BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
dengan rancangan post test only control group design, menggunakan kelompok
percobaan yang digunakan adalah tikus jantan Wistar yang dibagi secara acak
menjadi 6 kelompok.
Penelitian ini berlangsung selama 12 minggu, dari bulan November 2013 sampai
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah tikus Wistar jantan (Rattus novergicus) dengan
3.3.2 Sampel
Keterangan:
t = banyaknya kelompok
= (n 1) x (6 1) > 15
= (n 1) x 5 > 15
= 5n 5 > 15
= 5n > 20
= n > 4, dengan demikian, setiap kelompok terdapat minimal 4 ekor tikus Wistar
menggunakan 6 ekor tikus Wistar jantan tiap kelompok dengan jumlah kelompok
ekor. Sampel jaringan untuk pengukuran morfologi sel pankreas akan diambil
secara acak sebanyak 4 ekor setiap kelompoknya. Begitu juga dengan sampel
a. Ekstrak etanol jamur tiram Putih (Pleurotus ostreatus) 200 mg/kgBB dan 250
mg/kgBB
b. Streptozotocin 30 mg/kgBB
c. Pakan tinggi lemak (high fat diet) berupa kuning telur bebek 1 cc/tikus/hari
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar gula darah (KGD) dan
homogenisasi, yaitu:
c. Jenis kelamin : Semua tikus yang digunakan dalam penelitian ini berjenis
kelamin jantan.
diberikan pada tikus dua kali sehari, setiap pagi dan sore hari berupa pellet
yang terpisah.
Ada beberapa uraian yang dianggap penting dalam penelitian ini, yaitu :
diet) cc/tikus/hari.
3. Streptozotocin STZ dosis rendah adalah STZ Nominal
dosis rendah sebanyak 30 mg/kgBB (Bas et al.,
2012; Parveen et al., 2011) yang
diberikan kepada kelompok P1, P2 dan
P3 dengan jalan injeksi
intraperitoneal.
4. KGD Kadar Gula Darah (KGD) adalah Numerik
kadar glukosa di dalam serum darah.
Pengambilan darah dilakukan dengan
memotong ujung ekor sebanyak 1
mm, lalu darah diambil dengan cara
diteteskan pada stik pemeriksaan
glukosa darah.
5. Sel pankreas Sel pankreas adalah sel yang Numerik
memproduksi hormon insulin untuk
mempertahankan KGD tetap dalam
batas normal yang dihitung pada
sediaan imunohistokimia dengan cara
mengambil 5 pulau Langerhans, lalu
dihitung jumlah total dari area sel ,
lalu dibagi 5.
3.6 Etika Penggunaan Hewan
dengan aturan etika penelitian hewan coba yang diatur dalam Deklarasi Helsinki
untuk memperoleh Ethical clearance dari komite etik dan komite ilmiah
3.7.1 Alat
a. Timbangan digital (Kern) dengan kapasitas 600 gram dengan skala terkecil
pemeliharaan tikus.
d. Spuit 1 cc.
f. Seperangkat alat ekstraksi untuk mengekstrak jamur tiram putih, antara lain:
oven, alat penggiling, toples maserasi, corong pisah, rotary evaporator, dan
freeze dryer.
g. Jarum sonde untuk memasukkan ekstrak jamur tiram putih melalui oral ke
tikus percobaan.
i. Alat-alat untuk bedah tikus terdiri atas papan wax, jarum, pinset anatomis,
3.7.2 Bahan
berikut: kadar air 14%, protein kasar 18-20%, lemak kasar 4-7%, serat kasar
intraperitoneal.
e. Ekstrak etanol jamur tiram putih, diberikan sesuai dengan dosis yang telah
ditentukan. Jamur tiram putih yang diperoleh dari pusat budidaya jamur tiram
Khalisa Agro Mushroom, beralamat di Jl. Tampok Tanjung Selamat Gg. Seni
f. Etanol 96%.
g. Aquadest.
yang terbuat dari bahan plastik (ukuran 50 x 30 x 20 cm3) yang ditutup dengan
kawat kasa. Setiap kandang diisi paling banyak 5 ekor tikus. Tikus yang sakit saat
aklimatisasi segera di ganti dengan tikus lain dengan kriteria yang sama yang
diambil secara acak. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5 1 cm
dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul
06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan
pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada
kisaran alamiah. Diberikan makanan standard yang sama untuk tiap kelompok,
sejumlah 36 ekor yang diadaptasi selama 7 hari dengan pemberian pakan standar.
Berat badan tikus ditimbang sebagai data dasar. Tikus kemudian dikelompokkan
Ransum pakan standar adalah makanan bagi semua tikus selama penelitian
dengan dosis 20 g/ekor/hari. Ransum pakan dibuat berdasarkan diet murni dari
Air minum untuk semua tikus adalah aquadest. Air minum diberikan ad libitum.
sehingga dalam satu kelompok terdiri atas enam ekor tikus. Pembagian
kelompoknya adalah :
ii. Kelompok P1 = terdiri dari 6 ekor tikus jantan dewasa yang diberi
perlakuan diet tinggi lemak selama 14 hari, lalu diberikan suntikan STZ
iii. Kelompok P2 = terdiri dari 6 ekor tikus jantan dewasa yang diberi
suntikan STZ dosis rendah 30 mg/kgBB pada hari ke 15 dan 22, lalu
minggu setelahnya.
iv. Kelompok P3 = terdiri dari 6 ekor tikus jantan dewasa yang diberi
suntikan STZ dosis rendah 30 mg/kgBB pada hari ke 15 dan 22, lalu
minggu setelahnya.
perlakuan diet tinggi lemak selama 14 hari, lalu diberikan suntikan STZ
dosis rendah 30 mg/kgBB pada hari ke 15 dan 22, lalu diberikan ekstrak
vi. Kelompok P5 = terdiri dari 6 ekor tikus jantan dewasa yang diberi
perlakuan diet tinggi lemak selama 14 hari, lalu diberikan suntikan STZ
dosis rendah 30 mg/kgBB pada hari ke 15 dan 22, lalu diberikan ekstrak
b. Pemberian pakan tinggi lemak (kuning telur bebek) dilakukan dengan cara
tikus dipuasakan semalaman, lalu pagi pada pukul 09.00 WIB sebelum
sediaan histologi.
Bahan yang digunakan adalah jamur Pleurotus ostreatus yang masih segar dan
membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan diperoleh
dari pusat budidaya jamur tiram Khalisa Agro Mushroom, beralamat di Jl.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai.
Kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
ditetapkan. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung
etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet.
Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring
persyaratan farmakope. Ekstrak cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai.
(Depkes, 1995)
Berikut prosedur pembuatan ekstrak etanol jamur tiram putih hingga dalam
waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan sekitar 4-5 hari. Berat jamur setelah
2. Jamur yang telah benar-benar kering ini dihaluskan dengan menggunakan alat
direndam di dalam 4 liter larutan etanol 96% yang sebelumnya telah didestilasi.
pelarut yang sama sebanyak 4 liter selama 3 hari 3 malam, kemudian disaring
kembali. Siklus ini diulang sekali lagi dengan cara yang sama. Filtrat yang
sebanyak 540,2 g.
untuk menguapkan pelarut yang masih tersisa, hingga diperoleh ekstrak kering
aquadest selama kurang lebih 15 menit sambil diaduk. Setelah terbentuk massa
suspensi ekstrak etanol jamur dilakukan setiap hari. Ekstrak kering jamur PO
homogen selanjutnya dipindahkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan lagi Na-
CMC hingga volume akhir 15 ml. Suspensi ini kemudian diberikan secara oral ke
Dosis ektrak jamur tiram putih yang digunakan untuk berbagai kondisi
patologis adalah antara 200-250 mg/kg BB tikus (Isai et al. 2009). Dosis
ekstrak jamur tiram putih yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar
200 mg/kg BB dan 250 mg/kgBB. Tikus ditimbang berat badannya setiap
minggu, dan larutan ekstrak etanol jamur tiram putih akan diberikan sesuai
kapasitas lambung tikus yang bisa menampung 3-5 cc. Pada penelitian
Dosis STZ yang diberikan adalah dosis rendah multipel sebanyak 30 mg/kgBB
yang dilarutkan dalam citrate buffer pH 4,5. Jika seminggu setelah penyuntikan
pertama tidak terjadi kenaikan KGD diatas 140 mg/dL maka dilakukan
Secara skematis, alur alur penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Tikus jantan galur wistar, 36 ekor, 2-3 bulan, BB 150-250 gram
Akuades 0,5ml selama Akuades 0,5ml selama Akuades 0,5ml + HFD Akuades 0,5ml + HFD Akuades 0,5ml + HFD Akuades 0,5ml + HFD
56 hari 1 cc/hari 1 cc/hari 1 cc/hari 1 cc/hari
56 hari
+ selama 14 hari selama 14 hari selama 14 hari selama 14 hari
+ HFD 1 cc/hari (dilanjut dengan pakan (dilanjut dengan pakan (dilanjut dengan pakan (dilanjut dengan pakan
selama 14 hari biasa hingga hari ke 56) biasa hingga hari ke 56) biasa hingga hari ke 56) biasa hingga hari ke 56)
Pakan biasa selama 56
(dilanjut dengan pakan + + + +
hari biasa hingga hari ke 56) STZ 30 mg/kgBB IP STZ 30 mg/kgBB IP STZ 30 mg/kgBB IP STZ 30 mg/kgBB IP
+ hari ke 15 & 22 hari ke 15 & 22 hari ke 15 & 22 hari ke 15 & 22
+
STZ 30 mg/kgBB IP + + + +
Suntikan citrate buffer hari ke 15 & 22 Ekstrak PO 200 mg/kg Ekstrak PO 250 Ekstrak PO 200 Ekstrak PO 250
BB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
IP hari ke 15 & 22
Sampai hari ke 28 Sampai hari ke 28 Hari ke 29 - hari ke 56 Hari ke 29 - hari ke 56
Analisis data
sebagai berikut:
1) Fiksasi
2) Dehidrasi
dalam larutan alkohol 50%, 70%, 80%, 95%, 100% dengan lama waktu yang
3) Clearing
4) Infiltrasi
5) Embedding
Pankreas dan larutan paraffin dimasukkan kedalam cetakan blok paraffin dan
6) Sectioning
pada suhu 40 C
7) Deparafinisasi
alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, alkohol 50%, selama masing-
menit.
selama 30 menit.
selama 18 22 jam
12) Kemudian preparat dicuci dengan Phosphat Buffer Saline (PBS) 10%
sebanyak 3 x 5 menit.
menit
14) Kemudian preparat dicuci dengan Phosphat Buffer Saline (PBS) 10%
sebanyak 3 x 5 menit.
detik.
18) Dehidrasi dengan dimasukkan ke dalam alkohol 80%, alkohol 95%, alkohol
Nissei, Japan) pada pembesaran 400x. Area yang terwarnai antibodi anti-insulin
(area sel beta) berwarna cokelat. Analisa data menggunakan software imageJ yang
- pengukuran ROI-2
Dari hasil tersebut didapatlah persentase sel beta pankreas yang ada dalam sebuah
membandingkan antara satu area sel beta pankreas dengan rata-rata keseluruhan
area pulau Langerhans. Persentase pada satu sampel didapatkan dari hasil rata-rata
dilakukan pada panjang gelombang 500 nm, pada suhu 20 25 C. Kadar Gula
Darah dalam satuan mg/dL dapat diukur dengan alat spektrofotometer dengan
Perhitungan:
Analisis data pada penelitian ini berdasarkan data KGD dan jumlah sel
Terlebih dahulu dilakukan analisis normalitas data dengan uji normalitas Shapiro-
Wilk karena jumlah sampel < 50 dan uji varians dengan uji Levene. Jika data
berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji One Way Anova. Bila pada
uji ANOVA diperoleh hasil p < 0,05, maka dilanjutkan dengan melakukan
analisis uji Post Hoc Bonferroni untuk melihat perbedaan antara kelompok
perlakuan.
Jika distribusi data tidak normal dan atau tidak homogen, barulah dilakukan
BAB IV
Identifikasi: Klasifikasi:
Tubuh buah putih-krem Kingdom : Fungi
Pilleus berbentuk setengah Phylum : Basidiomycota
lingkaran seperti cakram Class : Agaricomycetes
Tangkai buah tumbuh Order : Agaricales
menyamping Family : Pleurotaceae
Diameter pilleus 5 20 cm Genus : Pleurotus
Miselia berwarna putih Spesies : Pleurotus ostreatus
Simplisia Ekstrak
Alkaloida : (+) Alkaloida : (-)
Saponin : (+) Saponin : (+)
Flavonoida : (+) Flavonoida : (+)
Triterpen : (+) Triterpen : (+)
Glikosida : (+) Glikosida : (+)
Kadar air : 9,96 % Kadar air : 8 %
Karakterisasi Hasil
Penetapan kadar air 9,96 %
Penetapan kadar sari larut air 44,91%
Penetapan kadar sari larut etanol 3,9 %
Penetapan kadar abu total 10,89 %
Penetapan kadar abu tidak larut asam 1,48 %
beberapa data seperti kadar gula darah (KGD) dan jumlah area sel beta pankreas
tikus wistar jantan. Data yang disajikan akan dipisahkan antara kelompok
dilakukan untuk menilai tinggi rendahnya kadar gula darah pada tikus wistar
jantan kelompok preventif yang nantinya akan dibandingkan dengan kadar gula
P0 4 127,75 20,55
P1 4 463,00 26,46
P2 4 250,75 57,25
P3 4 131,25 10,87
Ket. :
P0 : kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P2 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P3 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB
Keterangan :
Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama,
berbeda tidak bermakna pada taraf uji 5% (p<0,05)
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P2 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P3 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB
Data pada tabel 4.4 diubah kedalam bentuk grafik histogram seperti yang
homogenitas data (lampiran 6), didapati bahwa sebaran data normal dan data
bervariasi secara homogen sehingga dilakukan analisa data dengan uji one way
ANOVA.
Dari hasil uji one way ANOVA, disimpulkan bahwa paling tidak terdapat
mana yang mempunyai perbedaan pada hasil pengukuran ini, maka dilanjutkan
dengan analisis Post Hoc Bonferroni (lampiran 7). Hasil uji akan ditunjukkan
area sel beta pankreas dalam satu pulau Langerhans, dimana antibodi anti-insulin
mewarnai sel beta pankreas dengan warna cokelat. Gambar 4.2, 4.3, 4.4, dan 4.5
mengecil dan area sel beta yang semakin sedikit, dibandingkan dengan potongan
penampang histologi pada kelompok P0, dimana kelompok P1 diberi diet tinggi
Sedangkan pada kelompok P2 dan P3, terlihat pulau Langerhans dengan ukuran
ireguler dengan jumlah area sel beta yang lebih sedikit dibandingkan kelompok P0
Islet of
Langerhan
s
-cell
area
50 m
-cell
area
Islet of
Langerhan
s
50 m
-cell
area
Islet of
Langerha
ns
50 m
Islet of
-cell Langerhan
area s
50 m
Jumlah area sel beta pankreas pada satu sampel dihitung dengan cara mencari
rata-rata 5 pulau Langerhans dari satu sediaan jaringan pankreas yang diamati di
Tabel 4.5 Rerata Perhitungan Area Sel Beta pada Kelompok Preventif (%)
P0 4 74,38 10,61
P1 4 23,04 3,69
P2 4 49,16 14,13
P3 4 62,10 7,25
Keterangan :
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P2 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P3 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB
Gambar 4.6 Grafik Rerata Jumlah Area Sel Beta Pankreas pada Kelompok
Preventif
Keterangan :
Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama,
berbeda tidak bermakna pada taraf uji 5% (p<0,05)
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P2 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P3 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah bersamaan dengan ekstrak
jamur tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB
Data pada tabel 4.5 diubah kedalam bentuk grafik histogram seperti yang
homogenitas data (lampiran 9), didapati bahwa sebaran data normal dan bervariasi
secara homogen. Dengan demikian data yang diperoleh memenuhi syarat untuk
Dari hasil uji one way ANOVA, disimpulkan bahwa paling tidak terdapat
mana yang mempunyai perbedaan pada hasil pengukuran ini, maka dilanjutkan
dengan analisa Post Hoc Bonferroni (lampiran 10). Hasil uji akan ditunjukkan
dilakukan untuk menilai tinggi rendahnya kadar gula darah pada tikus wistar
jantan kelompok kuratif yang nantinya akan dibandingkan dengan kadar gula
P0 4 127,75 20,55
P1 4 463,00 26,46
P4 4 314,00 108,18
P5 4 331,00 124,33
Ket. :
P0 : kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P4 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P5 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB
Keterangan :
Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama,
berbeda tidak bermakna pada taraf uji 5% (p<0,05)
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P4 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P5 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB
Data pada tabel 4.6 diubah kedalam bentuk grafik histogram seperti yang
tertera pada Gambar 4.7. Pada pengujian normalitas (lampiran 11) dan
homogenitas data (lampiran 12), didapati bahwa sebaran data normal namun data
tidak bervariasi secara homogen. Dengan demikian data yang diperoleh tidak
memenuhi syarat untuk dilakukan analisa data dengan uji one way ANOVA.
logaritma, dengan acuan nilai slope dan power (lampiran 13). Hasil transformasi
data ternyata tidak menjadikan variasi data homogen (lampiran 14) sehingga
dilakukan bootstrap pada data yang ada. Setelah dilakukan bootstrap, didapati
bahwa sebaran data normal dan bervariasi secara homogen. Dengan demikian data
yang diperoleh memenuhi syarat untuk dilakukan analisa data dengan uji one way
Dari hasil uji one way ANOVA, disimpulkan bahwa paling tidak terdapat
mana yang mempunyai perbedaan pada hasil pengukuran ini, maka dilanjutkan
dengan analisa Post Hoc Bonferroni (lampiran 16). Hasil uji akan ditunjukkan
anti-insulin pada jaringan histologi pankreas tikus wistar jantan kelompok kuratif
ini. Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk melihat berapa jumlah area sel
mewarnai sel beta pankreas dengan warna cokelat. Gambar 4.8, 4.9, 4.10, dan
mengecil dan area sel beta yang semakin sedikit, dibandingkan dengan potongan
penampang histologi pada kelompok P0 yang diberi diet tinggi lemak selama 2
kelompok P4 dan P5, terlihat pulau Langerhans dengan ukuran ireguler dan jumlah
area sel beta yang sedikit dan hampir sama dibandingkan dengan kelompok P1.
Islet of
Langerhan
s
-cell
area
50 m
-cell
area
Islet of
Langerhan
s
50 m
Islet of
Langerha -cell
ns area
50 m
Islet of
-cell Langerhan
area s
50 m
Jumlah area sel beta pankreas pada satu sampel dihitung dengan cara mencari
rata-rata 5 pulau Langerhans dari satu sediaan jaringan pankreas yang diamati di
Tabel 4.7 Rerata Perhitungan Area Sel Beta pada Kelompok Kuratif (%)
P0 4 74,38 10,61
P1 4 23,04 3,69
P4 4 28,63 5,41
P5 4 32,37 6,53
Keterangan :
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P4 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P5 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB
Gambar 4.12 Grafik Rerata Jumlah Area Sel Beta Pankreas pada Kelompok
Kuratif (%)
Keterangan :
Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama,
berbeda tidak bermakna pada taraf uji 5% (p<0,05)
P0 : kelompok kontrol negatif (diberi citrate buffer)
P1 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah
P4 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 200 mg/kgBB
P5 : diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah, lalu diberi ekstrak jamur
tiram putih dengan dosis 250 mg/kgBB
Data pada tabel 4.7 diubah kedalam bentuk grafik histogram seperti yang
tertera pada Gambar 4.12. Pada pengujian normalitas (lampiran 17) dan
homogenitas data (lampiran 18), didapati bahwa sebaran data normal dan
syarat untuk dilakukan analisa data dengan uji one way ANOVA.
Dari hasil uji one way ANOVA, disimpulkan bahwa paling tidak terdapat
mana yang mempunyai perbedaan pada hasil pengukuran ini, maka dilanjutkan
dengan analisa Post Hoc Bonferroni. Hasil uji akan ditunjukkan dengan
kelompok P4 dan P5 dengan kelompok P0. Sementara itu antara P1 dengan P2 dan
Kerusakan area sel beta pankreas paling parah terjadi pada kelompok P1 yang
diberi diet tinggi lemak dan STZ dosis rendah. Hal ini sejalan dengan peningkatan
Hasil ini juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Srinivasan (2005) bahwa
pemberian diet tinggi lemak selama 2 minggu yang dilanjutkan dengan suntikan
hewan coba. Senada dengan yang dilakukan oleh Zhang dkk, juga membuktikan
pada hewan coba yang sebelumnya diberikan diet tinggi lemak lalu diberikan
injeksi STZ dosis 30 mg/kgBB sebanyak 2 kali merupakan cara yang lebih stabil
Kerusakan area sel beta pankreas pada kelompok preventif P2 dan P3 terlihat
lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok P1 (p < 0,05). Dimana jumlah area
sel beta P3 tidak berbeda secara bermakna dibandingkan dengan P0. Hasil ini juga
didukung oleh data pemeriksaan KGD pada ketiga kelompok tersebut. Sejalan
dengan penelitian Nosalova dkk (2001) bahwa pemberian ekstrak pleuran dari
et al., 2001). Hal senada juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh
Jayakumar dkk (2006), dimana dilakukan pemberian ekstrak jamur PO pada tikus
wistar yang kemudian diinduksi dengan CCl4-. Saat dilakukan pemeriksaan enzim
yang terkandung didalam jamur tiram yaitu flavonoid (lampiran 2 dan 3).
acid (PCA) (Alam et al., 2010; Reis et al., 2012), diikuti oleh gallic acid dan
sebagai alat donor-elektron, juga sebagai pengikat ion logam (Alam et al., 2010).
Kerusakan area sel beta pankreas pada kelompok kuratif P4 dan P5 terlihat
tidak jauh berbeda dari kelompok P1. Begitu juga dengan KGD pada kelompok P4
dan P5 yang juga tidak jauh berbeda dari KGD pada kelompok P1. Streptozotocin
dan sekresi insulin (Szkudelski, 2001). Pada hasil analisa area sel beta pankreas
kelompok P4 dan P5, memperlihatkan jumlah area sel beta yang sedikit sebagai
akibat dari perlakuan diet tinggi lemak dan suntikan STZ dosis rendah. Dan
sedikit perbedaan tidak bermakna dengan kelompok kontrol positif P1. Hal ini
secara bermakna.
jamur PO dapat mencegah kerusakan sel beta pankreas namun tidak dapat
BAB V
5.1. Kesimpulan
1. Jumlah area sel beta pankreas yang mengalami kerusakan pada kelompok
preventif (dosis 200 mg/kgBB dan 250 mg/kgBB) lebih sedikit secara
bermakna (p < 0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang
diberi pakan tinggi lemak dan streptozotocin dosis rendah
2. KGD pada kelompok preventif lebih rendah secara bermakna (p < 0,05)
dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang diberi pakan tinggi
lemak dan streptozotocin dosis rendah
3. Jumlah area sel beta pankreas yang mengalami kerusakan pada kelompok
kuratif (dosis 200 mg/kgBB dan 250 mg/kgBB) tidak berbeda secara
bermakna (p > 0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang
diberi pakan tinggi lemak dan streptozotocin dosis rendah
4. KGD pada kelompok kuratif tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05)
dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang diberi pakan tinggi
lemak dan streptozotocin dosis rendah.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
dapat mencegah terjadinya kerusakan sel beta pankreas, namun jamur ini tidak
bisa memperbaiki kerusakan sel beta pankreas pada tikus wistar jantan Diabetes
Mellitus tipe 2 yang diberi pakan tinggi lemak dan STZ dosis rendah
5.2. Saran
Untuk dapat menjelaskan hal-hal lain yang terkait penelitian ini dan guna
aplikasi lanjut nantinya, maka peneliti menyarankan agar:
saja yang terdapat pada jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) ini yang
kuratif jamur tiram putih terhadap sel beta pankreas menggunakan metode
manusia