Anda di halaman 1dari 38

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental (true experimental designs)

dengan rancangan post test only control group design, menggunakan kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan, dengan randomisasi sederhana. Hewan

percobaan yang digunakan adalah tikus jantan Wistar yang dibagi secara acak

menjadi 6 kelompok.

3.2 Lokasi dan Waktu

3.2.1 Lokasi Penelitian

Pemeliharaan dan perlakuan pada hewan percobaan dilakukan di Laboratorium

Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Pemeriksaan KGD dengan

Spektrofotometer dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran USU.

Sedangkan pembuatan sediaan HE dan imunohistokimia dengan antibodi anti-

insulin pada jaringan pankreas dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB).

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 12 minggu, dari bulan November 2013 sampai

dengan Januari 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah tikus Wistar jantan (Rattus novergicus) dengan

berat badan 150 250 g.

Universitas Sumatera Utara


36

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Penentuan besar

sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Federer (1963).

Rumus Federer : (n-1) x (t-1) > 15

Keterangan:

n = jumlah sampel tiap kelompok

t = banyaknya kelompok

= (n 1) x (6 1) > 15

= (n 1) x 5 > 15

= 5n 5 > 15

= 5n > 20

= n > 4, dengan demikian, setiap kelompok terdapat minimal 4 ekor tikus Wistar

jantan. Untuk mencegah kekurangan sampel akibat kematian, peneliti memilih

menggunakan 6 ekor tikus Wistar jantan tiap kelompok dengan jumlah kelompok

sebanyak 6 kelompok sehingga jumlah seluruh subjek penelitian sebanyak 36

ekor. Sampel jaringan untuk pengukuran morfologi sel pankreas akan diambil

secara acak sebanyak 4 ekor setiap kelompoknya. Begitu juga dengan sampel

darah untuk pemeriksaan KGD.

3.4 Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah :

a. Ekstrak etanol jamur tiram Putih (Pleurotus ostreatus) 200 mg/kgBB dan 250

mg/kgBB

b. Streptozotocin 30 mg/kgBB

Universitas Sumatera Utara


37

c. Pakan tinggi lemak (high fat diet) berupa kuning telur bebek 1 cc/tikus/hari

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar gula darah (KGD) dan

gambaran sel pankreas secara imunohistokimia.

3.4.3 Variabel Kendali

Variable kendali adalah variabel luar yang dapat dikendalikan melalui

homogenisasi, yaitu:

a. Umur : Tikus berusia 2 - 3 bulan.

b. Variasi genetik : Tikus Wistar (Rattus novergicus)

c. Jenis kelamin : Semua tikus yang digunakan dalam penelitian ini berjenis

kelamin jantan.

d. Suhu lingkungan : Tikus ditempatkan dalam ruangan dengan suhu 2830 C.

e. Jenis makanan : Tikus mendapatkan makanan berupa pakan standar,

diberikan pada tikus dua kali sehari, setiap pagi dan sore hari berupa pellet

dengan dosis 20 g/ekor/hari.

f. Kondisi psikologis : Pengaruh ini dapat dikurangi dengan adanya waktu

adaptasi sebelum percobaan dan pemisahan subyek penelitian dalam kandang

yang terpisah.

3.5 Definisi Operasional

Ada beberapa uraian yang dianggap penting dalam penelitian ini, yaitu :

No Variabel Definisi Operasional Skala

1. Ekstrak etanol Ekstrak yang didapat dengan Nominal


jamur tiram putih menggunakan metode maserasi
(Pleurotus dengan pelarut etanol.
ostreatus)
2. Pakan tinggi Pakan tinggi lemak (HFD) adalah Nominal
lemak (high fat kuning telur bebek sebanyak 1

Universitas Sumatera Utara


38

diet) cc/tikus/hari.
3. Streptozotocin STZ dosis rendah adalah STZ Nominal
dosis rendah sebanyak 30 mg/kgBB (Bas et al.,
2012; Parveen et al., 2011) yang
diberikan kepada kelompok P1, P2 dan
P3 dengan jalan injeksi
intraperitoneal.
4. KGD Kadar Gula Darah (KGD) adalah Numerik
kadar glukosa di dalam serum darah.
Pengambilan darah dilakukan dengan
memotong ujung ekor sebanyak 1
mm, lalu darah diambil dengan cara
diteteskan pada stik pemeriksaan
glukosa darah.
5. Sel pankreas Sel pankreas adalah sel yang Numerik
memproduksi hormon insulin untuk
mempertahankan KGD tetap dalam
batas normal yang dihitung pada
sediaan imunohistokimia dengan cara
mengambil 5 pulau Langerhans, lalu
dihitung jumlah total dari area sel ,
lalu dibagi 5.
3.6 Etika Penggunaan Hewan

Penggunaan dan penanganan hewan di laboratorium penelitian dilakukan sesuai

dengan aturan etika penelitian hewan coba yang diatur dalam Deklarasi Helsinki

untuk memperoleh Ethical clearance dari komite etik dan komite ilmiah

penelitian FMIPA Biologi USU Medan.

3.7 Alat dan Bahan

3.7.1 Alat

Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Timbangan digital (Kern) dengan kapasitas 600 gram dengan skala terkecil

0,000 untuk menimbang berat badan tikus.

b. Timbangan digital dengan kapasitas 10 gram dengan skala terkecil 0,0000

untuk menimbang Streptozotocin.

Universitas Sumatera Utara


39

c. Kandang tikus (ukuran 50 x 30 x 20 cm3) yang diberi kawat penutup, lengkap

dengan tempat pakan dan minum sebanyak 8 buah sebagai tempat

pemeliharaan tikus.

d. Spuit 1 cc.

e. Gelas ukur untuk mengukur jamur tiram putih.

f. Seperangkat alat ekstraksi untuk mengekstrak jamur tiram putih, antara lain:

oven, alat penggiling, toples maserasi, corong pisah, rotary evaporator, dan

freeze dryer.

g. Jarum sonde untuk memasukkan ekstrak jamur tiram putih melalui oral ke

tikus percobaan.

h. Cawan petri sebagai tempat pengeringan ekstrak.

i. Alat-alat untuk bedah tikus terdiri atas papan wax, jarum, pinset anatomis,

pinset chirurgis, gunting, scalpel, dan penyemprot alkohol.

