Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Investasi asing bisa disebut sebagai Penanaman Modal Asing (PMA) atau bisa juga
disebut Foreign Direct Investment (FDI). Penanaman modal asing memberikan banyak hal
positif dalam perekonomian suatu negara, seperti misalnya Thailand, China, atau Korea
Selatan. Untuk di Indonesia sendiri, dampak positif dari adanya penanaman modal asing
adalah pada zaman Orde Baru. Yang pada saat itu pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata
7% pertahun selama periode 1980-an.

Peran penanaman modal asing (FDI) dalam proses pembangunan ekonomi negara-negara
maju dan berkembang telah banyak diutarakan dalam literatur pembangunan ekonomi
nasional dan pembangunan ekonomi daerah. Lalu lintas modal asing antar negara dan antar
lokalitas di dunia tersebut akan berlalu-lalang mengikuti dinamika perkembangan
perusahaan-perusahaan lintas nasional (MNC) dan perusahaan global (global firms) yang
dipermudah dengan globalisasi dan temuan teknologi. Bersama-sama dengan investasi
domestik dan investasi masyarakat, FDI masih merupakan pilihan utama untuk
memanfaatkan momentum kebangkitan perekonomian Indonesia di masa datang.
Kehadiran penanaman modal asing di negara kita bukan merupakan sesuatu yang baru bagi
negara dan masyarakat Indonesia. FDI sempat menjadi primadona dalam mitra pembangunan
saat negara kita melaju pada tingkat percepatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di atas 7%
per tahunnya saat sebelum krisis perekonomian terjadi. Bersama-sama dengan investasi
masyarakat, penanaman modal secara keseluruhan telah tumbuh rata-rata sekitar 10,% per
tahun pada periode 1991-1996 dengan kontribusi hampir mencapai 30 % terhadap Produk
Domestik Bruto.

BAB II
ISI
Mencemati Masuknya Aliran Dana Investasi Asing Ke Indonesia
IHSG memperbaiki catatan rekor tertinggi dengan berakhir di level 4.215,44 setelah menguat
49,37 poin atau 1,1% pada perdagangan Selasa (3/4/2012).Rekor tertinggi yang pernah
dicapai IHSG adalah di level 4.193,44 yang terjadi pada penutupan 1 Agustus 2011.Hal ini
ditengarai oleh investor lokal yang mengikuti jejak asing dengan net buy Rp 10 triliun dalam
sebulan terakhir. Itulah yang saat ini banyak sekali menghiasi headline berita didalam negeri
saat ini, baik dimedia cetak maupun elektronik. Ditengah ancaman krisis eropa, Amerika,
konflik Iran-As, dan pasca pengumuman kenaikan BBM bersubsidi per 1 April 2012
Kemarin, banyak analis lokal dan investor yang dibuat bingung oleh aliran dana asing yang
masuk sehingga mendongkrak rekor IHSG pada level tertingginya kemarin.
Sebenarnya apa yang menyebabkan investor asing berani menanamkan modalnya yang begitu
besar di indonesia?
1. Arus modal asing masuk negara emerging market termasuk Indonesia diperkirakan akan
semakin deras, karena spread suku bunga antara negara maju dengan emerging market
semakin lebar.
2. Derasnya aliran dana asing merupakan dampak dari membaiknya persepsi asing terhadap
risiko investasi di pasar modal Indonesia. Situasi politik dan keamanan dalam negeri,
terutama di Jakarta, terkait demonstrasi kenaikan BBM terbukti tidak menjadi sentimen
negatif bagi pasar.
3.Indonesia relatif kuat dari ancaman krisis global. Pasalnya, fundamental ekonomi Indonesia
lebih dipengaruhi oleh sektor konsumsi.

4. Rating layak investasi (investment grade) bagi Indonesia.


FDI atau Investasi Asing (PMA) di Indonesia
Ada 2 jenis investasi, yaitu :
a) Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment)
FDI atau investasi di sektor riil adalah investasi yang langsung ditanamkan di industri atau
bidang usaha tertentu seperti pertambangan, properti, pertanian, dan lain sebagainya.
Investasi di sektor riil sangat penting karena dapat memberi manfaat ekonomi yang besar
bagi Indonesia melalui penyerapan tenaga kerja, pengurangan kemiskinan, peningkatan
kualitas SDM, pertumbuhan industri, dan penggarapan berbagai sumber daya ekonomi.
Sayangnya, jumlah FDI di Indonesia masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan
investasi tidak langsung (portofolio). Padahal investasi di sektor riil inilah yang dapat
memberikan manfaat ekonomi dan finansial yang strategis bagi Indonesia. Seperti yang telah
dibahas dibagian sebelumnya, pemerintah masih menghadapi banyak tantangan dan kendala
dalam memberdayakan FDI.

