Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

ANEURISMA AORTA ABDOMINALIS

DISUSUN OLEH:

REZKA DARMAWAN HATTA 110100295


SEETHA GOVINDARAJU 110100429
VINA YUWANDA 110100055
PUTRI F. MARBUN 110100276
JAYA DEV 110100465
IRA EVALINA B. 110100157
OLIVIA MONICA D. 110100205
YEHEZKIEL B. GINTING 110100144
HELEN SUSANTI 110100075
SILVIA YANITA KARINA 110100260
GRACE R. PANGARIBUAN 110100110

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR RSUP HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2016
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul Aneurisma Aorta Abdominalis.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Bedah Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
penguji, dr. Aswadi Tanjung, Sp.BV, dan pembimbing kami, dr. Guntar Rangkuti,
yang telah meluangkan waktunya untuk memberi banyak masukan dalam
penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya tepat
waktu.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat.Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2016

Penulis
iii

DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2
2.1. Anatomi dan Fisiologi Aorta ............................................................ 2
2.2. Aneurisma ........................................................................................ 3
2.3. Aneurisma Aorta Abdominalis ......................................................... 4
2.3.1. Anatomi .................................................................................. 4
2.3.2. Etiologi ................................................................................... 5
2.3.3. Klasifikasi .............................................................................. 7
2.3.4. Faktor Resiko .......................................................................... 8
2.3.5. Tanda dan Gejala ................................................................... 9
2.3.6. Diagnosa ............................................................................... 20
2.3.7. Diagnosa Banding................................................................. 24
2.3.8. Penatalaksanaan .................................................................... 24
2.3.9. Komplikasi ........................................................................... 24
BAB 3 STATUS PASIEN ................................................................................ 27
BAB 4 DISKUSI DAN PEMBAHASAN ........................................................ 35
BAB 5 KESIMPULAN ................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 41
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak diperkenalkannya Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA) pada awal


abad ke-16, penyakit ini menunjukkan progresivitas yang bermakna dalam bedah
vaskular. Pada tahun 1991, pemasangan endovascular stent graft dilakukan pada
orang dengan AAA.1 Meskipun ada 50.000 pasien telah melakukan operasi elektif
perbaikan AAA, di USA angka kematian akibat ruptur aneurisma mencapai
15.000 per tahun. Di negara ini, ruptur AAA merupakan penyebab ke-10 kematian
utama pada pria. Insidensinya terus meningkat seiring perbaikan diagnosis dengan
pencitraan.2

Aneurisma aorta abdominalis (AAA) adalah penyakit multifaktorial yang


umumnya tidak menunjukkan gejala sampai terjadi ruptur. AAA yang ruptur
mempunyai risiko kematian sangat tinggi walaupun telah mendapat tindakan
operatif, sehingga deteksi awal dengan skrining merupakan pencegahan dan terapi
yang efektif.1
Aorta adalah salah satu arteri terbesar dalam tubuh yang mengalirkan
darah teroksigenasi dari jantung ke seluruh tubuh. Bagian aorta yang melalui
abdomen dikenal sebagai aorta abdominalis. Diameter normal aorta adalah 2 cm.
Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA) merupakan pelebaran aorta abdominalis
dengan diameter 3 cm atau lebih. AAA merupakan penyakit multifaktorial dan
lebih sering pada usia lanjut. Pelebaran awalnya berukuran kecil dan tumbuh
seiring meningkatnya tekanan. AAA sering tanpa gejala sampai terjadi ruptur
menimbulkan perdarahan masif yang dapat menyebabkan kematian sangat cepat,
sering tidak sempat mendapat penanganan medis.1,2

The United States Preventive Services Task Force (USPSTF)


merekomendasi skrining USG rutin AAA satu kali pada pria berumur 65-75 tahun
yang pernah merokok 100 batang, karena merokok terbukti merupakan faktor
2

risiko AAA paling besar dan skrining USG ditemukan memiliki manfaat sedang
(moderate benefit) untuk menurunkan risiko kematian dan terjadinya ruptur
AAA.3

1.2. Epidemiologi

Menurut studi autopsi, frekuensi terjadinya AAA berkisar 0,5% hingga


3,2% dengan prevalensi 1,4%. Kecenderungan berkembangnya AAA berkisar 3
hingga 117 kasus per 100.000 orang per tahunnya. Ruptur AAA penyebab nomor
13 kematian di dunia.3 Aneurisma yang terjadi bersamaan pada toraks dan
abdomen dan/atau aneurisma yang terjadi pada segmen viseral disebut
thoracoabdominal aortic aneurysm (TAAA). Aneurisma ini termasuk jarang,
hanya berkisar 2%-5% dari keseluruhan anneurisma aorta akibat degenerasi. Studi
menunjukkan pada penderita aneurisma toraks, sebanyak 20%-30% juga
mengalami aneurisma pada aorta abdomen.5
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Fisiologi Aorta

Aorta abdomen mempunyai tiga lapisan yaitu: tunika intima, tunika media
dan tunika adventisia. Tunika intima terdiri atas endotel, tunika media terdiri atas
sel otot polos yang dikelilingi oleh elastin, kolagen, dan proteoglikan, sedangkan
penyusun utama tunika adventisia adalah kolagen dengan banyak sel lainnya.3

Diameter aorta semakin kecil pada portio toraks menuju bagian abdomen
dan porsio infrarenal. Penurunan ukuran ini akibat berkurangnya elastin pada
tunika media, begitu juga dengan kolagen.3 Bentuknya ada fusiform dan
sakular.3,4

Gambar 1. Aorta
4

2.2. Aneurisma

2.2.1. Anatomi

Aneurisma merupakan dilatasi arteri yang terjadi secara fokal melebihi


1,5x diameter yang normal. AAA secara patologi merupakan adanya dilatasi fokal
pada aorta sebesar 30 mm atau 1,5x ukuran aorta normal.2,4,6

Berdasarkan etiologinya, aneurisma dibagi menjadi dua jenis, yaitu true


aneurysm yang mencakup ketiga lapisan dinding arteri dan false aneurysm
(pseudoaneurisma) yang tidak mencakup ketiga lapisan dinding arteri dan
biasanya diakibatkan sekunder oleh trauma, infeksi dan rusaknya hasil operasi
bypass anastomosis.4,6 Berdasarkan bentuknya, aneurisma dibagi atas fusiform di
mana dilatasi yang terjadi difus, dan sakular yaitu dilatasi terjadi secara eksentrik
sehingga penampakan arteri tetap terlihat normal.3,4

Gambar 1.
Klasifikasi aneurisma: (A) Pseudoaneurisma, (B) Sakular, (C) Fusiform

Aneurisma dapat terjadi di berbagai lokasi sepanjang arteri, namun paling


sering terjadi pada aorta infrarenal, arteri iliaka, dan arteri poplitea.4 Lokasi paling
sering aneurisma aorta berada pada aorta infrarenal.2 Aneurisma juga mempunyai
predileksi khusus pada percabangan arteri. Pembentukan aneurisma terjadi secara
sistemik dan biasanya berhubungan dengan keturunan. Hampir 20% pasien
dengan AAA memiliki penyakit yang sama pada keturunan pertama.2,4
5

Pasien dengan AAA hanya perlu dirawat 1-2 hari di rumah sakit, setelah
itu dapat beraktivitas normal kembali setelah 1 minggu pemasangan stent.2
Kebanyakan aneurisma berhubungan dengan aterosklerosis. Komplikasi serius
akibat adanya aneurisma adalah kecenderungan penambahan ukuran yang
semakin besar dan ruptur. Kemampuan membesar pada setiap aneurisma berbeda-
beda, namun secara umum rata-rata 0,3cm/tahun.2,4 Ukuran aneurisma sangat
penting karena risiko rupturnya aneurisma bergantung pada ukurannya.2,3,4

Menurut hukum Laplace yang telah dimodifikasi Hukum Laplace, semakin


besar dan semakin tipisnya aneurisma tersebut, maka semakin besar tekanan
tangensial pada dinding aorta.2,3,4

J = P x r/t

Di mana:

P= tekanan intralumen

r = radius aneurisma

t= ketebalan dinding.

