Anda di halaman 1dari 33

Ventricular Septal Defect (VSD)

Tugas CS2

Oleh :
Yuni Hartini Dwi Cahyani
NIM.125070206111002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
BAB I
PEMBAHASAN

Ventricular Septal Defect (VSD)


A. Definisi

Defek Septum Ventrikel atau VSD (ventricular septal


defect) adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak
terbentuknya septum antara ventrikel jantung kiri dan kanan
sehingga antara keduanya terdapat lubang (tunggal atau
multiple) yang saling menghubungkan. Defek ini bisa muncul
sebagai kelainan tunggal (berdiri sendri) atau muncul bersama
dengan malformasi kongenital kardial lainnya, misalnya
stenosis pulmonal, duktus arteriosus persisten, koarktasio
aorta, tetralogi Fallot, transposisi arteri-arteri besar, atresia
pulmonal, dan lain-lain (Wahab, A. Samik; 2009).
Defek septum ventrikel adalah adanya lubang abnormal
antara ventrikel kanan dan kiri yang terjadi ketika dinding
antara kedua ventrikel gagal menutup secara sempurna selama
masa gestasi. Defek ini adalah defek kongenital jantung yang
paling sering terjadi. Ukuran defek menentukan keparahan
gejala (Corwin, E.J., 2009).
VSD merupakan salah satu kelainan yang paling sering
ditemukan pada penyakit jantung kongenital. Defisiensi di
dalam dinding di antara kedua ventrikel. Defek septum ventrikel
dapat ditemukan dengan ukuran dan lokasi yang bervariasi di
sepanjang permukaan septum, dan masing-masing
menghasilkan bising yang khas (Schwartz, M. William; 2004).
VSD (Ventricular Septal Defect), merupakan bentuk
CHD yang paling banyak ditemukan, merupakan lubang
abnormal antara ventrikel kiri dan kanan. (Muscari, 2005).
Defek Septum Ventrikel (VSD) merupakan salah satu
jenis penyakit jantung bawaan (PJB) yang ditandai adanya
defek pada septum ventrikel. (Rahayuningsih, 2011).
Pada ventricular SeptalDevect (VSD) atau defek septum
ventrikel yang ,erupakan gangguan jantung konginetal asianotik
yang paling sering ditemukan, keberadaan lubang pada septum
yang memisahkan kedua ventrikel memungkinkan adanya
pemintasan aliran darah antara ventrikel kiri dan kanan.
Keadaan ini mengakibatkan pemompaan jantung tidak efektif
dan pembesaran risiko gagal jantung (Kowalak, et. al., 2010)

B. Etiologi
Penyebab VSD adalah pada perkembangan Embrio
maka gabungan ventrikuler dan membranous terjadi saat
kehamilan umur 4 8 minggu. Perkembangan septum
muskular terjadi saat ventrikel kanan dan kiri membentuk
sumbu (fuse) sedangkan septum membranous terjadi akibat
pertumbuhan dari endocardial ciushius. Selama proses
pembentukan sekat ini dapat terjadi defek kongenital akibat
gangguan pembentukan ini.
VSD terjadi karena kegagalan penyatuan atau kurang
berkembangnya komponen atau bagian dari septum
interventricularis jantung (terutama pars membranacea).
Perkembangan ini terjadi pada hari ke-24 sampai ke-28 masa
kehamilan. Kegagalan gen NKX2.5 dapat menyebabkan
penyakit ini. Meningkatnya penggunaan alkohol dan obat-
obatan terlarang telah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang
paling mungkin pada VSD.
Pada kebanyakan anak, penyebab VSD tidak diketahui.
Beberapa anak memiliki cacat jantung lainnya bersama dengan
VSD (American Heart Association,2009). Kebanyakan VSD
adalah jenis cacat jantung bawaan, yang berarti mereka hadir
pada saat lahir. Tidak jelas mengapa VSD berkembang, tetapi
genetika mungkin memainkan peran. Meskipun jarang,
beberapa VSD dapat terjadi setelah serangan jantung atau
trauma(Mccoy, 2013).
Beberapa teori etiologi antara lain :
1. Kromosomal : adanya beberapa kelainan kromosomdan
sindrom tertentu yang mencangkup VSD.Yaitu :
a. Sindrom Holt-Oram
b. Sindrom down (Trisomi 21)
c. Trisomi 13
d. Trisomi 18
2. Familial : sekitar 3 % anak dengan orang tua VSD juga
menderita VSD.
3. Geografis : populasi di Asia (jepang dan Cina mempunyai
insiden defek pulmonal lebih sering)
4. Lingkungan
Lebih dari 90% kasus penyakit jantung bawaan
penyebabnya adalah multi factor. Ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu :
Faktor prenatal (faktor eksogen)
Ibu menderita penyakit infeksi : Rubela
Ibu alkoholisme
Umur ibu lebih dari 40 tahun
Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
Ibu meminum obat-obatan penenang
Faktor genetic (faktor endogen)
Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
Ayah/ibu menderita PJB
Kelainan kromosom misalnya sindrom down
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar
25% dari seluruh kelainan jantung. Dinding pemisah antara
kedua ventrikel tidak tertutup sempurna. Kelainan ini umumnya
congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Kelainan
VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain misalnya
trunkus arteriosus, Tetralogi Fallot. (Wahab, 2009)