b) Investasi asing tidak langsung


Investasi tidak langsung banyak dilakukan dalam bentuk saham korporasi, surat obligasi,
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan Surat Utang Negara (SUN). Data Bank Indonesia
menyebutkan hingga 10 Mei 2007, jumlah dana asing di SBI mencapai Rp 45,3 triliun.
Sedangkan yang ditempatkan di SUN sebesar Rp 77,2 triliun. Banyaknya dana asing dari
investasi ini memang telah menguatkan nilai rupiah, namun penguatan tersebut tidak ada
artinya apabila tidak membawa dampak positif bagi sektor riil dan rakyat.
Dana dari investasi portofolio umumnya bersifat jangka pendek (hot money) dan dapat ditarik
kembali oleh investor (arus balik) setiap saat apabila ada negara lain yang menawarkan
keuntungan lebih besar. Oleh karena itu, ada kemungkinan pemerintah akan mengalami
guncangan ekonomi apabila suatu waktu dana tersebut ditarik kembali oleh investor dalam
jumlah besar. Selain itu, investasi portofolio juga sulit menjangkau kesejahteraan rakyat. Jadi,
meskipun mampu mendorong nilai rupiah, tidak ada peningkatan yang berarti di sektor riil.
Beberapa tantangan yang dihadapi untuk memberdayakan penanaman modal telah juga
diakui oleh Pemerintah dalam Laporan buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2004-2009. Kendala dan tantangan tersebut antara lain:
1) Persaingan kebijakan investasi yang dilakukan oleh negara pesaing seperti China,
Vietnam, Thailand dan Malaysia.
2) Masih rendahnya kepastian hukum, karena berlarutnya RUU Penanaman Modal.
3) Lemahnya insentif investasi.
4) Kualitas SDM yang rendah dan terbatasnya infrastruktur.
5) Tidak adanya kebijakan yang jelas untuk mendorong pengalihan teknologi dari PMA.
6) Masih tingginya biaya ekonomi, karena tingginya kasus korupsi, keamanan dan
penyalah gunaan wewenang
7) Meningkatnya nilai tukar riil efektif rupiah.
8) Belum optimalnya pemberian insentif dan fasilitasi.
Tantangan dan kendala di atas lamban laun mulai dapat diatasi oleh Pemerintah pada
beberapa tahun terakhir ini. Pemerintah bertekad dalam program pembangunan yang sedang
berjalan untuk mewujudkan iklim investasi yang sehat. Restrukturisasi lembaga pemerintahan
segera dilakukan dengan menuntaskan sinkronisasi peraturan antar sektor dan antar pusat dan
daerah. Peningkatan efisiensi pelayanan ekspor-impor kepelabuhanan, kepabeanan dan
administrasi ekspor-impor telah menjadi prioritas penanganan oleh Instansi Pemerintah
terkait. Pemangkasan prosedur perijinanpun telah dilakukan, sekaligus dengan
dikeluarkannya berbagai paket insentif investasi.
Upaya yang telah dilakukan Pemerintah ini membuahkan hasil dalam peningkatan kehadiran
FDI di Indonesia. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir misalnya, realisasi investasi asing
di Indonesia secara kumulatif telah mencapai nilai 18,0 miliar dollar AS, atau meningkat
sekitar 50 % dibandingkan periode tahun 2000-2003. Bidang investasi menonjol yang yang
digeluti oleh perusahaan PMA antara lain kegiatan-kegiatan pada industri logam dan mesin;
percetakan; kendaraan bermotor; tekstil; perdagangan dan perkebunan.

Strategi Manajerial Yang perlu Dibangun dalam Persaingan Global:


Untuk mendorong lebih lanjut peningkatan investasi penanaman modal di Indonesia, perlu
diciptakan iklim investasi dan usaha yang lebih menarik. Singkat kata, iklim investasi yang
positif dapat ditingkatkan melalui upaya-upaya berkesinambungan yang dilakukan oleh para
birokrat dan para pelaku ekonomi di lokalitas-lokalitas tempat investasi dalam hal-hal berikut
ini:
Memberikan kepastian hukum atas peraturan-peraturan pada tingkat pusat dan daerah serta
menghasilkan produk hukum yang berkaitan dengan kegiatan penanaman modal sehingga
tidak memberatkan beban tambahan pada biaya produksi usaha.
Memelihara keamanan dari potensi gangguan kriminalitas oleh oknum masyarakat terhadap
aset-aset berharga perusahaan, terhadap jalur distribusi barang dan gudang serta pada tempat-
tempat penyimpanan barang jadi maupun setengah jadi.
Memberikan kemudahan yang paling mendasar atas pelayanan yang ditujukan pada para
investor, meliputi perijinan investasi, imigrasi, kepabeanan, perpajakan dan pertahanan
wilayah.
Memberikan secara selektif rangkaian paket insentif investasi yang bersaing.
Menjaga kondisi iklim ketenagakerjaan yang menunjang kegiatan usaha secara berkelanjutan.

