BAB I B.indo
BAB I B.indo
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Investasi asing bisa disebut sebagai Penanaman Modal Asing (PMA) atau bisa juga
disebut Foreign Direct Investment (FDI). Penanaman modal asing memberikan banyak hal
positif dalam perekonomian suatu negara, seperti misalnya Thailand, China, atau Korea
Selatan. Untuk di Indonesia sendiri, dampak positif dari adanya penanaman modal asing
adalah pada zaman Orde Baru. Yang pada saat itu pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata
7% pertahun selama periode 1980-an.
Peran penanaman modal asing (FDI) dalam proses pembangunan ekonomi negara-negara
maju dan berkembang telah banyak diutarakan dalam literatur pembangunan ekonomi
nasional dan pembangunan ekonomi daerah. Lalu lintas modal asing antar negara dan antar
lokalitas di dunia tersebut akan berlalu-lalang mengikuti dinamika perkembangan
perusahaan-perusahaan lintas nasional (MNC) dan perusahaan global (global firms) yang
dipermudah dengan globalisasi dan temuan teknologi. Bersama-sama dengan investasi
domestik dan investasi masyarakat, FDI masih merupakan pilihan utama untuk
memanfaatkan momentum kebangkitan perekonomian Indonesia di masa datang.
Kehadiran penanaman modal asing di negara kita bukan merupakan sesuatu yang baru bagi
negara dan masyarakat Indonesia. FDI sempat menjadi primadona dalam mitra pembangunan
saat negara kita melaju pada tingkat percepatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di atas 7%
per tahunnya saat sebelum krisis perekonomian terjadi. Bersama-sama dengan investasi
masyarakat, penanaman modal secara keseluruhan telah tumbuh rata-rata sekitar 10,% per
tahun pada periode 1991-1996 dengan kontribusi hampir mencapai 30 % terhadap Produk
Domestik Bruto.
BAB II
ISI
Mencemati Masuknya Aliran Dana Investasi Asing Ke Indonesia
IHSG memperbaiki catatan rekor tertinggi dengan berakhir di level 4.215,44 setelah menguat
49,37 poin atau 1,1% pada perdagangan Selasa (3/4/2012).Rekor tertinggi yang pernah
dicapai IHSG adalah di level 4.193,44 yang terjadi pada penutupan 1 Agustus 2011.Hal ini
ditengarai oleh investor lokal yang mengikuti jejak asing dengan net buy Rp 10 triliun dalam
sebulan terakhir. Itulah yang saat ini banyak sekali menghiasi headline berita didalam negeri
saat ini, baik dimedia cetak maupun elektronik. Ditengah ancaman krisis eropa, Amerika,
konflik Iran-As, dan pasca pengumuman kenaikan BBM bersubsidi per 1 April 2012
Kemarin, banyak analis lokal dan investor yang dibuat bingung oleh aliran dana asing yang
masuk sehingga mendongkrak rekor IHSG pada level tertingginya kemarin.
Sebenarnya apa yang menyebabkan investor asing berani menanamkan modalnya yang begitu
besar di indonesia?
1. Arus modal asing masuk negara emerging market termasuk Indonesia diperkirakan akan
semakin deras, karena spread suku bunga antara negara maju dengan emerging market
semakin lebar.
2. Derasnya aliran dana asing merupakan dampak dari membaiknya persepsi asing terhadap
risiko investasi di pasar modal Indonesia. Situasi politik dan keamanan dalam negeri,
terutama di Jakarta, terkait demonstrasi kenaikan BBM terbukti tidak menjadi sentimen
negatif bagi pasar.
3.Indonesia relatif kuat dari ancaman krisis global. Pasalnya, fundamental ekonomi Indonesia
lebih dipengaruhi oleh sektor konsumsi.