3.7.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Konsentrat pakan yang diperoleh dari PT. Charoen Pokphan, Tanjung

Morawa, Medan, dengan komposisi hasil analisis yang terinci sebagai

berikut: kadar air 14%, protein kasar 18-20%, lemak kasar 4-7%, serat kasar

4-7%, abu 5-7%, kalsium 0,70-1%, fosfor 0,6%.

b. Streptozotocin, produk Nacalai Tesque, Jepang.

c. Buffer citrate dengan pH 4,5 sebagai pelarut Streptozotocin untuk injeksi

intraperitoneal.

d. Pakan tinggi lemak, berupa kuning telur bebek.

Universitas Sumatera Utara


40

e. Ekstrak etanol jamur tiram putih, diberikan sesuai dengan dosis yang telah

ditentukan. Jamur tiram putih yang diperoleh dari pusat budidaya jamur tiram

Khalisa Agro Mushroom, beralamat di Jl. Tampok Tanjung Selamat Gg. Seni

no.2, Sunggal Sumatera Utara

f. Etanol 96%.

g. Aquadest.

3.8 Prosedur Penelitian

3.8.1 Persiapan Hewan Percobaan

Tikus diaklimatisasi selama satu minggu dan ditempatkan di dalam kandang

yang terbuat dari bahan plastik (ukuran 50 x 30 x 20 cm3) yang ditutup dengan

kawat kasa. Setiap kandang diisi paling banyak 5 ekor tikus. Tikus yang sakit saat

aklimatisasi segera di ganti dengan tikus lain dengan kriteria yang sama yang

diambil secara acak. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5 1 cm

dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul

06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan

pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada

kisaran alamiah. Diberikan makanan standard yang sama untuk tiap kelompok,

sedangkan pemberian minuman diberikan secara ad libitum. Pemberian makanan

dan minuman disuplai setiap hari.

Penelitian diawali dengan mempersiapkan tikus Wistar jantan usia 2 3 bulan

sejumlah 36 ekor yang diadaptasi selama 7 hari dengan pemberian pakan standar.

Berat badan tikus ditimbang sebagai data dasar. Tikus kemudian dikelompokkan

secara acak menjadi 6 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 6 ekor.

Universitas Sumatera Utara


41

3.8.2 Ransum Pakan Standar

Ransum pakan standar adalah makanan bagi semua tikus selama penelitian

dengan dosis 20 g/ekor/hari. Ransum pakan dibuat berdasarkan diet murni dari

PT. Charoen Pokphan, Tanjung Morawa, Medan.

3.8.3 Pemberian Air Minum

Air minum untuk semua tikus adalah aquadest. Air minum diberikan ad libitum.

3.8.4 Pembagian Kelompok dan Pemberian Perlakuan

Pembagian kelompok dan pemberian perlakuan pada penelitian ini adalah:

a. Tikus sebanyak 36 ekor dibagi dalam enam kelompok secara random

sehingga dalam satu kelompok terdiri atas enam ekor tikus. Pembagian

kelompoknya adalah :

i. Kelompok P0 = terdiri dari 6 ekor tikus jantan dewasa yang diberi

minum aquadest, pakan biasa selama 56 hari, dan suntikan citrate

buffer pada hari ke 15 dan 22.

ii. Kelompok P1 = terdiri dari 6 ekor tikus jantan dewasa yang diberi

perlakuan diet tinggi lemak selama 14 hari, lalu diberikan suntikan STZ

dosis rendah 30 mg/kgBB pada hari ke 15 & 22.

iii. Kelompok P2 = terdiri dari 6 ekor tikus jantan dewasa yang diberi

perlakuan diet tinggi lemak bersamaan dengan ekstrak etanol jamur

tiram putih 200 mg/kgBB selama 2 minggu, yang kemudian diberikan

suntikan STZ dosis rendah 30 mg/kgBB pada hari ke 15 dan 22, lalu

pemberian ekstrak etanol jamur tiram putih terus dilanjutkan sampai 1

minggu setelahnya.

Universitas Sumatera Utara


42

iv. Kelompok P3 = terdiri dari 6 ekor tikus jantan dewasa yang diberi

perlakuan diet tinggi lemak bersamaan dengan ekstrak etanol jamur

tiram putih 250 mg/kgBB selama 2 minggu, yang kemudian diberikan

suntikan STZ dosis rendah 30 mg/kgBB pada hari ke 15 dan 22, lalu

pemberian ekstrak etanol jamur tiram putih terus dilanjutkan sampai 1

minggu setelahnya.

v. Kelompok P4 = terdiri dari 6 ekor tikus jantan dewasa yang diberi

perlakuan diet tinggi lemak selama 14 hari, lalu diberikan suntikan STZ

dosis rendah 30 mg/kgBB pada hari ke 15 dan 22, lalu diberikan ekstrak

etanol jamur tiram putih sebanyak 200 mg/kgBB selama 28 hari.

vi. Kelompok P5 = terdiri dari 6 ekor tikus jantan dewasa yang diberi

perlakuan diet tinggi lemak selama 14 hari, lalu diberikan suntikan STZ

dosis rendah 30 mg/kgBB pada hari ke 15 dan 22, lalu diberikan ekstrak

etanol jamur tiram putih sebanyak 250 mg/kgBB selama 28 hari.

b. Pemberian pakan tinggi lemak (kuning telur bebek) dilakukan dengan cara

pencekokan dan dilakukan setiap hari pada pukul 09.00 WIB.

c. Pemberian ekstrak etanol jamur tiram putih dilakukan dengan cara

pencekokan dan dilakukan setiap hari pada pukul 14.00 WIB.

d. Penyuntikan STZ dosis rendah (30 mg/kgBB) dilakukan dengan sebelumnya

tikus dipuasakan semalaman, lalu pagi pada pukul 09.00 WIB sebelum

pemberian pakan tinggi lemak dilakukan penyuntikan STZ intraperitoneal.

e. Selama 7 hari tikus diadaptasikan dengan lingkungan tempat penelitian dan

diberi makanan standar untuk tikus.

f. Berat badan awal tikus ditimbang.