Sudah selayaknya jika para pemilik modal asing menginginkan adanya perlindungan dan
jaminan investasi atas ancaman terjadinya resiko nasionalisasi dan eksproriasi. Merekapun
menginginkan adanya jaminan dalam hak untuk dapat mentransfer laba maupun deviden, dan
hak untuk melakukan penyelesaian hukum melalui arbitrase internasional. Para pelaku
ekonomi di daerah dan aparat birokrasi pemerintahan daerah perlu secara bersama melakukan
persiapan-persiapan dalam upaya terprogram meningkatkan kompetensi daerah. Upaya awal
yang paling mendasar adalah membangun kesiapan sumber daya manusia yang trampil dan
cekatan. Sekolah-sekolah kejuruan industrial, ekonomi, teknologi dan bahasa dapat dibangun
secara sinergi antar unsur-unsur pelaku ekonomi yang ada di daerah.
Berikutnya ketersediaan fasilitas prasarana industri seperti pergudangan, jalur transportasi
untuk logistik barang, pelabuhan, terminal serta hub-hub intra moda transportasi, sumber
energi, air bersih, saluran irigasi lintas-desa, lembaga-lembaga ekonomi dan finansial
pedesaan, serta pos-pos kolektor dan penyimpanan produk-produk hasil pertanian perlu
dibangun secara memadai dan berkualitas. Rentetan investasi tersebut perlu ditrigger oleh
inisiatif para gubernur dan para bupati dengan mengundang para investor masyarakat lokal.
Dalam literatur perekonomian daerah jenis penanaman modal yang demikian dimasukkan
kedalam kelompok social overhead capital (SOC). Ketersediaan SOC akan memberikan
rangsangan pada para investor di luar daerah untuk segera berkunjung dan menetap, karena
mereka akan mendapatkan apa yang dinamakan dengan penghematan-penghematan
urbanisasi (urbanization economies) dan agglomerasi (agglomeration economies).
Scanning Capability
Mengundang investor asing, berarti harus memahami karakteristiknya. Investor sebagaimana
halnya businessmen menginginkan maximize profit dalam jangka pendek atau mendapatkan
return yang rendah tetapi mendapat jaminan keuntungan dalam jangka panjang (long- term
capital gain) . Investor asing tidak saja menginginkan rendahnya biaya material dan upah
buruh, mudahnya mendapatkan permodalan yang murah dan tersedianya transportasi yang
murah dan mudah dijangkau, tetapi juga menginginkan longgarnya regulasi dari pemerintah
setempat. Investor asing seolah-olah mempunyai scanning capability untuk
membandingkan peluang (opportunity), potensi kendala (problem), dan kemudahan-
kemudahan lain yang didapat dari suatu negara dengan negara lain.
Kondisi ini menyebabkan negara yang menginginkan investasi asing masuk, seakan-akan
berkompetisi untuk menarik investor dengan menawarkan berbagai kemudahan. Keuntungan
yang diperoleh suatu negara dengan adanya investor asing adalah : memecahkan masalah
pengangguran dengan terbentuknya lapangan kerja baru, masuknya teknologi baru sebagai
upaya mengurangi teknologi gap, mendapatkan tax revenue, memanfaatkan sumber daya
alam, dan keuntungan bangkitnya investor domestik sebagai akibat multiplier effect.

Kompetisi Global
Setidak-tidaknya ada beberapa atribut yang menggiring investor untuk melakukan kompetisi
tersebut antara lain:
Factor condition, dikenal sebagi tradisional atau basic factor. Terdiri dari :
1. Sumber daya alam. Ketersediaan dalam jumlah, kemudahan dan biaya yang
kompetitif untuk mendapatkan sumber daya alam
2. Sumber daya manusia, meliputi kualitas, jumlah, biaya, faktor budaya dan etika.
3. Infrastruktur, meliputi : kualitas, jenis, biaya transportasi, sistem komunikasi, kesehatan,
institusi budaya, dll.
4. Pengetahuan.
5. Sumber permodalan.
Untuk pemerintah Indonesia, seperti yang banyak disarankan oleh ekonom adalah : kordinasi
yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menyusun regulasi
sehingga tidak tumpang tindih, standar regulasi ketenagakerjaan yang fair, penyederhanaan
jalur birokrasi dan upaya yang serius terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Strategi Investasi Untuk Menarik Minat Investor

(1) Strategi Pengembangan Leading/ Key Industry


Strategi pengembangan industri andalan merupakan strategi pembangunan daerah yang
paling favorit untuk dilaksanakan. Industri andalan yang akan dikembangkan biasanya
merupakan kegiatan usaha atau industri di daerah yang memiliki keunggulan daya saing
dibandingkan dengan kegiatan sejenis di daerah pesaing lainnya.
Menurut Perroux, sebagai pioneer arsitek konsep polarized development dalam
pengembangan daerah, leading industry memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor
kegiatan ekonomi lainnya di daerah; sehingga dapat mendorong pola pembangunan yang
terpolarisasi di dalam wilayah suatu daerah. Industri andalan ini biasanya berbentuk industri
yang berorientasikan ekspor, seperti LNG untuk Aceh, minyak bumi dan kelapa sawit untuk
Riau, pariwisata dan perhotelan untuk Bali, tekstil untuk Jawa Barat dan perbankan/lembaga
keuangan untuk DKI Jakarta.
Industri andalan yang dikembangkan di daerah diharapkan akan mendorong proses
pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan sumber
pendapatan di daerah tersebut baik dalam bentuk pendapatan perusahaan dan rumah tangga
maupun pendapatan dari pajak daerah. Salah satu metode untuk menyeleksi industri andalan
yang memiliki daya saing adalah dengan revealed comparative advantage(RCA). Menurut
analisis yang dilakukan oleh Brodjonegoro (1999), Daerah Aceh memiliki dua industri
andalan masing-masing industri yang menghasilkan produk minyak bumi dan pupuk, dengan
RCA index di atas satu. Sayangnya ada kendala keterbatasan cadangan minyak dan besarnya
komponen impor bahan baku pupuk yang jika akan dikembangkan lebih lanjut menjadi
terbatas sustainabilitynya. Demikian proses analisis seperti ini dapat dilanjutkan untuk
Daerah Propinsi lainnya..
Keunggulan daya saing industri andalan dapat dipertahankan sepanjang industri
tersebut dapat mendorong terbentuknya berbagai penghematan eksternal (external
economies), antara lain dengan mengembangkan lebih lanjut industri hilir dan industri-
industri penunjang. Agar proses ini dapat terlaksana Pemerintah Daerah dapat memberikan
berbagai kemudahan dan sistem insentif investasi yang merangsang agar industri andalan ini
dapat berkembang.. Pemberian sistem insentif tersebut perlu dikaitkan dengan kemampuan
industri ini melakukan kegiatan R&D dan inovasi agar proses multiplier terhadap
perekonomian daerah dapat terus dipelihara dalam jangka panjang..
Kelemahan utama dari strategi pembangunan leading industry ini adalah ancaman
terhadap kemungkinan terpolarisasinya pembangunan daerah hanya pada wilayah core yang
terbatas. Hal ini sudah terbukti dengan kehadiran PT Caltex di Dumai, PT Freeport Indonesia
di wilayah Irian Jaya dan mega proyek lainnya di pelosok daerah Indonesia.

