok
Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Penurunan Berat Tempe
Berdasarkan Perbedaan Bahan Baku
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Penurunan Berat Tempe
Berdasarkan Perbedaan Pembungkus
1
Perbandingan Berat (B/Bo)
0.995
0.99
variable 1
0.985
variable 2
0.98
0.975
0 24 48
Waktu Fermentasi (jam)
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Penurunan Berat Tempe
Berdasarkan Penambahan Ragi
Gambar 4.1 menunjukan pengaruh waktu fermentasi terhadap perubahan berat tempe pada
variabel bahan baku yang berbeda. Pada variable 1 yang terdiri dari 70 gram kedelai, 0,75%
ragi dan dibungkus dengan daun pisang menunjukan penurunan berat tempe dari hari ke hari.
Pada variable 5 yang terdiri dari 56 gram kedelai, 14 gram ampas tahu, 0,75% ragi dan
dibungkus dengan daun pisang menunjukan penurunan berat tempe. Dan pada variabel 9 yang
terdiri dari 35 gram kedelai, 35 gram ampas tahu 0,75% ragi dan dibungkus dengan daun
pisang juga menunjukan penurunan berat tempe dari hari kehari.
Hal ini dapat disebabkan oleh aktivitas dari Rhizopus oligosporus yang bertujuan
mengambil nutrient dan mineral dari kacang kedelai. Protein diubah menjadi asam amino yang
mudah dicerna oleh manusia. Proses pengambilan tersebut terjadi selama fermentasi
menghasilkan energi dan terjadilah pelepasan panas yang menyebabkan penguapan air
sehingga terjadi penurunan berat tempe, serta karena adanya lubang-lubang kecil pada
pembungkusnya menyebabkan kadar airnya keluar dari lubang tersebut dan mempengaruhi
berat tempe tersebut. Hal ini ditandai dengan kondisi pembungkus yang menjadi basah setelah
dilakukan fermentasi. Penurunan berat pada tempe tersebut terjadi karena dalam proses
fermentasi, Rhizopus oligosporus yang terdapat pada ragi tempe melakukan proses pemecahan
protein dalam bahan baku menjadi monomernya (Erna, 2010).
Grafik 4.2.menunjukan grafik pengaruh waktu fermentasi terhadap perubahan berat tempe
pada dengan pembungkus yang berbeda. Pada Variabel 6 yang berisi kedelai 56 gram, ampas
tahu 14 gram, ragi 1,5% dan dibungkus dengan daun pisang menunjukan bahwa berat tempe
menurun dari hari ke hari. Pada variable 8 yang berisi kedelai 56 gram, ampas tahu 14 gram,
ragi 1,5% dan dibungkus dengan plastik dengan aerasi juga menunjukan penurunan berat dari
hari kehari.
Hal ini disebabkan karena membungkus tempe dengan daun pisang lebih baik dilakukan
karena hal ini sama dengan menyimpannya dalam ruang gelap, yang merupakan salah satu
syarat ruang fermentasi. Mengingat sifat daun yang tidak tembus padang meskipun berpori-
pori. Sehingga aerasi tetap dapat berlangsung melalui pori-pori pada daun pisang, dan
fermentasi yang dilakukan pada variabel pembungkus daun pisang berlangsung lebih baik
(Suprapti, 2003). Jika pembungkus adalah plastik, dikhawatirkan fermentasi akan terhambat
karena plastik bersifat kedap udara, sehingga permukaan kantong plastik harus dilubangi kecil-
kecil dengan menggunakan lidi agar aerasi dapat terjadi (Suprapti, 2003).
Gambar 4.3 menunjukkan grafik pengaruh waktu fermentasi terhadap perubahan berat
tempe pada penambahan ragi yang berbeda. Pada variabel 1 yang terdiri dari kedelai 70 gram,
ragi 0,75% dan dibungkus dengan daun pisang, berat tempe mengalami penurunan dari hari
ke hari. Pada variabel 2 yang terdiri dari kedelai 70 gram, ragi 1,5% dan dibungkus dengan
daun pisang, juga mengalami penurunan berat dari hari ke hari.
Selama fermentasi terjadi penurunan berat tempe yang disebabkan karena adanya
pengurangan kadar air pada bahan baku ketika proses fermentasi berlangsung. Secara umum
jamur membutuhkan air untuk pertumbuhannya. Jadi, semakin banyak ragi yang digunakan,
semakin banyak juga air yang dibutuhkan jamur untuk pertumbuhannya yang mengakibatkan
kandungan air pada bahan baku juga semakin banyak berkurang. Oleh karena itu, berat tempe
variabel 2 lebih banyak penurunannya daripada variabel 1 (Pagarra, H. 2009).
