Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Shalat Berjama'ah merujuk pada aktivitas shalat yang dilakukan secara bersama-sama. Shalat
ini dilakukan oleh minimal dua orang dengan salah seorang menjadi imam (pemimpin) dan yang
lainnya menjadi makmum.
Landasan Hukum
Berikut adalah landasan hukum yang terdapat dalam Al Qur'an maupun Hadits mengenai
shalat berjama'ah:
Dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman: "Dan apabila kamu berada bersama mereka lalu
kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari
mereka berdiri (shalat) bersamamu dan menyandang senjata,..." (QS. 4:102).
Rasulullah SAW bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku
bermaksud hendak menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, kemudian
menyuruh seseorang menyerukan adzan, lalu menyuruh seseorang pula untuk menjadi
imam bagi orang banyak. Maka saya akan mendatangi orang-orang yang tidak ikut
berjama'ah, lantas aku bakar rumah-rumah mereka." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu
Hurairah RA).
Dari Ibnu Abbas RA berkata: "Saya menginap di rumah bibiku Maimunah (isteri
Rasulullah SAW). Nabi SAW bangun untuk shalat malam maka aku bangun untuk shalat
bersama beliau. Aku berdiri di sisi kirinya dan dipeganglah kepalaku dan digeser posisiku
ke sebelah kanan beliau." (HR. Jama'ah, hadits shahih).
Berjama'ah lebih utama dari pada shalat sendirian. Rasulullah SAW bersabda: "Shalat
berjama'ah itu lebih utama dari pada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh
derajat." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar RA)
Dari setiap langkahnya diangkat kedudukannya satu derajat dan dihapuskan baginya satu
dosa serta senantiasa dido'akan oleh para malaikat. Rasulullah SAW bersabda: "Shalat
seseorang dengan berjama'ah itu melebihi shalatnya di rumah atau di pasar sebanyak
dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila seseorang berwudhu' dan
menyempurnakan wudhu'nya kemudian pergi ke masjid dengan tujuan semata-mata untuk
shalat, maka setiap kali ia melangkahkan kaki diangkatlah kedudukannya satu derajat
dan dihapuslah satu dosa. Dan apabila dia mengerjakan shalat, maka para Malaikat selalu
memohonkan untuknya rahmat selama ia masih berada ditempat shalat selagi belum
berhadats, mereka memohon: "Ya Allah limpahkanlah keselamatan atasnya, ya Allah
limpahkanlah rahmat untuknya.' Dan dia telah dianggap sedang mengerjakan shalat
semenjak menantikan tiba waktu shalat." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Huraira RA,
dari terjemahan lafadz Bukhari).
Terbebas dari pengaruh/penguasaan setan. Rasulullah SAW bersabda: "Tiada tiga
orangpun di dalam sebuah desa atau lembah yang tidak diadakan di sana shalat
berjama'ah, melainkan nyatalah bahwa mereka telah dipengaruhi oleh setan. Karena itu
hendaklah kamu sekalian membiasakan shalat berjama'ah sebab serigala itu hanya
menerkam kambing yang terpencil dari kawanannya." (HR. Abu Daud dengan isnad hasan
dari Abu Darda' RA).
Memancarkan cahaya yang sempurna di hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda:
"Berikanlah khabar gembira orang-orang yang rajin berjalan ke masjid dengan cahaya
yang sempurna di hari kiamat." (HR. Abu Daud, Turmudzi dan Hakim).
Mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang
shalat Isya dengan berjama'ah maka seakan-akan ia mengerjakan shalat setengah
malam, dan barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh berjama'ah maka seolah-olah
ia mengerjakan shalat semalam penuh. (HR. Muslim dan Turmudzi dari Utsman RA).
Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu sama lain.
Rasulullah SAW terbiasa menghadap ke ma'mum begitu selesai shalat dan menanyakan
mereka-mereka yang tidak hadir dalam shalat berjama'ah, para sahabat juga terbiasa
untuk sekedar berbicara setelah selesai shalat sebelum pulang kerumah. Dari Jabir bin
Sumrah RA berkata: "Rasulullah SAW baru berdiri meninggalkan tempat shalatnya
diwaktu shubuh ketika matahari telah terbit. Apabila matahari sudah terbit, barulah
beliau berdiri untuk pulang. Sementara itu di dalam masjid orang-orang membincangkan
peristiwa-peristiwa yang mereka kerjakan di masa jahiliyah. Kadang-kadang mereka
tertawa bersama dan Nabi SAW pun ikut tersenyum." (HR. Muslim).
Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih dengan
mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan ma'mum, misalnya tidak boleh
menyamai apalagi mendahului gerakan imam menjaga kesempurnaan shaf-shaf shalat.
Rasulullah SAW bersabda: "Imam itu diadakan agar diikuti, maka jangan sekali-kali
kamu menyalahinya! Jika ia takbir maka takbirlah kalian, jika ia ruku' maka ruku'lah
kalian, jika ia mengucapkan 'sami'alLaahu liman hamidah' katakanlah 'Allahumma
rabbana lakal Hamdu', Jika ia sujud maka sujud pulalah kalian. Bahkan apabila ia shalat
sambil duduk, shalatlah kalian sambil duduk pula!" (HR. Bukhori dan Muslim, shahih).
Dari Barra' bin Azib berkata: "Kami shalat bersama Nabi SAW. Maka diwaktu beliau
membaca 'sami'alLaahu liman hamidah' tidak seorang pun dari kami yang berani
membungkukkan punggungnya sebelum Nabi SAW meletakkan dahinya ke lantai.
(Jama'ah)
Merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan. Allah SWT berfiman: "Hanyalah yang
memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, serta tetap mendirikan shalat." (QS. 9:18).
Kriteria Imam
Kriteria pemilihan Imam shalat tergambar dalam hadits Nabi Muhammad SAW. yang
diriwayatkan oleh Abu Mas'ud Al-Badri:
"Yang boleh mengimami kaum itu adalah orang yang paling pandai di antara mereka dalam
memahami kitab Allah (Al Qur'an) dan yang paling banyak bacaannya di antara mereka.
Jika pemahaman mereka terhadap Al-Qur'an sama, maka yang paling dahulu di antara
mereka hijrahnya ( yang paling dahulu taatnya kepada agama). Jika hijrah (ketaatan)
mereka sama, maka yang paling tua umurnya di antara mereka".
Wanita diperbolehkan hadir berjama'ah di masjid dengan syarat harus menjauhi segala
sesuatu yang menyebabkan timbulnya syahwat ataupun fitnah. Baik karena perhiasan atau
harum-haruman yang dipakainya.
Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kamu larang wanita-wanita itu pergi ke masjid-
masjid Allah, tetapi hendaklah mereka itu keluar tanpa memakai harum-haruman." (HR.
Ahmad dan Abu Daud dari Abu Huraira RA).
"Siapa-siapa diantara wanita yang memakai harum-haruman, janganlah ia turut shalat
Isya bersama kami." (HR. Muslim, Abu Daud dan Nasa'i dari Abu Huraira RA, isnad
hasan).
Bagi kaum wanita yang lebih utama adalah shalat di rumah, berdasarkan hadits dari
Ummu Humaid As-Saayidiyyah RA bahwa Ia datang kepada Rasulullah SAW dan
mengatakan: "Ya Rasulullah, saya senang sekali shalat dibelakang anda." Beliaupun
menanggapi: "Saya tahu akan hal itu, tetapi shalatmu di rumahmu adalah lebih baik dari
shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik dari shalatmu di
masjid Umum." (HR. Ahmad dan Thabrani).
Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian melarang para wanita untuk pergi ke
masjid, tetapi (shalat) di rumah adalah lebih baik untuk mereka." (HR. Ahmad dan Abu
Daud dari Ibnu Umar RA).
SHOLAT BERJAMAAH
Shalat berjama'ah itu adalah wajib bagi tiap-tiap mukmin laki-laki, tidak ada keringanan untuk
meninggalkannya terkecuali ada udzur (yang dibenarkan
dalam agama). Hadits-hadits yang merupakan dalil tentang hukum ini sangat banyak, di
antaranya:
Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, Telah datang kepada Nabi shallallaahu alaihi
wasallam seorang lelaki buta, kemudian ia berkata, 'Wahai Rasulullah, aku tidak punya orang
yang bisa menuntunku ke masjid, lalu dia mohon kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
agar diberi keringanan dan cukup shalat di rumahnya.' Maka Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam memberikan keringanan kepadanya. Ketika dia berpaling untuk pulang, beliau
memanggilnya, seraya berkata, 'Apakah engkau mendengar suara adzan (panggilan) shalat?', ia
menjawab, 'Ya.' Beliau bersabda, 'Maka hendaklah kau penuhi (panggilah
itu)'. (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu ia berkata: 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
bersabda, Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya' dan shalat Subuh.
Seandainya mereka itu mengetahui pahala kedua shalat tersebut, pasti mereka akan
mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Aku pernah berniat memerintahkan shalat agar
didirikan kemudian akan kuperintahkan salah seorang untuk mengimami shalat, lalu aku
bersama beberapa orang sambil membawa beberapa ikat kayu bakar mendatangi orang-orang
yang tidak hadir dalam shalat berjama'ah,
dan aku akan bakar rumah-rumah mereka itu'. (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Darda' radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam bersabda, 'Tidaklah berkumpul tiga orang, baik di
suatu desa maupun di dusun, kemudian di sana tidak dilaksanakan shalat berjama'ah, terkecuali
syaitan telah menguasai mereka. Maka hendaklah kamu senan-tiasa bersama jama'ah (golongan
yang banyak), karena sesungguhnya serigala hanya akan memangsa domba yang jauh terpisah
(dari rombongannya)'. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan lainnya, haditshasan )
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa
mendengar panggilan adzan namun tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya, ter-
kecuali karena udzur (yang dibenarkan dalam agama)'.
(HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, hadits shahih)
Dari Ibnu Mas'ud radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam mengajari kami sunnah-sunnah (jalan-jalan petunjuk dan
kebenaran) dan di antara sunnah-sunnah tersebut adalah shalat di masjid yang dikuman-
dangkan adzan di dalamnya. (HR. Muslim)
Shalat berjama'ah mempunyai keutamaan dan pahala yang sangat besar, banyak sekali hadits-
hadits yang menerangkan hal tersebut di antaranya adalah:
Dari Ibnu Umar radhiallaahu anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
bersabda, Shalat berjama'ah dua puluh tujuh kali lebih utama
daripada shalat sendirian. (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Bersabda Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam, Shalat seseorang dengan berjama'ah lebih besar pahalanya sebanyak 25 atau 27
derajat daripada shalat di rumahnya atau di pasar (maksudnya shalat sendirian). Hal itu
dikarenakan apabila salah seorang di antara kamu telah berwudhu dengan baik kemudian pergi
ke masjid, tidak ada yang menggerakkan untuk itu kecuali karena dia ingin shalat, maka tidak
satu langkah pun yang dilangkahkannya kecuali dengannya dinaikkan satu derajat baginya dan
dihapuskan satu kesalahan darinya sampai dia memasuki masjid. Dan apabila dia masuk masjid,
maka ia terhitung shalat selama shalat menjadi penyebab baginya untuk tetap berada di dalam
masjid itu, dan malaikat pun mengu-capkan shalawat kepada salah seorang dari kamu
selama dia duduk di tempat shalatnya. Para malaikat berkata, 'Ya Allah, berilah rahmat
kepadanya, ampunilah dia dan terimalah taubatnya.' Selama ia tidak berbuat hal yang
mengganggu dan tetap berada dalam keadaan suci'. (Muttafaq 'alaih)
Berjama'ah dapat dilaksanakan sekalipun dengan seorang makmum dan seorang imam Shalat
berjama'ah bias dilaksanakan dengan seorang makmum dan seorang imam, sekalipun salah
seorang di antaranya adalah anak kecil atau perempuan. Dan semakin banyak jumlah jama'ah
dalam shalat semakin disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dari Ibnu Abbas radhiallaahu anhuma, ia berkata, 'Aku pernah bermalam di rumah bibiku,
Maimunah (salah satu istri Nabi shallallaahu alaihi wasallam), kemudian
Nabi shallallaahu alaihi wasallam bangun untuk shalat malam, maka aku pun ikut bangun untuk
shalat bersamanya, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu
beliau menarik kepalaku dan menempatkanku di samping kanannya'. (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Sa'id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiallaahu anhuma, keduanya berkata,
'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa ba-ngun di
waktu malam hari kemudian dia membangunkan isterinya, kemudian mereka berdua shalat
berjama'ah, maka mereka berdua akan dicatat sebagai orang yang selalu
berdzikir kepada Allah'. (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiallaahu anhu, 'Bahwasanya seorang laki-laki masuk masjid
sedangkan Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam sudah shalat
bersama para sahabatnya, maka beliau pun bersabda, 'Siapa yang mau bersedekah untuk orang
ini, dan menemaninya shalat.' Lalu berdirilah salah seorang dari mereka kemudian dia shalat
bersamanya'. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, hadits shahih)
Dari Ubay bin Ka'ab radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
bersabda, Shalat seseorang bersama orang lain (berdua) lebih besar pahalanya dan lebih
mensucikan daripada shalat sendirian, dan shalat seseorang ditemani oleh dua orang lain
(bertiga) lebih besar pahalanya dan lebih menyucikan daripada shalat dengan ditemani satu
orang (berdua), dan semakin banyak (jumlah jama'ah) semakin disukai oleh Allah Ta'ala'. (HR.
Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai, hadits hasan)
Para wanita boleh pergi ke masjid dan ikut melaksanakan shalat berjama'ah dengan syarat
menghindarkan diri dari hal-hal yang membangkitkan syahwat dan menim-bulkan fitnah,
seperti mengenakan perhiasan, bersolek dan menggunakan wangi-wangian. Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
Janganlah kalian melarang para wanita (pergi) ke masjid dan hendaklah mereka keluar dengan
tidak me-makai wangi-wangian. (HR. Ahmad dan Abu Daud, hadits shahih)
Dan beliau juga bersabda:
Perempuan yang mana saja yang memakai wangi-wangian, maka janganlah dia ikut shalat Isya'
berjama'ah bersama kami. (HR. Muslim)
Perempuan yang mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian dia pergi ke masjid, maka
shalatnya tidak diterima sehingga dia mandi. (HR. Ibnu Majah, hadits shahih)
Jika salah seorang dari kalian (wanita) menghadiri mesjid maka janganlah menyentuh wangi-
wangian. (HR. Muslim)
Jangan kamu melarang istri-istrimu (shalat) di masjid, namun rumah mereka sebenarnya lebih
baik untuk mereka. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
Shalat seorang wanita di salah satu ruangan rumahnya lebih utama daripada di bagian tengah
rumahnya dan shalatnya di kamar (pribadi)-nya lebih utama daripada (ruangan lain) di
rumahnya. (HR. Abu Daud dan Al-Hakim)
Definisi/Pengertian Shalat Berjamaah Dan Hukum Sholat Berjama'ah - Ilmu Agama Islam
Shalat berjamaah adalah salat yang dikerjakan oleh dua atau lebih orang secara bersama-sama
dengan satu orang di depan sebagai imam dan yang lainnya di belakang sebagai makmum.
Shalat berjamaah minimal atau paling sedikit dilakukan oleh dua orang, namun semakin banyak
orang yang ikut solat berjama'ah tersebut jadi jauh lebih baik. Shalat berjama'ah memiliki
nilai 27 derajat lebih baik daripada sholat sendiri. Oleh sebab itu kita diharapkan lebih
mengutamakan shalat berjamaah daripada solat sendirian saja.
Shalat berjama'ah hukumnya adalah sunat muakkad, yakni sunah yang sangat penting untuk
dikerjakan karena memiliki nilai yang jauh lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan solat
munfarid / seorang diri.
Sebelum memulai shalat bersama-sama hendaknya / sebaiknya dilakukan azan / adzan sebagai
pemberitahuan yang mengajak orang-orang di sekitarnya untuk ikut sholat berjamaah bersama.
Jika telah berkumpul di dalam masjid, mushalla, langgar, surau, ruangan, kamar, dan lain
sebagainya maka salah satu hendaknya melakukan qamat / qomat sebagai ajakan untuk
melakukan / memulai shalat.
Shalat berjamaah adalah termasuk dari sunnah Rasulullah dan para shahabatnya. Rasulullah
dan para shahabatnya selalu melaksanakannya, tidak pernah meninggalkannya kecuali jika ada
udzur yang syari. Bahkan ketika Rasulullah sakit pun beliau tetap melaksanakan shalat
berjamaah di masjid dan ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu Bakr untuk
mengimami para shahabatnya. Para shahabat pun bahkan ada yang dipapah oleh dua orang
(karena sakit) untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid.
Kalau kita membaca dan memperhatikan dengan sebaik-baiknya Al-Qur`an, As-Sunnah serta
pendapat dan amalan salafush shalih maka kita akan mendapati bahwa dalil-dalil tersebut
menjelaskan kepada kita akan wajibnya shalat berjamaah di masjid. Di antara dalil-dalil
tersebut adalah:
1. Perintah Allah Taala untuk Ruku bersama Orang-orang yang Ruku
Dari dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjamaah adalah firman Allah Taala (yang
artinya): "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta rukulah bersama orang-orang
yang ruku." (Al-Baqarah:43).
Berkata Al-Imam Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya melaksanakan
shalat berjamaah: "Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya (yanga artinya): "Dan
rukulah bersama orang-orang yang ruku." (Al-Baqarah:43), Allah Taala memerintahkan ruku
bersama-sama orang-orang yang ruku, yang demikian itu dengan bergabung dalam ruku maka
ini merupakan perintah menegakkan shalat berjamaah. Muthlaqnya perintah menunjukkan
wajibnya mengamalkannya." (Bada`iush-shana`i fi Tartibisy-Syara`i 1/155 dan Kitabush-
Shalah hal.66).
Tidaklah perintah melaksanakan shalat berjamaah dalam keadaan biasa saja, bahkan Allah
telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman (yang artinya): "Dan
apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan
shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat)
besertamu dan menyandang senjata". (An-Nisa`:102).
Maka apabila Allah Taala telah memerintahkan untuk melaksanakan shalat berjamaah dalam
keadaan takut maka dalam keadaan aman adalah lebih ditekankan lagi (kewajibannya). Dalam
masalah ini berkata Al-Imam Ibnul Mundzir: "Ketika Allah memerintahkan shalat berjamaah
dalam keadaan takut menunjukkan dalam keadaan aman lebih wajib lagi." (Al-Ausath fis Sunan
Wal Ijma Wal Ikhtilaf 4/135; Maalimus Sunan karya Al-Khithabiy 1/160 dan Al-Mughniy
3/5).
Al-Imam Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits: Saya mendatangi Nabi
dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami tinggal bersamanya selama 20 hari, dan Nabi
adalah seorang yang penyayang dan lemah lembut terhadap shahabatnya, maka ketika beliau
melihat kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda (yanga artinya): "Kembalilah
kalian dan jadilah bersama mereka serta ajarilah mereka dan shalatlah kalian, apabila telah
datang waktu shalat hendaklah salah seorang di antara kalian adzan dan hendaklah orang yang
paling tua (berilmu tentang Al-Kitab & As-Sunnah dan paling banyak hafalan Al-Qur`annya) di
antara kalian mengimami kalian." (Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 628, 2/110 dan Muslim
semakna dengannya no. 674, 1/465-466).
Maka Nabi yang mulia memerintahkan adzan dan mengimami shalat ketika masuknya waktu
shalat yakni beliau memerintahkan pelaksanakannya secara berjamaah dan perintahnya
terhadap sesuatu menunjukkan atas kewajibannya.
Sesungguhnya Nabi yang mulia tidak memberikan keringanan kepada Abdullah Ibnu Ummi
Maktum untuk meninggalkan shalat berjamaah dan melaksanakannya di rumah, padahal Ibnu
Ummi Maktum mempunyai beberapa udzur sebagai berikut:
Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Seorang laki-laki buta
mendatangi Nabi lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai seorang
penuntun yang mengantarkanku ke masjid". Lalu ia meminta Rasulullah untuk memberi
keringanan baginya untuk shalat di rumahnya maka Rasulullah memberikannya keringanan.
Ketika Ibnu Ummi Maktum hendak kembali, Rasulullah memanggilnya lalu berkata: "Apakah
Engkau mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?" ia menjawab "benar", maka Rasulullah
bersabda: "Penuhilah panggilan tersebut."
Dan juga banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan akan wajibnya shalat berjamaah di masjid
bagi setiap muslim yang baligh, berakal dan tidak ada udzur syari baginya.
Adapun bagi kaum muslimah maka yang lebih utama baginya adalah shalat di rumahnya daripada
di masjid, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur`an: "Wa buyuutuhunna khairullahunna"
(dan rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka) dan juga hadits-hadits yang sangat banyak
yang menjelaskan keutamaan shalat di rumah bagi kaum muslimah. Tapi apabila kaum muslimah
meminta idzin untuk shalat di masjid maka tidak boleh dilarang bahkan harus diidzinkan.
Tetapi ketika dia keluar ke masjid harus memenuhi syarat-syaratnya yaitu menutupi aurotnya
secara sempurna, tidak memakai wangi-wangian, tidak ditakutkan menimbulkan fitnah dan yang
lainnya yang telah dijelaskan para ulama.
Syaikhul Islam menjelaskan bahwa dalam keadaan tertentu shalatnya muslimah di masjid lebih
utama dari pada di rumah ketika di masjid terdapat pelajaran (talim) yang disampaikan oleh
ahlus sunnah, tetapi jika di masjid tidak ada kajian ilmu maka shalat di rumah lebih baik
daripada di masjid.
Dan perlu di ketahui bahwa kita tidak boleh mengambil ilmu dari sembarang orang, tapi harus
dari orang yang sudah jelas manhajnya dan terbukti berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan
As-Sunnah dengan pemahaman para shahabat. Kalau ia belum jelas manhajnya dan bahkan dia
menyelisihi sunnah (seperti merokok, memotong jenggot, menurunkan kain di bawah mata kaki,
bercampur baur dengan orang yang bukan mahramnya dan lainnya dari perkara-perkara yang
menyelisihi Sunnah Rasulullah) maka tidak sepantasnya kita mengambil ilmu darinya. Hal ini
telah dijelaskan oleh Al-Imam Ibnu Sirin, di mana dia berkata: "Sesungghunya ilmu ini adalah
agama maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat dari mana ia mengambil agamanya.",
dalam lafazh yang lain ia berkata: "Mereka (salafush-shalih) tidak menanyakan tentang isnad
(suatu hadits) tetapi ketika terjadinya fitnah (setelah terbunuhnya Utsman bin Affan-pent)
maka mereka mengatakan: "sebutkan sanad kalian!" Maka ketika itu dilihat, apabila ilmu
(hadits) itu datang dari Ahlus Sunnah maka diambil haditsnya tetapi apabila datang dari Ahlul
Bidah maka ditolak haditsnya." (Lihat Muqaddimah Shahih Muslim).
AKIBAT YANG JELEK BAGI ORANG YANG TIDAK MEMENUHI PANGGILAN UNTUK
SUJUD
Dari dalil-dalil yang menunjukkan atas wajibnya shalat berjamaah adalah apa yang telah
dijelaskan oleh Allah Taala dari jeleknya akibat orang yang tidak memenuhi/menjawab
panggilan untuk sujud. Allah berfirman (yanga artinya): "Pada hari betis disingkapkan dan
mereka dipanggil untuk bersujud maka mereka tidak mampu (untuk sujud). (Dalam keadaan)
pandangan mereka tunduk ke bawah lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka
dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud dan mereka dalam keadaan sejahtera." (Al-Qalam:42-
43).
Yang dimaksud dengan "seruan untuk sujud" adalah seruan untuk melaksanakan shalat
berjamaah. Berkata Turjumanul Qur`an Abdullah bin Abbas dalam menafsirkan ayat ini:
"Mereka mendengar adzan dan panggilan untuk shalat tetapi mereka tidak menjawabnya"
(Ruhul Maani 29/36).
Dan sungguh tidak hanya seorang dari salafnya ummat ini yang menguatkan tafsiran ini, atas
dasar inilah berkata Kaab Al-Ahbar: "Demi Allah tidaklah ayat ini diturunkan kecuali terhadap
orang-orang yang menyelisihi dari (shalat) berjamaah." (Tafsir Al-Baghawiy 4/283, Zadul
Masir 8/342 dan Tafsir Al-Qurthubiy 18/251).
Telah Berkata Said bin Jubair: "Mereka mendengar (panggilan) Hayya alal falaah tetapi tidak
memenuhi panggilan tersebut." (Tafsir Al-Qurthubiy 18/151 dan Ruhul Maani 29/36).
Berkata Ibrahim An-Nakhaiy: "Yaitu mereka diseru dengan adzan dan iqamah tetapi mereka
enggan (memenuhi seruan tersebut)." (Ibid).
Berkata Ibrahim At-Taimiy: "Yakni (mereka diseru) kepada shalat yang wajib dengan adzan
dan iqamah." (Tafsir Al-Baghawiy 4/283).
Dan sejumlah ahli tafsir telah menjelaskan juga bahwasanya dalam ayat ini terdapat ancaman
bagi orang yang meninggalkan shalat berjamaah. Atas dasar/jalan ini berkata Al-Hafizh Ibnul
Jauziy: "Dan dalam ayat ini terdapat ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat
berjamaah." (Zadul Masir 8/342).
Berkata Al-Imam Fakhrurraziy (tentang ayat): "Dan sungguh mereka pada waktu di dunia telah
diseru untuk sujud sedang mereka dalam keadaan sejahtera." (Al-Qalam:43), yakni ketika
mereka diseru kepada shalat-shalat (yang wajib) dengan adzan dan iqamah sedang mereka
dalam keadaan sejahtera, mampu untuk melaksanakan shalat. Dalam ayat ini terdapat ancaman
terhadap orang yang duduk (tidak menghadiri) dari shalat berjamaah dan tidak memenuhi
panggilan mu`adzdzin sampai ditegakkannya iqamah shalat berjamaah." (At-Tafsirul-Kabir
30/96).
Dan berkata Al-Imam Ibnul Qayyim: "Dan telah berkata lebih dari satu dari salafush shalih
tentang firman Allah Taala: "Dan sungguh mereka pada waktu di dunia telah diseru untuk
sujud sedang mereka dalam keadaan sejahtera." (Al-Qalam:43), yaitu ucapan mu`adzdzin:
"hayya alash-shalaah hayya alal-falaah".
Hal tersebut di atas (kewajiban shalat berjamaah di masjid-pent) adalah yang telah difahami
oleh golongan yang paling alim dari ummat ini dan yang paling fahamnya yaitu dari kalangan
para shahabat radhiyallahu anhum. (Ibnul Qayyim, Kitabush shalah hal. 65).
Dan yang menguatkan akan wajibnya shalat berjamaah juga adalah apa yang telah disebutkan
oleh Abdullah bin Abbas dari jeleknya akibat orang yang meninggalkannya. Sungguh Al-Imam
Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkan dari Mujahid dari Ibnu Abbas ia berkata: Telah
berselisih atasnya seorang laki-laki yang berpuasa sepanjang siang dan shalat sepanjang malam
tapi tidak menghadiri shalat jumat dan tidak pula shalat berjamaah, maka ia berkata: "Dia di
neraka." (Al-Mushannaf 1/346 dan Jamiut-Tirmidzi 1/188 dicetak dengan Tuhfatul Ahwadzi).
Sebagai penutup kami bawakan ucapannya Ibrahim bin Yazid At-Taimiy, ia berkata: "Apabila
Engkau melihat/mendapatkan orang yang mengenteng-entengkan (bermudah-mudahan) dalam
masalah takbiratul ihram, maka bersihkanlah badanmu darinya." (Siyar Alamin Nubala` 5/62,
lihat Dharuratul Ihtimam hal. 83).
Dari ucapan beliau ini, terdapat isyarat agar kita berusaha semaksimal mungkin untuk
mendapatkan takbiratul ihram dalam shalat berjamaah. Maka seyogyanya bagi kita untuk
memperhatikan aktivitasnya masing-masing. Hendaklah ketika keluar atau bepergian melihat
waktu shalat. Ketika waktu adzan dikumandangkan sebentar lagi sekitar 5 atau 10 menit maka
kita selayaknya memperhatikannya, apakah keluarnya kita bisa mengejar untuk mendapatkan
takbiratul ihram atau tidak? Jika tidak, lebih baik kita menunggu sampai kita selesai
melaksanakan shalat. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mencintai
Sunnah Rasulullah, mengamalkannya, menjaganya dengan sebaik-baiknya dan membelanya dari
para penentangnya, Amin. Wallahu alamu bish-shawab.
Definisi/Pengertian Shalat Berjamaah Dan Hukum Sholat Berjama'ah - Ilmu Agama Islam
Shalat berjamaah adalah salat yang dikerjakan oleh dua atau lebih orang secara bersama-sama
dengan satu orang di depan sebagai imam dan yang lainnya di belakang sebagai makmum.
Shalat berjamaah minimal atau paling sedikit dilakukan oleh dua orang, namun semakin banyak
orang yang ikut solat berjama'ah tersebut jadi jauh lebih baik. Shalat berjama'ah memiliki
nilai 27 derajat lebih baik daripada sholat sendiri. Oleh sebab itu kita diharapkan lebih
mengutamakan shalat berjamaah daripada solat sendirian saja.
Shalat berjama'ah hukumnya adalah sunat muakkad, yakni sunah yang sangat penting untuk
dikerjakan karena memiliki nilai yang jauh lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan solat
munfarid / seorang diri.
Sebelum memulai shalat bersama-sama hendaknya / sebaiknya dilakukan azan / adzan sebagai
pemberitahuan yang mengajak orang-orang di sekitarnya untuk ikut sholat berjamaah bersama.
Jika telah berkumpul di dalam masjid, mushalla, langgar, surau, ruangan, kamar, dan lain
sebagainya maka salah satu hendaknya melakukan qamat / qomat sebagai ajakan untuk
melakukan / memulai shalat.
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku (QS. Al-
Baqarah: 43).
Hampir selama hidupnya, Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah. Bahkan
dalam keadaan perang sekalipun, beliau bersama sahabatnya melaksanakan sholat dengan
berjamaah. Padahal mereka sedang sibuk-sibuknya dengan tugas suci.
Kalau dibanding dengan kita memang sangat jauh, padahal kita tidak segenting keadaan perang.
Kita bahkan sedang istirhat kerja siang, atau sedang asik menyantap makanan, atau sedang
bercumbu dengan keluarga. Namun saat sedang terdengar adzan, kita masih santai saja. Tidak
segera berangkat ke masjid atau musholla untuk melaksanakan sholat berjamaah.
Suatu hari datang seorang laki-laki buta kepada Rasulullah saw bermaksud ingin meminta
keringanan dalam sholat berjamaah karena kondisinya yang buta. Orang buta itu berkata,
"Wahai Rasulullah, saya tidak ada seorang penuntun yang menuntunku ke Masjid, bolehkah aku
tidak sholat dengan berjamaah dan cukup sholat di rumah?" Lalu Nabi saw memberi keringanan
tentang hal itu, namun tatkala orang itu mau beranjak, Rasulullah saw memanggilnya dan
bertanya, "Apakah kamu mendengar adzan panggilan sholat?" Orang buta itu menjawab, "Ya".
Rasulullah bersabda, "Kalau begitu, sambutlah (berangkatlah sholat berjamaah)" (HR: Muslim).
Subhanallah..., sebegitu pentingnyanya sholat berjamaah hingga kepada orang buta yang tidak
ada seorang yang menuntunnya saja Rasulullah masih memerintahkan untuk sholat berjamaah,
apalagi dengan kita yang masih sehat bugar?
Bahkan Rasulullah saw hampir-hampir akan membakar rumah orang muslim yang tidak
berangkat sholat berjamaah. Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Demi
Allah yang jiwaku dalam genggamanNya, sungguh aku pernah akan menyuruh mengumpulkan
kayu bakar, kemudian aku perintahkan untuk shalat, lalu adzan pun dikumandangkan. setelah
itu, aku menyuruh orang untuk menjadi imam shalat berjamaah. Lalu aku pergi ke rumah orang-
orang yang tidak memenuhi panggilan shalat, dan aku bakar rumah mereka saat mereka berada
di dalamnya. " (HR: Bukhori Muslim).
Mengapa sholat berjamaah begitu penting? Mengapa Rasulullah sangat menekankan sholat
berjamaah? Rahasia apa yang ada dibalik sholat berjamaah?
1. Orang yang sholat berjamaah akan mendapat pahala 27 derajat dibanding sholat sendirian.
Rasulullah saw bersabda, "Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, dengan dua
puluh tujuh derajat" (HR: Bukhori Muslim). Jadi, dengan sholat berjmaaah kualitas sholat kita
27 kali lipat dibanding sholat sendirian. Kalau dianalogikan dengan emas, sholat berjamaah itu
24 karat atau emas murni.
2. Setiap langkah kaki dalam perjalanan kita ke Masjid diangkatnya derajat kita dan
dihapuskannya dosa kita. Rasulullah saw bersabda, "Apabila dia wudhu sempurna, kemudian
keluar menuju ke masjid dengan niat hanya untuk shalat, maka setiap kali ia melangkah,
derajatnya dinaikkan dan kesalahan dosanya dihapuskan" (HR: Bukhori Muslim).
3. Orang yang sholat berjamaah senantiasa didoakan oleh para malaikat. Rasulullah saw
bersabda, "Malaikat akan senantiasa memohonkan ampun dan rahmat untuknya, selama ia masih
tetap berada di tempat shalatnya dan tidak berhadast. Malaikat berkata,"Ya Allah, ampunilah
dia, Ya Allah rahmatilah dia" (HR: Bukhori Muslim).
4. Orang yang rajin shalat berjamaah maka akan terhindar dari penguasaan syetan, seperti
kesurupan atau kerasukan. Rasuluillah saw bersabda, "Tidaklah tiga orang berada di suatu desa
atau kampung lalu mereka tidak melakukan shalat berjamaah, kecuali mereka telah dikuasai
oleh syetan" (HR: Abu Daud).
5. Suatu penduduk apabila rajin melaksanakan sholat berjamaah, maka akan diberikan
ketentraman, persatuan, persaudaraan dan tidak mudah diprofokasi. Rasulullah saw bersabda,
"Karena itu shalatlah dengan berjamaah, karena srigala itu hanya menerkam kambing yang jauh
terpencil dari kawan-kawannya (jamaahnya)" (HR: Abu Daud).
Satu pemandangan yang kini tengah menjadi sebuah ironi di dalam perjalanan Islam adalah
semakin banyak dan bertaburannya masjid dan musholla di mana-mana, sedangkan penghuninya
hilang entah kemana. Satu ironi yang tampaknya sangat tidak masuk akal. Betapa tidak, masjid
dan musholla selalu sepi di lima waktu sholat fardhu, padahal tempat ibadah tersebut berdiri
di tengah-tengah padatnya rumah penduduk yang mengaku beragama Islam.
Kekuatan jamaah sudah tidak dapat dilihat lagi dihampir seluruh masjid dan musholla. Dunia
telah banyak melenakan umat Islam dari sholat berjamaah. Padahal, sosok mulia Rasulullah
Muhammad saw yang merupakan satu-satunya uswah sentral kaum muslimin saja hampir tidak
pernah melewatkansholat fardhu berjamaah di masjid sepanjang hidupnya. Bahkan, ketika
beliau dan para sahabat serta para pengikutnya tengah berada dalam peperangan, beliau masih
istiqomah untuk menjalankan sholat berjamaah bersama dengan para sahabat beliau.
Kebanyakan umat muslim pada saat ini seperti telah kehilangan pedoman dan panutan. Seakan,
mereka telah memiliki panutan lain selain Rasulullah saw.
Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah meskipun dalam keadaan genting
seklipun. Seberapapun hebatnya perang yang tengah dihadapi oleh Rasulullah saw dan para
sahabat, namun sholat berjamaah tetap beliau tegakkan bersama dengan para sahabat.
Cobalah sejenak kita renungkan kisah yang terdapat di dalam hadits riwayat Imam Muslim
berikut:
Suatu ketika datanglah seorang laki-laki buta kepada Rasulullah saw dengan tujuan untuk
meminta keringanan dalam sholat berjamaah karena kebutaan yang ada pada dirinya. Lelaki
yang buta tersebut berkata kepada Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah, aku adalah seorang yang
buta, tidak ada seorang penuntun yang dapat menuntunku ke Masjid, maka bolehkah aku tidak
sholat dengan berjamaah dan cukup bagiku sholat di rumah saja?" Seketika Rasulullah saw
memberi keringanan kepada lelaki tersebut sebagaimana yang ia pinta, namun ketika lelaki itu
hendak beranjak, Rasulullah saw memanggilnya kembali dan bertanya kepadanya, "Apakah
kamu mendengar adzan panggilan sholat?" Orang buta itu menjawab, "Ya". Maka Rasulullah saw
pun bersabda, "Kalau begitu, sambutlah (berangkatlah sholat berjamaah)"". (HR. Muslim).
Dari hadits di atas dapat kita lihat betapa Rasulullah saw sangat menekankan umatnya untuk
senantiasa mengistiqomahkan sholat fardhu berjamaah di dalam masjid (musholla). Bahkan
tidak ada keringanan bagi seorang buta yang tidak ada penuntunnya sekalipun untuk
meninggalkan sholat fardhu berjamaah, selama ia masih dapat mendengar suara adzan dan
masih mampu untuk bergerak ke tempat dimana adzan tersebut berkumandang. Namun, betapa
ironisnya keadaan sebagian umat muslim saat ini. Mereka tidak buta dan mereka dapat
mendengarkan adzan dengan baik, bahkan masjid itu bersebelahan dengan dinding rumahnya,
tapi mereka masih lebih memilih menonton tayangan televise daripada memenuhi panggilan
untuk sholat berjamaah. Mereka tidak dalam keadaan perang sebagaimana telah dialami
Rasulullah saw dan para sahabat terdahulu, namun mereka membiarkan masjid dan musholla
sepi, seperti sepinya kuburan. Sebagian besar umat muslim saat ini bersikap seolah-olah
mereka adalah umat yang keadaannya lebih buruk dan lebih menderita dari seorang buta yang
tidak memiliki seorang penuntunpun.
Tekanan Rasulullah saw terhadap umat Islam berkenaan dengan sholat berjamaah ini juga
terdapat di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim sebagai
berikut:
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Demi Allah yang jiwaku dalam
genggamanNya, sungguh aku pernah akan menyuruh mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku
perintahkan untuk shalat, lalu adzan pun dikumandangkan. setelah itu, aku menyuruh orang
untuk menjadi imam shalat berjamaah. Lalu aku pergi ke rumah orang-orang yang tidak
memenuhi panggilan shalat, dan aku bakar rumah mereka saat mereka berada di dalamnya. "
(HR: Bukhori Muslim).
Lihatlah, betapa Rasulullah saw sangat geram dan tegas dalam menyikapi orang-orang muslim
yang enggan meninggalkan rumahnya untuk menuju masjid (musholla) guna melaksanakan sholat
fardhu berjamaah. Hal ini karena tentunya beliau mengerti betapa hebatnya keutamaan yang
terdapat di dalam sholat berjamaah tersebut. Allah swt telah berfirman di dalam Al Quran,
yang artinya:
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta orang-orang yang ruku (QS. Al-
Baqarah: 43).
rukulah bersama orang-orang yang ruku, kalimat ini jelas merupakan satu perintah untuk
mendirikan sholat secara berjamaah.
Wahai saudaraku di dalam Islam, tidaklah Allah swt dan Rasulullah saw menetapkan satu
aturan (perintah atau larangan), melainkan di dalamnya tersimpan keutamaan yang sangat
besar bagi umat manusia, khususnya umat Islam itu sendiri. Maka, ketika Allah swt dan
Rasulullah saw telah memerintahkan kita untuk senantiasa mendirikan sholat berjamaah,
yakinlah bahwa perintah tersebut tidak akan merugikan kita. Justru perintah itulah yang akan
memberikan keuntungan yang tidak terhitung jumlahnya dan tidak terukur besarnya bagi kita.
Sholat berjamaah merupakan salah satu bentuk ibadah yang tentunya memiliki begitu besar
dan banyak keutamaan bagi umat muslim. Rasulullah saw, melalui beberapa sabdanya telah
memberikan rahasia seputar keutamaan yang terdapat di dalam sholat berjamaah kepada
umatnya, yang diantaranya adalah sebagai berikut:
Mungkin, kita tidak mengerti dengan pasti mengenai apa dan bagaimanakah yang dimaksud
dengan pahala itu. Namun, tentunya tidak akan ada yang menolak jika ditawarkan pahala oleh
Allah swt dengan mudah, bahkan setiap manusia normal pasti menginginkan pahala yang
berlipat-lipat. Inilah salah satu keutamaan yang terdapat di dalam sholat berjamaah, yaitu
mendapatkan pahal yang berlipat-lipat.
Orang yang sholat berjamaah akan mendapat pahala 27 derajat dibanding sholat sendirian.
Rasulullah saw bersabda, "Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, dengan dua
puluh tujuh derajat" (HR: Bukhori Muslim).
Hadits tersebut menjelaskan bahwa dengan sholat berjamaah akan meningkatkan kualitas
sholat kita menjadi 27 kali lipat dibandingkan dengan sholat sendirian (munfarid).
Subhanallah! Betapa dahsyat keutamaan yang terdapat di dalam sholat berjamaah, sehingga
dapat menghapuskan dosa dan mengangkat derajat orang-orang yang mengistiqomahkannya.
Rasulullah saw bersabda, "Apabila dia wudhu sempurna, kemudian keluar menuju ke masjid
dengan niat hanya untuk shalat, maka setiap kali ia melangkah, derajatnya dinaikkan dan
kesalahan dosanya dihapuskan" (HR: Bukhori Muslim).
3. Didoakan malaikat
Keutamaan sholat berjamaah yang selanjutnya adalah mendapatkan doa dari para malaikat.
Betapa tidak meragukannya jika para malaikat yang merupakan makhluk ciptaan Allah swt yang
selalu taat kepada-Nya, memohonkan ampun bagi kita. Secara logika, bagaimana mungkin Allah
swt akan menolak doa hamba-Nya yang selalu taat kepada-Nya dan tidak pernah
menyekutukan-Nya walau sedikitpun.
Rasulullah saw bersabda, "Malaikat akan senantiasa memohonkan ampun dan rahmat untuknya,
selama ia masih tetap berada di tempat shalatnya dan tidak berhadast. Malaikat berkata,"Ya
Allah, ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia"" (HR: Bukhori Muslim).
Sholat berjamaah akan menghindarkan seseorang bahkan sekelompok orang dari pengaruh-
pengaruh jahat syaithon yang terkutuk. Syaithon tidak akan pernah mampu mengalahkan dan
mempengaruhi orang-orang yang senantiasa mengistiqomahkan sholat berjamaah. Rasulullah
saw bersabda, "Tidaklah tiga orang berada di suatu desa atau kampung lalu mereka tidak
melakukan shalat berjamaah, kecuali mereka telah dikuasai oleh syetan" (HR: Abu Daud).
Tidak ada seorang pun yang tidak menginginkan kehidupan yang penuh dengan
kedamaian,ketentraman, dan penuh dengan ukhuwah. Ketenangan dalam hidup yang heterogen
terkadang satu hal yang sulit untuk didapatkan. Ketentraman dalam kehidupan yang penuh
dengan keragaman merupakan satu harapan yang selalu ada, namun terkadang berat untuk
mewujudkannya. Di sinilah Rasulullah saw kembali menyampaikan salah satu rahasia keutamaan
dari sholat berjamaah.
Jika satu penduduk atau kelompok dapat mengistiqomahkan sholat berjamaah, maka Allah swt
akan memberikan ketentraman dalam kehidupan mereka. Persatuan dan ikatan persaudaraan
akan terus menguat dan tidak akan mudah terpecah belah. Rasulullah saw bersabda, "Karena
itu shalatlah dengan berjamaah, karena srigala itu hanya menerkam kambing yang jauh
terpencil dari kawan-kawannya (jamaahnya)" (HR: Abu Daud).
Subhanallah! Indah nian rahasia yang tersimpan dibalik perintah sholat berjamaah. Luar biasa
Allah swt dalam memberikan balasan bagi setiap manusia yang senantiasa mengikuti segala
ketetapan-Nya. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mengistiqomahkan sholat
berjamaah dan taat atas segala ketetapannya. Amin.
Diriwayatkan dari Abu Umamah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Tiga orang yang
shalat mereka tidak melewati telinga-telinga mereka (yakni tidak diterima); hamba yang
melarikan diri hingga ia kembali, wanita yang bermalam sementara suaminya marah kepadanya,
seseorang yang mengimami suatu kaum yang mereka benci kepadanya," (Hasan, HR Tirmidzi
[360]).
Diriwayatkan dari Thalhah bin Ubaidillah r.a, bahwasanya ia mengimami shalat di satu tempat.
Selesai shalat ia berkata, "Aku lupa bertanya kepada kalian sebelum maju menjadi imam,
apakah kalian ridha aku menjadi imam?" Mereka menjawab, "Kami ridha, siapakah yang tidak
ridha wahai hawari Rasulullah saw?" Thalhah kemudian berkata, "Sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa mengimami suatu kaum sementara mereka
membencinya, maka shalatnya tidak akan melewati kedua telinganya (tidak diterima)," (Shahih,
Disebutkan dalam kitab Shabiihut Targhiib wat Tarbiib [480]).
Diriwayatkan dari 'Atha' bin Dinar al-Hudzali, bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tiga macam
orang yang shalat mereka tidak akan diterima dan tidak akan terangkat ke langit serta tidak
akan melewati kepala mereka; seseorang yang mengimami suatu kaum sementara mereka benci
kepadanya, seseorang maju mengimami shalat jenazah sementara tidak ada yang menyuruhnya,
seorang isteri yang diajak berhubungan intim oleh suaminya pada malam hari namun ia
menolaknya," (Shahih, HR Ibnu Khuzaimah [1518]).
Diriwayatkan dari 'Amr bin al-Harits bin al-Mushthaliq, ia berkata, "Dahulu pernah dikatakan,
Ada dua macam orang yang paling keras siksanya pada hari Kiamat; isteri yang durhaka kepada
suaminya, imam suatu kaum sementara mereka benci terhadapnya," (HR Tirmidzi [359]).
Hadits yang sama diriwayatkan juga dari 'Abdullah bin 'Amrbin al-'Ash, 'Abdullah bin Abbas,
Abu Sa'id al-Khudri dan Salman al-Farisi namun sanad-sanadnya tidak lepas dari komentar.
Kandungan Bab:
1. Imam at-Tirmidzi berkata dalam Sunannya (1/192), "Sejumlah ahli ilmu menganggap
Meskipun ia bukanlah seorang yang zhalim, hanya saja dosa dijatuhkan atas orang yang
membencinya.
Berkaitan dengan masalah ini, Imam Ahmad dan Ishaq berkata, "Jika yang membencinya
hanya satu, dua atau tiga orang saja tidaklah mengapa mengimami mereka shalat, lain
a. Makruh yang dimaksud di sini adalah haram (makruh tahrim), dalil-nya adalah
tidak diterimanya shalat bahkan tidak melewati telinga-nya dan tidak naik ke
langit, dan hal itu menyebabkan ia berhak mendapat siksa pada hari kiamat.
makmum hanya dua atau tiga orang, maka kebencian mereka dipandang sah."
2. Kebencian yang dimaksud di sini adalah kebencian dalam hal agama karena sebab-sebab
syar'i, bukan kebencian karena kepentingan atau karena urusan dunia seperti keadaan
kebanyakan orang sekarang ini, semoga Allah menyelamatkan kita dari bala yang
menimpa mereka. Kebencian bukan atas dasar agama seperti ini tidak dipandang sah.
3. Orang-orang yang kebenciannya menjadi tolok ukur dalam masalah ini adalah Ahlus
Sunnah wal Jama'ah, bukan ahli bid'ah dan pengikut hawa nafsu. Karena mereka jelas
membenci Ahlus Sunnah. Oleh sebab itu asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul
Authaar (111/218), "Kebencian yang menjadi tolok ukur dalam masalah ini adalah
kebencian orang-orang yang benar agamanya, bukan selain mereka. Sampai-sampai al-
Ghazali berkata dalam kitab al-Ihyaa', 'Sekiranya segelintir dari orang-orang yang lurus
4. Sejumlah ahli ilmu membedakan antara kepemimpinan seorang wali (amir) dengan
selainnya. Mereka membawakan hadits-hadits di atas kepada kepemimpinan selain wali
(amir). Sebab orang-orang biasanya membenci waliyyulamri (amir)
Namun pendapat ini perlu ditinjau kembali, karena hadits tidak membedakan antara wali
dan selainnya. Sekiranya perkataan di atas di balik tentu lebih dekat kepada kebenaran.
Karena para imam di kurun yang pertama adalah para waliyyul amri. Jadi, pendapat yang
benar adalah tidak adanya perbedaan antara wali dan selainnya dalam ancaman ini, wall
SEJARAH SHALAT BERJAMAAH
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Shalat seseorang dengan berjamaah lebih
tinggi nilainya dua puluh tujuh kali lipat daripada shalatnya sendirian. (HR. Muslim)
Sejarah
Mengerjakan shalat lima waktu berjamaah mulai disyariatkan di kota Mekkah setelah
turunnya perintah mengerjakannya. Pada mulanya, shalat berjamaah bukanlah perkara yang
sangat ditekankan, hanya sebatas disyariatkan, dan belum diwajibkan. Setelah Allah Taala
mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam, Allah mengutus malaikat Jibril pada hari itu
juga untuk mengajari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam waktu-waktu shalat dan tata cara
dua kali.