2. Strategy Growth Center


Strategi ini antara lain menekankan pentingnya program penyediaan fasilitas kota atau
infrastruktur untuk suatu kawasan industri pada lokasi atau tempat strategik (ports, transit
site, intersection dekat dengan lokasi growth center). Strategi growth center telah banyak
berhasil di Indonesia antara lain dengan dibangunnya kawasan Pulau Batam (BIDA, 2000)
dan kawasan industri di Pulogadung-Jakarta. Keberhasilan pengembangan Pulau Batam
adalah karena lokasinya yang strategis dekat dengan tranfer-points perdagangan antar negara
di Singapura, dan memanfaatkan pengembangan ancillary industries yang memiliki
keterkaitan dengan leading industry elektronika di negara tetangga. Banyaknya obyek wisata
baru yang dikembangkan turut pula mendorong keberhasilan tersebut, disamping tentunya
hasil kerja keras dari para pimpinan puncak manajemen pengelola kawasan Batam.
Sedangkan untuk kawasan industri Pulogadung pada saat ini sedang menghadapi
permasalahan struktural karena meningkatnya external diseconomies dan urbanization
diseconomies dari kota Jakarta, khususnya di sekitar lokasi kawasan tersebut.
3. Strategi Pengembangan Ancillary Industry
Jika industri yang berorientasikan ekspor atau suatu leading industry dan dapat pula
kawasan industri atau pelabuhan/airport menjadi cukup berkembang sehingga dapat
menciptakan pasar untuk produk-produk lanjutan , baik ke hulu maupun ke hilir, dan atau
kegiatan tersebut telah cukup untuk menghasilkan external localization economies untuk
industri-industri yang terkait, maka strategy pengembangan ancillary industry sudah dapat
dicoba untuk dilaksanakan.
Contoh terbaik dalam sukses strategi investasi ini dijumpai dalam pengembangan
industri semiconductor di kompleks produksi Silicon-Valley, Los Angeles (Scott, 1987).
Beberapa pengamatan atas keberhasilan strategi ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (a)
produksi semiconductor di areal tersebut telah mendorong menjamurnya kelahiran para
pemasok bahan baku maupun para subkontraktor di sekitar kompleks produksi sehingga
dapat menciptakan agglomeration economies, (b) kompleks ini juga merupakan daya tarik
untuk datangnya industri pengguna peralatan semiconductor, seperti pengusaha manufaktur
komputer dan televisi. Kepesatan pengembangan kompleks produksi ini sayangnya tidak
diantisipasi oleh Pemerintah Daerah dalam hal penyediaan labor dan perumahan serta cara-
cara menanggulangi kerusakan lingkungan hidup, sehingga pada saat ini terjadi ancaman
naiknya agglomeration diseconomies.
Kemajuan pesat aplikasi strategi ini banyak dijumpai di beberapa tempat sekitar
lapangan terbang yang menghubungkan akses kota-kota di dunia dengan mudah, cepat dan
murah. Kasarda (1999) baru-baru ini mengamati kecenderungan perusahaan-perusahaan klas
dunia yang bersaing menurut waktu (time-based competition) banyak memindahkan lokasi
usahanya disekitar lokasi tempat lapangan terbang Dulles airport, Dallas-Fort International
airport, Memphis International airport, Chicagos OHare airport dan lapangan-lapangan
terbang internasional lainnya. Lokasi airport disamping memberikan akses pasar dunia juga
pada saat yang sama dapat diperoleh penghematan agglomeration karena kehadiran jasa
profesional dalam bidang konsultan, iklan, hukum, pengolahan data, akuntansi dan auditing,
dan jasa public relations.
Kepastian Hukum dan Kebijakan Insentif
Salah satu faktor yang terpenting dalam upaya menarik investor ke daerah adalah
adanya jaminan kepastian hukum dalam menjalankan usaha. Pengalaman selama masa orde
Baru, Pemerintah kurang berhasil dalam memberikan jaminan bahwa peraturan yang telah
ditetapkan dalam kegiatan investasi dan usaha akan tetap dipegang walaupun sistem
pemerintahan berubah. Jaminan ini sangat diminta oleh para investor maupun calon investor
dalam kegiatan investasi yang jangka waktu pengembalian modal yang ditanamnya cukup
lama. Hal ini dapat kita jumpai dalam kegiatan investasi di bidang eksplorasi minyak bumi
dan hasil tambang, industri berat, perkebunan, kawasan industri, apartemen dan gedung
bertingkat, serta kegiatan-kegiatan high-tech industries.