Universitas Sumatera Utara


43

g. Setelah 58 hari perlakuan, dilakukan dislokasi leher tikus. Abdomen dibuka

dengan insisi mid-line, dilakukan pemisahan pankreas, lalu pankreas

direndam didalam formalin buffer untuk selanjutnya dilakukan pembuatan

sediaan histologi.

h. Dilakukan analisis dari data-data KGD dan gambaran imunohistokimia area

sel beta pankreas.

3.8.5 Pembuatan Ekstrak Etanol Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

3.8.5.1.Proses pengambilan bahan

Bahan yang digunakan adalah jamur Pleurotus ostreatus yang masih segar dan

baru dipanen. Pengambilan bahan dilakukan dengan cara purposif tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan diperoleh

dari pusat budidaya jamur tiram Khalisa Agro Mushroom, beralamat di Jl.

Tampok Tanjung Selamat Gg. Seni no.2, Sunggal Sumatera Utara.

3.8.5.2.Proses pembuatan ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai.

Kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk

yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung

etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet.

Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring

atau bagian yang bening dienaptuangkan. Beningan yang diperoleh memenuhi

persyaratan farmakope. Ekstrak cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai.

(Depkes, 1995)

Universitas Sumatera Utara


44

Berikut prosedur pembuatan ekstrak etanol jamur tiram putih hingga dalam

bentuk suspensi yang siap diberikan kepada tikus :

1. Sebanyak 25 kg jamur tiram putih pasca panen, keseluruhan bagian jamur

dipotong-potong tipis lalu dikeringkan. Pengeringan menggunakan oven pada

suhu 38 40 0C sampai potongan buah benar-benar kering (rapuh). Lamanya

waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan sekitar 4-5 hari. Berat jamur setelah

dikeringkan sekitar 2874 g.

2. Jamur yang telah benar-benar kering ini dihaluskan dengan menggunakan alat

penggiling. Hasil penggilingan diperoleh serbuk (simplisia) sekitar 1421,5 g.

Simplisia ini kemudian diekstrak dengan menggunakan metode maserasi.

3. Maserasi dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 1000 g simplisia

direndam di dalam 4 liter larutan etanol 96% yang sebelumnya telah didestilasi.

Perendaman dilakukan selama 3 hari 3 malam sambil sesekali diaduk. Setelah 3

hari, campuran simplisia dan pelarut kemudian disaring kedalam penyaring.

Residu yang dihasilkan dari penyaringan tersebut direndam kembali dengan

pelarut yang sama sebanyak 4 liter selama 3 hari 3 malam, kemudian disaring

kembali. Siklus ini diulang sekali lagi dengan cara yang sama. Filtrat yang

diperoleh dari hasil penyaringan, diuapkan menggunakan rotary evaporator pada

kisaran temperatur 40 60 0C, dan diperolehlah ekstrak kental jamur PO

sebanyak 540,2 g.

4. Selanjutnya ekstrak kental ini dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer

untuk menguapkan pelarut yang masih tersisa, hingga diperoleh ekstrak kering

jamur PO sebanyak 254,3 g. Selanjutnya ekstrak kering akan dijadikan suspensi

dengan pelarut Na-CMC 1%.

Universitas Sumatera Utara


45

5. Pembuatan larutan Na-CMC 1%. Na-CMC ditimbang seberat 20 g dan

dilarutkan dalam 400 mL aquadest. Na-CMC dibiarkan mengambang diatas

aquadest selama kurang lebih 15 menit sambil diaduk. Setelah terbentuk massa

yang homogen (merata) ditambahkan air ke dalam massa tersebut hingga

diperoleh volume 2000 mL sambil terus diaduk.

6. Pembuatan suspensi ekstrak etanol jamur PO (Suspensi 4 %). Pembuatan

suspensi ekstrak etanol jamur dilakukan setiap hari. Ekstrak kering jamur PO

ditimbang sebanyak 0,6 g dan dimasukkan ke dalam lumpang. Kemudian

ditambahkan 10 mL larutan Na-CMC 1% sedikit demi sedikit sambil dilakukan

penggerusan supaya didapatkan larutan yang homogen. Larutan yang sudah

homogen selanjutnya dipindahkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan lagi Na-

CMC hingga volume akhir 15 ml. Suspensi ini kemudian diberikan secara oral ke

tikus dengan dosis 200 mg/kgBB dan 250 mg/kgBB tikus.

3.8.6 Penentuan Dosis

1. Perhitungan dosis ekstrak etanol jamur tiram puti

Dosis ektrak jamur tiram putih yang digunakan untuk berbagai kondisi

patologis adalah antara 200-250 mg/kg BB tikus (Isai et al. 2009). Dosis

ekstrak jamur tiram putih yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar

200 mg/kg BB dan 250 mg/kgBB. Tikus ditimbang berat badannya setiap

minggu, dan larutan ekstrak etanol jamur tiram putih akan diberikan sesuai

dengan berat badan masing-masing tikus. Perhitungan dosis mingguan

dilakukan dengan mempertimbangkan besar kadar air pada ekstrak jamur PO

yang digunakan pada penelitian ini yaitu sekitar 8%.

2. Perhitungan dosis kuning telur bebek

Universitas Sumatera Utara


46

Kuning telur bebek diberikan sebanyak 1 cc/tikus/hari dengan melihat

kapasitas lambung tikus yang bisa menampung 3-5 cc. Pada penelitian

sebelumnya dengan dosis 1 cc bisa meningkatkan kadar kolesterol dan berat

badan tikus dalam waktu 2 minggu.

3. Perhitungan dosis STZ

Dosis STZ yang diberikan adalah dosis rendah multipel sebanyak 30 mg/kgBB

yang dilarutkan dalam citrate buffer pH 4,5. Jika seminggu setelah penyuntikan

pertama tidak terjadi kenaikan KGD diatas 140 mg/dL maka dilakukan

penyuntikan ke-2 (Srinivasan et al., 2005).