Sudah selayaknya jika para pemilik modal asing menginginkan adanya perlindungan dan
jaminan investasi atas ancaman terjadinya resiko nasionalisasi dan eksproriasi. Merekapun
menginginkan adanya jaminan dalam hak untuk dapat mentransfer laba maupun deviden, dan
hak untuk melakukan penyelesaian hukum melalui arbitrase internasional. Para pelaku
ekonomi di daerah dan aparat birokrasi pemerintahan daerah perlu secara bersama melakukan
persiapan-persiapan dalam upaya terprogram meningkatkan kompetensi daerah. Upaya awal
yang paling mendasar adalah membangun kesiapan sumber daya manusia yang trampil dan
cekatan. Sekolah-sekolah kejuruan industrial, ekonomi, teknologi dan bahasa dapat dibangun
secara sinergi antar unsur-unsur pelaku ekonomi yang ada di daerah.
Berikutnya ketersediaan fasilitas prasarana industri seperti pergudangan, jalur transportasi
untuk logistik barang, pelabuhan, terminal serta hub-hub intra moda transportasi, sumber
energi, air bersih, saluran irigasi lintas-desa, lembaga-lembaga ekonomi dan finansial
pedesaan, serta pos-pos kolektor dan penyimpanan produk-produk hasil pertanian perlu
dibangun secara memadai dan berkualitas. Rentetan investasi tersebut perlu ditrigger oleh
inisiatif para gubernur dan para bupati dengan mengundang para investor masyarakat lokal.
Dalam literatur perekonomian daerah jenis penanaman modal yang demikian dimasukkan
kedalam kelompok social overhead capital (SOC). Ketersediaan SOC akan memberikan
rangsangan pada para investor di luar daerah untuk segera berkunjung dan menetap, karena
mereka akan mendapatkan apa yang dinamakan dengan penghematan-penghematan
urbanisasi (urbanization economies) dan agglomerasi (agglomeration economies).
Scanning Capability
Mengundang investor asing, berarti harus memahami karakteristiknya. Investor sebagaimana
halnya businessmen menginginkan maximize profit dalam jangka pendek atau mendapatkan
return yang rendah tetapi mendapat jaminan keuntungan dalam jangka panjang (long- term
capital gain) . Investor asing tidak saja menginginkan rendahnya biaya material dan upah
buruh, mudahnya mendapatkan permodalan yang murah dan tersedianya transportasi yang
murah dan mudah dijangkau, tetapi juga menginginkan longgarnya regulasi dari pemerintah
setempat. Investor asing seolah-olah mempunyai scanning capability untuk
membandingkan peluang (opportunity), potensi kendala (problem), dan kemudahan-
kemudahan lain yang didapat dari suatu negara dengan negara lain.
Kondisi ini menyebabkan negara yang menginginkan investasi asing masuk, seakan-akan
berkompetisi untuk menarik investor dengan menawarkan berbagai kemudahan. Keuntungan
yang diperoleh suatu negara dengan adanya investor asing adalah : memecahkan masalah
pengangguran dengan terbentuknya lapangan kerja baru, masuknya teknologi baru sebagai
upaya mengurangi teknologi gap, mendapatkan tax revenue, memanfaatkan sumber daya
alam, dan keuntungan bangkitnya investor domestik sebagai akibat multiplier effect.
Kompetisi Global
Setidak-tidaknya ada beberapa atribut yang menggiring investor untuk melakukan kompetisi
tersebut antara lain:
Factor condition, dikenal sebagi tradisional atau basic factor. Terdiri dari :
1. Sumber daya alam. Ketersediaan dalam jumlah, kemudahan dan biaya yang
kompetitif untuk mendapatkan sumber daya alam
2. Sumber daya manusia, meliputi kualitas, jumlah, biaya, faktor budaya dan etika.
3. Infrastruktur, meliputi : kualitas, jenis, biaya transportasi, sistem komunikasi, kesehatan,
institusi budaya, dll.
4. Pengetahuan.
5. Sumber permodalan.
Untuk pemerintah Indonesia, seperti yang banyak disarankan oleh ekonom adalah : kordinasi
yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menyusun regulasi
sehingga tidak tumpang tindih, standar regulasi ketenagakerjaan yang fair, penyederhanaan
jalur birokrasi dan upaya yang serius terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Strategi Investasi Untuk Menarik Minat Investor
Oleh karena itu, perkembangan sektor industri manufaktur yang pesat yang mendorong
terjadinya perubahan ekonomi secara struktural dari sebuah ekonomi berbasis pertanian ke
sebuah ekonomi berbasis industri selama era Orde Baru tidak lepas dari peran PMA. Pada
tahun 1988, misalnya, pangsa sektor industri terhadap pembentukan PDB tercatat sekitar
37%, namun sejak 1997 telah melewati 40% (Gambar 5). PMA juga sangat berperan dalam
perkembangan ekspor non-migas, khususnya barang-barang manufaktur. Pada awal dekade
80-an, sumbangan dari industri manufaktur terhadap total ekspor non-migas baru sekitar
20%, namun menjelang krisis 1997, sahamnya naik menjadi 70% (Gambar 6).
Sejak krisis 1997 hingga sekarang pertumbuhan arus masuk PMA ke Indonesia masih relatif
lambat jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis yang sama
seperti Thailand, Korea Selatan dan Filipina. Bahkan hingga tahun 2001 arus masuk net PMA
ke Indonesia negatif dalam jumlah dollar yang tidak kecil, dan setelah itu kembali positif
terkecuali tahun 2003 (Table 3). Arus masuk net negatif itu disebabkan banyak PMA yang
menarik diri atau pindah lokasi ke negara-negara tetangga.
Masih dari laporan yang sama, Tabel 6 menyajikan peringkat Indonesia menurut indeks
kinerja PMA (IKPMA) dan indeks potensi arus masuk PMA (IPPMA). IKPMA adalah suatu
ukuran mengenai besarnya arus masuk PMA yang diterima oleh sebuah negara relatif
terhadap besarnya ekonomi dari negara tersebut. Indeks ini dihitung sebagai rasio dari pangsa
dari sebuah negara di dalam total arus masuk PMA di dunia terhadap pangsanya di dalam
total PDB dunia. Sedangkan IPPMA didasarkan pada 12 variabel ekonomi dan struktural
yang diukur dengan skor relatif dari variabel-variabel tersebut pada suatu urutan angka antara
0 hingga 1. Indeks ini adalah rata-rata tidak tertimbang dari skor-skor tersebut dari berikut
ini: PDB per kapita, laju pertumbuhan PDB, pangsa ekspor di dalam PDB, infrastruktur
telekomunikasi (jumlah sambungan telepon rata-rata per 1000 penduduk dan jumlah HP per
1000 penduduk), pemakaian enerji komersial per kapita, pangsa dari pengeluaran R&D di
dalam pendapatan nasional bruto, pangsa dari dari mahasiswa tersier di dalam jumlah
populasi, resiko negara, ekspor dari SDA sebagai suatu persentase dari total dunia, impor dari
bagian-bagian dan komponen-komponen dari elektronik dan otomotif sebagai suatu
persentase dari total dunia, ekspor jasa sebagai suatu persentase dari total dunia, dan stok
PMA masuk sebagai suatu persentase dari total dunia.
Hasil survei tahunan terhadap perusahaan-perusahaan di 131 negara dari World Economic
Forum (2007) yang berpusat di Geneva (Swiss) untuk The Global Competitiveness Report
2007-2008 memperlihatkan permasalahan-permasalahan utama yang dihadapi pengusaha-
pengusaha di Indonesia. Seperti yang dapat dilihat di Gambar 7, infrastruktur yang buruk
(dalam arti kuantitas terbatas dan kualitas buruk) tetap pada peringkat pertama, dan birokrasi
pemerintah yang tidak efisien pada peringkat kedua. Jika dalam survei tahun lalu
keterbatasan akses keuangan tidak merupakan suatu problem serius, hasil survei tahun ini
masalah itu berada di peringkat ketiga.
Memang opini pribadi dari para pengusaha Indonesia yang masuk di dalam sampel survei
mengenai buruknya infrastruktur di dalam negeri selama ini sejalan dengan kenyataan bahwa
Indonesia selalu berada di peringkat rendah, bahkan terendah di dalam kelompok ASEAN.
Seperti yang dapat dilihat di Gambar 8, Indonesia berada di posisi 102, satu poin lebih rendah
daripada Filipina. Jika dalam survei WEF selama beberapa tahun berturut-turut belakangan
ini menempatkan Indonesia pada posisi sangat buruk untuk infrastruktur, ini berarti memang
kondisi infrastruktur di dalam negeri sangat memprihatinkan. Padahal, salah satu penentu
utama keberhasilan suatu negara untuk dapat bersaing di dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas saat ini dan di masa depan adalah jumlah dan kualitas infrastruktur yang
mencukupi. Buruknya infrastruktur dengan sendirinya meningkatkan biaya produksi yang
pada akhirnya menurunkan daya saing harga dengan konsukwensi ekspor menurun.
Konsukwensi lainnya adalah menurunnya niat investor asing (atau PMA) untuk membuka
usaha di dalam negeri, dan ini pasti akan berampak negatif terhadap produksi dan ekspor di
dalam negeri.
Birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang dihadapi bukan hanya Indonesia
tetapi juga banyak negara lain di Asia, termasuk di negara-negara yang terkena krisis
ekonomi 1997/98, meskipun reformasi dalam skala lumayan telah berlangsung di negara-
negara tersebut. Sebagai suatu ilustrasi, dari sejumlah negara yang diteliti oleh lembaga
think-tankPolitical and Economic Risk Consultancy (PERC) yang masih banyak pejabat
tinggi pemerintah yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan
orang-orang dekat mereka.
Dalam kasus Indonesia, masalahnya adalah pada mahalnya persetujuan atau lisensi. Banyak
pejabat senior pemerintah terjun ke bisnis atau menggunakan posisi mereka untuk melindungi
dan mengangkat kepentingan bisnis pribadinya, demikian disebutkan oleh PERC yang
dikutip dari Kompas berbasis di Hongkong, Indonesia termasuk terburuk dan tak mengalami
perbaikan yang berarti sejak 1999, meskipun masih lebih baik dibanding Cina, Vietnam dan
India. Pada tahun 2000, misalnya, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tak bergerak dari skor
1999, dari kisaran skor yang dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk.
Tahun 1998, PERC juga menempatkan Indonesia sebagai negara nomor satu paling korup di
Asia. Sementara Transparency International (TI) tahun 1998 mendudukkan Indonesia di
posisi keenam negara paling korup sedunia, setelah tahun 1995 peringkat pertama (Kompas,
Senin, 13 Maret 2000). Masih menurut Kompas yang sama, skor 8,0 atau jauh di bawah rata-
rata ini didasarkan pada pertimbangan yang sama.
2 Kendala Perijinan Investasi Selama ini
Dalam membahas atau mengidentifikasi kendala perijinan penanaman modal di Indonesia,
ada tiga hal yang perlu dipahami. Pertama, ijin investasi tidak bisa dilihat sebagai sesuatu
yang berdiri sendiri, tetapi harus menjadi satu paket dengan ijin-ijin lain yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kegiatan usaha atau menentukan untung
ruginya suatu usaha. Kedua, selain harus sejalan dengan atau didukung oleh UU lainnya
yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kelancaran penanaman modal di
dalam negeri, UU PM yang baru ini juga harus memberikan solusi paling efektif terhadap
permasalahan-permasalahan lainnya yang juga sangat berpengaruh terhadap kegiatan
investasi, diantaranya adalah persoalan pembebasan tanah. Banyak kasus dalam
beberapatahun belakangan ini menunjukkan kegiatan investasi terhambat atau bahkan
dibatalkan karena belum tuntasnya pembebasan tanah. Ini berarti, masalah pembebasan tanah
harus masuk di dalam paket perijinan investasi seperti yang dimaksud di atas. Ketiga, adalah
birokrasi yang tercerminkan oleh antara lain prosedur administrasi dalam mengurus investasi
(seperti perizinan, peraturan atau persyaratan, dan lainnya) yang berbelit-belit dan langkah-
langkah prosedurnya yang tidak jelas. Ini juga merupakan masalah klasik yang membuat
investor enggan melakukan investasi di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Investor asing sangat berdampak positif terhadap Indonesia, jika investor asing masuk, maka
otomatis akan menekan tingkat pengangguran yang juga menjadi salah satu masalah yang
cukup rumit bagi Indonesia. Namun apabila kita berkaca terhadap singapura yang menduduki
tingkat pertama dalam survey Doing Bussines 2010 World Bank karena Singapura memiliki
daya saing yang tinggi, padahal singapura sangat terbatas dalam hal sumber daya alam.
Sangat jauh berbeda dengan Indonesia yang hanya memiliki peringkat 122 dari 183 negara
yang disurvei.
Namun di sisi lain, kebijakan pemerintah dalam mendatangkan investor asing dalam
membangun perekonomian negara, mendapat kritikan dari para sejumlah ekonom. Seperti
yang dikatakan Robert Eisner, Eisner mengatakan dalam bukunya yang berjudul The
Misunderstood, ia mengatakan bahwa apabila investasi asing terlalu besar masuk ke
Indonesia, bisa mengakibatkan hutang baru, yang dimana Indonesia sudah mempunyai cukup
banyak hutang terhadap negara-negara lain. Dan Eisner juga mengatakan bahwa investasi
asing tidak selalu baik dalam membangun suatu ekonomi negara. Contohnya saja jika
investasi asing terlalu besar, sedangkan ekspor masih sangat rendah, maka pendapatan negara
yang diperoleh dari keuntungan investasi akan beralih ke luar negeri, sehingga menyebabkan
kerugian bagi Indonesia. Yang konsekuensinya sebagian pendapatan kita pun diberikan
kepada investor, yang akhirnya Indonesia mengalami keuntungan yang amat sedikit.
Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah bahwa investasi memang sangat penting sebagai
motor utama perkembangan dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Walaupun
pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pengeluaran pemerintah juga penting, tetapi tanpa
investasi pertumbuhan ekonomi jangka panjang tidak bisa tercapai. Namun demikian, harus
diakui bahwa PMA, khususnya dari negara-negara maju, tetap lebih penting daripada PMDN,
terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia karena tiga alasan utama. Pertama,
PMA membawa teknologi baru dan pengetahuan lainnya yang berguna bagi pembangunan di
dalam negeri. Kedua, pada umumnya PMA mempunyai jaringan kuat dengan lembaga-
lembaga keuangan global, sehingga tidak tergantung pada dana dari perbankan di Indonesia.
Ketiga, bagi perusahaan-perusahaan aisng di Indonesia yang berorientasi ekspor, biasanya
mereka sudah memiliki jaringan pasar global yang kuat, sehingga tidak ada kesulitan dalam
ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
http://els.bappenas.go.id/upload/other/Investasi%20Asing%20Dan%20Pembangunan.htm
http://andev.multiply.com/reviews/item/33
Curry, Jeffry Edmund. 2001, Memahami Ekonomi Internasional, Memahami Dinamika Pasar
Global, Penerbit PPM,Jakarta
http://fe.iluni.or.id/hal/berita/detail/255/memberantas_korupsi__menyelesaikan_krisis_.html
www.indonesiafinancetoday.com/.../Indonesia-Tetap-Dipilih-Investor...