Seiring peningkatan diameter pada porsio arteri, maka kecepatan aliran


darah akan menurun yang dapat mengakibatkan pembentukan trombus sepanjang
dinding arteri. Trombus tersebut dapat lepas ke sirkulasi menjadi emboli menuju
sirkulasi arteri yang lebih jauh, terutama juka aneurisma yang terjadi di perifer.2,3,4

2.2.2. Tampilan klinis

Aneurisma sering dijumpai berupa massa yang berdenyut tanpa diketahui


penyebabnya pada pemeriksaan fisik rutin atau selama percobaan diagnosis,
seperti ultrasound, CT-scan, atau MRI. Hampir 20% aneurisma memiliki gejala
berupa nyeri, trombosis, emboli distal, ruptur, maupun kejadian yang mengancam
nyawa. Tampilan klinis aneurisma akan sesuai dengan lokasinya.4 Aneurisma
yang terjadi bersamaan pada toraks dan abdomen dan/atau aneurisma yang terjadi
pada segmen viseral disebut thoracoabdominal aortic aneurysm (TAAA).
6

Aneurisma ini termasuk jarang, hanya berkisar 2%-5% dari keseluruhan


anneurisma aorta akibat degenerasi. Studi menunjukkan pada penderita aneurisma
toraks,sebanyak 20%-30% juga mengalami aneurisma pada aorta abdomen.5

Aneurisma yang terjadi pada abdomen atau torakoabdomen biasanya


dijumpai pada pemeriksaan fisik, dan ketika aneurisma ini ruptur maka akan
terjadi nyeri pinggang yang akut dan kolaps hemodinamik. Aneurisma poplitea
dan femoral jarang ruptur, namun trombus mungkin akan berjalan menuju distal
sehingga terjadi emboli di kaki yang menyebabkan iskemik arteri akut. Aneurisma
arteri karotis ekstrakranial dapat menyebabkan iskemik serebrovaskular ketika
terjadi emboli.4,5 Penyebab terbanyak TAAA adalah degenerasi yang berhubungan
dengan hipertensi, merokok, dan penyakit vaskular. Perbandingan TAAA antara
pria dan wanita adalah 1:1, dan pada AAA 5-6:1.3,5 Kelainan kongenital seperti
neurofibromatosis dan/atau spektrum vaskulitis/sindrom aortitis juga dapat
memicu TAAA, menyumbang angka 1-2%.4,5,6

2.3. Aneurisma Aorta Abdominalis

2.3.1. Anatomi

Aneurisma merupakan peningkatan diameter aorta lebih dari 50%.


Aneurisma merupakan dilatasi arteri yang terjadi secara fokal melebihi 1,5x
diameter yang normal. AAA secara patologi merupakan adanya dilatasi fokal pada
aorta sebesar 30 mm atau 1,5x ukuran aorta normal. Sebanyak 90% kejadian AAA
terjadi di infrarenal, lebih sering jukstarenal dan suprarenal pada wanita.2,4,6

2.3.2. Etiologi

- Aterosklerosis

Aterosklerosis berperan dalam cederanya dinding arteri sehingga endotel terpapar


dengan antigen dan memicu respon inflamasi.1,6 Pada aterosklerosis terjadi
gangguan pada difusi nutrisi dan merupakan predisposisi degenerasi dinding arteri
yang diperantarai oleh metalloproteinase. Studi terbaru menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan matrix-metalloproteinase-2 (MMP-2) dan MMP-9 pada awal
7

terjadinya AAA dan tingginya MMP-9 pada AAA yag lebih besar. Kurang
mampunya berkembang vasovasorum pda aorta infrarenal juga mendukung
terjadinya proses ini, sehingga hal inilah yang menjelaskan mengapa sering terjadi
pada daerah ini.4,7

- Kongenital (aneurisma serebral)4,5,7

- Aortitis bakteri (aneurisma mikotik)

Infeksi berperan dalam cederanya dinding arteri sehingga endotel terpapar dengan
antigen dan memicu respon inflamasi.1,4,7 Chlamydia pneumoniae juga ditemukan
pada dinding AAA.1

- Aortitis sifilis (aneurisma toraks)7

- Degradasi proteolitik dinding aorta3

- Inflamasi dan respon imun

Aterosklerosis, stress mekanik, dan infeksi berperan dalam cederanya dinding


arteri sehingga endotel terpapar dengan antigen dan memicu respon inflamasi.
Studi in vivo dan in vitro menunjukkan produksi sitokin inflamasi dan influks
PMN diikuti dengan berubahnya keadaan menjadi inflamasi kronis yang
dimediasi oleh makrofag dan sel T. Proteolisis yang dimediasi oleh makkrofag
melaluisekresi MMP merupakan kunci patofisiologi penyakit ini. Sekresi dan
aktivasi MMP-2, MMP-9 dan ekspresiMT1-MMP pada permukaan sel makrofag
mengakibatkan degradasi elastin dan dinding media aorta sehingga integritasnya
akan rusak dan menyebabkan dihasilkannya elastin degradation peptides (EDPs).
Akibatnya, terjadi stimulasikemotaksis monosit. Terjadi juga deplesi SMCs
sehingga kemampuan regenerasi dan remodelling matriks seluler menjadi lebih
sulit.1,3

- Tekanan biomekanik pada dinding aorta3

- Genetik
8

Kejadian AAA juga berhubungan dengan genetik yaitu pada kromosom 19q13
dan 4q31 yang mengekspresikan sitokin inflamasi dan protein yang mengatur
apoptosis.1,3

- Penipisan lapisan tunika media3

- Kehilangan elastin yang bermakna3

- Degenerasi kistik medial

Patogenesis aneurisma aorta kompleks dan multifaktor. Akibat proses degeneratif


dan penyakit.2,4

- Rusaknya penghubung anastomosis dan trauma.4

- Diseksi kronis1

- Takayasus disease1

- Pseudoxanthoma elasticum1

2.3.3. Faktor Risiko

- Merokok7

- Jenis kelamin

Pada pria lebih sering, jenis kelamin perempuan merupakan faktor protektif.
Namun, wanita cenderung lebih mudah ruptur pada AAA. Ukuran aneurisma
sangat penting karena risiko rupturnya aneurisma bergantung pada
ukurannya.2,4,6,7

- Ras kulit hitam merupakan faktor protektif6

- Hipertensi (1%-15%)3,7

- Hiperlipidemia7

- Hiperkolesterol6
9

- Diabetes merupakan faktor protektif6

- Marfans syndrome, Ehlers-Danlos syndrome4,7

- Trauma atau pseudoaneurisma

Yaitu pada perbaikan aneurisma sebelumnya atau aneurisma perifer False


aneurysm (pseudoaneurisma) yang tidak mencakup ketiga lapisan dinding arteri
dan biasaya diakibatkan sekunder oleh trauma, infeksi dan rusaknya hasil operasi
bypass anastomosis4,6,7

- Riwayat keluarga (berhubungan dengan aktivitas kolagenase dan elastase)6,7

- Tubuh yang tinggi6

- Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)3

- Penyakit arteri koroner3

Risiko Ruptur AAA

Ukuran aneurisma sangat penting karena risiko rupturnya aneurisma


bergantung pada ukurannya. Rupturnya berhubungan dengan hukum Laplace.2,3,4,8
Menurut hukum Laplace yang telah dimodifikasi Hukum Laplace, semakin besar
dan semakin tipisnya aneurisma tersebut, maka semakin besar tekanan tangensial
pada dinding aorta.3,4

Tak ada kelainan bedah vaskular yang lebih darurat dan mematikan dari
ruptur AAA. Wanita cenderung lebih mudah ruptur pada AAA. Ruptur AAA
merupakan penyebab utama kematian pria dengan usia lebih dari 55 tahun di
USA, dengan angka lebih dari 15.000 kehidupan per tahunnya. Angka
mortalitasnya sampai dengan asih hidup kerumah sakit berkisar 40%-70%.6,8
Risiko ruptur pada AAA rendah pada aorta dengan diameter <5cm, namun jika
pertumbuhan aorta >0,5cm per 6 bulan menunjukkan perlunya operasi elektif.2
10

2.3.4. Klasifikasi
Aorta abdominalis merupakan bagian dari aorta yang sering mengalami
aneurisma. Aneurisma dianggap kecil jika kurang dari 4,0 cm, sedang jika 4-5,5
cm, besar jika 5,5-6 cm, dan sangat besar jika > 6,0 cm. Resiko ruptur bergantung
pada dengan ukuran dan tingkat ekspansi, dengan aneurisma kecil diabaikan.
Aneurisma aorta abdominal umumnya aneurisma yang sebenarnya, dalam arti
bahwa mereka terdiri dari dilatasi patologis dari semua 3 lapisan dinding arteri,
meskipun aneurisma mikotik (terinfeksi) mungkin sakular dan aneurisma
inflamasi (yang mencakup 2-10% dari kasus) berkaitan dengan penebalan
terutama adventisia.
Mayoritas aneurisma abdominal adalah infrarenal, berarti dilatasi dimulai
di bawah dari ginjal. Jarang, aneurisma mungkin suprarenal jika mereka
melibatkan lebih dari salah satu arteri visceral tetapi tidak meluas ke dada;
pararenal jika di ginjal tetapi aneurisma tidak timbul dari arteri mesenterika
superior; atau juxtarenal jika di persimpangan arteri ginjal (Gambar 1)

Gambar 3. Klasifikasi Aorta Abdominalis


11

2.3.5. Tanda dan Gejala


Sebagian besar (60-70%) AAA tanpa gejala (asimptomatik) sampai
terjadinya ruptur. Biasanya AAA ditemukan secara tidak sengaja saat
pemeriksaan USG, CT scan, atau pun MRI. Sekitar 30% AAA asimptomatik
dapat terdeteksi dengan pulsasi abdomen saat palpasi rutin abdomen. Kalaupun
ada keluhan, paling sering berupa nyeri pinggang intermitten, dan terasanya
denyutan di abdomen. Nyeri ini sering disebabkan oleh ruptur kecil atau
kebocoran aneurisma di retroperitoneal yang menyebabkan perdarahan sedikit-
dikit atau berangsur-angsur. Bila demikian, aneurisma dikelilingi oleh hematom
besar yang mengandung banyak bekuan darah. Nyeri juga dapat timbul di perut,
epigastrium, atau di bagian dalam abdomen. Bila nyeri bersifat kolik dan hebat
sering di duga berasal dari batu saluran kemih, batu kandung empedu, atau
pankreatitis akut. Pada AAA yang sudah menimbulkan gejala seperti nyeri, nyeri
tekan, berdenyut, risiko ruptur biasanya meningkat.

Aneurisma besar (>5cm) dapat terdeteksi dengan mudah pada pasien


kurus, akurasi berkurang pada pasien obesitas dan aneurisma berukuran kecil.
Dengan palpasi abdomen, sensitivitas hanya sekitar 60-76% dan spesifisitas
sekitar 68-82%.

2.3.6 Diagnosis

Diagnosis aneurisma aorta abdominalis ditegakkan berdasarkan keluhan,


gejala klinis, dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksaan perut, ditemukan massa berdenyut, dan letaknya ditengah abdomen.
Terdengar bising yang selaras dengan denyut jantung di atas massa tersebut.

Bila terjadi ruptur aneurisma aorta abdominal, diagnosis ditegakkan


berdasarkan nyeri abdomen yang persisten akut atau subakut dibagian tengah
abdomen. Nyeri juga mungkin terasa di kiri daerah ginjal dan acap kali mulai di
pinggang. Tampak atau teraba denyutan pada massa di tengah abdomen, menjalar
12

ke lateral karena terjadi hematom sekunder pada retroperitoneal. Perdarahan


intrabdomen ditandai dengan syok hemoragik dengan anemia.

Lebih dari 80 % pasien dengan ruptur abdominal aorta aneurisma (AAA)


terjadi tanpa ada riwayat diagnosa AAA sebelumnya, yang berkontribusi
mengakibatkan peningkatan angka misdiagnosa sebesar 24 -42 %. Tidak ada hasil
penemuan laboratorium yang berarti untuk menegakkan diagnosa AAA. Tes
laboratorium hanya digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding lainnya.

Pemilihan untuk tes radiologi dalam evaluasi AAA diantaranya berupa


ultrasonography, plain radiography, computed tomography (CT), magnetic
resonance imaging (MRI), dan angiography.

a. Ultrasonography
USG merupakan standard alat imejing untuk AAA. USG memiliki sensitivitas
mendekati 100% dan spesifisitas 96% untuk mendeteksi adanya AAA. USG juga
dapat mendeteksi adanya darah peritoneal bebas.
13

USG bersifat invasive dan dapat dilakukan di samping tempat tidur pasien, dan
harus segera dilakukakan jika terdapat suspek AAA. Skrining untuk AAA dapat
menurunkan mortalitas akibat ruptur dan biayanya yang murah. USG abdominal
dapat memberikan gambaran kehadiran aneurisma, ukuran, dan luasnya. Selain
itu, hal ini dapat menjadi monitoring pasien yang aneurisma nya terlalu kecil
untuk intervensi bedah. Hal ini juga berguna untuk tindak lanjut setelah operasi
endovaskular untuk menilai daya tahan perbaikan.

b. Plain radiography

Foto polos abdomen sering sekali dilakukan pada pasien dengan keluhan perut
sebelum diagnosis AAA ditegakkan. Menggunakan metode ini untuk
mengevaluasi pasien AAA sangat sulit karena temuan yang spesifik berupa Aortic
Wall Calcification.

c. Computed Tomography
CT memiliki sensitifitas 100% untuk mendeteksi AAA, dan memiliki
banyak keuntungn dibandingkan USG untuk menentukan ukuran aorta,
perluasan, perkembangan arteri viseral, dan ekstensi ke suprarenal aorta.
CT dapat melakukan visualisasi retroperitoneum, dan tidak terbatas oleh
obesitas atau bowel gas, dan dapat juga mengevaluasi ginjal.
14

d. Magnetic Resonance Imaging


MRI memungkinkan pencitraan dari aorta yang sebanding dengan CT
ataupun USG. Ini mungkin dapat memberikan gambaran percabangan
pembuluh darah yang lebih baik daripada CT ataupun USG, tetapi tidak
terlalu bernilai dalam hal menentukan perpanjangan suprarenal dan tidak
cocok pada pasien yang tidak stabil.

e. Angiography
Diindikasikan sebelum repair aneurisma arterial oclusive disease pada
viseral dan ekstremitas bawah atau saat repair endograft akan dilakukan.
15

2.3.7 Diagnosa Banding

Acute Gastritis
Appendicitis
Cystitis in Females
Diverticulitis
Emergent Management of Pancreatitis
Gallstones (Cholelithiasis)
Large-Bowel Obstruction
Myocardial Infarction
Peptic Ulcer Disease
Small-Bowel Obstruction

2.3.8. Penatalaksanaan

Farmakoterapi :

Antihipertensif untuk mempertahankan tekanan sistolik pada 120mmHg atau


kurang
16

Propanolol untuk menurunkan kekuatan pulsasi dalam aorta dengan


menurunkan kontraktilitas miokard.

Pembedahan dilakukan jika pengobatan farmako terapi tidak berhasil untuk


mencegah pembesaran aneurisma atau pasien menunjukan gejala-gejala nyeri
semakin memburuk.

a. Penatalaksanaan pada Unruptured aneurisma


Bahkan pasien yang tidak memiliki gejala dari AAA mereka mungkin
akhirnya memerlukan intervensi bedah karena hasil dari manajemen medis
pada populasi ini adalah kematian 100% dari waktu ke waktu sebagai
konsekuensi dari pecahnya aorta. Selain itu, pasien ini memiliki potensi
kerugian ekstremitas dari embolisasi perifer.

Keputusan untuk mengobati unruptured AAA didasarkan pada risiko operasi,


risiko pecah, dan diperkirakan harapan hidup pasien. Risiko operasi
didasarkan pada komorbiditas pasien dan faktor rumah sakit (lihat Tabel 1 di
bawah). karakteristik pasien, termasuk usia, jenis kelamin, fungsi ginjal, dan
penyakit cardiopulmonary mungkin adalah faktor yang paling penting.
Namun, rumah sakit yang lebih rendah-volume dan ahli bedah berhubungan
dengan kematian yang lebih tinggi.
17

Resiko pecahnya AAA berdasarkan ukuran

b. Intervensi Bedah
Indikasi operasi : pasien dengan diagnosis aneurisma 5 cm atau dengan
pelebaran aneurisma yang progresif dipertimbangkan untuk dilakukan
pembedahan. Perubahan mendadak seperti nyeri yang sangat hebat
merupakan tanda bahaya dan dapat merupakan suatu tanda pelebaran
aneurisma yang progresif, kebocoran, dan ruptur. Tujuan tindakan bedah
adalah melaksanakan operasi sebelum komplikasi terjadi.
18

Teknik Perbaikan dengan Pembedahan Terbuka (Open Repair).

Terdapat beberapa pendekatan untuk melakukan pembedahan terbuka, setiap


teknik memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

1. Transperitoneal Approach
Teknik ini memudahkan dan lebih fleksibel untuk mengeksplor AAA, arteri
renali, dan kedua arteri iliaca. Dibuat midline incision abdomen dari xiphoid
sampai pubis, panjang insisi tergantung dari besar aneurisma.1
19

Gambar 4. Teknik Perbaikan transperitoneal AAA dengan graft prostese lurus


atau bercabang. D, duodenum; IMA, inferior mesenteric artery; IMV, inferior
mesenteric vein; LRV, left renal vein; SMA, superior mesenteric artery.

2. Retroperitoneal Approach
Pendekatan transperitoneal pada pasien dengan keadaan abdomen yang kurang
mendukung untuk menjalani operasi seperti aneurisma suprarenal yang luas,
horseshoe kidney, peritoneal dialysis, inflammatory aneurysm, atau asites. Pada
keadaan ini dengan pendekatan retroperitoneal adalah yang paling baik.
Dengan teknik ini, posisi pasien lateral dekubitus kanan. Insisi untuk
lapangan operasi pada pertengahan dari atas crista iliaca dan tepi kosta. Lengan
kiri diberi bantalan dan diletakkan diatas lengan kanan dengan diberi penyokong.
Derajat kemiringan bahu 60o dan panggul 30o untuk memudahakan mengeksplor
lapangan operasi.

Insisi pada sela iga X dimulai dari linea aksilaris posterior dilebarkan ke
medial sampai batas lateral rectus sheat menuju titik tengah antara umbilikus dan
simfisis pubis.1
20

Gambar 5. Teknik Perbaikan retroperitoneal AAA dengan graft prostese lurus

3. Minimal Incision Aortic Surgery


Pemilihan pasien sangat penting karena pasien obesitas dan yang
membutuhkan graft bercabang bukan kandidat dengan prosedur ini. Panjang insisi
midline di periumbilikan kurang dari 12 sampai 15 cm, sampai kurang dari 9 cm
insisi proksimal dari umbilikus.1

Gambar 6. Minimal incision aortic surgery (MIAS)


21

Endovascular Aortic Aneurysm Repair (EVAR).

Teknik EVAR, stent-graft dimasukkan ke dalam lumen aneurisma melalui arteri


femoralis dan difiksasi ditempatnya pada leher aorta yang tidak mengalami
aneurisma dan arteri iliaca dengan melebarkan stent atau balloon-expandable
stents. Beberapa stent-grafts memiliki mata kail, pin, atau kait untuk fiksasi
stent.1

Gambar 7. Teknik EVAR.

2.3.9. Komplikasi

Komplikasi aneurisma aorta dapat berupa ruptur atau emboli, ruptur


aneurisma aorta abdominalis (AAA) sering terjadi. Emboli yang berasal dari
trombus didalam aneurisma dapat menyebabkan obstruksi arteri di eksterimitas
dan organ dalam. Jika terjadi ruptur angka kematian semakin besar menjadi 50%.

Komplikasi pasca-bedah secara dini meliputi perdarahan serta trombosis


dan embolisasi. Selain itu dapat timbul komplikasi urologi yang mencakup
obstruksi ureter atau dapat terjadi trauma ureter oleh karena kurang hati-hati
selama pembedahan, komplikasi lanjut setelah perbaikan aneurisma mencakup
perkembangan aneurisma palsu yang timbul sebagai proses infeksi

Selain itu komplikasi lainnya yang bisa ditimbulkan berupa :


22

Pneumonia : Infeksi yang diakbitkan penularan dari Rumah Sakit atau di


ICU
Graft Infection : Infeksi yang diakibtakan pasca pemasangan graft
Colon Ischemia : terjadi 15 20 % pada AAA yang telah ruptur
Bowel Obstruksi
Renal Failure : yang berhubungan dengan kadar level kreatinin
preoperatif, emboli kolesterol intraoperatif, dan hipotensi
Late graft enteric fistula

BAB 3
STATUS PASIEN

BAB 4
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

BAB 5
KESIMPULAN
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Schermerhorn ML, Nedeau AE. Chapter 218: Type IV Thoracoabdominal,


Infrarenal, and Pararenal Aortic Aneurysms. In: Fischer JE. Fischers Mastery of
Surgery. 6th ed. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins; 2012. p.2212-3.

2. Lin PH, et al. Chaper 23: Arterial Disease. In: Brunicardi FC. Schwatzs
Principles of Surgery. 10th ed. New York: Mc Graw Hill; 2015. p.850-2.

3. Rahimi SA. Abdominal Aortic Aneurysm. Available from:


http://reference.medscape.com/article/1979501. Accessed on 20th Dec 2016.

4. Mckinsey JF, et al. Chapter 22: Disease of the Vascular System. In: Lawrence
PF. Essentials of General Surgery. 5th ed. Philadelphia: Lippincot Williams and
Wilkins; 2013. p.453-5

5. Cambria RP, Craword RS. Chapter 217: Thoracoabdominal Aortic Aneurysm


Repair. In: Fischer JE. Fischers Mastery of Surgery. 6th ed. Philadelphia:
Lippincot Williams and Wilkins; 2012. p.2202-3.

6. Tracci MC, Cherry KJ. Section XII: Vascular. Chapter 61: The Aorta. In:
Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL.Sabiston Textbook of
Surgery. 20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2017. p.1721-3.

7. Grace PA, Borley NR. 71: Aneurysm. Surgery at a Glance. 5th ed. UK: Wiley-
Blackwell;2013. p.166-7.

8. Pomposelli F, Kalish J. Chapter 219: Ruptured Abdominal Aortic Aneurysms.


In: Fischer JE. Fischers Mastery of Surgery. 6th ed. Philadelphia: Lippincot
Williams and Wilkins; 2012. p.2219-20.

Tambahan

1. Aggarwal S, Qamar A, Sharma V, Sharma A. Abdominal aortic aneurysm: A


comprehensive review. Exp Clin Cardiol. 2011; 16(1): 11-5.
24

2. Moll FL, Powell JT, Fraedrich G, Verzini F, Haulon S, Waltham M, et al.


Management of abdominal aortic aneurysms clinical practice guidelines of the
european society for vascular surgery. Eur J Vasc Endovasc Surg. 2011; (41): 2-
10
3. Final recommendation statement: Abdominal aortic aneurysm: Screening.U.S.
preventive services task force [Internet]. Available from:
http://www.uspreventiveservicestaskforce.org/Page/Document/RecommendationS
tatementFinal/abdominal-aortic-aneurysm-screening

Anda mungkin juga menyukai