Universitas Sumatera Utara


47

3.8.7 Alur Penelitian

Secara skematis, alur alur penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Tikus jantan galur wistar, 36 ekor, 2-3 bulan, BB 150-250 gram

Adaptasi selama 7 hari

Tikus dibagi menjadi 6 kelompok

Kelompok kontrol P0 Kelompok P1 Kelompok P2 Kelompok P3 Kelompok P4 Kelompok P5

Akuades 0,5ml selama Akuades 0,5ml selama Akuades 0,5ml + HFD Akuades 0,5ml + HFD Akuades 0,5ml + HFD Akuades 0,5ml + HFD
56 hari 1 cc/hari 1 cc/hari 1 cc/hari 1 cc/hari
56 hari
+ selama 14 hari selama 14 hari selama 14 hari selama 14 hari
+ HFD 1 cc/hari (dilanjut dengan pakan (dilanjut dengan pakan (dilanjut dengan pakan (dilanjut dengan pakan
selama 14 hari biasa hingga hari ke 56) biasa hingga hari ke 56) biasa hingga hari ke 56) biasa hingga hari ke 56)
Pakan biasa selama 56
(dilanjut dengan pakan + + + +
hari biasa hingga hari ke 56) STZ 30 mg/kgBB IP STZ 30 mg/kgBB IP STZ 30 mg/kgBB IP STZ 30 mg/kgBB IP
+ hari ke 15 & 22 hari ke 15 & 22 hari ke 15 & 22 hari ke 15 & 22
+
STZ 30 mg/kgBB IP + + + +
Suntikan citrate buffer hari ke 15 & 22 Ekstrak PO 200 mg/kg Ekstrak PO 250 Ekstrak PO 200 Ekstrak PO 250
BB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
IP hari ke 15 & 22
Sampai hari ke 28 Sampai hari ke 28 Hari ke 29 - hari ke 56 Hari ke 29 - hari ke 56

Pengukuran KGD + pemeriksaan histologi pankreas (data post test)

Analisis data

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Universitas Sumatera Utara


48

3.9. Prosedur Pemeriksaan

3.9.1. Prosedur pembuatan preparat imunohistokimia

Pemeriksaan sel pankreas dengan membuat preparat imunohistokimia

dengan menggunakan metode paraffin. Tahap-tahap pembuatan preparat adalah

sebagai berikut:

1) Fiksasi

Pankreas yang sudah diambil melalui pembedahan difiksasi dalam larutan

buffer formalin 10%

2) Dehidrasi

Proses dehidrasi dilakukan secara bertahap. Pertama dilakukan dehidrasi

dalam larutan alkohol 50%, 70%, 80%, 95%, 100% dengan lama waktu yang

sama untuk setiap kadar alkohol yaitu 90 menit sebanyak 2 kali

3) Clearing

Pankreas dimasukkan kedalam larutan yang berisi xylol selama 90 menit

4) Infiltrasi

Proses infiltrasi dilakukan dengan memasukkan pankreas kedalam larutan

parafin 90 menit dan dilakukan sebanyak 2 kali. Infiltrasi dilakukan di dalam

oven dengan suhu 60 C

5) Embedding

Pankreas dan larutan paraffin dimasukkan kedalam cetakan blok paraffin dan

dibiarkan selama 3 jam atau sampai paraffin membeku

6) Sectioning

Blok paraffin yang sudah terbentuk dilakukan pemotongan dengan rotary

microtom. Jaringan dipotong dengan ketebalan 3 4 m dan diletakkan diatas

Universitas Sumatera Utara


49

object glass poly-L-lysine, kemudian dibiarkan di inkubator selama semalam

pada suhu 40 C

7) Deparafinisasi

Preparat secara berurutan dimasukkan kedalam larutan xylol, alkohol 100%,

alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, alkohol 50%, selama masing-

masing 90 menit sebanyak 2 kali

8) Peroxidase blocking dengan 0.3% H2O2 dalam methanol selama 20 menit

9) Preparat dicuci dengan Phosphat Buffer Saline (PBS) 10% sebanyak 3 x 5

menit.

10) Kemudian dilakukan non-specific blocking dengan 10 % serum normal

selama 30 menit.

11) Kemudian diinkubasi dengan antibody primer (anti insulin) di suhu 4C

selama 18 22 jam

12) Kemudian preparat dicuci dengan Phosphat Buffer Saline (PBS) 10%

sebanyak 3 x 5 menit.

13) Kemudian ditetesi dengan antibodi sekunder (universal antibody) selama 30

menit

14) Kemudian preparat dicuci dengan Phosphat Buffer Saline (PBS) 10%

sebanyak 3 x 5 menit.

15) Kemudian ditetesi dengan Chromogen 3,3 diaminobenzedine selama 5 10

detik.

16) Kemudian dicuci dengan aquadest

17) Diberi counterstain dengan Hematoxylin Mayer 5 10 detik dilanjutkan cuci

dengan air kran mengalir 10 15 menit

Universitas Sumatera Utara


50

18) Dehidrasi dengan dimasukkan ke dalam alkohol 80%, alkohol 95%, alkohol

absolut xylol 2 kali

19) Mounting dengan menggunakan E. Z mount.

3.9.2. Prosedur Analisa Preparat Imunohistokimia

Pembacaan preparat imunohistokimia dilakukan dengan modifikasi metode

Rato dkk, menggunakan mikroskop cahaya dengan kamera otomatis (Matsuoka

Nissei, Japan) pada pembesaran 400x. Area yang terwarnai antibodi anti-insulin

(area sel beta) berwarna cokelat. Analisa data menggunakan software imageJ yang

dikembangkan oleh National Institutes of Health (NIH) Amerika Serikat. Analisa

menggunakan perbandingan antara regions of interest (ROI) pada masing-masing

gambar. Caranya adalah sebagai berikut:

- definisi manual dari ROI-1 yaitu pulau Langerhans.

- pengukuran area ROI-1

- definisi area sel beta pankreas ROI-2

- pengukuran ROI-2

Dari hasil tersebut didapatlah persentase sel beta pankreas yang ada dalam sebuah

pulau Langerhans (Rato et. al., 2013). Hasilnya didapatkan dengan

membandingkan antara satu area sel beta pankreas dengan rata-rata keseluruhan

area pulau Langerhans. Persentase pada satu sampel didapatkan dari hasil rata-rata

5 pulau Langerhans pada setiap sampelnya.

