Laporan VSD
Laporan VSD
Tugas CS2
Oleh :
Yuni Hartini Dwi Cahyani
NIM.125070206111002
B. Etiologi
Penyebab VSD adalah pada perkembangan Embrio
maka gabungan ventrikuler dan membranous terjadi saat
kehamilan umur 4 8 minggu. Perkembangan septum
muskular terjadi saat ventrikel kanan dan kiri membentuk
sumbu (fuse) sedangkan septum membranous terjadi akibat
pertumbuhan dari endocardial ciushius. Selama proses
pembentukan sekat ini dapat terjadi defek kongenital akibat
gangguan pembentukan ini.
VSD terjadi karena kegagalan penyatuan atau kurang
berkembangnya komponen atau bagian dari septum
interventricularis jantung (terutama pars membranacea).
Perkembangan ini terjadi pada hari ke-24 sampai ke-28 masa
kehamilan. Kegagalan gen NKX2.5 dapat menyebabkan
penyakit ini. Meningkatnya penggunaan alkohol dan obat-
obatan terlarang telah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang
paling mungkin pada VSD.
Pada kebanyakan anak, penyebab VSD tidak diketahui.
Beberapa anak memiliki cacat jantung lainnya bersama dengan
VSD (American Heart Association,2009). Kebanyakan VSD
adalah jenis cacat jantung bawaan, yang berarti mereka hadir
pada saat lahir. Tidak jelas mengapa VSD berkembang, tetapi
genetika mungkin memainkan peran. Meskipun jarang,
beberapa VSD dapat terjadi setelah serangan jantung atau
trauma(Mccoy, 2013).
Beberapa teori etiologi antara lain :
1. Kromosomal : adanya beberapa kelainan kromosomdan
sindrom tertentu yang mencangkup VSD.Yaitu :
a. Sindrom Holt-Oram
b. Sindrom down (Trisomi 21)
c. Trisomi 13
d. Trisomi 18
2. Familial : sekitar 3 % anak dengan orang tua VSD juga
menderita VSD.
3. Geografis : populasi di Asia (jepang dan Cina mempunyai
insiden defek pulmonal lebih sering)
4. Lingkungan
Lebih dari 90% kasus penyakit jantung bawaan
penyebabnya adalah multi factor. Ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu :
Faktor prenatal (faktor eksogen)
Ibu menderita penyakit infeksi : Rubela
Ibu alkoholisme
Umur ibu lebih dari 40 tahun
Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
Ibu meminum obat-obatan penenang
Faktor genetic (faktor endogen)
Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
Ayah/ibu menderita PJB
Kelainan kromosom misalnya sindrom down
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar
25% dari seluruh kelainan jantung. Dinding pemisah antara
kedua ventrikel tidak tertutup sempurna. Kelainan ini umumnya
congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Kelainan
VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain misalnya
trunkus arteriosus, Tetralogi Fallot. (Wahab, 2009)
C. Epidemiologi
Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan gangguan
jantung congenital asianotik yang paling sering ditemukan. Tiga
Puluh persen (30%) seluruh defek jantung congenital
merupakan VSD (Kowalak, 2011). Dari 82 pasien terdapat 43
laki-laki dan 39 perempuan. PJB yang paling sering adalah
Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu sebanyak 29% (Rahmi,
2010). Menurut penilitian yang dilakukan di RSUP Haji Adam
Malik dari 43 pasien dengan sindrom down sebanyak 46,5 %
menderita penyakit jantung congenital dan prevalensi penyakit
jantung congenital yang paling sering terjadi adalah ventricular
septal defect yaitu 40% (Hurairah, 2011).
Defek septum ventrikel adalah kelainan jantung
kongenital yang paling sering ditemukan, yaitu:
1. 20-30% dari seluruh kasus kelainan jantung bawaan.
2. 1,5-3,5, dari kelahiran hidup.
3. Frekuensi pada wanita 56%, sedangkan laki-laki 44%.
4. Sering dijumpai padan sindrom down.
5. Kelainan tunggal dan kelainan jantung kongenital yang
muncul bersama dengan VSD adalah 50% dari seluruh
kasus kelahiran jantung kongenital.
6. Insiden tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali
lebih sering. (Wahab, Samik, 2006)
VSD mempengaruhi 2-7% dari kelahiran hidup. Daerah
tempat tinggal pasien dapat mempengaruhi prevalensi VSD
yang diketahui. Sebuah studi ekokardigrafi mengungkapkan
tingginya insiden 5-50 setiap 1000 bayi baru lahir. VSD adalah
lesi yang paling umum pada beberapa sindrom kromosom,
termasuk trsomi 13, trisomi 18, trisomi 21 dan sindrom relatif
jarang. Bagiamanapun, lebih dari 95% dari pasien dengan
VSD, kecacatan tidak berhubungan dengan kelainan
kromosom.
VSD sedikit lebih umum pada pasien wanita
dibandingkan pada pasien laki-laki (56%, 44%). Laporan tidak
dapat disimpulkan mengenai perbedaan ras dalam distribusi
VSD. Namun, dua kali lipat terjadi pada populasi Asia, ini
merupakan 5% dari kecacatan Amerika Serikat tetapi 30% dari
mereka dilaporkan di Jepang (Ramaswary, 2013).
Dari semua kelahiran prevalensi CHD yaitu 26,6% dan
CHD yang paling sering ditemui yaitu Ventricular Septal Defect
(VSD,17,3 %) . Pada perempuan lebih dominan ditemui pada
CHD ringan (VSD, dan ASD) sedangkan pada laki laki lebih
sering dijumpai CHD berat (Zhao QM, Ma XJ, 2013)
D. Klasifikasi
Ventikel Septum Defek (VSD) di klasifikasikan menjadi
beberapa tipe, yaitu :
1. Defek Septum Ventrikel Perimembranus
Perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang
terletak di daerah pars membranaceae septum
interventricularis . Defek pada jaringan membranus disebut
sebagai defek septum ventrikel tipe membranus. Sering
defek ini melebar sampa jaringan muskuler sekitarnya. Oleh
karena itu banyak yang menyebutkan defek septum tipe peri
membranus. Dan karena letaknya di bagian superior
septum, kadang-kadang dikenal pula sebagai defek septum
ventrikel tipe tinggi.
2. Defek Septum Ventrikel Muskuler
Muskuler, bial lubang terletak di daerah septum muskularis
interventrikularis . Defek septum ventirkel tipe muskuler
sangat jarang terjadi. Kadang-kadang defek ini disebut
sebagai defek septum ventrikel tipe rendah (low ventricular
septal defect).Sesuai dengan lokasinya, ada defek septum
ventrikel tipe muskuler pada inlet (posterior), pada trabekel
(bagian sentral, atau apical) dan pada outlet (infundibuler).
Suatu defek multiple di bagian apical dikenal pula sebagai
defek septum ventrikel tipe swiss cheese.
3. Defek Septum Ventrikel Subarterial
Subarterial doubly commited, bial lubang terletak di daerah
septum infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk
oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan katup pulmonal .
Defek ini sebenarnya termasuk tipe muskuler dan terdiri dari
defek subpulmonal (yang beradapersis di bawah katup
pulmonal) dan doubly committed subarterial (yang terletak
di bawah jaringan fibrus antara katup aorta dan katup
pulmonal)
Berdasarkan letaknya terhadap Krista Supraventrikuler
(lebih tepat disebut sebagai trabekel septomarginal). Defek
septum ventrikel tipe subpulmonal dan doubly committed
subarterial kadang-kadang dinamakan pula defek suprakista.
Dan defek septum ventrikel tipe perimembranus subaortik dan
subtrikuspid disebut defek infrakista.
Menurut ukurannya VSD dapat dibagi menjadi:
a. VSD kecil
Biasanya asimptomatik
Defek kecil 1-5 mm
Tidak ada gangguan tumbuh kembang
Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising
peristaltic yang menjalar ke seluruh tubuh pericardium
dan berakhir pada waktu distolik karena terjadi
penutupan VSD
EKG dalam batas normal atau terdapat sedikit
peningkatan aktivitas ventrikel kiri
Radiology: ukuran jantung normal, vaskularisasi paru
normal atau sedikit meningkat
Menutup secara spontan pada umur 3 tahun
Tidak diperlukan kateterisasi
b. VSD sedang
Sering terjadi symptom pada bayi
Sesak napas pada waktu aktivitas terutama waktu
minum, memerlukan waktu lebih lama untuk makan dan
minum, sering tidak mampu menghabiskan makanan
dan minumannya
Defek 5- 10 mm
BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
Mudah menderita infeksi biasanya memerlukan waktu
lama untuk sembuh tetapi umumnya responsive
terhadap pengobatan
Takipneu
Retraksi bentuk dada normal
EKG: terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri
maupun kanan, tetapi kiri lebih meningkat.
Radiology: terdapat pembesaran jantung derajat sedang,
conus pulmonalis menonjol, peningkatan vaskularisasi
paru dan pemebsaran pembuluh darah di hilus.
c. VSD besar
Sering timbul gejala pada masa neonatus.
Dispneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri
ke kanan dalam minggu pertama setelah lahir.
Pada minggu ke2 atau 3 simptom mulai timbul akan
tetapi gagal jantung biasanya baru timbul setelah
minggu ke 6 dan sering didahului infeksi saluran nafas
bagian bawah.
Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang
tampak sianosis karena kekurangan oksigen akibat
gangguan pernafasan.
Gangguan tumbuh kembang.
EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan
kiri.
Radiology: pembesaran jantung nyata dengan conus
pulmonalis yang tampak menonjol pembuluh darah hilus
membesar dan peningkatan vaskularisasi paru perifer.
(Harimurti, G.M. 2007)
E. Faktor Risiko
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat
diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu :
A. Faktor prenatal (faktoreksogen)
Ibu menderita penyakit infeksi seperti Rubella atau
infeksi virus lainnya pada saat hamil
Ibu alkoholisme
Umur ibu lebih dari 40 tahun
Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
Ibumeminumobat-obatanpenenang
B. Faktor genetic (faktor endogen)
Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
Ayah/ibumenderita PJB
Kelainankromosommisalnyasindrom down
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
F. Patofisiologi
(terlampir)
G. Manifestasi Klinis
Berdasarkan klasifikasi:
VSD kecil
Biasanya asimptomatik
Defek kecil 1-5 mm
Tidak ada gangguan tumbuh kembang
Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising
peristaltic yang menjalar ke seluruh tubuh pericardium
dan berakhir pada waktu distolik karena terjadi
penutupan VSD
Pada EKG dalam batas normal atau terdapat sedikit
peningkatan aktivitas ventrikel kiri
Pada radiologi ukuran jantung normal, vaskularisai paru
normal atau sedikit meningkat.
Menutup secara spontan pada waktu umur 3 tahun
Tidak diperlukan kateterisai jantung.
VSD sedang
Sering terjadi simptom pada masa bayi
Sesak nafas pada waktu aktivitas terutama waktu
minum, memerlukan waktu lebih lama untuk makan
dan minum.
Defek 5-10 mm
Berat badan sukar naik sehingga tumbuh kembang
anak terganggu.
Mudah menderita infeksi pada paru-paru dan biasanya
memerlukan waktu lama untuk sembuh tetapi
umumnya responsive terhadap pengobatan
Takipnea
Retraksi pada jugulum, sela interkostal, dan region
epigastrium.
Bentuk dada normal.
Pada EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri
maupun kanan, tetapi ventrikel kiri yang lebih
meningkat.
Pada radiologi terdapat pembesaran jantung derajat
sedang, conus pulmonalis menonjol, peningkatan
vaskularisasi paru dan pembesaran pembuluh darah di
hilus.
VSD besar
Sering timbul gejala pada masa neonatus
Dispnea meningkat setelah terjadi peningkatan pirau
kiri ke kanan dalam minggu pertama setelah lahir
Pada minggu ke-2 atau ke-3 simptom mulai timbul akan
tetapi gagal jantung biasanya baru timbul setelah
minggu ke-6 dan sering didahului infeksi saluran nafas
bagian bawah.
Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang
tampak sianosis karena kekurangan oksigen akibat
gangguan pernafasan.
Terdapat gangguan tumbuh kembang
Pada hasil EKG terdapat peningkatan aktivitas
ventrikel kanan dan kiri
Pada radiologi pembesaran jantung nyata dengan conus
pulmonalis yang tampak menonjol pembuluh darah hilus
membesar dan peningkatan vaskularisai paru ke perifer.
Manifestasi klinis:
Bayi yang kecil dan kurus dengan pertambahan berat
badan yang lambat kalau VSD yang lebar terjadi
bersama dengan gagal jantung
Bising sistolik yang keras, kasar, dan menjalar
secara luas kendati paling jelas terdengar di
sepanjang tepi sternum kiri pada sela interkosta
ketiga atau keempat; bising ini disebabkan oleh aliran
darah abnormal yang melewati VSD
Getaran atau thrill yang bisa diraba dan disebabkan
oleh aliran darah turbulen di antara kedua ventrikel
melalui VSD yang kecil
Komponen pulmoner yang keras dan terpecah lebar
dari bunyi S2 yang disebabkan oleh peningkatan
selisih tekanan lewat VSD
Pergeseran iktus kordis akibat hipertrofi jantung
Bagian anterior dada yang menonjol dan terjadi
sekunder karen hipertrofi jantung
Pembesaran hati, jantung, dan limpa karena kongesti
sistemik
Kesulitan menyusu yang menyertai gagal jantung
Diaphoresis, takikardia, dan pernapasan cepat
disertai bunyi mengorok karena gagal jantung
(Kowalak, Jennifer P. 2011)
H. Pemeriksaan Diagnostik
A. Anamnesis
1. DSV kecil umumnya menimbulkan gejala yang ringan,
atau tanpa gejala (asimtomatik). Umumnya pasien dirujuk
karena ditemukannya bising jantung (murmur) secara
kebetulan. Anak tampak sehat. Pada auskultasi S1 dan
S2 normal, teraba thrill, bising pansistolik derajat IV/6
dengan punktum maksimum di interkostal 3-4 pada garis
parasternal kiri.
2. DSV sedang dapat menimbulkan gejala yang ringan
berupa takipnea dan takikardia ringan. Bayi sering
mengalami kesulitan minum dan makan, dan sering
mengalami ISPA. Pada pemeriksaan fisis ditemukan
takipnea, retraksi interkostal atau suprasternal.
Pertambahan berat badan sangat lambat. Ditemukan
thrill. S1 dan S2 normal, ditemukan bising pansistolik
intensitas keras di interkostal 3-4 parasternalis kiri. Bising
mid-diastolik sering ditemukan di apeks.
3. DSV besar, gejala timbul setelah 3-4 minggu. Terlihat
gejala dan tanda gagal jantung kiri. Bayi mengalami
takikardia, takipnea, hepatomegali. Pasien tampak sesak,
tidak biru, gagal tumbuh, banyak keringat dan sering
mengalami ISPA berulang. Bising pansistolik akan
terdengar bernada rendah dan tidak terlokalisasi.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG)
Pada DSV kecil, gambaran EKG normal. Pada DSV
besar akan ditemukan LVH atau BVH.
2. Foto Rontgen toraks
Tidak spesifik. Pada defek kecil, ukuran jantung normal
dengan corakan vaskular paru normal. Pada DSV
sedang, terdapat kardiomegali dan peningkatan corakan
vaskular paru dan tampak penonjolan segmen pulmonal.
Pada DSV besar, terdapat kardiomegali, peningkatan
corakan vaskular paru dan pembesaran ventrikel kanan.
3. Ekokardiografi
Dengan pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan
Doppler berwarna dapat ditentukan besar defek, arah
pirau, dimensi ruang jantung dan fungsi ventrikel.
4. Kateterisasi jantung
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada DSV besar untuk
menilai besarnya pirau dari kiri ke kanan (QP/QS) dan
tingginya resistensi vaskular paru agar dapat ditentukan
apakah masih bisa ditutup atau tidak.Saat ini kateterisasi
pada DSV lebih ditujukan pada tindakan penutupan
transkateter.
5. Magnetic Resonance Imaging
Memberikan gambaran yang lebih baik terutama VSD
dengan lokasi apical yang sulit dilihat dengan
ekokardiografi juga dapat dilakukan besarnya curah
jantung, besaran pirau, dan evaluasi kelainan yang
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d malformasi jantung
Kriteia hasil : adanya tanda-tanda membaiknya curah jantung
Intervensi :
Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi
perifer, warna dan kehangatan kulit.
Tegakkan derajat sianosis (membrane mukosa,
clubbing)
Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachipnea,
sesak, lelah saat minum susu, periorbital edema, oliguria
dan hepatomegali.
Kolaborasi untuk pemberian obat (diuretic, untuk
menurunkan afterload) sesuai indikasi.
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal
Tujuan : Pertukaran gas membaik
Kriteria hasil : tidak adanya tanda-tanda resistensi pembuluh
paru
Intervensi :
Monitor kualitas dan irama pernafasan
Atur posisi anak dengan posisi fowler
Hindari anak dari orang yang terinfeksi
Berikan istirahat yang cukup
Berikan oksigen sesuai indikasi
3. Tidak toleransi terhadap aktifitas b.d ketidakseimbangan antara
pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
Tujuan : Aktifitas klien terpenuhi
Kriteria hasil : Anak berpartisipasi dalam aktifitas sesuai
kemampuanya
Intervensi :
Ijinkan anak sering istirahat dan hindarkan gangguan
saat tidur
Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktifitas
ringan
Bantu anak untuk memilih aktifitas yang sesuai dengan
usia, kondisi dan kemampuan anak
Berikan periode istirahat setelah melakukan aktifitas
Hindarkan suhu lingkungan terlalu panas atau dingin
Hindarkan hal-hal yang menyebabkan ketakutan
/kecemasan anak
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak
adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
Tujuan : Tidak terjadi perubahan pertumbuhan dan
perkembangan
Criteria hasil : Pertumbuhan anak sesuai kurva pertumbuhan
BB dan TB.
Intervensi :
Sediakan didit yang seimbang, tinggi zat nutrisi untuk
mencapai pertumbuhan yang adekuat.
Monitor TB dan BB
Libatkan keluarga dalam pemberian nutrisi kepada anak
5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan
pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Anak mempertahankan intake makanan dan
minuman
Intervensi :
Timbang BB setiap hari dengan timbangan yang sama
Catat intake dan out put secara benar
Berikan makanan dengan porsi kecil sering
Berikan minum yang banyak
6. Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekwatiran
terhadap penyakit anak.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan peran orang tua
Kriteria hasil ;
orang tua mengekspresikan perasaannya
Orang tua yakin memiliki peranan penting dalam keberhasilan
pengobatan.
Intervensi :
Motivasi orang tua ntuk mengekspresikan perasaannya
sehubungan dengan anaknya
Diskusikan dengan orang tua tentang rencana
pengobatan
Berikan informasi yang jelas dan akurat
Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di
rumah sakit
Motivasi keluarga untuk melibatkan anggota keluarga
lain dalam perawatan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Kowalak, J.P., Welsh, W., Mayer,B. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Muscari, M. E. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik.
Jakarta : EGC.
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. EGC: Jakarta.
Rahayuningsih S.E., H Hamanoue, N Matsumoto-Sari Pediatri. 2011.
Peran Mutasi Gen CRELD1 pada Defek Septum Ventrikel dan
Hubungannya dengan Manifestasi Klinis (pdf). Available from:
saripediatri.idai.or.id.
Wahab, Samik A. 2006. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital
yang Tidak Sianootik. EGC: Jakarta
Wahab, A. Samik. 2009. Kardiologi Anak : Penyakit jantung congenital
yang tidak sianotik. Jakarta:EGC
American Heart Association.2009. Ventricular Septal Disease. Online.
Http://www.heart.org. Diakses pada tanggal 13 Juli 2014
Mccoy, Krisha. 2013. Ventricular Septal Defect. Online.
Http://medicine.med.nyu.edu. Diakses pada tanggal 13 Juli 2014
Hurairah, Khairul Aizat Abu. 2011. Prevalensi Kejadian Penyakit
Jantung Kongenital Pada Anak Penderita Sindrom Down Di RSUP
Haji Adam Malik pada Tahun 2008-2010. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
QM, Zhao, dan Ma QJ. 2013. Prevalence Of Congenital Heart Disease
at Live Birth : an Accurate Assement by Echocardiographic Screening.
Online. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed diakses pada tanggal 12
juli 2014
Rahmi. 2010. Prevalensi Penyakit Jantung Bawaan pada Anak
dengan Sindroma Down di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2005-
2009. Skripsi. FK Universitas Sumatera Utara
Ramaswamy, Prema. 2003. Ventricular Septal Defect. Medscape
Article.
Wahab, Samik A. 2006. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital
yang Tidak Sianotik. Jakarta: EGC
Harimurti, G.M. 2007. Penyakit Jantung Bawaan. Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI, Pusat Jantung Nasional,
Harapan Kita: Jakarta
Wong, Donna L. 2004.Pedoman Klinis perawatan Pediatrik.
Jakarta:EGC
Aziz Alimul. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Edisi 2.
Jakarta: SalembaMedika
Cecily & Linda. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 5.
Jakarta: EGC.
Cecily L. Bets, Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan
Pediatri Ed.3. EGC: Jakarta.
Davey P. 2006. At A Glance Medicine. Erlangga: Jakarta.
Harimurti, G.M. 2007. Penyakit Jantung Bawaan. Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI, Pusat Jantung Nasional,
Harapan Kita: Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Cetakan Ketiga. Jakarta: SalembaMedika
Hull, D & Johnston, D.I. 2008. Dasar-dasar Pediatri (Ed. 3). EGC:
Jakarta.
Muscari, M. E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik (Ed.
3). EGC: Jakarta.
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia.2006.Ilmu Penyakit
Dalam. FKUI: Jakarta.
Roy & Simon. (2002). Lecture Notes Pediatrik, Jakarta : Erlangga.
Syaifuddin.(2009). Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: SalembaMedika
Depkes RI. 2007. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa
Bedah. Jakarta: Depkes
Syofani S., 2002, Peran Vasodilator pada Gagal Jantung Anak,
Medan: Sari Pediatri, Vol. 3, No. 4: 213 221
Rahayuningsih S. E., 2004, Penggunaan Sildenafil pada Anak dengan
Hipertensi Pulmonal, Bandung: Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3: 125-128
Hartawan B., 2008, Hipertensi Pulmonal pada Anak, Denpasar:
Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 58, Nomor: 3
Retno A. S., 2006, Pneumonia, FK UNAIR, Ilmu Kesehatan Anak
XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI
Nasuiton A. H., 2008, Anestesi pada Ventrikel Septal Defek, Medan:
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 2
Sastroasmoro S., 1994, Buku Ajar: Kardiologi Anak, Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia
Mansjoer, Arief et al. 2000. Kardiologi Anak, Defek Septum Ventrikel :
Ilmu Kesehatan Anak, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilis 2.
Jakarta : Media Aesculapius.
Mayo Clinic Staff. 2011. Ventricular Septal Defect.
http://www.mayoclinic.org/. Diakses 12 April 2014