Melihat pada kepentingan perusahaan asing di masa datang dalam melakukan kegiatan
investasi di daerah, Pemerintah Pusat dan DPR-Pusat harus segera mengeluarkan ketentuan
perundang-undangan tentang penanaman modal, pertanahan dan pemanfaatan lahan melalui
zoning, sistem perencanaan dan perizinan yang keseluruhannya dengan ketentuan-ketentuan
dalam UU No 22 Tahun 1999 dan UU No 25 tahun 1999 dalam rangka otonomi daerah.
Produk-produk hukum tersebut hendaknya juga memberikan kepastian pada para investor
bahwa modal yang ditanamkannnya dalam bentuk investasi langsung tidak akan
dinasionalisasikan oleh Pemerintahan Daerah, termasuk bahwa mereka masih bebas sewaktu-
waktu untuk melakukan tindakan exit dari industri dan mentransfer laba usaha ke luar
negeri.
Alangkah baiknya jika undang-undang tersebut memberikan juga hak kepada para
investor asing untuk mengajukan keberatan-keberatan kepada Pemerintah Pusat atas produk
hukum di daerah yang merugikan. Akhirnya, segala Peraturan Daerah yang akan dikeluarkan
tidak boleh bertolak belakang dengan produk hukum yang telah ditetapkan kepada mereka
sebelum dikeluarkannya kedua Undang-undang tentang otonomi dan desentralisasi.
DATA INVESTASI ASING DI INDONESIA
PMA era Orde Baru
Salah satu dampak positif dari sangat nyata dari kehadiran PMA di Indonesia selama era
Orde Baru adalah pertumbuhan PDB yang pesat, yakni rata-rata per tahun antara 7% hingga
8% yang membuat Indonesia termasuk negara di ASEAN dengan pertumbuhan yang tinggi
(Gambar 3). Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi tersebut, rata-rata pendapatan nasional
per kapita di Indonesia naik pesat setiap tahun, yang pada tahun 1993 dalam dollar AS sudah
melewati angka 800. Pada tahun 1968 pendapatan nasional Indonesia per kapitamasih sangat
rendah, masih sedikit dibawah 60 dollar AS (Gambar 4). Tingkat ini jauh lebih rendah
dibandingkan pendapatan di negara-negara berkembang lainnya saat itu, seperti misalnya
India, Sri Langka dan Pakistan. Tetapi, akibat krisis, pendapatan nasional per kapita
Indonesia menurun drastis ke 640 dollar tahun 1998 dan 580 dollar AS tahun 1999.
Pesatnya arus masuk PMA ke Indonesia selama periode pra-krisis 1997 tersebut tidak lepas
dari strategi atau kebijakan pembangunan yang diterapkan oleh Soeharto waktu itu yang
terfokus pada industrialisasi selain juga pada pembangunan sektor pertanian. Untuk
pembangunan industri, pemerintah Orde Baru menerapkan kebijakan substitusi impor dengan
proteksi yang besar terhadap industri domestik. Dengan luas pasar domestik yang sangat
besar karena penduduk Indonesia yang sangat banyak, tentu kebijakan proteksi
tersebut merangsang kehadiran PMA. Dan memang PMA yang masuk ke Indonesia terpusat
di sektor industri manufaktur. Baru pada awal dekade 80-an, kebijakan substitusi impor
dirubah secara bertahap ke kebijakan promosi ekspor.

Oleh karena itu, perkembangan sektor industri manufaktur yang pesat yang mendorong
terjadinya perubahan ekonomi secara struktural dari sebuah ekonomi berbasis pertanian ke
sebuah ekonomi berbasis industri selama era Orde Baru tidak lepas dari peran PMA. Pada
tahun 1988, misalnya, pangsa sektor industri terhadap pembentukan PDB tercatat sekitar
37%, namun sejak 1997 telah melewati 40% (Gambar 5). PMA juga sangat berperan dalam
perkembangan ekspor non-migas, khususnya barang-barang manufaktur. Pada awal dekade
80-an, sumbangan dari industri manufaktur terhadap total ekspor non-migas baru sekitar
20%, namun menjelang krisis 1997, sahamnya naik menjadi 70% (Gambar 6).

Perkembangan PMA Pasca Krisis: Daya Tarik Indonesia Merosot Terus?

Sejak krisis 1997 hingga sekarang pertumbuhan arus masuk PMA ke Indonesia masih relatif
lambat jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis yang sama
seperti Thailand, Korea Selatan dan Filipina. Bahkan hingga tahun 2001 arus masuk net PMA
ke Indonesia negatif dalam jumlah dollar yang tidak kecil, dan setelah itu kembali positif
terkecuali tahun 2003 (Table 3). Arus masuk net negatif itu disebabkan banyak PMA yang
menarik diri atau pindah lokasi ke negara-negara tetangga.