3.9.3 Prosedur Pemeriksaan KGD

Pemeriksaan KGD dilakukan dengan menggunakan kit Diasys dan

spektrofotometer. Sebanyak 10 l serum direaksikan dengan 1000 l reagen,

dicampur dengan bantuan vortex selama 1 menit. Pembacaan aktivitas KGD

Universitas Sumatera Utara


51

dilakukan pada panjang gelombang 500 nm, pada suhu 20 25 C. Kadar Gula

Darah dalam satuan mg/dL dapat diukur dengan alat spektrofotometer dengan

menggunakan metode GOD-PAP. Glukosa ditentukan setelah oksidasi enzimatis

dengan adanya glukosa oksidase, hidrogen peroksida yang terbentuk akan

bereaksi dengan adanya peroksidase dengan phenol serta 4-aminophenazone

menjadi warna quinoneimine yang berwarna merah violet (Kurniasari, 2004).

Hasil pembacaan dari alat spektrofotometer dicatat, kemudian KGD dihitung

dengan menggunakan rumus di bawah ini :

Perhitungan:

Glucose (mg/dL) = [A sample/A Std/Cal] x Conc.Std/Cal [mg/dl]

3.10 Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini berdasarkan data KGD dan jumlah sel

pankreas yang mengalami degenerasi pada seluruh kelompok percobaan. Data

dipresentasikan dalam bentuk rata-rata simpangan baku (rata-rata SD).

Terlebih dahulu dilakukan analisis normalitas data dengan uji normalitas Shapiro-

Wilk karena jumlah sampel < 50 dan uji varians dengan uji Levene. Jika data

berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji One Way Anova. Bila pada

uji ANOVA diperoleh hasil p < 0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan

analisis uji Post Hoc Bonferroni untuk melihat perbedaan antara kelompok

perlakuan.

Jika distribusi data tidak normal dan atau tidak homogen, barulah dilakukan

uji Kruskal Wallis. Untuk melihat perbedaan antara kelompok perlakuan

mengunakan uji Mann Whitney. Semua analisis data dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara


52

menggunakan SPSS. Dalam penelitian ini, hanya perbedaan rata-rata pada

0,05 yang dianggap nyata (bermakna/signifikan) (Dahlan, 2009)

Universitas Sumatera Utara


53

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi dan Skrining Jamur Tiram Putih

Hasil pemeriksaan dan identifikasi jamur tiram putih Pleurotus ostreatus

adalah sebagai barikut (lampiran 1):

Tabel 4.1 Hasil Identifikasi dan Klasifikasi Jamur Tiram

Identifikasi: Klasifikasi:
Tubuh buah putih-krem Kingdom : Fungi
Pilleus berbentuk setengah Phylum : Basidiomycota
lingkaran seperti cakram Class : Agaricomycetes
Tangkai buah tumbuh Order : Agaricales
menyamping Family : Pleurotaceae
Diameter pilleus 5 20 cm Genus : Pleurotus
Miselia berwarna putih Spesies : Pleurotus ostreatus

Hasil skrining fitokimia adalah sebagai berikut (lampiran 2 dan 3):


Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia untuk Simplisia dan Ekstrak

Simplisia Ekstrak
Alkaloida : (+) Alkaloida : (-)
Saponin : (+) Saponin : (+)
Flavonoida : (+) Flavonoida : (+)
Triterpen : (+) Triterpen : (+)
Glikosida : (+) Glikosida : (+)
Kadar air : 9,96 % Kadar air : 8 %

Universitas Sumatera Utara


54

Tabel 4.3 Hasil Standarisasi Simplisia Jamur Pleurotus ostreatus

Karakterisasi Hasil
Penetapan kadar air 9,96 %
Penetapan kadar sari larut air 44,91%
Penetapan kadar sari larut etanol 3,9 %
Penetapan kadar abu total 10,89 %
Penetapan kadar abu tidak larut asam 1,48 %

4.2 Hasil Penelitian


Berdasarkan pengukuran dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

beberapa data seperti kadar gula darah (KGD) dan jumlah area sel beta pankreas

tikus wistar jantan. Data yang disajikan akan dipisahkan antara kelompok

preventif dan kelompok kuratif.

4.2.1 Hasil Pengukuran Kelompok Preventif

4.2.1.1 Pengukuran kadar gula darah

Pengukuran kadar gula darah (KGD) menggunakan spektrofotometer

dilakukan untuk menilai tinggi rendahnya kadar gula darah pada tikus wistar

jantan kelompok preventif yang nantinya akan dibandingkan dengan kadar gula

darah pada tikus wistar jantan kelompok kontrol.

Tabel 4.4 Rerata Pengukuran KGD pada Kelompok Preventif (mg/dl)

Kelompok Perlakuan n KGD (mg/dl) ( SD)

P0 4 127,75 20,55

P1 4 463,00 26,46

P2 4 250,75 57,25

P3 4 131,25 10,87
Ket. :
P0 : kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah

Universitas Sumatera Utara


55

P2 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P3 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB

Gambar 4.1 Grafik Rerata KGD Tikus pada Kelompok Preventif

Keterangan :
Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama,
berbeda tidak bermakna pada taraf uji 5% (p<0,05)
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P2 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P3 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB

Data pada tabel 4.4 diubah kedalam bentuk grafik histogram seperti yang

tertera pada Gambar 4.1. Pada pengujian normalitas (lampiran 5) dan

homogenitas data (lampiran 6), didapati bahwa sebaran data normal dan data

bervariasi secara homogen sehingga dilakukan analisa data dengan uji one way

ANOVA.

Universitas Sumatera Utara


56

Dari hasil uji one way ANOVA, disimpulkan bahwa paling tidak terdapat

perbedaan KGD antara dua kelompok perlakuan. Untuk mengetahui kelompok

mana yang mempunyai perbedaan pada hasil pengukuran ini, maka dilanjutkan

dengan analisis Post Hoc Bonferroni (lampiran 7). Hasil uji akan ditunjukkan

dengan perbedaan notasi pada masing-masing kelompok perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara

kelompok P2 dan P3 jika dibandingkan dengan kelompok P1. Sementara antara P0

dengan P2 memperlihatkan perbedaan yang bermakna, antara kelompok P0 dengan

P3 tidak memperlihatkan perbedaan yang bermakna.

4.2.1.2 Perhitungan luas area sel beta pankreas

Dilakukan pewarnaan khusus imunohistokimia dengan menggunakan antibodi

anti-insulin pada jaringan histologi pankreas tikus wistar jantan kelompok

preventif ini. Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk melihat berapa jumlah

area sel beta pankreas dalam satu pulau Langerhans, dimana antibodi anti-insulin

mewarnai sel beta pankreas dengan warna cokelat. Gambar 4.2, 4.3, 4.4, dan 4.5

menunjukkan perbedaan gambaran imunohistokimia antibodi anti-insulin

pankreas pada masing-masing kelompok perlakuan preventif. Gambaran potongan

penampang histologi pada kelompok P1 memperlihatkan pulau Langerhans yang

mengecil dan area sel beta yang semakin sedikit, dibandingkan dengan potongan

penampang histologi pada kelompok P0, dimana kelompok P1 diberi diet tinggi

lemak selama 2 minggu dilanjutkan dengan suntikan STZ dosis rendah.

Sedangkan pada kelompok P2 dan P3, terlihat pulau Langerhans dengan ukuran

ireguler dengan jumlah area sel beta yang lebih sedikit dibandingkan kelompok P0

namun masih relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan P1.

Universitas Sumatera Utara


57

Islet of
Langerhan
s

-cell
area

50 m

Gambar 4.2 Gambaran Imunohistokimia Antibodi Anti-Insulin Pankreas Tikus


Kelompok P0 yang Diberi Citrate Buffer. Pembesaran 10 x 40.

-cell
area
Islet of
Langerhan
s

50 m

Gambar 4.3 Gambaran Imunohistokimia Antibodi Anti-Insulin Pankreas Tikus


Kelompok P1 yang Diberi Diet Tinggi Lemak dan STZ dosis rendah. Pembesaran
10 x 40.

Universitas Sumatera Utara


58

-cell
area

Islet of
Langerha
ns

50 m

Gambar 4.4 Gambaran Imunohistokimia Antibodi Anti-Insulin Pankreas Tikus


Kelompok P2 yang Diberi Diet Tinggi Lemak dan STZ dosis rendah bersamaan
dengan Ekstrak Jamur PO 200 mg/kgBB. Pembesaran 10 x 40.

Islet of
-cell Langerhan
area s

50 m

Gambar 4.5 Gambaran Imunohistokimia Antibodi Anti-Insulin Pankreas Tikus


Kelompok P3 yang Diberi Diet Tinggi Lemak dan STZ dosis rendah bersamaan
dengan Ekstrak Jamur PO 250 mg/kgBB. Pembesaran 10 x 40.

Universitas Sumatera Utara


59

Jumlah area sel beta pankreas pada satu sampel dihitung dengan cara mencari

rata-rata 5 pulau Langerhans dari satu sediaan jaringan pankreas yang diamati di

bawah mikroskop dengan pembesaran 400x.

Tabel 4.5 Rerata Perhitungan Area Sel Beta pada Kelompok Preventif (%)

Kelompok Perlakuan n Area Sel Beta (%) ( SD)

P0 4 74,38 10,61

P1 4 23,04 3,69

P2 4 49,16 14,13

P3 4 62,10 7,25
Keterangan :
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P2 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P3 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB

Gambar 4.6 Grafik Rerata Jumlah Area Sel Beta Pankreas pada Kelompok
Preventif

Universitas Sumatera Utara


60

Keterangan :
Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama,
berbeda tidak bermakna pada taraf uji 5% (p<0,05)
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P2 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P3 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB

Data pada tabel 4.5 diubah kedalam bentuk grafik histogram seperti yang

tertera pada Gambar 4.6. Pada pengujian normalitas (lampiran 8) dan

homogenitas data (lampiran 9), didapati bahwa sebaran data normal dan bervariasi

secara homogen. Dengan demikian data yang diperoleh memenuhi syarat untuk

dilakukan analisa data dengan uji one way ANOVA.

Dari hasil uji one way ANOVA, disimpulkan bahwa paling tidak terdapat

perbedaan KGD antara dua kelompok perlakuan. Untuk mengetahui kelompok

mana yang mempunyai perbedaan pada hasil pengukuran ini, maka dilanjutkan

dengan analisa Post Hoc Bonferroni (lampiran 10). Hasil uji akan ditunjukkan

dengan perbedaan notasi pada masing-masing kelompok perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara

kelompok P2 dan P3 dengan kelompok P1. Sementara itu antara P0 dengan P2

memperlihatkan perbedaan yang bermakna, antara kelompok P0 dengan P3 tidak

memperlihatkan perbedaan yang bermakna.

4.2.2 Hasil Pengukuran Kelompok Kuratif

4.2.2.1 Pengukuran kadar gula darah

Pengukuran kadar gula darah (KGD) menggunakan spektrofotometer

dilakukan untuk menilai tinggi rendahnya kadar gula darah pada tikus wistar

Universitas Sumatera Utara


61

jantan kelompok kuratif yang nantinya akan dibandingkan dengan kadar gula

darah pada tikus wistar jantan kelompok kontrol.

Tabel 4.6 Rerata Pengukuran KGD pada Kelompok Kuratif (mg/dl)

Kelompok Perlakuan n KGD (mg/dl) ( SD)

P0 4 127,75 20,55
P1 4 463,00 26,46

P4 4 314,00 108,18

P5 4 331,00 124,33
Ket. :
P0 : kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P4 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P5 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB

Gambar 4.7 Grafik Rerata KGD Tikus pada Kelompok Kuratif

Universitas Sumatera Utara


62

Keterangan :
Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama,
berbeda tidak bermakna pada taraf uji 5% (p<0,05)
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P4 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P5 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB

Data pada tabel 4.6 diubah kedalam bentuk grafik histogram seperti yang

tertera pada Gambar 4.7. Pada pengujian normalitas (lampiran 11) dan

homogenitas data (lampiran 12), didapati bahwa sebaran data normal namun data

tidak bervariasi secara homogen. Dengan demikian data yang diperoleh tidak

memenuhi syarat untuk dilakukan analisa data dengan uji one way ANOVA.

Maka dilakukanlah transformasi data menggunakan rumus transformasi

logaritma, dengan acuan nilai slope dan power (lampiran 13). Hasil transformasi

data ternyata tidak menjadikan variasi data homogen (lampiran 14) sehingga

dilakukan bootstrap pada data yang ada. Setelah dilakukan bootstrap, didapati

bahwa sebaran data normal dan bervariasi secara homogen. Dengan demikian data

yang diperoleh memenuhi syarat untuk dilakukan analisa data dengan uji one way

ANOVA (lampiran 15).

Dari hasil uji one way ANOVA, disimpulkan bahwa paling tidak terdapat

perbedaan KGD antara dua kelompok perlakuan. Untuk mengetahui kelompok

mana yang mempunyai perbedaan pada hasil pengukuran ini, maka dilanjutkan

dengan analisa Post Hoc Bonferroni (lampiran 16). Hasil uji akan ditunjukkan

dengan perbedaan notasi pada masing-masing kelompok perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna

antara kelompok P4 jika dibandingkan dengan kelompok P0, namun antara

Universitas Sumatera Utara


63

kelompok P5 dengan P0 terdapat perbedaan yang bermakna. Sementara antara P1

dengan P4 dan P5 tidak memperlihatkan perbedaan yang bermakna. Demikian juga

antara P4 dan P5 tidak ditemukan adanya perbedaan yang bermakna.

4.2.2.2 Perhitungan Luas Area Sel Beta Pankreas

Dilakukan pewarnaan khusus imunohistokimia dengan menggunakan antibodi

anti-insulin pada jaringan histologi pankreas tikus wistar jantan kelompok kuratif

ini. Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk melihat berapa jumlah area sel

beta pankreas dalam satu pulau Langerhans, dimana antibodi anti-insulin

mewarnai sel beta pankreas dengan warna cokelat. Gambar 4.8, 4.9, 4.10, dan

4.11 menunjukkan perbedaan gambaran imunohistokimia antibodi anti-insulin

pankreas pada masing-masing kelompok perlakuan kuratif. Gambaran potongan

penampang histologi pada kelompok P1 memperlihatkan pulau Langerhans yang

mengecil dan area sel beta yang semakin sedikit, dibandingkan dengan potongan

penampang histologi pada kelompok P0 yang diberi diet tinggi lemak selama 2

minggu dilanjutkan dengan suntikan STZ dosis rendah. Sedangkan pada

kelompok P4 dan P5, terlihat pulau Langerhans dengan ukuran ireguler dan jumlah

area sel beta yang sedikit dan hampir sama dibandingkan dengan kelompok P1.

Universitas Sumatera Utara


64

Islet of
Langerhan
s

-cell
area

50 m

Gambar 4.8 Gambaran Imunohistokimia Antibodi Anti-Insulin Pankreas Tikus


Kelompok P0 yang Diberi Citrate Buffer. Pembesaran 10 x 40.

-cell
area
Islet of
Langerhan
s

50 m

Gambar 4.9 Gambaran Imunohistokimia Antibodi Anti-Insulin Pankreas Tikus


Kelompok P1 yang Diberi Diet Tinggi Lemak dan STZ dosis rendah. Pembesaran
10 x 40.

Universitas Sumatera Utara


65

Islet of
Langerha -cell
ns area

50 m

Gambar 4.10 Gambaran Imunohistokimia Antibodi Anti-Insulin Pankreas Tikus


Kelompok P4 yang Diberi Diet Tinggi Lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi
Ekstrak Jamur PO 200 mg/kgBB. Pembesaran 10 x 40.

Islet of
-cell Langerhan
area s

50 m

Gambar 4.11 Gambaran Imunohistokimia Antibodi Anti-Insulin Pankreas Tikus


Kelompok P4 yang Diberi Diet Tinggi Lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi
Ekstrak Jamur PO 250 mg/kgBB. Pembesaran 10 x 40.

Universitas Sumatera Utara


66

Jumlah area sel beta pankreas pada satu sampel dihitung dengan cara mencari

rata-rata 5 pulau Langerhans dari satu sediaan jaringan pankreas yang diamati di

bawah mikroskop dengan pembesaran 400x.

Tabel 4.7 Rerata Perhitungan Area Sel Beta pada Kelompok Kuratif (%)

Kelompok Perlakuan n Area Sel Beta (%) ( SD)

P0 4 74,38 10,61

P1 4 23,04 3,69

P4 4 28,63 5,41

P5 4 32,37 6,53
Keterangan :
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P4 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P5 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB

Gambar 4.12 Grafik Rerata Jumlah Area Sel Beta Pankreas pada Kelompok
Kuratif (%)

Universitas Sumatera Utara


67

Keterangan :
Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama,
berbeda tidak bermakna pada taraf uji 5% (p<0,05)
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P4 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P5 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB

Data pada tabel 4.7 diubah kedalam bentuk grafik histogram seperti yang

tertera pada Gambar 4.12. Pada pengujian normalitas (lampiran 17) dan

homogenitas data (lampiran 18), didapati bahwa sebaran data normal dan

bervariasi secara homogen. Dengan demikian data yang diperoleh memenuhi

syarat untuk dilakukan analisa data dengan uji one way ANOVA.

Dari hasil uji one way ANOVA, disimpulkan bahwa paling tidak terdapat

perbedaan KGD antara dua kelompok perlakuan. Untuk mengetahui kelompok

mana yang mempunyai perbedaan pada hasil pengukuran ini, maka dilanjutkan

dengan analisa Post Hoc Bonferroni. Hasil uji akan ditunjukkan dengan

perbedaan notasi pada masing-masing kelompok perlakuan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara

kelompok P4 dan P5 dengan kelompok P0. Sementara itu antara P1 dengan P2 dan

P3 tidak memperlihatkan perbedaan yang bermakna, begitu pula antara kelompok

perlakuan P4 dengan P5 juga tidak memperlihatkan perbedaan yang bermakna.

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Kerusakan area sel beta pankreas paling parah terjadi pada kelompok P1 yang

diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah. Hal ini sejalan dengan peningkatan

KGD yang bermakna pada kelompok P1 dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Universitas Sumatera Utara


68

Hasil ini juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Srinivasan (2005) bahwa

pemberian diet tinggi lemak selama 2 minggu yang dilanjutkan dengan suntikan

STZ dosis 35 mg/kgBB, memberikan gambaran paling mirip DM tipe 2 pada

hewan coba. Senada dengan yang dilakukan oleh Zhang dkk, juga membuktikan

pada hewan coba yang sebelumnya diberikan diet tinggi lemak lalu diberikan

injeksi STZ dosis 30 mg/kgBB sebanyak 2 kali merupakan cara yang lebih stabil

untuk membentuk DM tipe 2 pada hewan coba (Zhang et al., 2008).