Abdurrazaq meriwayatkan dalam Mushannaf-nya, dari Ibnu Jureij bahwa ia berkata, Nafi bin
Jubair dan yang lainnya berkata, Pada pagi hari sepulang dari Isra Miraj, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam dikejutkan dengan kedatangan malaikat Jibril ketika matahari mulai
tergelincir. Oleh sebab itu, disebut sebagai shalat al-uulaa. Jibril memerintahkan agar shalat
ditegakkan dan dikumandangkan pada manusia Ash-Shalaatu Jaamiatan. Para sahabat pun
sahabat dengan memanjangkan dua rakaat pertama dan memendekkan dua rakaat terakhir.
Kemudian Jibril mengucapkan salam sebagai pertanda shalat selesai diikuti oleh Rasulullah
yang juga mengucapkan salam pertanda shalat selesai. Begitu pulalah ketika mengerjakan
shalat ashar, mereka melakukannya seperti yang dilakukan pada saat mengerjakan shalat
dzuhur. Kemudian malaikat Jibril turun di awal malam, dan memerintahkan agar menyerukan
Ash-Shalatu Jaamiatan. Malaikat Jibril mengimami Rasulullah shalat. Jibril membaca surat
yang panjang dan memanjangkan dua rakaat pertama serta mengeraskan bacaan dan
memendekkan dua rakaat terakhir. Kemudian Jibril mengucapkan salam pertanda shalat selesai
diikuti oleh Rasulullah yang juga mengucapkan salam pertanda shalat selesai.
As-Suheili berkata dalam kitab Ar-Raudhul Anif, Para penulis kitab Shahih sepakat bahwa
kisah ini, yakni kisah Jibril mengimami Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terjadi pada pagi
hari sepulang beliau dari Isra Miraj, yaitu lima tahun setelah diangkat menjadi nabi.
Rasulullah mengerjakan shalat bersama sejumlah sahabat dalam beberapa kesempatan namun
balun lakukan setiap waktu. Beliau pernah mengerjakan bersama Ali bin Abi Thalib di rumah
Al-Arqaam, shalat bersama Ummul Mukminin Khadijah, yakni setelah malaikat Jibril
Akan tetapi, kala itu shalat jamaah belumlah ditekankan. Shalat jamaah baru disyariatkan di
Madinah setelah hijrah. Kemudian, shalat jamaah menjadi syiar agama Islam. Imam Al-
Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa ia berkata, Ketika kaum muslimin tiba di
Madinah, mereka berkumpul untuk menunggu waktu shalat tanpa ada seruan ataupun panggilan.
Pada suatu hari mereka berbincang-bincang tentang masalah tersebut. Sebagian mereka
mengusulkan agar membuat lonceng seperti lonceng yang digunakan kaum Nasrani. Sebagian
lagi mengusulkan agar membuat terompet sebagaimana yang digunakan kaum Yahudi. Umar
radhiyallahu anhu berkata, Mengapa kalian tidak memerintahkan saja seseorang untuk
menyerukan shalat. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, Wahai Bilal, bangkit
Abu Daud meriwayatkan dalam Sunan-nya dari jalur Abu Umeir bin Anas dari salah seorang
bibinya dari kalangan Anshar bahwa ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sedang
memikirkan bagaimana caranya mengumpulkan manusia untuk mengerjakan shalat. Ada yang
mengusulkan kepada beliau, Tancapkan saja bendera setiap waktu tiba shalat. Apabila manusia
melihatnya, mereka saling memberitahu satu sama lainnya. Namun Rasulullah tidak tertarik
dengan usul tersebut. Lalu ada yang menyebut-nyebut al-quna atau syabbuur, yakni terompet
yang biasa digunakan oleh orang Yahudi. Ziyad berkata, Yakni syabburu Yahudi. Namun beliau
tidak tertarik dengan gagasan tersebut. Beliau mengatakan bahwa itu adalah ciri khas orang
Yahudi. Lalu ada yang mengusulkan (dengan) membunyikan lonceng. Beliau berkata, Itu
Melihat tidak satu pun usul diterima oleh Rasulullah, maka kembalilah Abdullah bin Zaid sambil
memikirkan apa yang sedang dipikirkan oleh Rasulullah. Ia pun bercerita, Wahai Rasulullah,
saat itu aku antara sadar dan tidak, tiba-tiba datanglah seseorang menemuiku dan
Dua puluh hari sebelumnya, Umar bin Khattab juga telah melihat mimpi yang sama, namun
beliau tidak menceritakannya. Lalu ia menceritakan kepada Rasulullah mimpinya itu. Rasulullah
menjawab, Abdullah bin Zaid telah mendahuluiku, aku pun malu menceritakannya. Maka
Rasulullah pun berkata kepada Bilal, Wahai Bilal, bangkitlah dan ikutilah apa yang didektekan
Abu Bysr berkata, Abu Umeir menceritakan kepadaku bahwa kaum Anshar yang menceritakan
kepadaku bahwa kaum Anshar menduga bahwa sekiranya saat itu Abdullah bin Zaid tidak
Demikianlah azan disyariatkan untuk pelaksanaan shalat lima waktu berjamaah. Sudah
selayaknya kapan saja seorang muslim jika mendengar azan supaya segera mendatanginya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah berkata, Bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda, Sekiranya orang-orang tahu keutamaan menyambut seruan azan dan berada di shaf
pertama, kemudian hal tersebut hanya dapat diraih (dengan) mengundi, niscaya mereka akan
Kedudukan shalat dalam Islam merupakan wasilah yang paling ampuh dalam menghapus
perbedaan status sosial antara kaum muslimin, menghilangkan sikap fanatik terhadap warna
kulit, suku bangsa, dan nasab. Shalat berjamaah mendorong seseorang untuk meninggalkan
kebiasaannya yang suka menyendiri sehingga kaum muslimin dapat saling bergaul dan mengenal
di antara mereka. Dengan demikian, akan tercipta rasa saling menyayangi dan persaudaraan
yang mengakar kuat. Selain itu, shalat berjamaah juga akan membimbing seseorang untuk
Hukum Shalat Fardhu Berjamaah dan Ancaman Meninggalkan Shalat Berjamaah Tanpa
Udzur
Shalat fardhu berjamaah hukumnya fardhu ain (bagi laki-laki). Ini merupakan pendapat dari
Abdullah bin Masud, Abu Musa Al-Asyari, Atha bin Abi Rabbah, Ibnu Khuzaimah, Al-AuzaI,
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda,
Barangsiapa mendengarkan seruan azan, sedang tidak ada udzur yang menghalanginya (untuk)
mengikuti shalat berjamaah, maka tidak sah shalat yang dilakukannya sendirian. Mereka
berkata, Apa itu udzur? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, Rasa takut (tidak
Diriwayatkan dari Abu Darda radhiyallahu anhu bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda, Bilamana tiga orang yang tinggal di satu kota atau desa tidak
menegakkan shalat berjamaah, maka setan akan mempecundangi mereka. Hendaklah kalian
Dalam hadits yang lain, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya shalat yang
paling berat atas kaum munafiqin adalah shalat isya dan fajar. Sekiranya mereka mengetahui
betapa ingin rasanya aku memerintahkan orang-orang untuk shalat kemudian aku
memerintahkan seseorang untuk mengimami mereka. Lalu aku pergi bersama beberapa orang
laki-laki dengan membawa kayu bakar menjumpai orang-orang yang tidak menghadiri shalat
berjamaah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api. (HR. Muslim)
Di antara syari'at yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada umatnya adalah
meluruskan dan merapatkan shaf dalam shalat berjamaah. Barangsiapa yang melaksanakan
syari'at, petunjuk dan ajaran-ajarannya dalam meluruskan dan merapatkan shaf, sungguh dia
telah menunjukkan ittiba' nya [mengikuti] dan kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam.
Adapun hadits-hadits yang memerintahkan untuk meluruskan dan merapatkan shaf diantaranya
sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
Artinya: "Apakah kalian tidak berbaris sebagaimana berbarisnya para malaikat di sisi Rabb
mereka ?" Maka kami berkata: "Wahai Rasulullah , bagaimana berbarisnya malaikat di sisi Rabb
mereka ?" Beliau menjawab : "Mereka menyempurnakan barisan-barisan [shaf-shaf], yang
pertama kemudian [shaf] yang berikutnya, dan mereka merapatkan barisan"
[HR. Muslim, An Nasa'i dan Ibnu Khuzaimah].
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari An Nu'man bin Basyir, Beliau
shallallahu 'alaihi wasallam berkata:
Artinya: Dahulu Rasullullah meluruskan shaf kami sampai seperti meluruskan anak panah hingga
beliau memandang kami telah paham apa yang beliau perintahkan kepada kami (sampai shof
kami telah rapi-pent), kemudian suatu hari beliau keluar (untuk shalat) kemudian beliau
berdiri, hingga ketika beliau akan bertakbir, beliau melihat seseorang yang membusungkan
dadanya, maka beliau bersabda: "Wahai para hamba Allah, sungguh kalian benar-benar
meluruskan shaf atau Allah akan memperselisihkan wajah-wajah kalian".
[HR. Muslim]
Sedangkan hadits yang diriwayatkan dari Anas ra., Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Artinya: "Tegakkan [luruskan dan rapatkan, pent-] shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya aku
melihat kalian dari balik punggungku"
[HR. Al Bukhari dan Muslim],
dan pada riwayat Al Bukhari, Anas r.a. berkata:
"Dan salah satu dari kami menempelkan bahunya pada bahu temannya dan kakinya pada kaki
temannya"
"Dan jika engkau melakukan yang demikian itu pada hari ini, sungguh engkau akan melihat salah
satu dari mereka seolah-olah seperti keledai liar yaitu dia akan lari darimu."
Dari hadits-hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya meluruskan dan merapatkan shaf
pada waktu shalat berjamaah karena hal tersebut termasuk kesempurnaan shalat sebagaimana
sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:
Bahkan sampai ada sebagian ulama yang mewajibkan hal itu, sebagaimana perkataan Syeikh Al-
Albani rahimahullah dalam mengomentari sabda nabi shallallahu 'alaihi wasallam : '... atau Allah
akan memperselisihkan wajah-wajah kalian': "Sesungguhnya ancaman semacam ini tidak
dikatakan didalam perkara yang tidak diwajibkan, sebagaimana tidak samar lagi [pengertian
seperti itu dikalangan ahli ilmu, pent-]". Akan tetapi sungguh amat sangat disayangkan, sunnah
meluruskan dan merapatkan shaf ini telah diremehkan bahkan dilupakan kecuali oleh segelintir
kaum muslimin.
Berkata Syeikh Masyhur Hasan Salman: "Apabila jamaah shalat tidak melaksanakan
sebagaimana yang dilakukan oleh Anas dan An Nu'man maka akan selalu ada celah dan
ketidaksempurnaan dalam shaf. Dan pada kenyataannya -kebanyakan- para jamaah shalat
apabila mereka merapatkan shaf maka akan luaslah shaf [menampung banyak jamaah, pent-]
khususnya shaf pertama kemudian yang kedua dan yang ketiga. Apabila mereka tidak
melakukannya, maka: Pertama: Mereka
terjerumus dalam larangan syar'i, yaitu tidak meluruskan dan merapatkan shaf.
Kedua: Mereka meninggalkan celah untuk syaithan dan Allah akan memutuskan mereka,
sebagaimana hadits dari Umar bin Al Khaththab bahwasanya Nabi bersabda:
"Tegakkan shaf-shaf kalian dan rapatkan bahu-bahu kalian dan tutuplah celah-celah dan jangan
kalian tinggalkan celah untuk syaithan, barangsiapa yang menyambung shaf niscaya Allah akan
menyambungnya dan barangsiapa memutus shaf niscaya Allah akan memutuskannya".
[HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim ]
Ketiga: Terjadi perselisihan dalam hati-hati mereka dan timbul banyak pertentangan di antara
mereka, sebagaimana dalam hadits An Nu'man terdapat faedah yang menjadi terkenal dalam
ilmu jiwa, yaitu: sesungguhnya rusaknya dhahir mempengaruhi rusaknya batin dan kebalikannya.
Disamping itu bahwa sunnah meluruskan dan merapatkan shaf menunjukkan rasa persaudaraan
dan saling tolong-menolong, sehingga bahu si miskin menempel dengan bahu si kaya dan kaki
orang lemah merapat dengan kaki orang kuat, semuanya dalam satu barisan seperti bangunan
yang kuat, saling menopang satu sama lainnya.
Keempat: Mereka kehilangan pahala yang besar yang dikhabarkan dalam hadits-hadits yang
shahih, di antaranya sabda Nabi: Artinya: "Sesungguhnya Allah dan para
malaikatnya bershalawat kepada orang yang menyambung shaf".[HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu
Hiban & Ibnu Khuzaimah].
"Sebaik-baik kalian adalah yang paling lembut bahunya (mau untuk ditempeli bahu saudaranya -
pent) ketika shalat, dan tidak ada langkah yang lebih besar pahalanya daripada langkah yang
dilakukan seseorang menuju celah pada shaf dan menutupinya".
[HR. Ath Thabrani, Al Bazzar dan Ibnu Hiban].
Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling depan, dan sejelek-jelek shaf laki-laki adalah
yang laing belakang, sebaik-baik shaf perempuan adalah yang paling belakang, dan sejelek-jelek
shaf perempuan adlaah yang paling depan.
(H.R. Muslim).
Kalaulah manusia mengetahui apa yang terdapat di azan dan shaf pertama (dari besarnya
pahala-pent) kemudian mereka tidak mendapatkan kecuali dengan diundi, maka pastilah mereka
telah mengadakan undian, dan kalaulah mereka mengetahui apa yang terdapat di sikap selalu
didepan, pastilah mereka telah mendahuluinya, dan kalaulah mereka mereka mengetahui apa
yang terdapat di shalat isya dan shalat subuh (dari keuntungan) maka pastilah mereka
mendatangi keduanya walaupun dengan merayab.
(Bukhari dan Muslim.)
Cara/Syarat Menjadi Imam & Makmum Sholat Berjamaah, Posisi & Ketentuan Shalat
Jamaah
Sebelum memulai shalat dengan makmumnya, seorang imam setelah muazin selesai
mengumandangkan azan dan komat, maka imam berdiri paling depan dan menghadap makmum
untuk mengatur barisan terlebih dahulu. Jika sudah lurus, rapat dan rapi imam menghadap
kiblat untuk mulai ibadah sholat berjamaah dengan khusyuk.
Bacaan dua rokaat awal untuk sholat zuhur dan ashar pada surat Al-fatihah dan bacaan surat
pengiringnya dibaca secara sirran atau lirih yang hanya bisa didengar sendiri, orang lain tidak
jelas mendengarnya. Sedangkan pada solat maghrib, isya dan subuh dibaca secara jahran atau
nyaring yang dapat didengar makmum. Untuk shalat sunah jumat, idul fitri, idul adha, gerhana,
istiqo, tarawih dan witir dibaca nyaring, sedangkan untuk sholat malam dibaca sedang, tidak
nyaring dan tidak lirih.
1. Jika terdiri dari dua pria atau dua wanita saja, maka yang satu menjadi imam dan yang satu
menjadi makmum berada di sebelah kanan imam agak ke belakang sedikit.
2. Jika makmum terdiri dari dua orang atau lebih maka posisi makmum adalah membuat barisan
sendiri di belakang imam. Jika makmum yang kedua adalah masbuk, maka masbuh menepuk
pundak mamum pertama untuk melangkah mundur membuat barisan tanpa membatalkan sholat.
3. Jika terdiri dari makmum pria dan makmum wanita, maka makmum laki-laki berada
dibelakang imam, dan wanita dibalakang makmum lakilaki.
4. Jika ada anak-anak maka anak lelaki berada di belakang makmum laki-laki dewasa dan disusul
dengan makmum anak-anak perempuan dan kemudian yang terakhir adalah makmum perempuan
dewasa.
5. Makmum bencong atau transeksual tetap tidak diakui dan kalau ingin sholat berjama'ah
mengikuti jenis kelamin awal beserta perangkat sholat yang dikenakan
Hadits Jabir:
Nabi SAW berdiri shalat maghrib, lalu aku datang
dan berdiri di samping kirinya. Maka beliau SAW
menarik diriku dan dijadikan di samping kanannya.
Tiba-tiba sahabatku datang (untuk shalat), lalu kami
berbaris di belakang beliau dan shalat bersama
Rasulullah SAW. (HR Ahmad)
3. Satu Laki-laki dan Satu Wanita
Hadits Anas:
Bahwa beliau shalat di belakang Rasulullah SAW
bersama seorang yatim sedangkan Ummu Sulaim
berada di belakang mereka (HR Bukhari dan Muslim)
4. Dua Orang Laki-laki dan Satu Wanita atau
lebih
Legend:
Anak-anak