Masih dari laporan yang sama, Tabel 6 menyajikan peringkat Indonesia menurut indeks
kinerja PMA (IKPMA) dan indeks potensi arus masuk PMA (IPPMA). IKPMA adalah suatu
ukuran mengenai besarnya arus masuk PMA yang diterima oleh sebuah negara relatif
terhadap besarnya ekonomi dari negara tersebut. Indeks ini dihitung sebagai rasio dari pangsa
dari sebuah negara di dalam total arus masuk PMA di dunia terhadap pangsanya di dalam
total PDB dunia. Sedangkan IPPMA didasarkan pada 12 variabel ekonomi dan struktural
yang diukur dengan skor relatif dari variabel-variabel tersebut pada suatu urutan angka antara
0 hingga 1. Indeks ini adalah rata-rata tidak tertimbang dari skor-skor tersebut dari berikut
ini: PDB per kapita, laju pertumbuhan PDB, pangsa ekspor di dalam PDB, infrastruktur
telekomunikasi (jumlah sambungan telepon rata-rata per 1000 penduduk dan jumlah HP per
1000 penduduk), pemakaian enerji komersial per kapita, pangsa dari pengeluaran R&D di
dalam pendapatan nasional bruto, pangsa dari dari mahasiswa tersier di dalam jumlah
populasi, resiko negara, ekspor dari SDA sebagai suatu persentase dari total dunia, impor dari
bagian-bagian dan komponen-komponen dari elektronik dan otomotif sebagai suatu
persentase dari total dunia, ekspor jasa sebagai suatu persentase dari total dunia, dan stok
PMA masuk sebagai suatu persentase dari total dunia.

Beberapa Kendala Investasi

Hasil survei tahunan terhadap perusahaan-perusahaan di 131 negara dari World Economic
Forum (2007) yang berpusat di Geneva (Swiss) untuk The Global Competitiveness Report
2007-2008 memperlihatkan permasalahan-permasalahan utama yang dihadapi pengusaha-
pengusaha di Indonesia. Seperti yang dapat dilihat di Gambar 7, infrastruktur yang buruk
(dalam arti kuantitas terbatas dan kualitas buruk) tetap pada peringkat pertama, dan birokrasi
pemerintah yang tidak efisien pada peringkat kedua. Jika dalam survei tahun lalu
keterbatasan akses keuangan tidak merupakan suatu problem serius, hasil survei tahun ini
masalah itu berada di peringkat ketiga.
Memang opini pribadi dari para pengusaha Indonesia yang masuk di dalam sampel survei
mengenai buruknya infrastruktur di dalam negeri selama ini sejalan dengan kenyataan bahwa
Indonesia selalu berada di peringkat rendah, bahkan terendah di dalam kelompok ASEAN.
Seperti yang dapat dilihat di Gambar 8, Indonesia berada di posisi 102, satu poin lebih rendah
daripada Filipina. Jika dalam survei WEF selama beberapa tahun berturut-turut belakangan
ini menempatkan Indonesia pada posisi sangat buruk untuk infrastruktur, ini berarti memang
kondisi infrastruktur di dalam negeri sangat memprihatinkan. Padahal, salah satu penentu
utama keberhasilan suatu negara untuk dapat bersaing di dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas saat ini dan di masa depan adalah jumlah dan kualitas infrastruktur yang
mencukupi. Buruknya infrastruktur dengan sendirinya meningkatkan biaya produksi yang
pada akhirnya menurunkan daya saing harga dengan konsukwensi ekspor menurun.
Konsukwensi lainnya adalah menurunnya niat investor asing (atau PMA) untuk membuka
usaha di dalam negeri, dan ini pasti akan berampak negatif terhadap produksi dan ekspor di
dalam negeri.

Birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang dihadapi bukan hanya Indonesia
tetapi juga banyak negara lain di Asia, termasuk di negara-negara yang terkena krisis
ekonomi 1997/98, meskipun reformasi dalam skala lumayan telah berlangsung di negara-
negara tersebut. Sebagai suatu ilustrasi, dari sejumlah negara yang diteliti oleh lembaga
think-tankPolitical and Economic Risk Consultancy (PERC) yang masih banyak pejabat
tinggi pemerintah yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan
orang-orang dekat mereka.
Dalam kasus Indonesia, masalahnya adalah pada mahalnya persetujuan atau lisensi. Banyak
pejabat senior pemerintah terjun ke bisnis atau menggunakan posisi mereka untuk melindungi
dan mengangkat kepentingan bisnis pribadinya, demikian disebutkan oleh PERC yang
dikutip dari Kompas berbasis di Hongkong, Indonesia termasuk terburuk dan tak mengalami
perbaikan yang berarti sejak 1999, meskipun masih lebih baik dibanding Cina, Vietnam dan
India. Pada tahun 2000, misalnya, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tak bergerak dari skor
1999, dari kisaran skor yang dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk.
Tahun 1998, PERC juga menempatkan Indonesia sebagai negara nomor satu paling korup di
Asia. Sementara Transparency International (TI) tahun 1998 mendudukkan Indonesia di
posisi keenam negara paling korup sedunia, setelah tahun 1995 peringkat pertama (Kompas,
Senin, 13 Maret 2000). Masih menurut Kompas yang sama, skor 8,0 atau jauh di bawah rata-
rata ini didasarkan pada pertimbangan yang sama.
2 Kendala Perijinan Investasi Selama ini
Dalam membahas atau mengidentifikasi kendala perijinan penanaman modal di Indonesia,
ada tiga hal yang perlu dipahami. Pertama, ijin investasi tidak bisa dilihat sebagai sesuatu
yang berdiri sendiri, tetapi harus menjadi satu paket dengan ijin-ijin lain yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kegiatan usaha atau menentukan untung
ruginya suatu usaha. Kedua, selain harus sejalan dengan atau didukung oleh UU lainnya
yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kelancaran penanaman modal di
dalam negeri, UU PM yang baru ini juga harus memberikan solusi paling efektif terhadap
permasalahan-permasalahan lainnya yang juga sangat berpengaruh terhadap kegiatan
investasi, diantaranya adalah persoalan pembebasan tanah. Banyak kasus dalam
beberapatahun belakangan ini menunjukkan kegiatan investasi terhambat atau bahkan
dibatalkan karena belum tuntasnya pembebasan tanah. Ini berarti, masalah pembebasan tanah
harus masuk di dalam paket perijinan investasi seperti yang dimaksud di atas. Ketiga, adalah
birokrasi yang tercerminkan oleh antara lain prosedur administrasi dalam mengurus investasi
(seperti perizinan, peraturan atau persyaratan, dan lainnya) yang berbelit-belit dan langkah-
langkah prosedurnya yang tidak jelas. Ini juga merupakan masalah klasik yang membuat
investor enggan melakukan investasi di Indonesia.

Di sini peran pemerintah pusat sangat diharapkan.


Terakhir, adanya UU PM No.25 2007 harus diakui merupakan suatu kemajuan besar dalam
upaya selama ini menyederhanakan proses perizinan penanaman modal untuk meningkatkan
investasi di dalam negeri. Namun, hasilnya sangat tergantung pada bagaimana
implementasinya di lapangan. Oleh karena itu, implementasiya harus dimonitor secara ketat,
khususnya di daerah. Karena, lagi-lagi, masalah klasik lainnya di republik ini adalah
Indonesia termasuk jempolan dalam membuat konsep atau memformulasikan suatu UU.
Tetapi, hanya sedikit dari UU yang ada hingga saat ini di bidang ekonomi yang dilaksanakan
secara sungguh-sungguh. Persoalannya juga klasik: (1) ada orang-orang pemerintah, di pusat
maupun di daerah, khususnya di bidang-bidang yang basah, merasa dirugikan dengan suatu
UU, sehingga mereka akan dengan segala cara menghalangi pelaksanaan UU tersebut; dan
(2) akibat gaji yang rendah, banyak pegawai negeri yang ditugaskan melaksanakan UU
tersebut di lapangan bisa dengan mudah di sogok oleh pihak yang merasa dirugikan oleh UU
tersebut, sehingga akhirnya UU tersebut tidak berlaku efektif di lapangan.

Kebaikan Penanaman Modal Asing


Investasi asing setidaknya harus memenuhi 2 manfaat, yaitu :
1. Manfaat finansial : yaitu dapat menghasilkan pendapatan bagi negara berupa pajak,
dividen, royalti, dls.
2.Manfaat ekonomi : yaitu dapat menciptakan lapangan pekerjaan, transfer teknologi dan
skill, terwujudnya industri yang kompetitif dan efisien, dan berbagai kepentingan strategis
lainnya.
Masyarakat, pemerintah , dan perusahaan-perusahaan nasional dapat memperoleh keuntungan
dari kehadiran modal asing. Kepada masyarakat, penanaman modal asing akan menambah
kesempatan kerja dan mengurangi masalah pengangguran yang dihadapi pemerintah.
Kemampuan perusahaan-perusahaan asing menggunakan teknologi yang lebih tinggi
menyebabkan tingkat produktivitasnya tinggi dan oleh karenanya dapat membayar gaji yang
lebih tinggi daripada yang sanggup dibayar oleh perusahaan nasional. Teknologi yang lebih
tinggi tersebut memungkinkan pula masyarakat untuk memperoleh barang-barang dengan
harga yang lebih murah dan lebih baik mutunya.
Untuk pemerintah, keuntungan dari penanaman modal asing adalah sebagai sumber
penghasilan pendapatan, berupa pajak yang dikenakan atas keuntungan yang diperoleh dan
royalti yang dibayar perusahaan-perusahaan asing untuk memperoleh konsesi pengusahaan
kekayaan alam yang dimiliki Negara. Keuntungan paling penting diterima oleh perusahaan-
perusahaan nasional yang menerima ekonomi ekstern dari perusahaan-perusahaan asing yang
dikembangkan, yaitu berupa kemungkinan untuk menggunakan teknologi yang lebih baik,
lebih mudah memperoleh bahan baku, dan dapat menjual hasil-hasil usahanya kepada
perusahaan asing.
Kelemahan Penanaman Modal Asing
Dengan berbagai keuntungan yang dapat diberikan oleh penanaman modal asing
tidaklah berarti bahwa kehadiran modal asing akan sepenuhnya menjamin kesuksesan
pembangunan ekonomi. Penanaman modal asing dapat juga menimbulkan beberapa hal yang
tidak menguntungkan pembangunan ekonomi. Walau pada mulanya modal asing dapat
membantu mengatasi masalah jurang ganda, namun dalam jangka panjang penanaman modal
langsung dapat mengurangi tingkat tabungan yang tercipta pada masa yang akan datang
apabila kegiatan mereka mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat sebagai akibat lebih
banyaknya barang-barang konsumsi yang tersedia, tidak menanam kembali keuntungan yang
diperoleh dan menghalangi perkembangan perusahaan-perusahaan nasional sejenis. Demikian
juga, dalam jangka panjang modal asing dapat memperburuk masalah kekurangan mata
asing, yaitu apabila hasil-hasil mereka tidak diekspor atau tidak menggantikan barang-barang
impor dan mereka mengimpor bahan mentah dari luar negeri dan mengirimkan keuntungan
yang diperoleh kepada perusahaan induk di luar negeri.
Perusahaan-perusahaan asing dapat menghambat perkembangan perusahaan nasional
yang sejenis dengan mereka. Pengetahuan teknologi, keahlian-keahlian manajemen dan
pemasarang yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan asing akan melemahkan persaingan
dan menghambat perkembangan dari perusahaan-perusahaan nasional. Apabila
perkembangan perusahaan asing hanya mengakibatkan kesukaran untuk menumbuhkan
perusahaan sejenis, akibat seperti itu tidaklah terlalu serius. Tetapi, apabila akibat yang
ditimbulkan oleh berkembangnya perusahaan asing adalah mematikan perusahaan nasional
yang sudah ada, maka akibat yang tidak menguntungkan tersebut cukup serius karena
menimbulkan pengangguran dan menghapuskan mata pencaharian sekelompok masyarakat.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Investor asing sangat berdampak positif terhadap Indonesia, jika investor asing masuk, maka
otomatis akan menekan tingkat pengangguran yang juga menjadi salah satu masalah yang
cukup rumit bagi Indonesia. Namun apabila kita berkaca terhadap singapura yang menduduki
tingkat pertama dalam survey Doing Bussines 2010 World Bank karena Singapura memiliki
daya saing yang tinggi, padahal singapura sangat terbatas dalam hal sumber daya alam.
Sangat jauh berbeda dengan Indonesia yang hanya memiliki peringkat 122 dari 183 negara
yang disurvei.
Namun di sisi lain, kebijakan pemerintah dalam mendatangkan investor asing dalam
membangun perekonomian negara, mendapat kritikan dari para sejumlah ekonom. Seperti
yang dikatakan Robert Eisner, Eisner mengatakan dalam bukunya yang berjudul The
Misunderstood, ia mengatakan bahwa apabila investasi asing terlalu besar masuk ke
Indonesia, bisa mengakibatkan hutang baru, yang dimana Indonesia sudah mempunyai cukup
banyak hutang terhadap negara-negara lain. Dan Eisner juga mengatakan bahwa investasi
asing tidak selalu baik dalam membangun suatu ekonomi negara. Contohnya saja jika
investasi asing terlalu besar, sedangkan ekspor masih sangat rendah, maka pendapatan negara
yang diperoleh dari keuntungan investasi akan beralih ke luar negeri, sehingga menyebabkan
kerugian bagi Indonesia. Yang konsekuensinya sebagian pendapatan kita pun diberikan
kepada investor, yang akhirnya Indonesia mengalami keuntungan yang amat sedikit.
Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah bahwa investasi memang sangat penting sebagai
motor utama perkembangan dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Walaupun
pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pengeluaran pemerintah juga penting, tetapi tanpa
investasi pertumbuhan ekonomi jangka panjang tidak bisa tercapai. Namun demikian, harus
diakui bahwa PMA, khususnya dari negara-negara maju, tetap lebih penting daripada PMDN,
terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia karena tiga alasan utama. Pertama,
PMA membawa teknologi baru dan pengetahuan lainnya yang berguna bagi pembangunan di
dalam negeri. Kedua, pada umumnya PMA mempunyai jaringan kuat dengan lembaga-
lembaga keuangan global, sehingga tidak tergantung pada dana dari perbankan di Indonesia.
Ketiga, bagi perusahaan-perusahaan aisng di Indonesia yang berorientasi ekspor, biasanya
mereka sudah memiliki jaringan pasar global yang kuat, sehingga tidak ada kesulitan dalam
ekspor.

DAFTAR PUSTAKA

http://els.bappenas.go.id/upload/other/Investasi%20Asing%20Dan%20Pembangunan.htm
http://andev.multiply.com/reviews/item/33
Curry, Jeffry Edmund. 2001, Memahami Ekonomi Internasional, Memahami Dinamika Pasar
Global, Penerbit PPM,Jakarta
http://fe.iluni.or.id/hal/berita/detail/255/memberantas_korupsi__menyelesaikan_krisis_.html
www.indonesiafinancetoday.com/.../Indonesia-Tetap-Dipilih-Investor...

Anda mungkin juga menyukai