Streptozotocin yang disintesis dari Streptomycetes achromogenes telah lama

digunakan sebagai zat penginduksi diabetes. Cara kerjanya melalui GLUT2

menyebabkan alkilasi DNA yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan DNA.

Kerusakan DNA nantinya akan menyebabkan hambatan sintesis dan sekresi

insulin (Szkudelski, 2001). Berdasarkan penelitian Kakkar dkk, tikus yang

diinduksi STZ mengalami peningkatan pada aktivitas enzim antioksidan, dimana

oxidative stress menyebabkan kerusakan jaringan pankreas dan menyebabkan

diabetes mellitus (Kakkar et al., 1998)

Kerusakan area sel beta pankreas pada kelompok preventif P2 dan P3 terlihat

lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok P1 (p < 0,05). Dimana jumlah area

sel beta P3 tidak berbeda secara bermakna dibandingkan dengan P0. Hasil ini juga

didukung oleh data pemeriksaan KGD pada ketiga kelompok tersebut. Sejalan

dengan penelitian Nosalova dkk (2001) bahwa pemberian ekstrak pleuran dari

PO dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan, yang mengurangi kadar

glutathione kolon yang nantinya mengurangi lesi prakanker di kolon (Noslov

et al., 2001). Hal senada juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh

Jayakumar dkk (2006), dimana dilakukan pemberian ekstrak jamur PO pada tikus

Universitas Sumatera Utara


69

wistar yang kemudian diinduksi dengan CCl4-. Saat dilakukan pemeriksaan enzim

antioksidan hepar, kelompok yang mendapat ekstrak PO memperlihatkan

peningkatan enzim antioksidan yang signifikan (Jayakumar et al., 2006).

Hasil karakterisasi jamur tiram memperlihatkan adanya senyawa polifenol

yang terkandung didalam jamur tiram yaitu flavonoid (lampiran 2 dan 3).

Senyawa polifenol merupakan senyawa antioksidan utama yang ditemukan pada

PO (Iwalokun & Usen, 2007; Chirinang & Intarapichet, 2009). Konsentrasi

senyawa polifenol paling banyak yang terdapat dalam PO adalah protocatechuic

acid (PCA) (Alam et al., 2010; Reis et al., 2012), diikuti oleh gallic acid dan

chlorogenic acid (CGA). Senyawa polifenol sebagai antioksidan menghambat

aktivitas penangkalan-radikal bebas secara luas sebagai donor hidrogen atau

sebagai alat donor-elektron, juga sebagai pengikat ion logam (Alam et al., 2010).

Kerusakan area sel beta pankreas pada kelompok kuratif P4 dan P5 terlihat

tidak jauh berbeda dari kelompok P1. Begitu juga dengan KGD pada kelompok P4

dan P5 yang juga tidak jauh berbeda dari KGD pada kelompok P1. Streptozotocin

melalui GLUT2 menyebabkan alkilasi DNA yang pada akhirnya menyebabkan

kerusakan DNA. Kerusakan DNA nantinya akan menyebabkan hambatan sintesis

dan sekresi insulin (Szkudelski, 2001). Pada hasil analisa area sel beta pankreas

kelompok P4 dan P5, memperlihatkan jumlah area sel beta yang sedikit sebagai

akibat dari perlakuan diet tinggi lemak dan suntikan STZ dosis rendah. Dan

meskipun sudah diberikan ekstrak PO sebagai perlakuan kuratif, hanya memberi

sedikit perbedaan tidak bermakna dengan kelompok kontrol positif P1. Hal ini

memberikan gambaran kepada kita bahwa ekstrak PO yang diberikan sebagai

Universitas Sumatera Utara


70

perlakuan kuratif tidak memiliki kemampuan memperbaiki sel beta pankreas

secara bermakna.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol

jamur PO dapat mencegah kerusakan sel beta pankreas namun tidak dapat

memperbaiki sel beta pankreas yang sudah rusak.

Universitas Sumatera Utara


71

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Jumlah area sel beta pankreas yang mengalami kerusakan pada kelompok
preventif (dosis 200 mg/kgBB dan 250 mg/kgBB) lebih sedikit secara
bermakna (p < 0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang
diberi pakan tinggi lemak dan streptozotocin dosis rendah
2. KGD pada kelompok preventif lebih rendah secara bermakna (p < 0,05)
dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang diberi pakan tinggi
lemak dan streptozotocin dosis rendah
3. Jumlah area sel beta pankreas yang mengalami kerusakan pada kelompok
kuratif (dosis 200 mg/kgBB dan 250 mg/kgBB) tidak berbeda secara
bermakna (p > 0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang
diberi pakan tinggi lemak dan streptozotocin dosis rendah
4. KGD pada kelompok kuratif tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05)
dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang diberi pakan tinggi
lemak dan streptozotocin dosis rendah.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
dapat mencegah terjadinya kerusakan sel beta pankreas, namun jamur ini tidak
bisa memperbaiki kerusakan sel beta pankreas pada tikus wistar jantan Diabetes
Mellitus tipe 2 yang diberi pakan tinggi lemak dan STZ dosis rendah

5.2. Saran

Untuk dapat menjelaskan hal-hal lain yang terkait penelitian ini dan guna
aplikasi lanjut nantinya, maka peneliti menyarankan agar:

1. Ada baiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai komponen apa

saja yang terdapat pada jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ini yang

bisa mencegah terjadinya kerusakan sel beta pankreas dengan metode

Bioassay Directed Isolation

Universitas Sumatera Utara


72

2. Ada baiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk membuktikan efek

kuratif jamur tiram putih terhadap sel beta pankreas menggunakan metode

dan waktu yang berbeda dari penelitian ini

3. Dilakukan penelitian lanjutan untuk pengembangan jamur tiram putih

(Pleurotus ostreatus) sebagai bahan obat yang aman digunakan untuk

manusia

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai