Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa


penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan
perintah untuk memberi tanggapan rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja
sistem saraf adalah sel saraf atau neuron. Sistem saraf sangat berperan dalam
iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup dapat
menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungannya. Jadi, iritabilitas adalah kemampuan menanggapi rangsangan.
Sistem saraf termasuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer (sistem
saraf tepi). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang dan
sistem saraf perifer terdiri atas sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom.
Sistem saraf mempunyai tiga fungsi utama, yaitu menerima informasi dalam
bentuk rangsangan atau stimulus; memproses informasi yang diterima; serta
memberi tanggapan (respon) terhadap rangsangan.
Infeksi Sistem Saraf Pusat (SSP) merupakan penyakit yang masih menjadi
perhatian dunia dan mempengaruhi tingkat mortalitas dan morbiditas suatu
wilayaH. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, infeksi sistem saraf pusat menduduki urutan ke-6 dari 10
besar penyakit mematikan berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada Rawat
Inap Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2009 dan 2010.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan
antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, tingkat kematian infeksi SSP
masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10%-60%, dengan persentase rata-rata 40%.
Penyakit tersebut jarang ditemukan di negara-negara maju. Akan tetapi, karena
risiko kematiannya sangat tinggi, infeksi SSP termasuk ke dalam golongan
penyakit infeksi yang mengancam kehidupan.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan meningitis ?

1
2. Apa yang dimaksud dengan encephalitis?
3. Apa yang dimaksud dengan abses otak ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan infeksi sistem persyarafan?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk dapat mengetahui penyakit meningitis
2. Untuk dapat mengetahui penyakit encephalitis
3. Untuk dapat mengetahui penyakit abses otak
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan infeksi sitem persyarafan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Meningitis
1. Pengertian
Meningitis merupakan peradangan pada bagian araknoid dan piamater
(leptomeningens) selaput otak dan medula spinalis. Peradangan pada bagian
duramater disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan karena
bakteri, virus, jamur atau karena toksin. Namun demikian meningitis banyak
disebabkan oleh bakteri (Tartowo, 2007).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis bakteri adalah meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
Bakteri infeksi masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah atau
langsung dari luar pada fraktur atau Iuka terbuka (Tartowo, 2007).

2. Etiologi
a. Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
seperti:
a) Haemophilus influenza
b) Neisseria meningitis (meningococus)
c) Diplococus pneumonia
d) Streptococus grop A
e) Psedomonas
f) Staphylococus aureus
g) Escherichia coli
b. Faktor resiko

3
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko meningitis, antara
lain:
1) Usia. Banyak kasus meningitis terjadi pada usia dibawah 5 tahun.
Berada pada lingkungan sosial dimana kontak sosial banyak
berlangsung sehingga mempermudah penyebaran faktor penyebab
meningitis, contohnya sekolah
2) Kehamilan. Jika seseorang sedang hamil maka akan mengalami
peningkatan listeriosis yaitu infeksi yang disebabkan oleh bakteri
listeria, yang juga menyebabkan meningitis. Jika seseorang memiliki
listeriosis, janin dalam kandungan juga memiliki risiko yang sama.
3) Bekerja dengan hewan ternak dimana dapat meningkatkan risiko
listeria, yang juga dapat menyebabkan meningitis.
4) Memiliki sistem imun yang lemah.
c. Faktor predisposisi : luka/fraktur terbuka pada kepa, infeksi pada telinga,
radang paru, pembedahan otak/spinal, sepsis, lumbal fungsi dan anestesi
lumbal.
d. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
e. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
f. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan

3. Patofisiologi
Otak dan medula spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu
pada bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan bagian
dalam piamater. Cairan serebrospinalis merupakan bagian dan otak yang
berada dalam ruang subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus choroid yang
kemudian dialirakan melalui sistem ventrikel.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui
beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang
dapat tembus pada CSF dan karena lingkungan. Invasi bakteri pada meningen
mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang subaraknoid

4
untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang subaraknoid.
Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang subaraknoid
yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang
terkumpul juga akan berpengaruh terhadap saraf-saraf kranial dan perifer.
Makin bertambahnya eksudat dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Berdasarkan penyebabnya meningitis dapat digolongkan menjadi meningitis
bakteri, meningitis virus, miningitis jamur, meningitis protozoa

4. Manifestasi Klinik
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
1) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
2) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam
keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna
3) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi
lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah
pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi
ektremita yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
1) Pasien diisolasi.
2) Pasien diistirahatkan / bedrest.

5
3) Kontrol hipertermia dengan kompres, pemberian antipiretik seperti
parasetamol, asam salisilat.
4) Kontrol kejang : Diazepam, fenobarbital.
5) Kontrol peningkatan tekanan intrakranial : Manitol, kortikosteroid
6) Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi.

7)
b. Pemberian antibiotik
1) Diberikan 10 - 14 hari atau sedikitnya 7 hari bebas panas.
2) Antibiotik yang umum diberikan: Ampisilin, gentamisin,
kloromfenikol, sefalosporin.

6. Pemeriksaan Diagnosis
a. Laboratorium
1) Darah : peningkatan sel darah putih ( 10.000 -- 40.000/mm3 ),
kultur adanya mikroorganisme patogen.
2) Urine : Albumin, sel darah merah, sel darah putih ada dalam urine.

b. Radiografi untuk menentukan adanya sumber infeksi misalnya Rongen


dada untuk menentukan adanya penyakit paru seperti TBC paru,
pneumonia. abses paru. Scan otak untuk menentukan kelainan otak.
c. Pemeriksaan Lumbal Pungsi untuk membandingkan keadaan CSF
normal dengan adanya memngltts.

B. Encephatilis
1. Pengertian
Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang
dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis
karena bakteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus
disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian
masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Pemberian imunisasi
juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi polio.
Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria fowleri,

6
acantamuba culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka (Tarwoto,
2007).
Encephalitis menurut mansjoer dkk (2000) adalah radang jaringan otak
yang dapat disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan protozoa. Sedangkan
menurut Soedarmo dkk (2008) encephalitis adalah penyakit yang menyerang
susunan saraf pusat dimedula spinalis dan meningen yang disebabkan oleh
japanese encephalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk. Encephalitis
adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lain yang non-purulen (+) (Muttaqin Arif,2008).

2. Etiologi
Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik
dan virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan
serebrospinalis yang harus diambil pada hari-hari pertama.
Encephalitis dapat disebabkan karena :

a. Arbovirus
Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan
serangga. Masa inkubasinya antara 5 sampai 15 hari.
b. Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster.
Enterovirus disamping dapat menimbulkan encephalitis dapat pula
mengakibatkan penyakit mumps (gondongan).
c. Herpes Simpleks
Herpes simpleks merupakan penyebab meningitis yang sangat
mematikan di Amarika Utara
d. Amuba

e. Amuba penyebab encephalitis adalah amuba Naegleria dan


Acanthamoeba, keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui
mukosa mulut saat berenang.

7
f. Rabies

g. Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rebies setelah masa
inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan- bulan.
h. Jamur
Jamur yang dapat menimbulkan encephalitis adalah fungus Blastomyces
dermatitidis, biasanya menyerang pria yang bekerja di luar rumah.
Tempat masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit.

3. Patofisiologi
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang
biak menimbulkan proses peradangan. Kerusakan pada myalin pada akson
dan white matter dapat pula terjadi. Reaksi peradangan juga mengakibatkan
perdarahan, edema, nekrosis yang selanjutnya dapat terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Kematian dapat terjadi karena adanya herniasi dan
peningkatan tekanan intrakranial.

4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala encephalitis tergantung dari penyebabnya, masing-
masing berbeda. Namun secara umum tanda dan gejala encephalitis :
a. Nyeri kepala, fotofobia, nyeri sendi, nyeri leher dan nyeri pinggang.
b. Kesadaran menurun, mengantuk.
c. Vomitus, demam.
d. Defisit neurologik, kelumpuhan saraf kranial.
e. Adanya tanda-tanda iritasi serebral ( mioklonus, refleks patologis ).
f. Peningkatan tekanan intrakranial
g. Kejang, tremor, aphasia.

h.
5. Penatalaksanaan

8
a. Penatalaksanaan umum
1) Pencegahan dan kontrol peningkatan tekanan intrakranial
(pengurangan edema serebri).
2) Kepatenan respirasi : Jika indikasi perlunya ventilator.
3) Support nutrisi : diet tinggi kalori dan tinggi protein.
4) Keseimbangan cairan dan elektrolit .
5) Rehabilitasi.

6)
b. Pengobatan

c.
1) Vidarabine : untuk encephalitis karena herpes simpleks.

2)
3) Amphotericin B (Fungizone), sulfadiazine, Miconozole, Rifampin
untuk pengobatan amuba encephalitis.

4)
5) Glucocorticosteroid : dexamethasone.

6)
7) Anticonvulsan : Phenytoin (Dilantin).

8)
9) Analgetik : Acetaminophen.

10)
11) Diuretik osmotik : Manitol.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Cairan serebrospinalis


1) Analisis jumlah sel darah putih, sel darah merah dan kadar protein
terjadi perubahan.
2) Kultur cairan serebrospinalis adanya mikroorganisme sesuai etiologi.
b. CT Scan atau MRI : Kemungkinan menunjukkan adanya perdarahan dan
edema serebri, abses otak.

9
C. Abses Otak
1. Pengertian
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul
dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur.
Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak
pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens
terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami
gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang
menerima transplantasi organ).
Abses otak adalah proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir
diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungi dan protozoa.
2. Etiologi
a. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus
anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha
hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus
biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii.
Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah
Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus
influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering
merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung
bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. ( Elizabeth
J,2009).
b. Jamur
Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium
trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.

c. Parasit
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat
menimbulkan AO secara hematogen.
d. Komplikasi dari infeksi lain

10
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) hampir
setengah dari jumlah penyebab abses otak serta komplikasi infeksi
lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema),
jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
3. Patofisiologi
Mikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara :
a. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal.
b. Penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana

c. bakteri dapat masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh

d. darah.
e. Penyebaran infeksi dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru,
bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.
f. Komplikasi dari meningitis purulenta. Mikroorganisme yang umum
menyebabkan abses otak adalah streptococci, Bacteriodes fragilis,
Esterichia coli.

4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM
menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit
motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan
gejala lain tergantung dari lokasi abses. ( Elizabeth J,2009).
Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi
Lobus frontalis1. Kulit kepala lunak/lembut Sinus paranasal
2. Nyeri kepala yang terlokalisir di
frontal
3. Letargi, apatis, disorientasi
4. Hemiparesis /paralisis
5. Kontralateral
6. Demam tinggi
7. Kejang

11
Lobus 1. Dispagia
temporal 2. Gangguan lapang pandang
3. Distonia
4. Paralisis saraf III dan IV
5. Paralisis fasial kontralateral
cerebellum 1. Ataxia ipsilateral
2. Nystagmus
3. Dystonia
Infeksi pada telinga
4. Kaku kuduk positif tengah
5. Nyeri kepala pada suboccipital
6. Disfungsi saraf III, IV, V, V
5. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Umum
1) Support Nutrisi : Tinggi kalori Tinggi Protein
2) Terapi peningkatan TIK
3) Support fungsi Tanda Vital
4) Fisioterapi
b. Pembedahan
c. Pengobatan

d. Antibiotik : Penicilin G, Chloromphenicol, Nafcillin, Matronidazole


Glococorticosteroid : Dexamethasone
Anticonvulsants : Dilantin

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Xray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru : Terdapat proses


suppurative.
b. ST Scan : Adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran
c. MRI : Sama dengan ST Scan.
d. Biopsi otak : Mengetahui jenis kuman patogen.

12
e. Lumbal Pungsi : Meningkatnya sel darah putih, glukosa normal,
protein meningkat (kontra indikasi pada kemungkinan terjadi herniasi
karena peningkatan TIK).

13
ASKEP PADA INFEKSI SISTEM PERSYARAFAN

1. Pengkajian
Pengkajian yang dilaksanakan pada pasien dengan infeksi sistem
persyarafan meliputi :
a.Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan umum meliputi berbagai ganguan penyakit yang
lalu ,berhubungan dengan atau yang dapat mempengaruhi penyakit
sekarang.
1) riwayat kesehatan keluarga
2) riwayat kesehatan pasien
c.Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan/gangguan yang
berhubungan dengan gangguan/penyakit yang dirasakan saat ini:
1) Apakah ada riwayat trauma kepala?
2) Apakah ada riwayat pembedahan kepala atau tindakan lumbai
fungsi?
3) Apakah ada riwayat penyakit TBC paru?
4) Apakah ada riwayat tergigit binatang/ rabies?
5) Apakah ada riwayat infeksi telinga, ISPA, mastoiditis, infeksi
virus, herpes?
6) Bagaimana dengan riwayat vaksinasi?
7) Apakah ada riwayat penyakit jantung kronik atau
endokarditis?
d. Keadaan umum pasien :
1) Tingkat kesdaran
2) Tinggi badan /berat badan
3) TTV meliputi tensi , nadi, suhu, pernafasan .
4) Data psikologis
5) Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit
6) Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit
e. Persepsi pasien terhadap penyakit

1) Riwayat sakitnya dahulu.


a) Sejak kapan muncul keluhan

14
b) Riwayat kebiasaan, alkohol, kopi, obat-obatan, jamu
c) Waktu kapan terjadinya nyeri kepala dan kaku kuduk
2) Penanganan selama ada gejala
a) Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan
b) Kalau sakit berkurang apa yang dilakukan
c) Penggunaan koping mekanisme bila sakit
3) Pola: Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.
4) Pemeriksaan fisik
a) Tingkat kesadaran
b) Nyeri kepala
c) Nygtagmus, adalah gerakan ritmik tanpa kontrol pada
mata yang terdiri dari tremor kecil yang cepat ke satu
arah dan yang lebih besar, lebih lambat, berulang-ulang
ke arah yang berlawanan. Nistagmus bisa horizontal,
vertikal, atau berputar.
d) Ptosis, istilah medis untuk turunnya kelopak mata bagian
atas. Kondisi ini dapat mempengaruhi satu atau kedua
mata. Ketika ujung kelopak mata atas turun, bagian atas
daerah pandangan anda mungkin menjadi terhalang.
e) Gangguan pengengaran dan penglihatan
f) Peningkatan suhu tubuh
g) Mual dan muntah
h) Palisis/ kelemahan otot
i) Perubahan pola napas
j) Kejang
k) Tanda-tanda penglihatan TIK
l) Kaku kuduk
m) Tanda Brundzinkis dan kernigs postif,

15
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Perubahan perfusi Perfusi jaringan menjadi a. Monitor status a. Tanda dari
jaringan serebral adekuat neurologi setiap iritasi meningeal
b.d proses 2 jam: tingkat terjadi akibat
peradangan, Kriteria hasil: kesadaran, peradangan dan
peningkatan TIK a. Mempertahankan pupil, refleks, menyebabkan
tingkat kemampuan meningkatnya
DS: kesadaran dan motorik, nyeri TIK.
DO: orientasi kepala, kaku
a. Perubahan b. TTV dalam batas kuduk. b. Perubahan nadi
kesadaran normal b. Monitor TTV dan bradikardia
b. Perubahan TTV c. Tidak terjadi setiap 2 jam indikasi hernia
c. Perubahan pola defisit neurologi otak dan
napas, peningkatan
bradikardia TIK
d. Nyeri kepala c. Menghindari
e. Mual dan c. Kurangi peningkatan
muntah aktivitas yang TIK
f. Kelemahan dapat
motorik menimbulkan
g. Hasil peningkatan
pemeriksaan CT TIK : batuk,
scan adanya mengedan,
edema serebri, muntah,
abses menahan napas. d. Memfasilitasi
d. Tinggikan kelancaran
posisi kepala aliran darah
30-45 vena
pertahankan
kepala pada
posisi netral,

16
hindari fleksi
leher. e. Mengurangi
e. Kolaborasi edema serebral.
dalam Memenuhi
pemberian kebutuhan
1) Diuretik oksigenasi.
osmotik, Menghilangkan
steroid faktor
2) Oksigen penyebab.
3) Antibiotik
2. Resiko injuri: jatuh Klien tidak mengalami a. Kaji status a. Menentukan
b.d aktivitas kejang, injuri neurologis keadaan pasien
penurunan setiap 2 jam dan resiko
kesadaran dan Kriteria hasil: kejang
status mental a. Mempertahankan b. Pertahankan b. Mengurangi
tingkat kesadaran keamanan resiko injuri dan
DS: dan orientasi pasien seperti mencegah
DO: b. Kejang tidak terjadi penggunaan obstruksi
a. Penurunan c. Injuri tidak terjadi penghalang pernapasan.
kesadaran tempat tidur,
b. Aktivitas kejang kesiapan
c. Perrubahan suction, spatel,
status mental oksigen.
c. Kaji status c. Mengetahui
neurologik dan respon pos
TTV setelah kejang
kejang
d. Kolaborasi d. Mengurangi
dalam resiko kejang/
pemberian obat menghentikan
anti kejang kejang.

17
3. Hipertermi b.d Tidak terjadi hipertermi a. Monitor suhu a. Mengetahui
infeksi setiap 2 jam suhu tubuh
Kriteria hasil: b. Monitor TTV b. Efek dari
DS: a. Suhu tubuh 36,5- peningkatan
DO: 37,5C suhu adalah
a. Pasien b. TTV dalam batas perubahan nadi,
mengatakan normal pernapasan, dan
demam dan rasa c. Turgor kulit elastis tekanan darah.
haus d. Pengeluaran urin c. Monitor tanda- c. Tubuh dapat
b. Suhu diatas 38C tidak pekat, tanda dehidrasi kehilangan
c. Takikardia elektrolit dalam cairan melalui
d. Kulit kering batas normal kulit dan
e. Peningkatan penguapan
leukosit d. Berikan obat d. Menurunkan
antipiretik suhu tubuh
e. Berikan minum e. Mencegah
2000 cc/hari dehidrasi
f. Lakukan f. Mengurangi
kompres hangat suhi tubuh
melalui proses
konduksi
g. Suhu tubuh
g. Monitor tanda- yang tinggi
tanda kejang beresiko kejang.

4. Nyeri b.d nyeri Klien tidak merasakan a. Kaji tingkat a. Mengetahui


kepala, kaku kuduk, nyeri nyeri pasien derajat nyeri
iritasi meningeal pasien
Kriteria hasil: b. Kaji faktor b. Mengetahui
DS: a. nyeri berjurang atau yang dapat penanganan
DO: tidak terjadi meringankan yang efektif
dan

18
a. Pasien b. ekspresi wajah tidak memperberat
mengeluh nyeri menunjukan rasa nyeri
kepala, kaku nyeri c. Lakukan c. Meningkatkan
pada leher, dan c. TTV dalam batas perubahan rasa nyaman
merasa tidak normal posisi
nyaman d. Jaga d. Meningkatkan
b. Nyeri dengan lingkungan rasa nyaman
skala 7 (0-10) untuk tetap
c. Ekspresi wajah nyaman:
meringis mengurangi
d. Kaku kuduk cahaya,
positif keadaan bising
e. takikardi e. Lakukan e. Meningkatkan
massage pada relaksasi
daerah yang
nyeri secara
lembut,
kompres hangat
f. Berikan obat f. Menguraangi
analgesik nyeri

19
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa


penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf dan
perintah untuk memberi tanggapan rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja
sistem saraf adalah sel saraf atau neuron. Sistem saraf sangat berperan dalam
iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup dapat
menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungannya. Jadi, iritabilitas adalah kemampuan menanggapi rangsangan.
Adapun gangguan sistem persyarafan yang telah dibahas di bab sebelumnya
yaitu meningitis, encephalitis, dan abses otak. Meningitis adalah peradangan
pada bagian araknoid dan piameter selaput otak dan medula spinalis. Meningitis
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau karena toksin. Encephalitis
adalah peradangan jaringan otak dan meningen yang dapat disebabkan karena
virus, bakteri, jamur, dan parasit. Sedangkan abses otak adalah kumpulan pus
pada parenkim otak yang terjadi akibat infeksi.

B. Saran
Para pembaca makalah ini, untuk lebih giat mempelajari dan menelaah
pelajaran khususnya materi infeksi sistem persyarafan dan dapat
mengamalkannya serta mengingatkan penulis untuk memperbaiki kesalahan
yang terdapat dalam makalah ini.

20

Anda mungkin juga menyukai