Anda di halaman 1dari 46

UNIVERSITAS INDONESIA

PENGUNGKAPAN DAN TRANSPARANSI

MAKALAH

ANGGORO ENDRO W
1306484034

ARYA WIDHASWARA
1306484091

IRFAN HARRIDHI
1306484583

M RINANDA BAGUS
1306484886

RIDA RISMAN
1306485182

PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOK
NOVEMBER 2014
Statement of Authorship

Saya/kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa


makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri.
Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya/kami gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk


makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan
jelas bahwa saya/kami menyatakan dengan jelas menggunakannya.

Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat


diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya
plagiarisme.

Mata Ajaran : Tata Kelola Perusahaan

Judul Makalah/Tugas : Pengungkapan dan Transparansi

Tanggal : 14 November 2014

Dosen : Viska Anggraita M.S.Ak.

Nama : Anggoro Endro W Nama : M Rinanda Bagus

NPM : 1306484034 NPM :1306484886

Tandatangan : Tandatangan :

Nama : Arya Widhaswara Nama : Rida Risman

NPM : 1306484091 NPM :1306485182

Tandatangan : Tandatangan:

Nama : Irfan Harridhi

NPM : 1306484583

Tandatangan :

i Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

STATEMENT OF AUTHORSHIP ................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 1
1.3 Sistematika Penulisan Makalah ...................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................ 3


2.1 OECD Corporate Governance Principle 5..................................... 3
2.2 Peraturan dan Jurnal Terkait Pengungkapan dan Transparansi ....... 6
2.2.1 Peraturan BAPEPAM-LK ..................................................... 6
2.2.2 Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007........ 10
2.2.3 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 ......... 12
2.2.4 EBAR edisi 1,November 2005,Transparansi & Akuntabilitas 13
2.3 Perkembangan Pengungkapan dan Transparansi di Indonesia ........ 26
2.4 Perbandingan Laporan Tahunan PT Telkom dengan Peraturan
BAPEPAM-LK dan Prinsip 5 OECD ............................................ 28
2.5 Kasus PT Perusahaan Gas Negara (PT PGN) ................................. 33
2.5.1 Kronologi dan Gambaran Kasus PT PGN .............................. 33
2.5.2 Putusan BAPEPAM-LK Terkait Kasus PT PGN ................... 35
2.5.3 Keterkaitan Kasus PT PGN dengan Corporate Governance .. 37

BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................. 40


3.1 Kesimpulan ................................................................................... 40

DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 41

ii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Laporan Tahunan PT Telkom dengan Peraturan


Bapepam .................................................................................. 28
Tabel 2.2 Perbandingan Laporan Tahunan PT Telkom dengan Prinsip 5
OECD ...................................................................................... 32

iii Universitas Indonesia


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam rangka perlindungan kepada pemegang saham, baik itu pemegang
saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas, perusahaan berkewajiban
untuk melakukn keterbukaan atas infomrasi atau perkembangan yang material
baik secara periodik maupun secara insindentil. Pasar modal yang aktif di
beberapa negara menunjukkan bahwa keterbukaan menjadi alat yang efektif
dalam rangka mempengaruhi perilaku perusahaan dan perlindungan investor.
Keyakinan yang kuat di pasar modal dengan sendirinya akan menarik investor
untuk menanamkan modalnya.
Asimetri informasi seolah menjadi akar permasalahan dari buruknya tata
kelola perusahaan di berbagai belahan dunia. Menurut Agency Theory dari Jensen
dan Meckling (1976), asimetri informasi timbul karena adanya hubungan
keagenan antara principal dan agent. Hubungan keagenan merupakan hubungan
dimana satu atau lebih individu yang disebut principal mempekerjakan individu/
organisasi lain yang disebut agent untuk melaksanakan sejumlah jasa tertentu dan
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut.
Asimetri informasi timbul sebagai akibat dari tidak seimbangnya informasi yang
diterima antara principal dan agent.
Berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi asimetri informasi dan
agency problem tersebut. Salah satunya adalah melalui pengungkapan (disclosure)
dan transparansi informasi. Dengan adanya pengungkapan dan transparansi
informasi, diharapkan gap informasi antara principal dan agent dapat direduksi.
Berbagai standar dan peraturan juga telah dibangun dan dikembangkan guna
memastikan terlaksananya pengungkapan dan transparansi informasi tersebut.

1.2 Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami prinsip 5 OECD Corporate Governance

1 Universitas Indonesia
2

2. Untuk memahami bagaimana tingkat pengungkapan dan transparans di


Indonesia dan juga peraturan-peraturan serta jurnal yang terkait dengan
pengungkapan dan transparansi.
3. Untuk memahami perbandingan antara peraturan Bapepam-LK tentang
laporan tahunan dengan prinsip 5 OECD
4. Untuk memahami perbandingan antara laporan tahunan PT Telekomunikasi
Indonesia (2012) dengan peraturan Bapepam-LK tentang laporan tahunan dan
prinsip 5 OECD.
5. Untuk menganalisis kasus PT Perusahaan Gas Negara dan keterkaitannya
dengan prinsip 5 OECD.

1.3 Sistematika Penulisan Makalah


Dalam penulisan makalah ini, penulis membagi menjadi 3 bab, dengan
tujuan untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi dari makalah ini.
Penulisan makalah ini terdiri atas rincian sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini, penulis akan menjelaskan secara umum mengenai latar
belakang penulisan makalah, tujuan dibuatnya makalah, serta gambaran
singkat isi semua bab melalui sistematika penulisan makalah.
BAB 2 PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan latar
belakang dan tujuan penulisan makalah
BAB 3 KESIMPULAN
Bab ini adalah bagian akhir dari penulisan makalah. Pada bab ini, penulis
akan memberikan kesimpulan mengenai seluruh isi penulisan makalah.

Universitas Indonesia
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 OECD Corporate Governance Principle 5


Pada prinsip ke lima Organization of Economic Cooperation and
Development (OECD) ini ditegaskan bahwa kerangka kerja corporate governance
harus memastikan bahwa keterbukaan informasti yang tepat waktu dan akurat
dilakukan ats semua hal yang material berkaitan dengan perusahaan, termasuk di
dalamnya keadaan keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola perusahaan,
Pengungkapan (disclosure) didefinisikan sebagai cara untuk menyediakan
informasi dalam laporan perusahaan. Informasi ini tidak hanya terbatas berupa
informasi keuangan saja tetapi juga informasi-informasi lain yang dapat
mempengaruhi kualitas pengambilan keputusan para pemangku kepentingan
perusahaan, misalnya seperti informasi terkait kebijakan perusahaan.
Mengutip dari OECD, pengungkapan (disclosure) dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Mandatory Disclosure
Merupakan pengungkapan yang wajib dikemukakan oleh perusahaan,
khususnya perusahaan publik kepada para pemangku kepentingan.
Terdapat badan atau peraturan yang secara khusus mengatur terkait
pengungkapan jenis ini.
b. Voluntary Disclosure
Merupakan pengungkapan yang dikemukakan oleh perusahaan di luar
mandatory disclosure. Pengungkapan voluntary bersifat suka rela dan
merupakan bentuk kesadaran perusahaan untuk memberikan informasi
lebih yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan para
pemangku kepentingan.
Persyaratan mengenai pengungkapan keterbukaan yang diminta oleh
regulator diharapkan tidak akan menimbulkan cost yang membebani perusahaan
atau membahayakan kepentingan perusahaan terkait dengan posisi dalam
persaingan. Untuk menentukan batasan minimum informasi yang harus
diungkapkan, konsep materialitas perlu diterapkan. Informasi material dapat

3 Universitas Indonesia
4

didefinisikan sebagai informasi yang apabila tidak disajikannya informasi tersebut


akan dapat mempengaruhi keputusan ekonomis bagi pengguna informasi. Dalam
rangka memelihara hubungan dengan investor dan pelaku pasar, perusahaan harus
menjunjung tinggi prinsip perlakukan yang sama atas informasi yang diperoleh
setiap pemegang saham.
Prinsip ke-5 yaitu keterbukaan dan transparansi pada OECD ini terbagi
atas 6 sub prinsip yaitu:
A. Keterbukaan harus meliputi, namun tidak terbatas pada informasi material
atas:
1. Keuangan dan hasil operasi perusahaan
Laporan keuangan audited yang menunjukkan kinerja keuangan dan
kondisi keuangan dari suatu perusahaan adalah sumber informasi
utama mengenai perusahaan tersebut. Kegagalan tata kelola dalam
suatu perusahaan sering dikaitkan dengan kegagalan dalam
mengungkapkan gambaran secara keseluruhan, khususnya ketika
timbul unsur-unsur off-balance sheet sebagai akibat diberikannya
jaminan kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
2. Tujuan perusahaan
Sebagai informasi tambahan atas tujuan utamanya, perusahaan
didorong pula untuk mengungkapkan kebijakan yang berhubungan
dengan etika bisnis, lingkungan hidup, dan komitmen kebijakan publik
lainnya.
3. Kepemilikan saham mayoritas dan hak suara
Salah satu hak mendasar dari investor adalah hak untuk memperoleh
informasi mengenai struktur kepemilikan saham dalam perusahaan,
dan sejauh mana pemenuhan terhadap hak-hak mereka jika dihadapkan
dengan hak dari pemegang saham lainnya. Informasi tersebut juga
memuat secara transparan mengenai tujuan, sifat, dan struktur dari
perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam satu grup.
4. Kebijakan rumenerasi untuk dewan komisaris dan direksi, dan
informasi tentang anggota dewan komisaris, termasuk kualifikasi,
proses seleksi, perangkapan jabatan dan independensinya

Universitas Indonesia
5

5. Transaksi dengan pihak terkait (afiliasi)


Penting bagi pasar untuk mengetahui apakah perusahaan telah
dijalankan sesuai dengan kepentingan seluruh investor. Dengan alasan
tersebut, perusahaan dituntut untuk mengungkapkan secara penuh
mengenai transaksi yang dilakukan dengan pihak afiliasi.
6. Faktor-faktor risiko yang dapat diperkirakan
Pengguna informasi keuangan dan pelaku pasar membutuhkan
informasi tentang risiko-risiko material yang dapat diperkirakan, yang
mencakup risiko terkait dengan industri, risiko ketergantungan
terhadap bahan baku, risiko keuangan dan pasar serta risiko yang
berhubungan dengan tanggung jawab terhadap lingkungan.
7. Hal-hal penting berkaitan dengan karyawan dan para pemangku
kepentingan (stakeholder) lainnya.
Perusahaan didorong untuk memberikan informasi tentang hal-hal
penting yang berkaitan dengan karyawan dan para pemangku
kepentingan lainnya, yang mungkin mempengarhui secara material
terhadap kinerja perusahaan.
8. Struktur dan kebijakan tata kelola khususnya berakitan dengan isi dari
pedoman atau kebijakan tata kelola perusahaan dan penerapannya.
B. Informasi harus disajikan dan diungkapkan sesuai dengan standar
akuntansi yang berkualitas tinggi dan keterbukaan keuangan dan non-
keuangan
Penerapan standar berkualitas tinggi diharapkan dapat meningkatkan
secara signifikan kemampuan investor untuk memonitor perusahaan dan
memperbaiki pandangan tentang kinerja perusahaan, dengan tersedianya
pelaporan yang semakin tinggi tingkat reliabilitasnya dan tingkat
komparabilitasnya.
C. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor yang independen, kompeten,
dan memenuhi kualifikasi dalam rangka menyediakan jaminan atau
kepastian eksternal dan objektif kepada pengurus dan pemegang saham
bahwa laporan keuangan perusahaan menyajikan secara wajar dalam
semua hal yang material, posisi keuangan, dan kinerja perusahaan.

Universitas Indonesia
6

Untuk membuktikan bahwa laporan keuangan menyajikan posisi keuangan


secara fair dari suatu perusahaan, maka laporan keuangan yang diaudit
harus dilengkapi dengan pendapat dari auditor tentang bagaimana laporan
keuangan disusun dan disajikan oleh perusahaan.
D. Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham dan
melaksanakan tugasnya terhadap perusahaan secara profesional selama
melakukan audit.
Praktik bahwa eksternal auditor direkomendasikan oleh Komite Audit atau
badan sejenis lainnya dan ditunjuk baik oleh badan tersebut atau oleh
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) secara langsung dapat dianggap
sebagai praktik yang baik karena hal ini memperjelas bahwa auditor
eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham.
E. Media penyebaran informasi harus memberikan akses informasi yang
relevan bagi pengguna secara sama, tepat waktu, dan biaya yang efisien.
Media penyebaran informasi merupakan hal penting sebagaimana isi
informasi itu sendiri. Internet dan teknologi informasi lainnya juga
memberikan peluang untuk penyebaran informasi yang lebih baik.
F. Kerangka tata kelola harus mengarah dan mendorong terjadinya ketentuan
mengenai analisa atau saran dari analis, pedagang perantara efek,
pemeringkat, dan pihak lainnya yang relevan dengan keputusan investor,
tidak mengandung benturan kepentingan yang material yang mungkin
mempengaruhi integritas analisa atau saran yang diberikan.

2.2 Peraturan dan Jurnal Terkait Pengungkapan dan Transaksi


2.2.1 Peraturan BAPEPAM - LK
Bapepam-LK menerbitkan peraturan nomor X.K.6 lampiran Keputusan
Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep-431/BL/2012 tentang Penyampaian
Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik. Peraturan ini mencabut
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-134/BL/2006 tanggal 7
Desember 2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten
dan Perusahaan Publik dan Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: KEP-
40/BL/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Jangka Waktu Penyampaian Laporan

Universitas Indonesia
7

Keuangan Berkala dan Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik
yang Efeknya Tercatat di Bursa Efek di Indonesia dan di Bursa Efek di Negara
Lain.
Penyempurnaan peraturan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas keterbukaan informasi dalam laporan tahunan Emiten dan Perusahaan
Publik sebagai sumber informasi penting bagi pemegang saham dan masyarakat
dalam membuat keputusan investasi. Dalam peraturan tersebut antara lain diatur
mengenai kewajiban penyampaian bentuk dan isi laporan tahunan. Beberapa poin
penting perubahan peraturan ini antara lain:
1) Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan
Emiten atau Perusahaan Publik (EPP) wajib menyampaikan hardcopy
laporan tahunan sebanyak dua rangkap (satu diantaranya asli) juga
dalam bentuk softcopy paling lambat 4 (empat) bulan setelah tahun
buku berakhir. Laporan tahunan wajib dimuat di website EPP dan
dapat diakses setiap saat. Bagi EPP yang dual listing (terdaftar juga di
bursa Negara lain) dapat mengikuti ketentuan otoritas di Negara lain
tersebut, disampaikan pada tanggal yang sama, dan memuat informasi
yang sama.
Emiten atau Perusahaan Publik (EPP) yang dikecualikan dari
kewajiban menyampaikan laporan tahunan adalah sebagai berikut:
a) Dalam hal Emiten yang hanya menerbitkan Efek Bersifat Utang
dan/atau Sukuk telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang
terkait dengan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang
diterbitkan sampai dengan batas waktu penyampaian laporan
tahunan.
b) Dalam hal EPP menyampaikan laporan tahunan kepada Bapepam
dan LK dalam periode penyampaian laporan keuangan tahunan,
maka EPP dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan
keuangan tahunan kepada Bapepam dan LK, sepanjang laporan
tahunan dalam bentuk asli sebagaimana dimaksud dalam huruf c
memuat laporan keuangan tahunan dalam bentuk asli.

Universitas Indonesia
8

2) Umum dan Ikhtisar Data Keuangan Penting


Laporan tahunan memuat tambahan informasi CSR secara rinci dalam
sub judul sendiri. Penyajian ikhtisar data keuangan penting dalam
bentuk perbandingan selama tiga tahun (sebelumnya 5 tahun). Jika
EPP pernah mengalami suspensi saham, maka EPP wajib
menjelaskannya dan tindakan perusahaan dalam menyelesaikannya.
3) Laporan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
Dalam laporan Dewan Komisaris, Dewan Komisaris memberikan
penilaian terhadap kinerja Direksi, Dewan Komisaris juga memberikan
pandangan atas prospek usaha yang disusun Direksi. Sementara dalam
laporan Dewan Direksi, Direksi wajib memaparkan kinerja
perusahaan, gambaran tentang prospek usaha, penerapan tata kelola
perusahaan dan perubahan komposisi anggota Direksi dan alasan
perubahannya (jika ada).
4) Profil Perusahaan.
Pengungkapan pemegang saham utama dan pengendali perusahaan
sampai kepada pemilik individu dalam bentuk skema dan diagram.
Artinya jika pemilik mayoritas adalah berbentuk entitas, maka entitas
tersebut terus ditelusuri ke atasnya sampai menemukan nama pemilik
secara individu. EPP juga wajib mengungkapkan informasi mengenai
jasa yang diberikan, fee, dan periode penugasan yang telah dilakukan
oleh profesi penunjang pasar modal yang memberikan jasa berkala
terhadap EPP tersebut.
5) Analisis dan Pembahasan Manajemen
EPP wajib mengungkapkan secara komprehensif mengenai analisis
kinerja keuangan berikut penyebab dan dampaknya. Rincian informasi
material seperti investasi, ekspansi, divestasi, penggabungan/peleburan
usaha, akusisi, restrukturisasi utang/modal, transaksi afiliasi, dan
transaksi yang mengandung benturan kepentingan.
6) Tata Kelola Perusahaan
EPP diwajibkan mengungkapkan prosedur dasar penetapan dan
besarnya remunerasi anggota Dewan Komisaris/Direksi, khusus untuk

Universitas Indonesia
9

Direksi diungkapkan hubungan antara remunerasi dengan kinerja


perusahaan. EPP juga harus menjelaskan kebijakan perusahaan dan
pelaksanaan rapat Dewan Komisrasi/Direksi/Komite Audit dan
frekuensi serta tingkat kehadirannya. EPP juga harus mengungkapkan
independensi Komite Auditnya.
EPP juga harus mencantumkan mengenai unit audit internalnya, sistem
pengendalian internal dan manajemen resiko, pengungkapan
penghargaan dan sanksi yang dikenakan kepada Perusahaan/Dewan
Komisaris/Direksi, pengungkapan kode etik dan budaya perusahaan,
dan pengungkapan whistleblowing system.
7) Corporate Social Responsibility
Bahasan terkait kebijakan, jenis program, dan biaya yang dikeluarkan
antara lain terkait aspek: lingkungan hidup; praktik ketenagakerjaan,
kesehatan, dan keselamatan kerja; pengembangan sosial dan
kemasyarakatan; dan tanggung jawab produk. CSR dapat disampaikan
dalam laporan tahunan atau laporan tersendiri.
8) Laporan Keuangan Audited
Laporan keuangan tahunan yang dimuat dalam laporan tahunan
disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang telah diaudit
oleh akuntan dan memuat pernyataan pertanggungjawaban atas laporan
keuangan sebagaimana diatur dalam peraturan VIII.G.11 tentang
tanggung jawab Direksi atas laporan keuangan atau X.E.1 tentang
kewajiban penyampaian laporan berkala oleh perusahaan efek.
9) Tanda Tangan Dewan Komisaris dan Direksi
Laporan tahunan ditandatangani oleh seluruh anggota Dewan
Komisaris dan Direksi yang sedang menjabat. Hal ini sebagai bukti
pertanggungjawaban anggota Dewan Komisaris dan Direksi atas
kebenaran isi laporan tahunan.
10) Pemberlakuan Peraturan.
Peraturan ini berlaku untuk penyusunan laporan tahunan untuk tahun
buku yang berakhir pada atau setelah tanggal 31 Desember 2012.

Universitas Indonesia
10

2.2.2 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007


Berdasarkan UU Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007, penerapan unsur
transparansi dalam suatu perseroan dalam untuk mewujudkan prinsip
corporate governance dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut:
1) Pendekatan Minimal (Pendekatan Pasif)
Yaitu suatu perusahaan hanya melakukan transparansi sejauh yang
diwajibkan oleh Undang-Undang saja. Seperti mengumumkannya
dalam dalam Berita Negara, Tambahan Berita Negara atau surat kabar.
Contoh pasal yang memuat pendekatan ini, yaitu Pasal 44 ayat 2:
Direksi wajib memberitahukan keputusan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 (yaitu tentang pengurangan modal) kepada semua kreditor
dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih surat kabar dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
keputusan RUPS.
2) Pendekatan aktif
Yaitu perusahaan tersebut secara aktif melakukan keterbukaan dengan
menerapkan prinsip manajemen secara terbuka dengan memberikan
secara akurat, tepat waktu dan tepat sasaran terhadap sebanyak
mungkin akses kepada pihak pemegang saham maupun stakeholders
lainnya.
Pasal yang memuat pendekatan ini, yaitu:
Pasal 50 ayat 2
Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
Direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus
yang memuat keterangan mengenai saham anggota direksi dan dewan
komisaris beserta keluarganya dalam perseroan dan/atau pada
perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
Pasal 101 ayat 1
Anggota direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai saham
yang dimiliki anggota direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya
dalam perseroan dan perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam
daftar khusus.

Universitas Indonesia
11

Pasal 116 poin b


Dewan komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai
kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada perseroan tersebut
dan perseroan lain.
Tenggang waktu penyampaian laporan tahunan kepada RUPS adalah
paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku perseroan berakhir,
sebagaimana di atur dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang
Perseroan Terbatas. Berdasarkan Pasal 66 ayat (2) UU PT, laporan
tahunan harus memuat:
1) Laporan keuangan, paling sedikit memuat neraca akhir tahun buku
yang lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya,
laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus
kas, laporan perubahan ekuisitas dan catatan atas laporan keuangan
tersebut;
Sesuai dengan ketentuan Pasal 68 ayat 1 UUPT, direksi wajib
menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik
untuk diaudit apabila: kegiatan usaha Perseroan adalah
menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, seperti bank,
asuransi, reksa dana; Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat; Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
Perseroan merupakan persero; Perseroan mempunyai aset dan/atau
jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan.
Apabila kewajiban tersebut tidak dapat dipenuhi, laporan keuangan
tidak akan disahkan oleh RUPS. Laporan atas hasil audit akuntan
publik, disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
2) Laporan mengenai kegiatan perseroan;
3) Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan;
4) Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
mempengaruhi kegiatan usaha perseroan;

Universitas Indonesia
12

5) Laporan mengenai tugas pegawasan yang telah dilaksanakan


dewan komisaris selama tahun buku yang baru lampau.
6) Nama anggota direksi dan anggota dewan komisaris.
Gaji dan tinjauan bagi anggota direksi dan gaji atau honorarium
dan tunjangan anggota dewan komisaris perseroan untuk tahun
yang baru lampau.
Laporan tahunan perseroan ditandatangani oleh semua anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang
bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal
panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham (pasal
67 UUPT). Penandatanganan laporan tahunan merupakan bentuk
pertanggungjawaban anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris
yang tidak menandatangani laporan tahunan, maka yang bersangkutan
harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut
dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam
laporan tahunan. Namun, apabila terdapat anggota Direksi atau
anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan
dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap
telah menyetujui isi laporan tahunan.
RUPS melakukan persetujuan laporan tahunan, pengesahan laporan
keuangan, dan laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan
oleh RUPS sebagaimana sesuai dalam Pasal 69 UUPT . Berkaitan
dengan ketentuan tersebut, anggota direksi dan anggota dewan
komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng apabila laporan
keuangan yang disediakan tidak benar atau menyesatkan.

2.2.3 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011


Peraturan ini berisi tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik
pada BUMN. Definisi transparansi menurut peraturan ini tertuang pada pasal 3
ayat 1, di mana transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses

Universitas Indonesia
13

pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi


material dan relevan mengenai perusahaan.
Pada Pasal 22 ayat 1 huruf (b) disebutkan untuk memenuhi syarat
akuntabilitas, keterbukaan, dan tertib administrasi, Direksi wajib membuat
Laporan Tahunan dan Dokumen Keuangan Perusahaan.
Pada Pasal 31, Laporan Keuangan Tahunan BUMN diaudit oleh auditor
eksternal yang ditunjuk oleh RUPS/Menteri dari calon-calon yang diajukan oleh
Dewan Komisaris/Dewan Pengawas. Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib
menyampaikan kepada RUPS/Menteri mengenai alasan pencalonan tersebut dan
besarnya honorarium/imbal jasa yang diusulkan untuk auditor eksternal tersebut.
Dalam Pasal 34 tentang keterbukaan informasi, BUMN wajib
mengungkapkan informasi penting dalam Laporan Tahunan dan Laporan
Keuangan BUMN sesuai dengan peraturan perundang-undangan secara tepat
waktu, akurat, jelas dan obyektif.

2.2.4 EBAR edisi I, November 2005, Transparansi dan Akuntabilitas


EBAR, singkatan dari Economic Business Accounting Review, merupakan
sebuah jurnal yang diterbitkan secara berkala oleh FEUI mengenai informasi dan
pengetahuan dalam bidang ekonomi, bisnis, dan akuntansi serta pengetahuan
terkait. Pendekatan penulisannya adalah diseminasi ilmu dengan gaya yang
mudah dipahami tapi ilmiah. Di dalam jurnal edisi pertama ini, pihak FEUI
berusaha memberikan pengetahuan mengenai pentingnya transparansi dan
akuntabilitas dalam kegiatan usaha dan birokrasi pemerintahan.
Beberapa pokok bahasan dari para pakar di bidangnya yang diulas di
dalam jurnal ini, diantaranya:
1) Kejujuran Profesi, oleh Faisal Basri.
Moralitas nyata-nyata punya tempat dalam ekonomi. Bukankah
Adam Smith mengatakan bahwa economics is moral science?
Mekanisme pasar dengan proses pertukaran yang melibatkan miliaran
manusia tanpa henti, hanya mungkin terjadi dan menghasilkan
keadilan jika dilakukan dengan keterbukaan (transparansi) dan

Universitas Indonesia
14

akuntabel yang dilandasi oleh seperangkat aturan tertulis maupun tak


tertulis.
Dalam prakteknya secara luas, mekanisme pasar ini terjadi pada
masyarakat global yang berinteraksi satu sama lain tanpa mengenal
batas-batas negara dan perbedaan warga negara, suku, ras, dan
agama. Interaksi ini terjadi lewat transaksi yang dilandasi oleh
semangat persaingan. Sudah barang tentu mekanisme seperti ini tak
selamanya membawa maslahat bagi seluruh warga dunia. Pemusatan
akumulasi modal dan jurang ketimpangan di dalam suatu negara
maupun antar negara dapat menjadi semakin lebar. Pasar pun
akhirnya berubah menjadi lebih banyak membawa petaka dan bersifat
eksploitatif.
Namun bukan karena sisi gelapnya itu kita lantas menafikan pasar,
karena pasar tak mungkin tergantikan oleh mekanisme lain sebagai
kendaraan menuju kemakmuran dan kesejahteraan. Kita memang
wajib terus mencari formulasi untuk mewujudkan pasar yang
bermartabat, yang mengusung sense of justice dan sense of equity.
Profesi penilai, auditor, akuntan, analis keuangan, ekonom, dan
lainnya menjadi penopang kapitalisme global. Jika kalangan
profesional ini tidak dapat berfungsi dengan baik, maka mereka turut
memacu dunia usaha dan perekonomian semakin buruk. Mereka
sekedar menjadi mesin tanpa jiwa dari para pemilik modal. Banyak
pihak yang akan puas hanya dengan sekedar menjadi remah-remah
dari sistem kapitalisme yang menghisap dan menipu, padahal mereka
seharusnya dapat menjadi pengimbang di dalam mekanisme tersebut.
Disini kejujuran adalah kuncinya. Kejujuran yang harusnya melekat
di semua pihak, dengan transparansi dan akuntabilitas yang menjadi
syaratnya.
John M. Huntsman (2005) dalam bukunya Winners never Cheat
mengajarkan pada kita bahwa yang benar dan yang salah jelas sekali
perbedaannya dan oleh karena itu kita harus selalu memeriksa moral
compass dalam setiap langkah yang hendak kita tempuh. la juga

Universitas Indonesia
15

menekankan untuk senantiasa mematuhi aturan dan bersaing mati-


matian tetapi dengan sehat dan tanpa menelikung. Pengalamannya
sebagai pengusaha sukses membuktikan bahwa kejujuran menduduki
tempat terhormat dalam berusaha, dan lebih dari itu, merupakan kunci
untuk meraih sukses yang bermartabat.
Maka sudah sepantasnya seluruh profesi, mulai dari akuntan, penilai,
ekonom, pengacara, dokter, dan lain sebagainya, termasuk pula
kalangan birokrat, pengusaha, dan masyarakat umum selalu
mengedepankan kejujuran sehingga proses kehidupan dapat berjalan
lebih baik.
2) Audit Investigatif: Metode Efektif dalam Pengungkapan
Kecurangan, oleh Khairiansyah Salman.
Audit Investigatif adalah audit yang berhubungan dengan kecurangan
(fraud). Saat ini, kebutuhan akan Audit Investigatif tidak hanya
berkaitan dengan pemborosan dan penyelewengan yang merugikan
institusi pemerintahan, atau perusahaan milik negara saja, tetapi juga
berkaitan dengan peraturan-peraturan yang secara umum mengikat
semua pihak yang ada dalam sebuah negara. Keahlian atas Audit yang
berkaitan dengan tindakan kecurangan sangat diperlukan di sektor
dunia usaha guna mencegah, mendeteksi dan mengungkapkan semakin
maraknya tindak kecurangan seperti penggelapan, salah saji laporan
keuangan, pembakaran dengan sengaja properti untuk mendapatkan
keuntungan (insurance fraud), pembangkrutan usaha dengan sengaja.
kecurangan dalam investasi, kecurangan perbankan, komisi yang
terselubung, mark-up proyek, penyuapan dalam bisinis, kecurangan
dengan menggunakan teknologi Informasi, dan lain sebagainya.
Terdapat beberapa aksioma yang berhubungan dengan audit
investigatif ini, antara lain:
a) Kecurangan itu tersembunyi (Fraud is Hidden)
Kecurangan memiliki metode untuk menyembunyikan seluruh
aspek yang mungkin dapat mengarahkan pihak lain menemukan
terjadinya kecurangan tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan oleh

Universitas Indonesia
16

pelaku kecurangan untuk menutupi kecurangannya juga sangat


beragam, dan terkadang sangat canggih sehingga hampir semua
orang (bahkan Auditor Investigatif sekalipun) juga dapat terkecoh.
b) Melakukan pembuktian dua sisi (Reverse Proof).
Auditor harus mempertimbangkan apakah ada bukti-bukti yang
membuktikan bahwa dia tidak melakukan kecurangan. Demikian
juga sebaliknya. jika hendak membuktikan bahwa seseorang tidak
melakukan tindak kecurangan, maka dia harus mempertimbangkan
bukti-bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tidak melakukan
tindak kecurangan.
c) Keberadaan suatu Kecurangan (Existence of Fraud).
Adanya suatu tindak kecurangan atau korupsi baru dapat dipastikan
jika telah diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan.
Dengan demikian, dalam melaksanakan Audit Investigatif, seorang
auditor dalam laporannya tidak boleh memberikan opini mengenai
kesalahan atau tanggung jawab salah satu pihak jawab atas
terjadinya suatu tindak kecurangan atau korupsi. Auditor hanya
mengungkapkan fakta dan proses kejadian, beserta pihak-pihak
yang terkait dengan terjadinya kejadian tersebut berdasarkan bukti-
bukti yang telah dikumpulkannya.
Association of Certified Fraud Examiners menjelaskan beberapa
metodologi yang dapat dilakukan dalam melaksanakan audit
investigatif. Metodologi ini menjadi rujukan internasional di dalam
melaksanakan Fraud Examination. Disini lebih menekankan kepada
kapan dan bagaimana melaksanakan suatu Pemeriksaan Investigatif
atas kasus yang memiliki indikasi tindak kecurangan dan berimplikasi
kepada aspek hukum, serta bagaimana tindak lanjutnya.
Pemeriksaan Investigatif yang dilakukan untuk mengungkapkan
adanya tindak kecurangan terdiri atas banyak langkah. Karena
pelaksanaan pemeriksaan investigatif atas kecurangan berhubungan
dengan hak-hak individual pihak-pihak lainnya, maka pemeriksaan

Universitas Indonesia
17

investigatif harus dilakukan setelah diperoleh alasan yang sangat


memadai dan kuat, yang diistilahkan sebagai predikasi.
Predikasi adalah suatu keseluruhan kondisi yang mengarahkan atau
menunjukkan adanya keyakinan kuat yang didasari oleh
professionalisme dan sikap kehati-hatian dari auditor yang telah
dibekali dengan pelatihan dan pemahaman tentang kecurangan, bahwa
kecurangan telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi. Tanpa
predikasi, Pemeriksaan Investigatif tidak boleh dilakukan.
Hal ini menyebabkan adanya ketidakpuasan dari berbagai kalangan
yang menyangka bahwa jika suatu institusi audit menemukan satu
indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan financial audit-nya, maka
institusi tersebut dapat melakukan Pemeriksaan Investigatif.
Pemeriksaan Investigatif belum tentu dapat langsung dilaksanakan
karena indikasi yang ditemukan umumnya masih sangat prematur
sehingga memerlukan sedikit pendalaman agar diperoleh bukti yang
cukup kuat untuk selanjutnya dapat dilakukan Pemeriksaan
Investigatif.
Garis besar proses Pemeriksaan Investigatif secara umum adalah
sebagai berikut:
a) Penelaahan Informasi Awal
Pada proses ini pemeriksa melakukan: pengumpulan informasi
tambahan, penyusunan fakta dan proses kejadian, penetapan dan
penghitungan tentatif kerugian keuangan, penetapan tentatif
penyimpangan, dan penyusunan hipotesa awal.
b) Perencanaan Pemeriksaan Investigatif
Pada tahapan ini, dilakukan pengujian hipotesa awal, identifikasi
bukti-bukti, menentukan tempat/sumber bukti, analisa hubungan
bukti dengan pihak terkait, dan penyusunan program pemeriksaan
investigatif.
c) Pelaksanaan
Pada tahapan pelaksanaan dilakukan pengumpulan bukti-bukti,
pengujian fisik, konfirmasi, observasi, analisa dan pengujian

Universitas Indonesia
18

dokumen, interview, penyempurnaan hipotesa, dan review kertas


kerja.
d) Pelaporan
Fase terakhir, dengan isi laporan hasil Pemeriksaan Investigatif
kurang tebih memuat: unsur-unsur melawan hukum, fakta dan
proses kejadian, dampak kerugian keuangan akibat
penyimpangan/tindakan melawan hukum, sebab-sebab terjadinya
tindakan melawan hukum, pihak-pihak yang terkait dalam
penyimpangan/ tindakan melawan hukum yang terjadi, dan bentuk
kerja sama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan
melawan hukum.
e) Tindak Lanjut
Pada tahapan tindak lanjut ini, proses sudah diserahkan dari tim
audit kepada pimpinan organisasi dan secara formal selanjutnya
diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian laporan hasil
Audit Investigatif kepada pengguna laporan diharapkan sudah
memasuki pada tahap penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian
dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim Audit Investigatif dapat
ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan ahli jika
diperlukan.
Khusus untuk hal-hal yang berkaitan dengan adanya unsur pidana
maka sebagaimana di atur dalam Undang-undang Nomor 5 tahun
1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pasal 3 menyebutkan:
"Apabila suatu pemeriksaan mengungkapkan hal-hal yang
menimbulkan sangkaan tindak pidana atau perbuatan yang
merugikan keuangan Negara, maka Badan Pemeriksa Keuangan
memberitahukan persoalan tersebut kepada Pemerintah." Dalam
penjelasannya yang dimaksud dengan pemerintah adalah Kepolisian
dan Kejaksaan Agung.
Selain itu dalam Undang-Undang Nomor: 15 Tahun 2004 pasal 14
ayat (1) disebutkan: "Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur
pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang

Universitas Indonesia
19

berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -


undangan."
Secara profesional, jika seorang Auditor menemukan adanya indikasi
pelangaran hukum, maka auditor tersebut diharuskan melaporkan
kepada penyidik atau penegak hukum. Mengacu kepada Srandar Audit
Pemerintahan butir 6.24 yang menyatakan bahwa dalam keadaan
tertentu, peraturan perundang-undangan atau kebijakan, dapat
mengharuskan auditor untuk dengan segera melaporkan indikasi
berbagai jenis ketidakberesan atau unsur perbuatan
melanggar/melawan hukum tertentu kepada penegak hukum atau
kepada pihak penyidik yang berwenang.
Audit Investigatif yang dilaksanakan di sektor swasta seringkali tidak
menjadi perhatian umum karena disamping biasanya tidak berskala
besar, juga pihak perusahaan atau entitas yang menjadi korban enggan
untuk mengekspose. Sebaliknya, Audit Investigatif yang melibatkan
entitas publik dan berkaitan dengan dana publik (keuangan negara)
dari sisi nominal biasanya cukup besar dan bagi entitas tersebut
menjadi sebuah tuntutan transparansi ditambah lagi sekarang ini
dengan iklim reformasi dengan pemberantasan korupsi sebagai
lokomotifnya, menjadikan perhatian publik terhadap hal ini menjadi
sangat besar.
3) Bukti Audit dari Perspektif Hukum, oleh Timur Sukirno.
Di dalam praktek bisnis, ada berbagai pihak yang turut berperan
sebagai stakeholder namun mempunyai keterbatasan akses terhadap
informasi korporasi. Oleh karenanya, golongan ini harus diberikan
akses terhadap informasi perseroan. Informasi tersebut yang
dipersiapkan oleh pihak independen, dalam hal ini akuntan publik. Ini
sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi dalam good corporate
governance, dimana setiap pihak yang mempunyai kepentingan atas
suatu perusahaan dapat mengakses informasi perusahan sehingga dapat
mengambil putusan yang tepat.

Universitas Indonesia
20

Permasalahannya muncul ketika ada pihak yang merasa bahwa


pengungkapan laporan keuangan perseroan, yang sudah diaudit oleh
akuntan publik (atau selanjutnya disebut: Hasil Audit), ternyata
mengganggu kepentingannya. Dimana pihak tersebut mendalilkan
bahwa hal-hal yang tertera dalam Hasil Audit adalah salah dan tidak
merefleksikan keadaan hukum yang sebenarnya.
Sebagai ilustrasi sederhana: suatu Hasil Audit dari suatu perusahaan
(PT A) mencatatkan aset portfolio dan aset benda tidak bergerak
(tanah) sebagai aset perusahaan. Pencatatan kepemilikan atas saham
dan tanah tersebut didasarkan, selain pada keterangan dari direksi PT
A, juga pada adanya perjanjian jual beli antara PT A dengan pemilik
saham dan tanah tadi, serta adanya bukti pembayaran dari PT A
kepada pemilik saham dan tanah sebelumnya. Kedua hal ini pula yang
dijadikan dasar pencatatan kepemilikan oleh PT A terhadap saham dan
tanah dalam Hasil Audit PT A.
Dari kasus ini, terdapat kemungkinan satu pihak rnerasa
kepentingannya dilanggar dengan pencatatan kepemilikan PT A
sebagai pemilik dari saham atau tanah tersebut. Berangkat dari asumsi
ini, pihak yang kepentingannya dilanggar itu mungkin mengajukan
keberatan terhadap pencatatan kepemilikan PT A dalam Hasil Audit.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana pengadilan
memperlakukan Hasil Audit sebagai alat bukti di persidangan?
Dari bentuknya, Hasil Audit adalah suatu alat bukti yang termasuk alat
bukti tulisan atau surat. Di dalam hukum pembuktian di Indonesia,
Alat bukti tulisan atau surat dibagi lagi menjadi dua, yaitu: surat yang
diberi tandatangan yang memuat suatu hak atau perikatan yang sejak
semula ditujukan untuk pembuktian (disebut sebagai akta) dan surat
atau catatan yang tidak termasuk dalam golongan akta (disebut sebagai
non Akta). Akta sendiri dibagi menjadi dua (2) yaitu: yaitu akta yang
dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu oleh penguasa yang
mencatat apa yang dimintakan oleh pihak yang berkepentingan
(disebut sebagai akta otentik) dan akta yang dibuat untuk tujuan

Universitas Indonesia
21

pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dan pejabat (disebut sebagai
akta di bawah tangan).
Hasil Audit dapat digolongkan sebagai akta di bawah tangan dengan
alasan tidak ada keterlibatan dari notaris, atau pejabat pembuat tanah
lainnya. Hasil Audit mungkin juga dapat digolongkan sebagai non akta
karena Hasil Audit hanya memeriksa laporan keuangan yang berisi
pencatatan atau dokumentasi suatu perusahaan. Intinya suatu pihak
dapat menafsirkan dan mengkonstruksikan suatu Hasit Audit
dimasukan ke dalarn golongan apa, akan bergantung pada penafsiran
pihak yang bersangkutan, dan dalam hal ini adalah pengadilan.
Apabila pernyataan atau isi laporan keuangan dan Hasil Audit
didasarkan pada dokumen sumber sekunder atau yang bukan berasal
dari sumber hukum utama kemudian dijadikan sebagai bukti dalam
persidangan, besar kemungkinan pihak lawan akan berkeberatan dan
dapat membuktikan kenyataan sebaliknya. Sebab, bukti yang lebih
kuat menurut hukum pembuktian, yang juga akan mempengaruhi
pertimbangan hakim, adalah bukti yang berasal dari sumber hukum
utama. Merujuk pada ilustrasi pertama mengenai kepemilikan PT A
atas saham dan tanah, maka adalah bijak apabila PT A dalam
menyusun laporan keuangannya dan akuntan publik dalam
mengeluarkan Hasil Audit memperhatikan kepemilikan bukan hanya
berdasarkan perjanjian jual beli dan bukti pembayaran atas saham dan
tanah, tetapi juga berdasarkan daftar pemegang saham yang dimiliki
perseroan dan sertifikat tanah yang bersangkutan (sebagai sumber
hukum utama yang lebih kuat).
4) BUMN: Governance dan Pengendalian Internal oleh Ahmad
Syahroza.
Dalam tulisannya beliau mengangkat mengenai salah satu BUMN
perbankan yang selalu mendapatkan rating baik untuk penerapan
corporate governance tetapi bisa terjadi pembobolan dana di bank
tersebut disertai indikasi yang melibatkan orang dalam perusahaan.
Kemudian muncul pertanyaan, bukankah BUMN dimaksud telah

Universitas Indonesia
22

dianggap memiliki dan menerapkan governance secara baik? Menapa


masih bisa terjadi penyelewengan pada korporasi tersebut?
Dalam hal ini, beliau menegaskan bahwa perlu dipisahkan antara isu
corporate governance dan pengendalian internal. Isu corporate
governance lebih menekankan pada hubungan berbagai pihak pada
pengendalian di tingkatan "stratejik" atau di level korporasi, sementara
isu pengendalian internal lebih menitik beratkan pada upaya
pengendalian di tingkat operasional. Namun demikian, walaupun
fungsi keduanya berbeda dalam tingkatan, keduanya mempunyai
hubungan yang erat.
Dalam kaitan ini Root (1998, p. 82) menyatakan bahwa sudah saatnya
konsepsi pengendalian internal disatukan (merge) dengan tujuan dari
corporate governance sehingga pada akhirnya akan menghilangkan
keraguan terhadap fungsi masing-masing dalam kerangka
pengendalian korporasi. Jika hal ini dilakukan, diharapkan kedua
konsepsi (governance dan pengendalian internal) tersebut dapat
berjalan beriringan dan memberikan sinergi di dalam pelaksanaan
aktivitas korporasi, baik operasional maupun stratejik, di dalam
mencapai tujuan perusahaan secara lebih efektif.
Untuk itu dari sudut governance, secara simultan "harapan" ini juga
harus dilakukan pula pada tingkatan board (supervisory board dewan
pengawas) agar dapat menghasilkan esensi pengendalian yang efektif,
Dalam kaitan inilah sebenarnya diperlukan adanya komite audit
sebagai elemen penting di dalam suatu kerangka board governance.
Komite audit, seperti halnya berbagai bentuk komite lainnya yang
dikenal dalam govemance, merupakan "perangkat" kerja board
governance sebagai organ penting di dalam sebuah korporasi. Dalam
kaitan fungsi komite audit inilah dianggap fungsi governance dan
pengendalian internal dapat dilihat hubungannya lebih jelas.
Komite audit yang mempunyai peran vital dalam proses pelaporan
keuangan, akan berhubungan dengan pengendalian keuangan
perusahaan, termasuk melakukan telaah (review) terhadap keandalan

Universitas Indonesia
23

pengendalian internal yang dimiliki perusahaan serta kepatuhan


terhadap berbagai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Komite audit juga berfungsi untuk melakukan seleksi penunjukkan
kantor akuntan publik dan melakukan evaluasi atas kinerja kantor
akuntan publik yang ada. Cakupan tugas komite audit tercermin dalam
"hubungan" tidak saja dengan internal auditor perusahaan tetapi juga
dengan auditor eksternal dalam upaya menghasilkan laporan keuangan
perusahaan yang dapat mencerminkan tingkat good governance
(Abott, Parker dan Peters, 2004; Raghunan dan dan Rama, 2003; dan
Asbaugh dan Warfield, 2003).
Abott, Parker dan Peters (2004) menyatakan bahwa komite audit
berperan penting dalam menilai efektifitas kinerja fungsi internal audit
dan eksternal audit. Hal ini konsisten dengan pernyataan Raghunandan
dan Rama (2003) yang menyatakan bahwa komite audit memainkan
peran kunci dalam proses pelaporan keuangan dengan "overseeing and
monitoring management" dan juga keterlibatannya dengan eksternal
auditor dalam proses pelaporan keuangan.
5) Kejahatan Akuntansi dan Kesiapan Kita, oleh Darwis Darwis.
Tahukah anda kebangkrutan terbesar yang pernah terjadi yang
diakibatkan tidak adanya transparansi dalam perusahaan?
Inilah yang dialami oleh WorldCom. Raksasa telekomunikasi AS
WorldCom akhirnya secara resmi mengajukan pailit yang sekaligus
mencatat rekor kepailitan terbesar, dengan nilai US$107 miliar atau
sekitar 963 trilyun rupiah. WorldCom akhirnya mengakui pada akhir
Juni 2002 bahwa pihaknya telah merekayasa pembukuan sebesar
US$3,9 miliar untuk membiayai operasi selama lebih dari satu tahun
guna menghindari kerugian. Bernard Ebbers, mantan Pimpinan
Eksekutif (CEO) WorldCom akhirnya dihukum 20 tahun karena
penipuan akuntansi yang merupakan penipuan dan kebangkrutan
terbesar dalam sejarah kejahatan akuntansi di AS ini.
Sebelumnya, Enron, Global Crossing, Kmart, Williams Co., dan Xerox
juga berurusan dengan penyelidikan atas penipuan akuntansi dalam

Universitas Indonesia
24

laporan keuangan mereka. Sebagai catatan, Enron yang sebelumnya


memiliki kapitalisasi saham hampir USD 80 milliar hancur berkeping-
keping. Pekerjanya kehilangan dana pensiun, para investor kehilangan
uang, dan pasar modal tiba-tiba terkena demam "Enronitis" sebagai
efek turunnya indeks secara tajam akibat kasus tersebut.
Menyusul berbagai skandal akuntansi yang melibatkan nilai yang
sangat besar tersebut, politisi AS dengan serius memastikan peristiwa
serupa tidak terulang lagi. Presiden Bush dalam sebuah kesempatan
mengumumkan sejumlah proposal untuk melakukan "crack down" atas
perilaku tidak etis para petinggi perusahaan tersebut. SEC dan Justice
Department mendapatkan anggaran lebih banyak untuk melawan fraud
keuangan, hukuman dan penalti untuk pelaku pun diperberat.
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Adakah kekhawatiran
masyarakat soal potensi penipuan akuntansi yang dilakukan berbagai
perusahaan (publik, BUMN, maupun swasta)? Beberapa analisis
dengan gamblang menyebutkan, terjadinya krisis perbankan nasional
tahun 1997 tidak lepas dari ketidakmampuan laporan keuangan yang
mereka berikan untuk menjadi potret utuh (clearly portrays) tentang
resources ekonorni sesungguhnya dari perusahaan-perusahaan
tersebut, sehingga perusahaan yang terlihat sehat-sehat saja dari luar,
ternyata sudah keropos di dalamnya.
Terlepas apakah disengaja atau tidak, kejadian-kejadian tersebut
semestinya memberikan gambaran kepada semua pihak bahwa skandal
akuntansi teramat mahal harganya, di manapun itu terjadi.
Bentuk bentuk skandal akuntansi
Bentuk-bentuk penipuan akuntansi secara umum dapat dijelaskan
berdasarkan empat prinsip dasar akuntansi yang lazim digunakan
dalam mencatat transaksi yang terjadi. Ide dasar kecurangan tersebut
adalah pengingkaran terhadap prinsip-prinsip itu sendiri.
Yang pertama adalah prinsip biaya historis (historical cost). Standar
akuntansi yang berlaku memperbolehkan perusahaan untuk mencatat
biaya dengan menggunakan metode historis. Selain itu pencatatan ini

Universitas Indonesia
25

juga dapat dilakukan berdasarkan metode lain, fair value misalnya,


sepanjang dalam kriteria yang jelas,
baku dan konsisten. Masalahnya, para pelaku penipuan akuntansi
seringkali menggunakan celah yang terdapat dalam prinsip ini untuk
melakukan kecurangan, misalnya dalam mencatat barang persediaan.
Contoh nyatanya, Kurzweil Applied Intelligence Inc., AS, 1996,
dengan sengaja tidak melakukan pencatatan atas persediaan mereka
yang bernilai jutaan dollar AS. Perusahaan seolah-seolah mengirimkan
barang tersebut ke pelanggannya, padahal inventory tersebut hanya
ditumpuk dari satu gudang ke gudang Lain. Pengingkaran prinsip ini
juga bisa terjadi saat perusahaan menyusutkan properti, pabrik, dan
perlengkapan produksi. Sebagai gambaran, dua metode yang
sebenarnya sama-sama diperbolehkan akan tetapi dapat menghasilkan
jumlah penyusutan yang amat berbeda. Lihatlah saat Du Pont
mengubah metode depresiasi mereka dari akselarasi ke garis lurus,
pendapatan bersih laporan keuangannya untuk tahun itu melonjak
tajam hingga USD 250 juta.
Prinsip yang kedua adalah pengakuan pendapatan. Ada banyak bentuk
kecurangan yang dapat dilakukan saat mengakui pendapatan.
Priceline.com (2000) misalnya, melaporkan pendapatan sebesar USD
152 juta. Tetapi ternyata angka yang dilaporkan oleh perusahaan yang
bergerak dalam online airline tickets dan kamar hotel ini merupakan
angka "gross booking". Setetah dikurangi berbagai setoran kepada
airline, dan hotel, real revenue dari perusahaan tersebut hanya tinggal
sebesar USD 18 juta. Karena investor tidak tahu-menahu mengenai hal
ini, saham Priceline.com terlanjur diperdagangkan dengan nilai 214
kali dari besaran pendapatan yang sesungguhnya.
Prinsip ketiga adalah tentang kesesuaian (matching principles).
Perusahaan boleh saja menggeser periode pendapatan dan pembiayaan
ke periode berikutnya (deferred) atau sebaliknya mengakuinya lebih
awal {accrued), sepanjang metode yang dipakai oleh perusahaan
tersebut sesuai dengan standar. Masalahnya, penggunaan prinsip ini