Pada variable 1 terdiri dari 70 gram kedelai, 0,75% ragi dan dibungkus dengan daun
pisang. Pada variable 5 terdiri dari 56 gram kedelai, 14 gram ampas tahu, 0,75% ragi dan
dibungkus dengan daun pisang. Dan pada variabel 9 terdiri dari 35 gram kedelai, 35 gram
ampas tahu 0,75% ragi dan dibungkus dengan daun pisang.
Berdasarkan hasil pengamatan, dari tiga variable yang ada, warna tempe yang paling baik,
tekstur miselium yang paling bagus dan aroma tempe yang paling mendekati adalah tempe
pada variable 1.
Pada variabel 1 tempe yang dihasilkan lebih baik dari yang lainnya dikarenakan bahan
baku yang digunakan adalah murni kedelai, sedangkan pada variable 5 dan 9 ada campuran
ampas tahu.
Fermentasi dari tempe pada dasarnya adalah reaksi hidrolisa dari protein dan karbohidrat.
Protein yang terkandung pada kedelai yaitu 36/100 gram (Winarsi, 2010) dan pada ampas tahu
yaitu 17,4/100 gram (Suprapti, 2005). Semakin banyak protein yang terkandung maka semakin
banyak protein yang terhidrolisis untuk menghasilkan tempe yang baik. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tempe dengan bahan dasar kacang kedelai lebih baik untuk proses
fermentasi ini.
4.2.2 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe yang Dihasilkan Berdasarkan
Perbedaan Pembungkus
4.2.3 Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Tempe yang Dihasilkan Berdasarkan
Perbedaan Penambahan Ragi
4.3 Kondisi Variable yang Tepat Ditinjau dari Kualitas Tempe yang Dihasilkan
Berdasarkan hasil skala pengamatan kualitas tempe yang dihasilkan (warna, struktur
miselium, dan aroma), tempe pada variable 2 yang terdiri dari kedelai 70 gram, ragi 1,5% dan
menggunakan pembungkus daun pisang, merupakan tempe dengan kualitas yang terbaik daripada
variable yang lain.
Hal ini dikarenakan pada variable 2, bahan baku yang dipakai adalah kedelai murni. Protein
yang terkandung di dalam kedelai cukup tinggi, yaitu 36/100 gram. Sehingga semakin banyak
protein yang terkandung maka semakin banyak protein yang terhidrolisis untuk menghasilkan
tempe yang baik. Pembungkus yang digunakan adalah daun pisang. Karakteristik daun pisang
memberikan kondisi yang tetap hangat, lembab tetapi tidak terjadi kondensasi uap air yang
dihasilkan selama pertumbuhan, sehingga pembentukan miselia jamur selama pertumbuhan akan
lebih baik daripada dengan menggunakan plasik yang memiliki tingkat permeabilitas terhadap
udara, panas, dan uap air yang lebih rendah. Terakhir, ragi yang ditambahkan juga lebih banyak.
Penambahan inoculum dengan konsentrasi besar menghasilkan tempe yang padat dan kompak.
Sehingga semakin banyak ragi yang ditambahkan maka semakin banyak hasil miselium yang
dihasilkan pada fermentasi tempe.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Hasil praktikum menunjukkan bahwa tempe dari bahan baku kedelai lebih baik dibandingkan
dengan tempe ampas tahu karena kandungan protein pada kedelai lebih tinggi.
2. Hasil praktikum menunjukkan tempe dengan pembungkus daun pisang lebih baik dibanding
pembungkus plastik karena daun pisang memiliki rongga-rongga udara untuk kapang tempe
dapat tumbuh dengan baik.
3. Hasil praktikum membuktikan bahwa jumlah dari ragi mempengaruhi fermentasi tempe, ragi
yang lebih banyak, yaitu 1,05 gram menghasilkan tempe yang lebih baik dibandingkan
dengan tempe dengan penambahan ragi 0,52 gram.
4. Variabel yang terbaik dalam praktikum ini adalah variabel 2, yaitu dengan bahan dasar
kedelai, media pembungkus daun pisang, dan penambahan ragi 1,05 gram.
5.2 Saran
1. Dalam pembuatan tempe, pastikan kulit ari pada bahan baku telah hilang semua sehingga kapang
bisa lebih mudah menembus bahan baku dan miselium dapat tumbuh secara maksimal.
2. Sebaiknya pengukusan dilakukan dengan api sedang agar kandungan air pada kedelai tidak
terlalu tinggi.
3. Saat pemberian ragi diusahakan bahan baku sudah tidak ada kadar airnya sehingga proses
pembuatan tempe akan lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA