Anda di halaman 1dari 19

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Antibiotik
1. Definisi
Antibiotik yaitu agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati

suatu infeksi karena bakteri. Antibiotik merupakan senyawa organik yang

dihasilkan oleh berbagai spesies mikroorganisme dan bersifat toksik terhadap

spesies mikroorganisme lain. Sifat toksik senyawa-senyawa yang terbentuk

mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri (efek bakteriostatik)

dan bahkan ada yang langsung membunuh bakteri (efek bakterisid) yang kontak

dengan antibiotik tersebut (10).

2. Indikasi Penggunaan Antibiotik

Penggunaan antibiotik berdasarkan indikasinya dapat digolongkan menjadi

antibiotik untuk terapi definitif, terapi empiris, dan terapi profilaksis. Terapi

secara definitif hanya digunakan untuk mengobati infeksi karena bakteri. Untuk

mengetahui bahwa infeksi tersebut disebabkan karena bakteri, dokter dapat

memastikannya dengan kultur bakteri, uji sensitivitas, tes serologi dan tes

lainnya. Berdasarkan laporan, antibiotik dengan spektrum sempit, toksisitas

rendah, harga terjangkau, dan efektivitas tertinggi harus diresepkan pada terapi

definitif (11).

Adapun penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan

antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya

(11). Pengobatan dipilih berdasarkan jenis patogen yang sering dijumpai sebagai
8

penyebab dan sifat resistensinya. Dalam menentukan penyebab infeksi pada anak,

faktor umur sangat mempengaruhi manifestasi klinis. Bakteri patogen yang

bertanggung jawab tehadap penyakit cenderung berubah sejalan dengan

bertambahnya umur. Sedangkan antibiotik profilaksis sering diberikan pada bayi

dan anak untuk mencegah infeksi. Tujuan pemberian antibiotik profilaksis adalah

mencegah infeksi terhadap patogen tertentu dan mencegah infeksi pada organ

tubuh tertentu dan ketiga, untuk pasien yang rentan terhadap infeksi (11).

Penggunaan terapeutik antibiotik di klinik bertujuan membasmi mikroba

penyebab infeksi. Penyakit infeksi dengan gejala klinik ringan, tidak perlu segera

mendapatkan antibiotik. Menunda pemberian antibiotik malahan memberikan

kesempatan terangsangnya mekanisme kekebalan tubuh. Gejala demam yang

merupakan salah satu gejala sistemik penyakit infeksi paling umum, tidak

merupakan indikator yang kuat untuk pemberian antibiotik (12).

Pemberian antibiotik untuk demam tidak bijaksana karena:

a. Pemberian antibiotik yang tidak pada tempatnya dapat merugikan

pasien (berupa efek samping), dan masyarakat sekitarnya (berupa

masalah resistensi).
b. Demam dapat disebabkan oleh penyakit infeksi virus, yang cukup

tinggi angka kejadiannya dan tidak dapat dipercepat

penyembuhannya dengan pemberian antibiotik yang lazim.


c. Demam dapat juga terjadi pada penyakit noninfeksi, yang dengan

sendirinya bukan indikasi pemberian antibiotik (12).

Penggunaan antibiotik pada dewasa maupun anak tidak bisa secara

sembarangan melainkan harus berdasarkan resep dokter. Dokter menulis resep


9

antibiotik sesuai ketentuan yang berlaku, dan tugas farmasis/apoteker adalah

mengkaji kelengkapan resep serta dosis regimennya. Dokter juga harus menulis di

rekam medik secara jelas, lengkap dan benar tentang regimen dosis pemberian

antibiotik, dan instruksi tesebut juga ditulis di rekam pemberian antibiotik (RPA).

Perawat yang memberikan antibiotik kepada pasien (sediaan

parenteral/nonparenteral/oral) harus mencatat jam pemberian dan memberi paraf

pada RPA, sesuai jam pemberian antibiotik yang sudah disepakati (13).

3. Efek Samping Pemberian Antibiotik

Efek samping antibiotik dapat dikelompokkan menurut reaksi alergi, reaksi

idiosinkrasi, reaksi toksik, serta perubahan biologik dan metabolik pada hospes

(12).

a) Reaksi alergi

Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan

melibatkan sistem imun tubuh hospes; terjadinya tidak bergantung pada

besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat

bervariasi misalnya eksantema kulit, anafilaksis, dermatitis eksfoliativa,

angioedema, dan lain-lain. Alergi yang sering terjadi atau reaksi yang tidak

diharapkan terhadap terapi antibiotik pada anak misalnya diare,

mual/muntah, ruam kulit/urtikaria) (12).

b) Reaksi Idiosinkrasi
10

Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara

genetik terhadap pemberian antimikroba tertentu. Sebagai contoh, 10%

pria berkulit hitam akan mengalami anemia hemolitik berat jika mendapat

primakuin. Ini disebabkan mereka kekurangan enzim G6PD (12).

c). Reaksi Toksik

Antibiotik pada umumnya bersifat toksik-selektif, tetapi sifat ini

relatif. Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antibiotik.

Yang mungkin dapat dianggap relatif tidak toksik sampai kini ialah

golongan penisilin. Misalnya adalah golongan aminoglikosida yang pada

umumnya bersifat toksik terutama terhadap N. VIII, golongan tetrasiklin

mengganggu pertumbuhan jaringan tulang, termasuk gigi akibat deposisi

kompleks tetrasiklin kalsium- ortofosfat. Dalam dosis besar obat ini

bersifat hepatotoksik, terutama pada pasien pielonefritis dan pada wanita

hamil (12).

Antibiotik berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh dalam dosis

yang besar. Efek toksik antibiotik dapat mempengaruhi bagian- bagian

tubuh tertentu. Kloramfenikol menimbulkan efek toksik pada sumsum

tulang belakang sehingga pembentukan sel-sel darah merah terganggu,

sedangkan streptomisin dapat merusak organ keseimbangan dan

pendengaran sehingga menyebabkan pusing, bising telinga, dan kemudian

menjadi tuli. Pemberian penisilin sebagai obat kepada seseorang yang

tidak tahan/ peka dapat menimbulkan gatal-gatal, bintik-bintik merah pada

kulit, bahkan menyebabkan pingsan (12).


11

d) Perubahan Biologik dan Metabolik


Pada tubuh hospes baik yang sehat maupun yang menderita infeksi,

terdapat populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik,

populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukkan sifat patogen.

Penggunaan antimikroba, terutama yang berspektrum luas, dapat

mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba

yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi patogen. Gangguan

keseimbangan ekologik mikroflora normal tubuh dapat terjadi di saluran

cerna, napas dan kelamin, dan pada kulit. Pengobatan menggunakan

antibiotik oral berspektrum luas kemungkinan dapat menimbulkan

suprainfeksi (12).
Karena luasnya kerja antibiotik ini, flora bakteri usus dapat mati

dan kesetimbangan normal bakteri terganggu. Tetrasiklin digunakan untuk

membunuh bakteri usus yang rentan terhadapnya, tetapi jika cara

penggunaanya tidak benar, kemungkinan akan meyebabkan bakteri lain

atau jamur tumbuh lebih bebas dan terjadi infeksi yang lebih berat (12).
Faktor yang memudahkan timbulnya superinfeksi ialah:
1) Adanya faktor atau penyakit yang mengurangi daya tahan pasien
2) Penggunaan antibiotik terlalu lama
3) Luasnya spektrum aktivitas antimikroba obat, baik tunggal maupun

kombinasi (12).
4. Resistensi Antibiotik

Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan

daya kerja antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu (13):

a. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi.

b. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik.

c. Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri.


12

d. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat dinding sel

bakteri.

e. Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel

melalui mekanisme transport aktif ke luar sel.

Resistensi antibiotik dapat terjadi karena beberapa faktor di bawah ini:

a) Penggunaan antibiotik yang sering.


b) Penggunaan antibiotik yang irasional, terutama di rumah sakit.
c) Penggunaan antibiotik baru yang berlebihan.
d) Penggunaan antibiotik untuk jangka lama yang akan memberikan

kesempatan bertumbuhnya kuman yang lebih resisten (first step

mutant).
e) Penggunaaan antibiotik untuk ternak: kurang lebih separuh dari

produksi antibiotik di dunia digunakan untuk suplemen pakan

ternak. Kadar antibiotik yang rendah pada ternak memudahkan

tumbuhnya kuman-kuman resistensi seperti VRE (vancomycin

resistant enterococci) ,Campylobacter , dan Salmonella spp.

B. Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep


Penggunaan antibiotik tanpa resep yang dimaksud disini adalah

penggunaan antibiotik tanpa resep dokter, dengan kata lain pasien atau masyarakat

mendapatkan atau memperoleh antibiotik dan mengkonsumsinya sendiri setelah

membeli sendiri di toko-toko obat. Menurut Permenkes nomor

2406/MENKES/PER/XII/2011 dokter menulis resep antibiotik sesuai ketentuan

yang berlaku, dan tugas farmasis/apoteker adalah mengkaji kelengkapan resep

serta dosis regimennya. Dokter juga harus menulis di rekam medik secara jelas,

lengkap dan benar tentang regimen dosis pemberian antibiotik, dan instruksi

tesebut juga ditulis di rekam pemberian antibiotik (RPA). Perawat yang


13

memberikan antibiotik kepada pasien (sediaan parenteral/nonparenteral/oral)

harus mencatat jam pemberian dan memberiparaf pada RPA, sesuai jam

pemberian antibiotik yang sudah disepakati (13).


Antibiotik merupakan obat daftar G yang seharusnya hanya dapat

diperoleh melalui resep dokter. Obat ini dianggap tidak aman, atau penyakit yang

menjadi indikasi obat tidak mudah didiagnosis oleh awam. Obat golongan ini

bertanda dot merah (13).

C. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (7).

Pengetahuan adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri

manusia yang keberadaannya diawali dari kecenderungan psikis manusia

sebagai bawaan kodrat manusia yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber

dari kehendak atau kemauan (7).

Pengetahuan diperoleh dari suatu proses belajar terhadap suatu

informasi yang diperoleh seseorang. Pengetahuan dapat juga diperoleh dari

pengalaman yang secara langsung maupun dari pengalaman orang lain.

Pengetahuan juga dapat diperoleh dari proses pendidikan atau edukasi (8).
14

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai enam

tingkat, yakni (9):

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai kemampuan menghafal, mengingat,

mengulang informasi, yang pernah diberikan sebelumnya, termasuk

dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap

suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Pemahaman diartiakan sebagai kemampuan untuk

menginterpretasikan atau mengulang informasi dengan bahasa sendiri

secara benar tentang objek yang diketahui.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan informasi,

teori, situasi, dan mengenai bagian-bagian serta hubungan dengan

kondisi sebenarnya.

4. Analisis (Analysis)

Analisis diartikan sebagai kemampuan menjabarkan materi yang

didalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut dan ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat
15

dilihat berdasarkan penggunaan kata kerja seperti dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan mengumpulkan

komponen guna membentuk suatu pola pemikiran baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai kemampuan membuat pemikiran

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau norma yang

berlaku di masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai dan

menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui disesuaikan dengan

tingkatan-tingkatan diatas (8).

D. Sikap

Sikap adalah kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek,

sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan

yang lain. Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas,

akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau merupakan reaksi

tertutup (7). Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003), sikap terdiri dari

tiga komponen pokok, yaitu (7):


16

a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya,

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, bagaimana penilaian

orang tersebut terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap

adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).

Menurut Kamal (2001), sikap dibedakan atas (14) :

a. Sikap positif : sikap yang menunjukkan atau yang memperlihatkan, menerima,

mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana

individu itu berada.

b. Sikap negatif : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau

tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu berada.

Faktor-faktor mempengaruhi pembentukan sikap antara lain: (15)

a. Pengalaman Pribadi

Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam

stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam pembentukan

sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus


17

memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki pengamatan

yang berkaitan dengan obyek psikologis. Menurut Breckler dan Wiggins

bahwa sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan pengaruh

langsung terhadap perilaku berikutnya. Pengaruh langsung tersebut dapat

berupa predisposisi perilaku yang akan direalisasikan hanya apabila kondisi

dan situasi memungkinkan.

b. Orang lain

Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau sejalan

dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh antara lain

adalah orang tua, teman dekat, teman sebaya, rekan kerja, guru, suami atau

istri.

c. Kebudayaan

Kebudayaan di mana kita hidup akan mempengaruhi pembentukan sikap

seseorang.

d. Media Massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,

surat kabar, mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan

opini dan kepercayaan seseorang. Dalam membawa pesan-pesan yang berisi

sugesti yang dapat mengarah pada opini yang kemudian dapat mengakibatkan

adanya landasan kognisi sehingga mampu membentuk sikap.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu sistem mempunyai

pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan


18

dasar dan pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan

baik dan buruk antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan,

diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

f. Faktor Emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan

ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera

berlalu.

E. Perilaku Kesehatan

1. Definisi Perilaku

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati dari luar.

Menurut Skinner, perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap

suatu rangsangan dari luar. Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus,

perilaku dapat dibagi menjadi dua, yakni (9):

a. Perilaku tertutup (covert behavior).

Perilaku tertutup terjadi apabila respon dari suatu stimulus belum

dapat diamati oleh orang lain secara jelas. Respon seseorang terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, perasaan, persepsi,

pengetahuan dan sikap terhadap stimulus tersebut. Bentuk covert behavior

yang dapat diamati adalah pengetahuan dan sikap.


19

b. Perilaku terbuka

Perilaku terbuka terjadi apabila respon terhadap suatu stimulus

dapat diamati oleh orang lain. Respon terhadap stimulus tersebut sudah

jelas dalam suatu tindakan atau praktik yang dapat dengan mudah diamati

oleh orang lain.

Tidak semua tindakan terwujud dalam sebuah tindakan. Hal ini

karena untuk terwujudnya suatu tindakan diperlukan beberapa faktor

faktor seperti adanya fasilitas, sarana dan prasarana. Perilaku manusia

merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia

dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap

dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam

dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan berpikir, berpendapat,

bersikap maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasannya

perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman

dan interaksi individu dan lingkungannya, khususnya yang menyangkut

pengetahuan, sikap tentang kesehatannya serta tindakannya yang

berhubungan dengan kesehatan (8).

2. Faktor faktor yang mempengaruhi perilaku

Dalam bidang perilaku kesehatan, terdapat 3 teori yang menjadi acuan

didalam penelitian mengenai kesehatan di masyarakat yakni teori Lawrence

Green, teori Snehandu B. Karr dan teori WHO.

1. Teori Lawrence Green


20

Menurut teori ini, kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor

yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku. Faktor perilaku dipengaruhi

oleh 3 hal, yakni :

a. Faktor predisposisi, yakni faktor faktor yang mempermudah

terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai nilai, norma

sosial, budaya dan faktor sosiodemografi.


b. Faktor pendukung atau pemungkin perilaku, yakni faktor faktor

yang memfasilitasi suatu perilaku. Yang termasuk kedalam faktor

pendukung adalah sarana dan prasarana kesehatan. Misalnya seorang

ibu berobat ke rumah sakit dan apotek. Dalam hal ini pengetahuan

dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih

diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau

mendukung perilaku tersebut.


c. Faktor pendorong, yakni faktor faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya suatu perilaku. Pengetahuan, sikap dan

fasilitas yang tersedia belum menjamin terjadinya perilaku seseorang

atau masyarakat. Peraturan undang undang, surat keputusan dari

pejabat pemerintah pusat atau daerah merupakan faktor penguat

perilaku (8).
2. Teori Snehandu B. Karr
Menurut teori ini, terdapat lima determinan perilaku, yakni (8):
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau

perawatan kesehatannya.
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya. Didalam kehidupan

bermasyarakat, perilaku seseorang cenderung memerlukan dukungan


21

dari masyarakat sekitarnya. Apabila suatu perilaku tidak didukung

oleh masyarakat sekitar, maka orang tersebut akan merasa tidak

nyaman terhadap perilakunya tersebut.


c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas

kesehatan. Seseorang akan cenderung mengikuti suatu tindakan

apabila ia mempunyai penjelasan yang lengkap tentang tindakan

yang akan dilakukannya tersebut.


d. Otonomi pribadi, yang bersangkutan dalam hal ini mengambil

tindakan atau keputusan.


e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak.
3. Teori WHO

Menurut teori WHO, terdapat 4 determinan mengapa seseorang

berperilaku, yakni (8):

a. Pemikiran dan perasaan. Hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau

dapat disebut pula pertimbangan pribadi terhadap obyek kesehatan

merupakan langkah awal seseorang untuk berperilaku.

b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang yang dipercayai. Perilaku

seseorang dapat dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting oleh

dirinya seperti tokoh masyarakat. Apabila seseorang itu dipercaya, maka

apa yang dilakukan atau dikatakannya akan cenderung untuk diikuti.

c. Sumber daya yang tersedia. Adanya sumber daya seperti fasilitas, uang,

waktu akan mempengaruhi terjadinya perilaku seseorang atau

masyarakat. Pengaruh ini dapat bersifat positif maupun negatif.

d. Kebudayaan, kebiasaan, nilai maupun tradisi yang ada di masyarakat.

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :


22

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan

atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan

mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat

keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial

budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap

pembentukan perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan

keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan

mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan

terhadap situasi dan rangsangan dari luar.

F. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap

Penggunaan Antibiotik

Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu serta

memperoleh pengetahuan tentang segi positif dan negatif dari suatu hal yang

mempengaruhi sikap dan perilaku. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada

domain kognitif, dalam arti si subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus

yang berupa materi atau obyek di luarnya sehingga menimbulkan pengetahuan


23

baru pada subyek tersebut, dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam

bentuk sikap si subyek terhadap obyek yang diketahuinya itu. Akhirnya

rangsangan yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya akan menimbulkan

respons lebih jauh berupa tindakan (action) terhadap stimulus. Namun demikian

dalam kenyataannya, stimulus yang diterima oleh subyek dapat langsung

menimbulkan tindakan. Artinya, seseorang dapat bertindak atau berperilaku

baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari stimulus yang diterimanya.

Dengan kata lain, tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh

pengetahuan atau sikap (8).

Ketidaktepatan penggunaan antibiotik telah banyak terjadi di masyarakat.

Hal tersebut tergambar dari perilaku pasien yang lupa meminum obatnya

atau sengaja menghentikan pengobatan ketika merasa lebih baik. Salah satu

penyebabnya adalah kurangnya informasi dan pemahaman terkait penggunaan

antibiotik serta banyaknya asumsi dan pemikiran sendiri tentang cara

penggunaan antibiotik yang benar. Inilah yang akhirnya melahirkan pola

penggunaan yang salah dan berujung pada ketidakpatuhan pengobatan dengan

antibiotik (16).

Dengan semakin meningkatnya kecerdasan masyarakat, saat ini timbul

kecenderungan untuk melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) terhadap

penyakit-penyakit tertentu yang ringan, yang sering diderita oleh masyarakat.

Terlebih dengan kondisi sekarang ini, antibiotik bisa diperoleh dengan mudah.

Mulai dari apotek, pasar, toko obat, hingga warung-warung kecil pun telah

banyak menyediakan antibiotik secara bebas. Pembelian antibiotik secara bebas


24

yang dilakukan oleh pasien juga dipengaruhi oleh praktik pemasaran kepada

konsumen melalui televisi, radio, media cetak, dan internet. (17).

Meningkatnya resistensi terhadap antimikroba merupakan ancaman besar

terhadap kesehatan masyarakat, karena hal ini mengurangi efektifitas pengobatan

antimikroba, yang mengakibatkan meningkatnya morbiditas, mortalitas, dan

pengeluaran untuk biaya kesehatan. Penggunaan antibiotik yang tidak benar

seperti terlalu pendek jangka penggunaannya, dosis terlalu rendah, tidak adekuat

atau pemberian pada diagnosis yang salah berpengaruh terhadap resistensi bakteri

terhadap antibiotik tertentu. Faktor yang berhubungan dengan pasien, banyak

pasien yang percaya bahwa semakin mahal dan baru suatu obat, semakin bagus

efeknya dari pada obat yang lebih lama. Persepsi ini meningkatkan pengeluaran

biaya kesehatan yang tidak perlu serta meningkatkan resistensi terhadap obat baru

tersebut. Mispersepsi pasien terhadap infeksi virus yang seharusnya dapat sembuh

sendiri, tingkat kepatuhan yang rendah saat pasien lupa meminum obat, atau

pengobatan yang terputus saat mereka mulai merasa lebih baik atau tidak mampu

membeli obat, membeli obat antibiotik sendiri tanpa resep dokter yang mungkin

sebenarnya tidak perlu memakai antibiotik atau dengan dosis sembarangan,

merupakan penyebab-penyebab besar yang berkontribusi terhadap resistensi.

Kurangnya pengetahuan pada pasien dan hanya berdasarkan pengalaman

sebelumnya, mempengaruhi meningkatnya resistensi terhadap antibiotik (18).

Peran serta dokter, tenaga kesehatan, dan apoteker, khususnya yang terjun

langsung pada masyarakat, penting dilakukan untuk melakukan promosi

kesehatan dan pengetahuan mengenai bahaya resistensi antibiotik. Memberikan


25

pemahaman terhadap masyarakat untuk lebih berhati-hati pada penggunaan

antibiotik penting dilakukan untuk mencegah meningkatnya resistensi terhadap

antibiotik.(18).

Anda mungkin juga menyukai