PENGAUDITAN INTERNAL
OLEH :
PRODI S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
BAB 1
PENDAHULUAN
Resiko adalah segala hambatan yang mungkin terjadi dalam pencapaian suatu
tujuan. Sedangkan menurut beberapa ahli artii dari resiko adalah sebagai berikut :
Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode
tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H)
Resiko adalah ketidaktentuan (uncertainy) yang mungkin melahirkan
peristiwa kerugian (loss) (A. Abas Salim)
Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto)
Resiko adalah probalitas sesuatu hasil / outcome yang berbeda dengan yang
diharapkan (Herman Darmawi)
Sedangkan penilaian resiko menurut Muhammad Badrus adalah sebuah
aktifitas yang dilakukan untuk mendeteksi atau mengevaluasi kemungkinan adanya
kesalahan atau penurunan kualitas akibat beroperasinya suatu kegiatan. Pendapat
lainnya, penilaian risiko adalah mengkuantitatifkan atau menggolongkan tingkatan
risiko agar mudah dikelola dan dilakukan penanganan yang tepat sesuai prinsip Cost
and Benefit. Penentuan resiko (risk assessment) merupakan hal penting bagi
manajemen dan auditor. Bagi manajemen penentuan resiko merupakan
tanggungjawab yang tidak terpisahkan dan dilakukan secara terus menerus. Karena
manajemen tidak dapat menetapkan tujuan dan dengan mudah mengasumsikan bahwa
tujuan tersebut telah tercapai. Banyak hambatan yang timbul dalam pencapaian tujuan
tersebut dan hambatan tersebut bisa berasal dari luar entitas maupun dari dalam
entitas. Sejumlah resiko tidaklah dalam bentuk yang statis tetapi juga dinamis sesuai
dengan perubahan yang terjadi sehingga selalu ada resiko-resiko baru yang muncul
setiap waktu. Oleh karena itu penentuan resiko harus berjalan berkelanjutan dalam
proses manajemen yang dilakukan secara terorganisir dan berurutan.
Sedangkan bagi auditor, dalam kegiatan audit harus memasukan hasil
penentuan resiko ke dalam program audit untuk memastikan bahwa kontrol-kontrol
yang dibutuhkan memang diterapkan untuk mengurangi risiko. Resiko dalam audit
atau resiko audit memperlihatkan resiko yang dihadapi auditor yang menyatakan
bahwa laporan keuangan tersebut telah benar sehingga dan pendapat auditor telah
diterbitkan, tetapi pada kenyataannya laporan tersebut ternyata tidak benar dan
materialitasnya tinggi. hal tersebut menyebabkan pendapat auditor tersebut menjadi
tidak bermutu bagi para penggunanya. Hal ini bisa terjadi karena auditor hanya
mampu mengumpulkan bukti berdasarkan tes transaksi dan kesalahan yang telah
diatur sedemikian rupa menyebabkan menjadi sangat sulit dideteksi meskipun auditor
telah bekerja sesuai dengan standar audit yang berlaku.
Menurut studi yang dilakukan oleh COSO, pembahasan tentang penentuan
resiko adalah sebagai berikut:
Setiap entitas menghadapi berbagai resiko baik dari lua maupun dari dalam yang
harus ditentukan. Persyaratan awal untuk menentukan resiko adalah adanya
penetapan tujuan yang dihubungkan pada tingkat-tingkat yang berbeda dan konsisten
di dalam organisasi. Penentuan resiko adalah identifikasi dan analisis resiko-resiko
yang relevan untuk mencapai tujuan entitas, yang membentuk suatu dasar untuk
menentukan cara pengelolaan resiko. Karena kondisi ekonomi, industri, peraturan,
dan operasi akan terus menerus berubah, maka dibutuhkan mekanisme untuk
mengidentifikasi dan menangani resiko-resiko khusus yang berhubungan dengan
perubahan.
Pada proses perencanaan audit, salah satu proses yang harus dilakukan oleh
seorang auditor adalah melakukan penilaian resiko bisnis klien. Auditor
mempergunakan pengetahuan yang didapatkan dari pemahaman sistem strategi akan
bisnis dan industri klien untuk melakukan penilaian resiko tersebut. Resiko bisnis
klien adalah resiko dimana klien akan gagal dalam mencapai tujuannnya. Perhatian
utama seorang auditor adalah resiko dari salah saji material dalam laporan keuangan
yang disebabkan oleh resiko bisnis klien. Dalam menilai resiko bisnis klien juga
harus mempertimbangkan kontrol manajemen yang bisa mengurangi resiko bisnis .
Auditor menerima sejumlah tingkat resiko atau ketidakpastian dalam
melaksanakan fungsi auditnya. Auditor yang efektif mengenali kehadiran sejumlah
risiko serta akan bergumul dengan risiko-risiko tersebut dalam suatu cara pendekatan
yang tepat. Mayoritas risiko yang dihadapi oleh auditor sulit untuk diukur serta
membutuhkan pemikiran yang cermat agar dapat direspons dengan tepat. Menjawab
berbagai risiko ini secara tepat merupakan suatu hal kritis dalam rangka
menghasilkan suatu audit yang berkualitas tinggi.
Auditor mendapat sebuah pemahaman tentang bisnis dan industri klien dan
menilai risiko bisnis klien untuk menilai kemungkinan salah saji mateial dalam
laporan keuangan klien. Auditor menggunakan model risiko audit untuk
mengidentifikasikan lebih jauh potensial untuk kesalahan saji dan dimana mereka
paling mungkin terjadi.
Cara utama yang dipergunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan risiko
melalui penerapan model risiko audit (audit risk model). Sumber dari model risiko
audit ini adalah literatur profesional yang terdapat dalam SAS 39 (AU350) tentang
sampling audit serta dalam SAS 47 (AU 312) tentang materialitas dan risiko. Model
resiko audit umumnya digunakan bagi berbagai tujuan perencanaan untuk
memutuskan berapa banyak bukti audit yang akan dikumpulkan pada setiap
siklusnya. Formula atas model resiko audit:
(AAR) = IR (inherent risk) x CR(control risk) x PDR (detection risk).
Keterangan : PDR : planned detection risk (rentan bukti yang harus dikumpulkan
auditor)
AAR : acceptable audit risk (tingkatan resiko yang masih bisa
diterima auditor)
IR : inheren risk (keyakinan atas tidak adanya salah saji diluar SPI)
CR : control risk (keyakinan atas efektifitas SPI)
BAB II
PEMBAHASAN
JENIS-JENIS RESIKO
A. Risiko Deteksi Terencana
Risiko deteksi terencana (planned detection risk) merupakan ukuran risiko
bahwa bukti audit atas segmen tertentu akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji
yang melebihi suatu nilai salah saji yang masih dapat ditoleransi, andaikan salah saji
semacam itu ada. Terdapat dua poin utama tentang risiko deteksi terencana ini yaitu
sebagai berikut :
1. Risiko ini tergantung pada ketiga faktor lainnya yang terdapat dalam model.
Risiko deteksi terencana hanya akan berubah jika auditor melakukan perubahan pada
salah satu dari ketiga faktor lainnya tersebut.
2. Risiko ini menentukan nilai substantif yang direncanakan oleh auditor untuk
dikumpulkan, yang merupakan kebalikan dari ukuran risiko deteksi terencana itu
sendiri.
Jika nilai risiko deteksi terencana berkurang, maka auditor harus
mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk mencapai nilai risiko deteksi yang
berkurang ini.
B. Risko inheren
Risko inheren (inheren risiko) merupakan suatu ukuran yang dipergunakan
oleh auditor dalam menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji
yang material (kekeliruan atau kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia
mempertimbangkan keefektifan dan pengendalian intern yang ada. Dengan
mengasumsikan tiadanya pengendalian intern, maka risiko inheren ini dapat
dinyatakan sebagai kerentanan laporan keuangan terhadap timbulnya salah saji yang
material. Jika auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern, menyimpulkan
bahwa terdapat suatu kecenderungan yang tinggi atas keberadaan sejumlah salah saji,
maka auditor akan menyimpulkan bahwa tingkat risiko inherennya
tinggi. pengendalian intern diabaikan dalam menetapkan dalam menetapkan nilai
risiko inheren karena pengendalian intern ini dipertimbangkan secara terpisah dalam
model risiko audit sebagai risiko pengendalian. Penilaian ini cenderung didasarkan
atas sejumlah diskusi yang telah dilakukan dengan pihak manajemen, pemahaman
yang dimiliki akan perusahaan, serta hasil-hasil yang diperoleh dari tahun-tahun
sebelumnya.
Hubungan antara risiko dengan risiko deteksi terencana serta dengan bukti
audit yang direncanakan adalah sebagai berikut : risiko inheren saling berlawanan
dengan risiko deteksi terencana serta memiliki hubungan yang searah dengan bukti
audit. Selain semakin meningkatnya bukti audit yang diperlukan untuk suatu tingkat
risiko inheren yang lebih tinggi dalam suatu area audit tertentu, merupakan hal yang
umum dilakukan pula untuk menugaskan staf yang telah memiliki lebih banyak
pengalaman untuk melakukan audit pada area tersebut serta melakukan riview yang
lebih mendalam pada kertas kerja yang telah selesai dibuat. Sebagai contoh : jika
risiko inheren atas keusangan persediaan sanagt tinggi, maka sangatlah masuk
akal bila kantor akuntan publik memilih staf yang berpengalaman untuk melakukan
sejumlah tes yang lebih mendalam atas keusangan persediaan ini dan melakukan
review yang lebih cermat atas hasil-hasil yang diperoleh dari audit ini.
C. Resiko pengendalian
Resiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang digunakan oleh
auditor untuk menilai adanya kemungkina bahwa terdapat sejumlah salah saji
material yang melebihi nilai salah saji yang masi dapat ditoleransi atas segmen
tertentu akan tidak terhadang atau tidak terdeteksi oleh pengendalian intern yang
dimiliki klien. Resiko pengendalian ini memperhatikan 2 hal berikut:
1. penilaian tentang apakah pengendalian intern yang dimiliki klien efektif untuk
mencegah atau mendeteksi terjadinya salah saji.
2. kehendak auditor membuat penilaian tersebut senantiasa berada di bawah nilai
maksimum (100 persen) sebagai bagian dari rencana audit yang dibuatnya.
Model resiko audit menunjukan hubungan yang erat antara resiko inheren dan
resiko pengendalian.
Sama dengan yang terjadi pada resiko inheren, hubungan antara resiko
pengendalian dan resiko deteksi terencana adalah saling berlawanan, sementara
hubungan antara resiko pengendalian dan bukti substantif merupakan hubungan yang
searah. Sebagai contoh, jika auditor menyimpulkan bahwa pengendalian intern
bersifat efektif, maka nilai resiko deteksi terencana dapat meningkat sehingga jumlah
bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan akan turun. Auditor dapat
meningkatkan resiko deteksi terencana pada saat pengendalian intern bersifat efektif
karena pengendalian intern yang efektif akan mengurangi kemungkinan hadirnya
salah saji dalam laporan keuangan.
Sebelum auditor dapat menetapkan nilai resiko pengendalian kurang dari 100
persen, auditor harus memahami pengendalian intern yang ada, dan berdasarkan
pemahaman itu, auditor melakukan evaluasi tentang bagaimana seharusnya fungsi
pengendalian intern tersebut, serta melakukan uji atas efektifitas pengendalian intern
tersebut. Hal pertama dari semua ini adalah keharusan untuk memahami semua jenis
audit. Dua hal terakhir adalah langkah-langkah penilaian resiko pengendalian yang
diperlukan jika auditor memilih untuk memberikan nilai atas resiko pengendalian
supaya berada di bawah nilai maksimum.
D. Resiko akseptibilitas audit
Resiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas
tingkat kesediaan auditor untuk menerima kenyataan bahwa laporan keuangan
mungkin masih mengandung salah saji yang material setelah audit selesai
dilaksanakan serta suatu laporan audit wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika
auditor memutuskan untuk menetapkan suatu tingkat resiko akseptibilitas audit yang
lebih rendah, hal tersbut berarti bahwa auditor ingin memperoleh tingkat keyakinan
yang lebih tinggi bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang
material. Resiko nol berarti yakin sekali, dan suatu tingkat resiko sebesar 100 persen
berarti benar-benar tidak yakin.
Dalam audit terdapat istilah audit assurance atau tingkat keyakinan, yaitu
merupakan pelengkap dari resiko akseptibilitas audit. Audit assurance dihitung
dengan perhitungan satu dikurangi resiko akseptibilitas audit. Sebagai contoh, tingkat
resiko akseptibilitas audit sebesar 2 persen sama dengan tingkat audit assurance
sebesar 98 persen.
Dengan mempergunakan model audit, akan terlihat adanya hubungan yang
searah antara resiko akseptibilitas audit dan resiko deteksi terencana, serta hubungan
yang saling berlawanan antara resiko akseptibilitas audit dan bukti audit yang
direncanakan. Sebagai contoh, jika auditor memutuskan akan mengurangi nilai resiko
akseptibilitas audit, maka akan mengurangi pula resiko deteksi terencana serta bukti
audit yang direncanakan akan dikumpulkan harus ditingkatkan. Auditor pun
seringkali harus menugaskan staf yang lebih berpengalaman atau mereview kertas
kerja dengan lebih cermat bagi klien dengan tingkat resiko akseptibilitas audit yang
lebih rendah.
E. Resiko kecurangan
Resiko kecurangan merupakan resiko selain 4 resiko di atas dan resiko ini
biasanya di perhitungkan di luar dari model resiko audit. Karena resiko kecurangan
secara konsep dan praktek sangat sulit untuk dipisahkan faktor-faktornya ke dalam 4
jenis resiko di atas. Kecurangan sendiri memiliki arti kesalahan penyajian yang
dilakukan secara sengaja dalam bentuk penggelapan aktiva dan kecurangan pelaporan
keuangan.
Merupakan hal yang cukup sulit untuk mengukur jumlah bukti audit yang diperlukan
bagi suatu tingkat resiko deteksi terencana tertentu. Suatu program audit khusus yang
ditujukan untuk mengurangi tingkat resiko deteksi hingga tingkat resiko yang
direncanakan merupakan suatu kombinasi atas sejumlah prosedur audit, yang masing-
masing mempergunakan suatu jenis bukti yang berbeda yang diterapkan pada
berbagai tujuan audit yang berbeda pula.
Dalam menetapkan model resiko audit, auditor sangat memperhatikan
masalah overauditing dan underauditing, tetapi sebagian besar auditor lebih
memperhatikan masalah yang terakhir. Underauditing dapat membawa kantor
akuntan public pada kewajiban hokum serta kehilangan reputasi profesionalnya.
Hubungan antara Resiko, Materialitas, dan Bukti Audit
Konsep konsep materialitas dan resiko dalam auditing saling terkait erat dan
tak terpisahkan. Resiko merupakan suatu pengukuran atas ketidakpastian, sementara
materialitas merupakan suatu pengukuran atas ukuran atau besaran. Secara bersama-
sama, kedua hal tersebut mengukur tingkat ketidakpastian suatu nilai pada suatu
besaran tertentu. Sebagai contoh, suatu pernyataan bahwa auditor berencana untuk
mengumpulkan bukti audit sedemikian rupa hingga hanya terdapat suatu tingkat
resiko (resiko akseptibilitas audit) sebesar 5 persen saja atas kegagalan dalam
mengungkapkan suatu salah saji yang melebihi nilai salah saji yang masih dapat
ditoleransi sebesar $400,000 (materialitas) merupakan suatu pernyataan yang sangat
akurat dan penuh arti. Jika, baik bagian yang menyatakan risiko atau materialitas dari
pernyataan tersebut dihapuskan, maka pernyataan tersebut tidak akan memiliki arti
apapun. Suatu tingkat risiko sebesar 5 persen tanpa diikuti dengan suatu ukuran
materialitas yang spesifik dapat menyatakan secara tidak langsung bahwa suatu salah
saji yang bernilai $100 atau $1,000,000 pun dapat diterima. Suatu overstatement
sebesar $442,000 tanpa diikuti dengan suatu tingkat risiko yang spesifik dapat
menyatakan secara tidak langsung bahwa suatu tingkat risiko sebesar 1 persen atau 80
persen pun dapat diterima.
BAB III
PENUTUP
EVALUASI HASIL
Setelah auditor merencanakan penugasan dan mengumpulkan bukti
audit,hasil-hasilnya dapat diyatakan dalam versi evaluasi model resiko audit. SAS107
menyatakan model resiko audit untuk mengevaluasi hasil-hasil audit sebagai
di mana:
AcAR = Achieved Audit Risk (risiko audit yang dicapai). Ukuran risiko yang sudah
diambil auditor bahwa suatu akun dalam laporan disalahsajikan secara material
setelah auditor mengumpulkan bukti audit.
IR = Inherent Risk (risiko inheren). Factor risiko inheren yang sama yang dibahas
dalam perencanaan kecuali sudah direvisi karena ada informasi baru.
CR = Control Risk (risiko pengendalian). Risiko pegendalian yang sama yang telah
dibahas sebelumnya kecuali sudah direvisi selama audit.
AcDR = Achieved Detection Risk (risiko deteksi yang dicapai). Ukuran risiko bahawa
bukti audit untuk suatu segmen tidak mendeteksi salah saji yang melampaui salah saji
yang dapat ditoleransi, jika salah saji semacam itu memang ada. Auditor dapat
mengurangi risiko deteksi yang dicapai ini hanya dengan mengumpulkan bukti.
Berdasarkan riset, tidak tepat menggunakan rumus evaluasi ini untuk benar-
benar menghitung risiko audit yang dicapai sebagai mana yang dinyatakan rumus di
atas. Riset menununjukkan bahwa penggunaan rumus ini dapat mengakibatkan risiko
audit yang dicapai kurang saji. Namun, hubungan yang ada dalam rumus itu valid dan
harus digunakan dalam praktik.
Rumus tersebut menunjukkan tiga cara untuk mengurangi risiko audit yang dicapai ke
tingkat yang dapat diterima:
1. Mengurangi risiko inheren
2. Mengurangi risiko pengendalian
3. Mengurangi risiko deteksi yang dapat dicapai dengan meningkatkan pengujian
audit substantive
Penggabungan ketiga faktor tersebut secara subjektif untuk mencapai tingkat
risiko audit yang cukup rendah membutuhkan pertimbangan profesional yang
matang.
Model risiko audit merupakan model perencanaan, sehingga penggunaannya terbatas
pada mengevaluasi hasil audit saja. Meskipun tidak ada kesulitan yang dihadapi oleh
auditor dalam mengumpulkan bukti yang direncanakan dan menyimpulkan bahwa
penilaian setiap risiko sudah wajar atau lebih baik daripada yang diduga semula,
auditor tetap harus sangat hati-hati dalam mengambil keputusan. Penilaian awal atas
risiko pengendalian atau risiko inheren dapat ditetapkan terlalu rendah atau risiko
audit yang dapat diterima ditetapkan terlalu tinggi.
Dalam keadaan seperti itu, auditor harus mengikuti pendekatan dua langkah.
1. Auditor harus merevisi penilaian awal atas tingkat risiko yang tepat.
2. Auditor harus mempertimbangkan dampak revisi tersebut terhadap kebutuhan
bukti, tanpa menggunakan model risiko audit.
DAFTAR PUSTAKA
Sawyer, Lawrence B, Dittenhofer Mortimer A, Scheiner James H, 2005, Internal Auditing,
Diterjemahkan oleh : Desi Adhariani, Jilid 1, Edisi 5, Salemba Empat :
Jakarta
http://tensilatif31.blogspot.co.id/2012/07/resiko-audit.html