C. Epidemiologi
Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan gangguan
jantung congenital asianotik yang paling sering ditemukan. Tiga
Puluh persen (30%) seluruh defek jantung congenital
merupakan VSD (Kowalak, 2011). Dari 82 pasien terdapat 43
laki-laki dan 39 perempuan. PJB yang paling sering adalah
Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu sebanyak 29% (Rahmi,
2010). Menurut penilitian yang dilakukan di RSUP Haji Adam
Malik dari 43 pasien dengan sindrom down sebanyak 46,5 %
menderita penyakit jantung congenital dan prevalensi penyakit
jantung congenital yang paling sering terjadi adalah ventricular
septal defect yaitu 40% (Hurairah, 2011).
Defek septum ventrikel adalah kelainan jantung
kongenital yang paling sering ditemukan, yaitu:
1. 20-30% dari seluruh kasus kelainan jantung bawaan.
2. 1,5-3,5, dari kelahiran hidup.
3. Frekuensi pada wanita 56%, sedangkan laki-laki 44%.
4. Sering dijumpai padan sindrom down.
5. Kelainan tunggal dan kelainan jantung kongenital yang
muncul bersama dengan VSD adalah 50% dari seluruh
kasus kelahiran jantung kongenital.
6. Insiden tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali
lebih sering. (Wahab, Samik, 2006)
VSD mempengaruhi 2-7% dari kelahiran hidup. Daerah
tempat tinggal pasien dapat mempengaruhi prevalensi VSD
yang diketahui. Sebuah studi ekokardigrafi mengungkapkan
tingginya insiden 5-50 setiap 1000 bayi baru lahir. VSD adalah
lesi yang paling umum pada beberapa sindrom kromosom,
termasuk trsomi 13, trisomi 18, trisomi 21 dan sindrom relatif
jarang. Bagiamanapun, lebih dari 95% dari pasien dengan
VSD, kecacatan tidak berhubungan dengan kelainan
kromosom.
VSD sedikit lebih umum pada pasien wanita
dibandingkan pada pasien laki-laki (56%, 44%). Laporan tidak
dapat disimpulkan mengenai perbedaan ras dalam distribusi
VSD. Namun, dua kali lipat terjadi pada populasi Asia, ini
merupakan 5% dari kecacatan Amerika Serikat tetapi 30% dari
mereka dilaporkan di Jepang (Ramaswary, 2013).
Dari semua kelahiran prevalensi CHD yaitu 26,6% dan
CHD yang paling sering ditemui yaitu Ventricular Septal Defect
(VSD,17,3 %) . Pada perempuan lebih dominan ditemui pada
CHD ringan (VSD, dan ASD) sedangkan pada laki laki lebih
sering dijumpai CHD berat (Zhao QM, Ma XJ, 2013)

D. Klasifikasi
Ventikel Septum Defek (VSD) di klasifikasikan menjadi
beberapa tipe, yaitu :
1. Defek Septum Ventrikel Perimembranus
Perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang
terletak di daerah pars membranaceae septum
interventricularis . Defek pada jaringan membranus disebut
sebagai defek septum ventrikel tipe membranus. Sering
defek ini melebar sampa jaringan muskuler sekitarnya. Oleh
karena itu banyak yang menyebutkan defek septum tipe peri
membranus. Dan karena letaknya di bagian superior
septum, kadang-kadang dikenal pula sebagai defek septum
ventrikel tipe tinggi.
2. Defek Septum Ventrikel Muskuler
Muskuler, bial lubang terletak di daerah septum muskularis
interventrikularis . Defek septum ventirkel tipe muskuler
sangat jarang terjadi. Kadang-kadang defek ini disebut
sebagai defek septum ventrikel tipe rendah (low ventricular
septal defect).Sesuai dengan lokasinya, ada defek septum
ventrikel tipe muskuler pada inlet (posterior), pada trabekel
(bagian sentral, atau apical) dan pada outlet (infundibuler).
Suatu defek multiple di bagian apical dikenal pula sebagai
defek septum ventrikel tipe swiss cheese.
3. Defek Septum Ventrikel Subarterial
Subarterial doubly commited, bial lubang terletak di daerah
septum infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk
oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan katup pulmonal .
Defek ini sebenarnya termasuk tipe muskuler dan terdiri dari
defek subpulmonal (yang beradapersis di bawah katup
pulmonal) dan doubly committed subarterial (yang terletak
di bawah jaringan fibrus antara katup aorta dan katup
pulmonal)
Berdasarkan letaknya terhadap Krista Supraventrikuler
(lebih tepat disebut sebagai trabekel septomarginal). Defek
septum ventrikel tipe subpulmonal dan doubly committed
subarterial kadang-kadang dinamakan pula defek suprakista.
Dan defek septum ventrikel tipe perimembranus subaortik dan
subtrikuspid disebut defek infrakista.
Menurut ukurannya VSD dapat dibagi menjadi:
a. VSD kecil
Biasanya asimptomatik
Defek kecil 1-5 mm
Tidak ada gangguan tumbuh kembang
Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising
peristaltic yang menjalar ke seluruh tubuh pericardium
dan berakhir pada waktu distolik karena terjadi
penutupan VSD
EKG dalam batas normal atau terdapat sedikit
peningkatan aktivitas ventrikel kiri
Radiology: ukuran jantung normal, vaskularisasi paru
normal atau sedikit meningkat
Menutup secara spontan pada umur 3 tahun
Tidak diperlukan kateterisasi
b. VSD sedang
Sering terjadi symptom pada bayi
Sesak napas pada waktu aktivitas terutama waktu
minum, memerlukan waktu lebih lama untuk makan dan
minum, sering tidak mampu menghabiskan makanan
dan minumannya
Defek 5- 10 mm
BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
Mudah menderita infeksi biasanya memerlukan waktu
lama untuk sembuh tetapi umumnya responsive
terhadap pengobatan
Takipneu
Retraksi bentuk dada normal
EKG: terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri
maupun kanan, tetapi kiri lebih meningkat.
Radiology: terdapat pembesaran jantung derajat sedang,
conus pulmonalis menonjol, peningkatan vaskularisasi
paru dan pemebsaran pembuluh darah di hilus.
c. VSD besar
Sering timbul gejala pada masa neonatus.
Dispneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri
ke kanan dalam minggu pertama setelah lahir.
Pada minggu ke2 atau 3 simptom mulai timbul akan
tetapi gagal jantung biasanya baru timbul setelah
minggu ke 6 dan sering didahului infeksi saluran nafas
bagian bawah.
Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang
tampak sianosis karena kekurangan oksigen akibat
gangguan pernafasan.
Gangguan tumbuh kembang.
EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan
kiri.
Radiology: pembesaran jantung nyata dengan conus
pulmonalis yang tampak menonjol pembuluh darah hilus
membesar dan peningkatan vaskularisasi paru perifer.
(Harimurti, G.M. 2007)

Diagnosis Defek Septum Ventrikel dapat dibedakan menjadi :


1. VSD kecil
Defek berdiameter sekitar <0,5 cm2, tekanan sistolik
ventrikel kanan <35 mmHg dan rasio aliran darah pulmonal
dengan sistemik <1,75 terdapat suara murmur pansistolik di
sekitar sela iga 3-4 kiri sternum pada waktu pemeriksaan
fisik. Semakin kecil ukuran defek septum ventrikel, maka
murmur pansistolik terdengar makin keras dan murmur ini
dikenal dengan murmur Roger. Bunyi jantung ke-1 dan ke-2
normal. Ukuran jantung pun relative masih normal pada
pemeriksaan elektrokardiografi dan fotothoraks.
Vaskularisasi parut tidak nyata meningkat. Pertumbuhan
anak normal walaupun ada kecenderungan terjadi infeksi
saluran pernafasan. Toleransi latihan normal, hanya pada
latihan yang lama dan berat pasien lebih cenderung lelah
dibandingkan dengan teman sebayanya . VSD kecil tidak
memerlukan tindakan bedah karena tidak menyebabkan
gangguan hemodinamik dan risiko opesi lebih besar
daripada risiko terjadinya endocarditis. Anak dengan VSD
kecil mempunyai prognosis baik dan dapat hidup normal.
Tidak diperlukan pengobatan. Bahaya yang mungkin timbul
adalah endocarditis infektif. Operasi penutupan dapat
dilakukan bila dikehendaki oleh orang tua. Pasien dengan
VSD kecil diperlakukan seperti anak normal dengan
pengecualian bahwa kepada pasien harus diberikan
pencegahan terhadap endocarditis.
2. VSD Moderat (Sedang)
Pada defek ini, diameter defek biasanya 0,5-1,0 cm2,
dengan tekanan sistolik ventrikel kanan 36-80 mmHg (lebih
kurang separuh tekanan sistemik) dan rasio aliran darah
pulmonal dengan sistemik >3. Perjalan defek septum
ventrikel yang moderat ini sangat bervariasi. Anak akan
lebih mudah sesak nafas, aktivitas terbatas, mudah terkena
batuk pilek dan tumbuh kembang lebih lambat di
bandingkan dengan anak yang normal.
Pada pemeriksaan fisik terdengar intensitas bunyi
jantung ke-2 yang meningkat, murmur pansistolik di sela iga
3-4 kiri sternum dan murmur ejeksi sistolik pada daerah
katup pulmonal. Murmur pansistolik terdengar kasar dan
keras. Pada elektrokardiografi, pembesaran jantung bias
berupa hipertrofi ventrikel kanan, hipertrofi atrium kiri dan
ventrikel kiri atau hipertrofibiventrikuler, karena beban
volume berlebih. Terdapat hipertensi pulmonal yang
hiperkinetik, dengan resistensi pulmonal yang relative masih
normal. Dengan demikian, gambaran hipertrofi ventrikel
kanan yang disebabkan oleh beban tekanan berlebih
biasanya belum tampak pada elektrokardiografi.
Foto thoraks menunjukkan pembesaran relative ventrikel
kiri atau kanan, dengan pinggang jantung rata dan konus
pulmonal menonjol. Konus aorta tampak normal atau sedikit
agakkecil.Vaskularisasi parut tampak meningkat.
3. VSD Besar
Diameter VSD lebih dari setengah ostium aorta atau
lebih dari 1 cm2, dengan tekanan sistolik ventrikel kanan>
80 mmHg (atau menyamai tekanan sistemik). Curah
sekuncup jantung kanan sering kali lebih dari 2 kali
sekuncup jantung kiri. Aliran darah melalui pirau inter
ventrikuler tercampur tanpa hambatan, menyebabkan
berbagai keluhan sejak anak masih kecil. Gejala-gejala
gagal jantung bias menonjol sewaktu-waktu. Dan resistensi
pulmonal bias berkembang melebihi resistensi sistemik,
sehingga tampak sianosis karena pirau dari kanan ke kiri.
Pada pemeriksaan fisik ,intensitas bunyi jantung ke-2
terdengar meningkat, karena adanya hipertensi pulmonal.
Terdengar bunyi murmur pansistoik pada sela iga 3-4 kiri
sternum dan murmur ejeksi sistolik pada daerah pulmonal di
selaiga 2-3 kiri sternum, serta murmur mid-diastolik pada
mitral.(Wong, Donna L.2004)

E. Faktor Risiko
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat
diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu :
A. Faktor prenatal (faktoreksogen)
Ibu menderita penyakit infeksi seperti Rubella atau
infeksi virus lainnya pada saat hamil
Ibu alkoholisme
Umur ibu lebih dari 40 tahun
Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
Ibumeminumobat-obatanpenenang
B. Faktor genetic (faktor endogen)
Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
Ayah/ibumenderita PJB
Kelainankromosommisalnyasindrom down
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain

Pertumbuhan pada anak dengan PJB, khususnya VSD


juga dipengaruhi oleh faktor prenatal seperti berat badan lahir
rendah, kelainan kromosom, potensi genetik, kelainan bawaan
lainnya serta faktor-faktor intrauterin. Interaksi antara faktor-
faktor risiko, temasuk penyakit ibu saat kehamilan semester I,
kelainan kromosom, ayah perokok dan golongan suku (ras)
juga berpengaruh. Beberapa faktor risiko yang meningkatkan
terjadinya Ventricular Septal Defect :
a. Faktor maternal
Faktor maternal diketahui mempengaruhi pertumbuhan dan
memainkan peranan penting dalam mencapai kejar tumbuh
setelah dilakukan koreksi bedah, dimana anak ini tidak
pernah mencapai pertumbuhan yang normal. Dapat
disebabkan oleh:
Penyakit ibu
Termasuk infeksi (rubella, parotitis epidemika),
metabolik (diabetes mellitus, fenilketonuria, lupus
eritematosus sistemik).
Obat-obatan
Variasi macam obat, dosis dan saat pemberian
diduga mempunyai efek teratogenik. Dibagi beberapa
kelas yaitu kelas I(teratogen potensial/ mempunyai efek
kuat) adalah: alkohol, trimetadion, litium dan talidomid,
kelas II (diduga keras sebagai teratogen), adalah
dekstroamfetamin, hidantoin dan hormon wanita (estrogen
dan progesteron), di samping beberapa obat yang masih
perlu pembuktian yaitu tranquilizer (meprobamate,
diazepam), beberapa antibiotika (derivat penisilin,
sulfazolon, tetrasiklin), beberapa analgesik ringan
(aspirin).
Syarat teratogen dapat menyebabkan PJB (atau VSD)
yaitu:
Harus ada predisposisi genetik untuk bereaksi
abnormal sehingga terjadi gangguan perkembangan.
Terjadi pada waktu yang peka yaitu masa
perkembangan embryo (vulnerable)
Demografi.
o Usia ibu: angka kejadian PJB meningkat dengan
bertambahnya usia ibu.
o Paritas: risiko meningkat terutama pada kehamilan ke-
8.
o Berat badan dan prematuritas
o Risiko bayi prematur untuk mendapatkan PJB 2,5 kali
lebih besar daripada bayi normal.
Geografis.
o Ketinggian suatu tempat: bila selama kehamilan
trimester pertama tinggal di dataran tinggi (4500-5000
meter di atas permukaan laut) maka kelak bayinya
mempunyai risiko mendapat duktus arteriosus
persisten 30 kali lebih besar (hipoksia kronis yang
diderita ibu).
o Kepadatan penduduk: beberapa jenis PJB jelas
didapatkan dua kali lebih banyak di daerah urban
daripada rural.
o Maternal hyperthermia: demam berkepanjangan atau
pengaruh lingkungan dengan suhu tinggi pada
kehamilan trimester pertama bisa mengakibatkan PJB
pada bayinya.
Hubungan darah antara ayah dan ibu
b. Kelainan Kromosom
Defek jantung sering terjadi pada aneuploid, delesi,
dan duplikasi. Aneuploid adalah Kondisi dimana tidak semua
kromosom tampak pada jumlah yang sama dan oleh karena
itu jumlah total tidak sepenuhnya merupakan perkalian dari
kumpulan haploid. Hal ini terjadi apabila kromosom gagal
memisahkan diri selama meiosis, gamet mungkin
kekurangan sebuah kromosom atau bahkan memiliki
kromosom tambahan. Kelainan kromosom yang
mempengaruhi pertumbuhan berupa: trisomi, delesi, dan
translokasi dimana didapatkan adanya sindrom kelainan
jantung, berat lahir rendah serta pertumbuhan yang lambat.
Semuanya itu bertanggung jawab terhadap retardasi
pertumbuhan yang menetap setelah koreksi bedah
dilakukan.
Sindrom Down (Trisomi-21) defek septum
Sindrom Klinefelter (XXY) defek septum
c. Kelainan Gen Tunggal
Biasanya faktor transkripsi yang turut mengatur
perkembangan embrionik jantung, atau gen yang mengkode
protein struktural (Davey P., 2006).
Faktor genetik dinilai sebagai salah satu faktor untuk
berbagai keadaan normal organisme, termasuk pula
manusia. Oleh karena itu, perubahan pada faktor genetik
dapat mempengaruhi keadaan normal sehingga timbul
kelainan atau penyimpangan. Kelainan atau penyimpangan
yang dasarnya karena perubahan pada faktor genetik
tersebut digolongkan sebagai penyakit atau kelainan
genetik, yang mungkin akan muncul sebagai kelainan bentuk
(morfologi), fungsi (fisiologi) atau gabungan dari keduanya.
Faktor genetik dapat diturunkan melalui autosom dominan,
autosom resesif maupun aberasi kromosom. Faktor risiko
anak akan meningkat dengan ayah dan ibu menderita PJB
(Wishnuwarhana M., 2006).

F. Patofisiologi
(terlampir)

G. Manifestasi Klinis
Berdasarkan klasifikasi:
VSD kecil
Biasanya asimptomatik
Defek kecil 1-5 mm
Tidak ada gangguan tumbuh kembang
Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising
peristaltic yang menjalar ke seluruh tubuh pericardium
dan berakhir pada waktu distolik karena terjadi
penutupan VSD
Pada EKG dalam batas normal atau terdapat sedikit
peningkatan aktivitas ventrikel kiri
Pada radiologi ukuran jantung normal, vaskularisai paru
normal atau sedikit meningkat.
Menutup secara spontan pada waktu umur 3 tahun
Tidak diperlukan kateterisai jantung.
VSD sedang
Sering terjadi simptom pada masa bayi
Sesak nafas pada waktu aktivitas terutama waktu
minum, memerlukan waktu lebih lama untuk makan
dan minum.
Defek 5-10 mm
Berat badan sukar naik sehingga tumbuh kembang
anak terganggu.
Mudah menderita infeksi pada paru-paru dan biasanya
memerlukan waktu lama untuk sembuh tetapi
umumnya responsive terhadap pengobatan
Takipnea
Retraksi pada jugulum, sela interkostal, dan region
epigastrium.
Bentuk dada normal.
Pada EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri
maupun kanan, tetapi ventrikel kiri yang lebih
meningkat.
Pada radiologi terdapat pembesaran jantung derajat
sedang, conus pulmonalis menonjol, peningkatan
vaskularisasi paru dan pembesaran pembuluh darah di
hilus.
VSD besar
Sering timbul gejala pada masa neonatus
Dispnea meningkat setelah terjadi peningkatan pirau
kiri ke kanan dalam minggu pertama setelah lahir
Pada minggu ke-2 atau ke-3 simptom mulai timbul akan
tetapi gagal jantung biasanya baru timbul setelah
minggu ke-6 dan sering didahului infeksi saluran nafas
bagian bawah.
Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang
tampak sianosis karena kekurangan oksigen akibat
gangguan pernafasan.
Terdapat gangguan tumbuh kembang
Pada hasil EKG terdapat peningkatan aktivitas
ventrikel kanan dan kiri
Pada radiologi pembesaran jantung nyata dengan conus
pulmonalis yang tampak menonjol pembuluh darah hilus
membesar dan peningkatan vaskularisai paru ke perifer.

Manifestasi klinis:
Bayi yang kecil dan kurus dengan pertambahan berat
badan yang lambat kalau VSD yang lebar terjadi
bersama dengan gagal jantung
Bising sistolik yang keras, kasar, dan menjalar
secara luas kendati paling jelas terdengar di
sepanjang tepi sternum kiri pada sela interkosta
ketiga atau keempat; bising ini disebabkan oleh aliran
darah abnormal yang melewati VSD
Getaran atau thrill yang bisa diraba dan disebabkan
oleh aliran darah turbulen di antara kedua ventrikel
melalui VSD yang kecil
Komponen pulmoner yang keras dan terpecah lebar
dari bunyi S2 yang disebabkan oleh peningkatan
selisih tekanan lewat VSD
Pergeseran iktus kordis akibat hipertrofi jantung
Bagian anterior dada yang menonjol dan terjadi
sekunder karen hipertrofi jantung
Pembesaran hati, jantung, dan limpa karena kongesti
sistemik
Kesulitan menyusu yang menyertai gagal jantung
Diaphoresis, takikardia, dan pernapasan cepat
disertai bunyi mengorok karena gagal jantung
(Kowalak, Jennifer P. 2011)
H. Pemeriksaan Diagnostik
A. Anamnesis
1. DSV kecil umumnya menimbulkan gejala yang ringan,
atau tanpa gejala (asimtomatik). Umumnya pasien dirujuk
karena ditemukannya bising jantung (murmur) secara
kebetulan. Anak tampak sehat. Pada auskultasi S1 dan
S2 normal, teraba thrill, bising pansistolik derajat IV/6
dengan punktum maksimum di interkostal 3-4 pada garis
parasternal kiri.
2. DSV sedang dapat menimbulkan gejala yang ringan
berupa takipnea dan takikardia ringan. Bayi sering
mengalami kesulitan minum dan makan, dan sering
mengalami ISPA. Pada pemeriksaan fisis ditemukan
takipnea, retraksi interkostal atau suprasternal.
Pertambahan berat badan sangat lambat. Ditemukan
thrill. S1 dan S2 normal, ditemukan bising pansistolik
intensitas keras di interkostal 3-4 parasternalis kiri. Bising
mid-diastolik sering ditemukan di apeks.
3. DSV besar, gejala timbul setelah 3-4 minggu. Terlihat
gejala dan tanda gagal jantung kiri. Bayi mengalami
takikardia, takipnea, hepatomegali. Pasien tampak sesak,
tidak biru, gagal tumbuh, banyak keringat dan sering
mengalami ISPA berulang. Bising pansistolik akan
terdengar bernada rendah dan tidak terlokalisasi.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG)
Pada DSV kecil, gambaran EKG normal. Pada DSV
besar akan ditemukan LVH atau BVH.
2. Foto Rontgen toraks
Tidak spesifik. Pada defek kecil, ukuran jantung normal
dengan corakan vaskular paru normal. Pada DSV
sedang, terdapat kardiomegali dan peningkatan corakan
vaskular paru dan tampak penonjolan segmen pulmonal.
Pada DSV besar, terdapat kardiomegali, peningkatan
corakan vaskular paru dan pembesaran ventrikel kanan.
3. Ekokardiografi
Dengan pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan
Doppler berwarna dapat ditentukan besar defek, arah
pirau, dimensi ruang jantung dan fungsi ventrikel.
4. Kateterisasi jantung
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada DSV besar untuk
menilai besarnya pirau dari kiri ke kanan (QP/QS) dan
tingginya resistensi vaskular paru agar dapat ditentukan
apakah masih bisa ditutup atau tidak.Saat ini kateterisasi
pada DSV lebih ditujukan pada tindakan penutupan
transkateter.
5. Magnetic Resonance Imaging
Memberikan gambaran yang lebih baik terutama VSD
dengan lokasi apical yang sulit dilihat dengan
ekokardiografi juga dapat dilakukan besarnya curah
jantung, besaran pirau, dan evaluasi kelainan yang

Contoh VSD dengan Kardiomegali


I. Penatalaksanaan
A. Beberapa sifat alamiah VSD perlu dipertimbangkan
dalam penanganan penyakit ini
a. Sebagian besar defek kecil akan menutup spontan,
sedangkan defek sedang dan besar cenderung untuk
mengecil dengan sendirinya.
b. Defek besar dapat menyebabkan gagal jantung,
biasanya pada bulan kedua kehidupan. Penderita yang
sampai umur 1 tahun tidak mengalami gagal jantung,
biasanya tidak akan mengalaminya di kemudian hari,
kecuali bila terdapat faktor lain seperti anemia atau
pneumonia.
c. Perubahan vaskuler paru sudah dapat terjadi dalam 6-12
bulan pertama kehidupan. Pada defek berat, pada umur
2-3 tahuns udah dapat terjadi hipertensi pulmonal yang
ireversibel.
B. Medikamentosa
a. DSV kecil tanpa gejala tidak perlu terapi.
b. Pada gagal jantung diberikan diuretik misalnya
furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, vasodilator misalnya
kaptopril 0,5 1 mg/kgBB/kali tiap 8 jam. Kalau perlu
dapat ditambahkan digoksin 0,01 mg/kg/hari. Pemberian
makanan berkalori tinggi dilakukan dengan frekuensi
sering secara oral/enteral (melalui NGT). Anemia
diperbaiki dengan preparat besi.
c. Menjaga kebersihan mulut dan pemberian antibiotik
profilaksis terhadap infeksi endokarditis.
d. Penutupan DSV dapat dikerjakan dengan intervensi non-
bedah menggunakan Amplatzer VSD occluder atau
dengan tindakan bedah. (Depkes RI, 2007)
C. Penatalaksanaan VSD
1. VSD kecil
Penderita dengan VSD kecil tidak memerlukan
penanganan medik atau bedah karena tidak
menyebabkan gangguan hemodinamik. Anak dengan
VSD kecil mempunyai prognosis baik dan dapat hidup
normal, kecuali observasi kemungkinan infeksi paru dan
mencegah/mengobati endocarditis bila terjadi. Penderita
harus diobservasi sampai defeknya menutup.
VSD kecil dengan tahanan vaskular pulmonal yang
rendah. Ukuran shunt mengontrol aliran. Pasien tampak
asimptomatik. EKG dan rontgen normal. Defek ini tidak
perlu diterapi. (Samik Wahab, 2009)
2. VSD sedang
Terapi medic. Apabila gagal jantung telah dapat
diatasi, diperlukan digitalis dosis rumat (digoxin dan
diuretik misalnya lasix). Sebagian kecil tidak dapat
diatasi dengan digitalis saja, anak tetap dalam keadaan
gagal jantung kronik atau failure to thrive dan penderita
ini memerlukan koreksi bedah segera.
Terapi bedah. Penderita VSD sedang dengan
tahanan vaskuler paru normal dengan tekanan pulmonal
kurang dari setengah tekanan sistemik, kecil
kemungkinannya untuk menderita obstruksi paru.
Mereka hanya memerlukan terapi medik dan sebagian
akan menjadi simptomatik. Terapi bedah
dipertimbangkan bila setelah umur 4-5 tahun defek
kelihatannya tidak mengecil.
Defek sedang dengan tahanan vaskular pulmonal
yang bervariasi sehingga tekanan ventrikel kanan
meningkat tetapi kurang dari tekanan ventrikel kiri. Defek
ini tidak perlu operasi penutupan selama tahanan
pembuluh normal dan jumlah shunting < 2 kali aliran
sistemik. Apabila vaskular pulmonal meningkat baru
diperlukan tindakan pembedahan (Samik Wahab, 2009)
3. VSD besar
VSD besar dengan hipertensi pulmonal
hiperkinetik terapi medik yang diberikan sama seperti
VSD sedang dengan tahanan vaskuler paru normal. Bila
dengan terapi medik dapat memperbaiki keadaan, yang
dilihat dengan membaiknya pernapasan dan
pertambahan berat badan maka operasi dapat ditunda
sampai usia 2-3 tahun. Bila gagal jantung dapat diatasi
penderita harus diawasi ketat untuk menilai terjadinya
perburukan/ penyakit vaskuler paru. Bila terjadi
perburukan maka diperluka koreksi bedah.
Pada penderita VSD dengan hipertensi pulmonal
dilakukan uji oksigen atau tolazolin pada saat
kateterisasi jantung. Bila tahanan vaskuler paru masih
dapat menurun dengan bermakna (ditandai dengan
kenaikan saturasi dan penurunan tekanan arteri
pulmonalis), maka diperlukan operasi dengan segera.
Bila uji tersebut tidak menurunkan tahanan vaskuler paru
atau telah terjadi sindrom Eisenmenger, maka penderita
tidak dapat dioperasi dan terapi yang diberikan hanya
bersifat suportif simtomatik.
Defek besar dengan peningkatan tahanan
pulmonal ringan-sedang. Penderita menunjukkan tanda
dan gejala gagal jantung kongestif. EKG menunjukkan
hipertrofi ventrikel kiri dan atau hipertrofi ventrikel kanan
bila tahanan pulmonal meningkat. Rontgen menunjukkan
peningkatan ukuran jantung dan vaskularisasi pulmonal.
Terapi segera dimulai dengan pemberian digitalis,
diuretik reduktor afterload (misal., captopril). Bila terapi
berhasil, tindakan bedah bisa ditunda sambil menunggu
kemungkinan terjadinya penutupan defek yang spontan.
Defek perlu ditutup secara bedah bila:
Terapi obat tidak berhasil
Awal perkembangan yang irreversibel peningkatan
tahanan vaskular pulmonal (tahun kedua) (Samik
Wahab, 2009)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Keluhan Utama
Data subyektif :
Dispnea, batuk, ortopnea, berat badan bertambah, edema kaki,
pusing, bingung, cepat lelah, nyeri angina atau abdominal,
cemas, pengetahuan tentang penyakitnya, mekanisme koping
yang dipakai.
Data obyektif :
Gawat napas (dispnea, banyak memakai otot-otot pernapasan),
distensi vena jugularis, ada bunyi napas adventisius, bunyi
jantung dengan irama gallop, edema, ekstremitas teraba dingin,
perubahan nadi, berat badan bertambah, tingkat kesadaran
Riwayat penyakit saat ini (PQRST)
Provoking incident :kelemahan fisik terjadi setelah
melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai dengan
derajat gangguan pada jantung.
Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam
melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan
klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan
sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu
pernapasan).
Region, radiation, relief : apakah kelemahan fisik
bersifat lokal atau mempengaruhi keseluruhan sistem
otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan.
Severity (scale of pain) : kaji rentang kemampuan klien
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Biasanya
kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai
derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
Time : sifat mula timbulnya nyeri (onset), keluhan
kelemahan beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama
timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya
setiap saat, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas.
Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan apakah klien sebelumnya pernah menderita nyeri
dada, hipertensi, iskemia, miokardium, infark miokardium,
diabetes melitus, dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-
obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu dan
masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi
diuretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat
adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan
reaksi alergi yang timbul. Seringkali klien menafsirkan suatu
alergi sebagai efek samping obat.
Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami
oleh keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama
pada usia produktif, dan penyebab kematiannya.
Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan
lingkungannya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan
kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat
tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang
kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per
hari, dan jenis rokok. Di samping pertanyaan-pertanyaan
tersebut, data biografi juga merupakan data yang perlu
diketahui, yaitu dengan menanyakan identitas diri klien.
Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah
klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir tentang
keluarga, pekerjaan, dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan
sikap menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri
sendiri. Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena
keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan kesulitan
koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan
terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat
kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah
jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia
atau tampak kebingungan.
Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing) kongesti vaskular pulmonal : dispnea,
ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk, dan
edema pulmonal akut.
B2 (Blood) inspeksi : adanya parut pada dada, keluhan
kelemahan fisik, edema ekstremitas.
Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya
ditemukan.
Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat
penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan
akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila
penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran yang
B3 (Brain) kesadaran klien biasanya compos mentis.
Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif
klien meliputi wajah meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat.
B4 (Bladder) Pengukuran output urine selalu
dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda
awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas
menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
B5(Bowel)Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran
kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di
hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong
masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang
dinamakan asiles. Pengumpulan cairan dalam rongga
abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada
diafragma sehingga klien dapat mengalami distres
pernapasan. Anoreksia (hilangnya selera makan) dan
mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena di
dalam rongga abdomen.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d malformasi jantung
Kriteia hasil : adanya tanda-tanda membaiknya curah jantung
Intervensi :
Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi
perifer, warna dan kehangatan kulit.
Tegakkan derajat sianosis (membrane mukosa,
clubbing)
Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachipnea,
sesak, lelah saat minum susu, periorbital edema, oliguria
dan hepatomegali.
Kolaborasi untuk pemberian obat (diuretic, untuk
menurunkan afterload) sesuai indikasi.
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal
Tujuan : Pertukaran gas membaik
Kriteria hasil : tidak adanya tanda-tanda resistensi pembuluh
paru
Intervensi :
Monitor kualitas dan irama pernafasan
Atur posisi anak dengan posisi fowler
Hindari anak dari orang yang terinfeksi
Berikan istirahat yang cukup
Berikan oksigen sesuai indikasi
3. Tidak toleransi terhadap aktifitas b.d ketidakseimbangan antara
pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
Tujuan : Aktifitas klien terpenuhi
Kriteria hasil : Anak berpartisipasi dalam aktifitas sesuai
kemampuanya
Intervensi :
Ijinkan anak sering istirahat dan hindarkan gangguan
saat tidur
Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktifitas
ringan
Bantu anak untuk memilih aktifitas yang sesuai dengan
usia, kondisi dan kemampuan anak
Berikan periode istirahat setelah melakukan aktifitas
Hindarkan suhu lingkungan terlalu panas atau dingin
Hindarkan hal-hal yang menyebabkan ketakutan
/kecemasan anak
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak
adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
Tujuan : Tidak terjadi perubahan pertumbuhan dan
perkembangan
Criteria hasil : Pertumbuhan anak sesuai kurva pertumbuhan
BB dan TB.
Intervensi :
Sediakan didit yang seimbang, tinggi zat nutrisi untuk
mencapai pertumbuhan yang adekuat.
Monitor TB dan BB
Libatkan keluarga dalam pemberian nutrisi kepada anak
5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan
pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Anak mempertahankan intake makanan dan
minuman
Intervensi :
Timbang BB setiap hari dengan timbangan yang sama
Catat intake dan out put secara benar
Berikan makanan dengan porsi kecil sering
Berikan minum yang banyak
6. Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekwatiran
terhadap penyakit anak.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan peran orang tua
Kriteria hasil ;
orang tua mengekspresikan perasaannya
Orang tua yakin memiliki peranan penting dalam keberhasilan
pengobatan.
Intervensi :
Motivasi orang tua ntuk mengekspresikan perasaannya
sehubungan dengan anaknya
Diskusikan dengan orang tua tentang rencana
pengobatan
Berikan informasi yang jelas dan akurat
Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di
rumah sakit
Motivasi keluarga untuk melibatkan anggota keluarga
lain dalam perawatan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Kowalak, J.P., Welsh, W., Mayer,B. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Muscari, M. E. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik.
Jakarta : EGC.
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. EGC: Jakarta.
Rahayuningsih S.E., H Hamanoue, N Matsumoto-Sari Pediatri. 2011.
Peran Mutasi Gen CRELD1 pada Defek Septum Ventrikel dan
Hubungannya dengan Manifestasi Klinis (pdf). Available from:
saripediatri.idai.or.id.
Wahab, Samik A. 2006. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital
yang Tidak Sianootik. EGC: Jakarta
Wahab, A. Samik. 2009. Kardiologi Anak : Penyakit jantung congenital
yang tidak sianotik. Jakarta:EGC
American Heart Association.2009. Ventricular Septal Disease. Online.
Http://www.heart.org. Diakses pada tanggal 13 Juli 2014
Mccoy, Krisha. 2013. Ventricular Septal Defect. Online.
Http://medicine.med.nyu.edu. Diakses pada tanggal 13 Juli 2014
Hurairah, Khairul Aizat Abu. 2011. Prevalensi Kejadian Penyakit
Jantung Kongenital Pada Anak Penderita Sindrom Down Di RSUP
Haji Adam Malik pada Tahun 2008-2010. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
QM, Zhao, dan Ma QJ. 2013. Prevalence Of Congenital Heart Disease
at Live Birth : an Accurate Assement by Echocardiographic Screening.
Online. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed diakses pada tanggal 12
juli 2014
Rahmi. 2010. Prevalensi Penyakit Jantung Bawaan pada Anak
dengan Sindroma Down di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2005-
2009. Skripsi. FK Universitas Sumatera Utara
Ramaswamy, Prema. 2003. Ventricular Septal Defect. Medscape
Article.
Wahab, Samik A. 2006. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital
yang Tidak Sianotik. Jakarta: EGC
Harimurti, G.M. 2007. Penyakit Jantung Bawaan. Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI, Pusat Jantung Nasional,
Harapan Kita: Jakarta
Wong, Donna L. 2004.Pedoman Klinis perawatan Pediatrik.
Jakarta:EGC
Aziz Alimul. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Edisi 2.
Jakarta: SalembaMedika
Cecily & Linda. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 5.
Jakarta: EGC.
Cecily L. Bets, Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan
Pediatri Ed.3. EGC: Jakarta.
Davey P. 2006. At A Glance Medicine. Erlangga: Jakarta.
Harimurti, G.M. 2007. Penyakit Jantung Bawaan. Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI, Pusat Jantung Nasional,
Harapan Kita: Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Cetakan Ketiga. Jakarta: SalembaMedika
Hull, D & Johnston, D.I. 2008. Dasar-dasar Pediatri (Ed. 3). EGC:
Jakarta.
Muscari, M. E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik (Ed.
3). EGC: Jakarta.
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia.2006.Ilmu Penyakit
Dalam. FKUI: Jakarta.
Roy & Simon. (2002). Lecture Notes Pediatrik, Jakarta : Erlangga.
Syaifuddin.(2009). Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: SalembaMedika
Depkes RI. 2007. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa
Bedah. Jakarta: Depkes
Syofani S., 2002, Peran Vasodilator pada Gagal Jantung Anak,
Medan: Sari Pediatri, Vol. 3, No. 4: 213 221
Rahayuningsih S. E., 2004, Penggunaan Sildenafil pada Anak dengan
Hipertensi Pulmonal, Bandung: Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3: 125-128
Hartawan B., 2008, Hipertensi Pulmonal pada Anak, Denpasar:
Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 58, Nomor: 3
Retno A. S., 2006, Pneumonia, FK UNAIR, Ilmu Kesehatan Anak
XXXVI Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI
Nasuiton A. H., 2008, Anestesi pada Ventrikel Septal Defek, Medan:
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 2
Sastroasmoro S., 1994, Buku Ajar: Kardiologi Anak, Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia
Mansjoer, Arief et al. 2000. Kardiologi Anak, Defek Septum Ventrikel :
Ilmu Kesehatan Anak, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilis 2.
Jakarta : Media Aesculapius.
Mayo Clinic Staff. 2011. Ventricular Septal Defect.
http://www.mayoclinic.org/. Diakses 12 April 2014

Anda mungkin juga menyukai