Universitas Indonesia
26

pun rentan disalahgunakan. Inilah yang terjadi pada WorldCom. Dari


jumlah penipuan akuntansi sobesar USD 11 miliar, sedikitnya USD 3,1
miliar berasal dari biaya sambungan/line costs 2001 (termasuk
didalarnnya telecom access dan transport charges) yang di-deferred
oleh WorldCom menjadi biaya modal dan diamortisasikan selama
sepuluh tahun. Padahal standar yang digunakan dan berlaku saat itu
mengatur agar biaya tersebut harus dibiayakan pada periode itu juga.
Prinsip keempat adalah full disclosure. Rule of thumb untuk
mengingkari prinsip ini sederhana saja. Laporkan bagian-bagian yang
membuat laporan keuangan tersebut terlihat lebih baik, dan singkirkan
jauh-jauh bagian sebaliknya yang tidak menarik bagi investor, kreditor,
kantor pajak, bahkan pemegang saharn sekalipun.
Untuk prinsip ini, meskipun tidak selalu benar, pernyataan CEO
General Electric Jeffrey R. Immelt bisa menjadi pelajaran berharga
bagi petinggi perusahaan di Indonesia: "I want people to think about
GE as we think of GE as a transparent company. If necessary, GE's
annual report will be the size of New York City's phone book!"
Belajar dari berbagai kasus penipuan akuntansi yang terjadi dan
semakin beragamnya bentuk skandal tersebut, sudah sepantasnya
pihak-pihak yang berkepentingan di Indonesia mengambil langkah
serius. Karena diakui atau tidak, skandal penipuan akuntansi ini dapat
diibaratkan bagai sebuah gunung es. Puncaknya boleh saja terlihat
pendek, tetapi sebenarnya di dalamnya besar dan menakutkan.
Terakhir, seorang akuntan sejatinya identik dengan seorang dokter.
Salah satu kunci yang juga penting adalah kode etik profesi. Jika
dokter malpraktek bisa menyebabkan melayangnya nyawa seorang
pasien, maka malpraktek akuntan bisa menyebabkan melayangnya
nyawa sebuah perusahaan.

2.3 Perkembangan Pengungkapan dan Transparansi di Indonesia


Perkembangan pengungkapan penuh (full disclosure) di Indonesia tidak
terlepas dari beberapa peristiwa yang terjadi di negara lain, seperti Amerika

Universitas Indonesia
27

Serikat. Ini didasarkan pada teori bahwa investor akan membuat keputusan lebih
dalam investasi jika manajemen mengungkapkan semua informasi yang material
tentang perusahaan tersebut. Perkembangan disclosure selanjutnya terjadi pada
skandal Enron yang merupakan skandal akuntansi terbesar dalam dekade terakhir.
Di Indonesia, skandal Enron membuat Bapepam LK memperketat
berbagai aturan. Diantaranya dengan mengeluarkan aturan tata kelola perusahaan,
memperbaharui aturan pengungkapan, sampai dengan adanya kewajiban untuk
melakukan rotasi dengan kantor akuntan publik sebagai auditor. Standar akuntansi
yang berlaku di Indonesia pun mengalami perkembangan. Yang terakhir adalah
melakukan adopsi dalam rangka konvergensi dengan IFRS. Dengan demikian,
praktik pengungkapan yang sangat berbeda dari satu negara dengan negara lain
sebelum dilakukannya adopsi IFRS, perlahan mulai menyatu. Banyak perusahaan
sudah meningkatkan pengungkapan dengan menggunakan IFRS, mematuhi
ketentuan pasar modal, dan memberikan respon terhadap berbagai permintaan
informasi yang diajukan para investor dan analis.
Sesuai dengan Pedoman Umum GCG, transparansi juga merupakan salah
satu asas yang harus dipenuhi demi terwujudnya GCG. Salah satu langkah untuk
mewujudkan GCG adalah dengan menyediakan informasi publik yang dapat
diakses dengan mudah oleh para pihak yang berkepentingan. Asas transparansi ini
sejalan dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (UU KIP) dimana salah satu informasi yang wajib disediakan
dan diumumkan secara berkala oleh perusahaan adalah informasi mengenai
laporan keuangan.
Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya.
Melalui pengungkapan dan transparansi, diharapkan asimetri informasi
antara manajemen dan para pemangku kepentingan dapat direduksi sehingga
pemangku kepentingan akan memperoleh intensitas informasi yang boleh

Universitas Indonesia
28

dikatakan sama kualitasnya dengan manajemen. Melalui pengungkapan dan


transparansi pula, pemangku kepentingan khususnya pemangku kepentingan
eksternal, dapat melakukan pengawasan guna memastikan manajemen mengelola
perusahaan secara benar dan setiap keputusan yang diambil benar-benar diarahkan
untuk pencapaian tujuan perusahaan, yaitu penciptaan nilai bagi para pemangku
kepentingan.
Hubungan keterbukaan informasi terhadap pemangku kepentingan
sangatlah penting karena manfaat dari penerapan keterbukaan informasi
khususnya bagi para pemegang saham adalah pemegang saham dapat mengetahui
kondisi perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai pemegang saham. Bagi
perusahaan, melakukan keterbukaan informasi tentu memberikan manfaat yaitu
mendapatkan kepercayaan dari berbagai pemangku kepentingan.

2.4 Perbandingan Laporan Tahunan PT Telkom dengan Peraturan


BAPEPAM-LK dan Prinsip OECD
Berikut ini adalah perbandingan antara Laporan Tahunan PT
Telekomunikasi Indonesia (PT Telkom) tahun 2013 dengan Keputusan Ketua
Bapepam-LK Nomor KEP-431/BL/2012 tentang Penyampaian dan Laporan
Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik dan juga prinsip 5 OECD:

Tabel 2.1 Perbandingan Laporan Tahunan PT Telkom dengan Peraturan


Bapepam
Laporan Tahunan PT
No Isi Peraturan KEP-431/BL/2012 Telkom 2013
(Ya/Tidak)
1. Disampaikan paling lama 4 bulan setelah tahun Ya
buku berakhir (10 Maret 2014)
2. Dimuat dalam laman (website) dan dapat diakses Ya
setiap saat
3. Disajikan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Ya
Inggris
4. Ikhtisar data keuangan penting selama 3 tahun
buku terakhir
dari pendapatan, laba (rugi), jumlah aset Ya
hingga rasio keuangan;

Universitas Indonesia
29

informasi saham yang diterbitkan untuk setiap Ya


masa triwulan dalam 2 (dua) tahun buku
(jumlah, harga, kapitalisasi pasar dan volume
perdagangan saham);
Ditambahkan penjelasan tentang aksi korporasi Tidak
(kapan, rasio, jumlah dan harga sebelum dan
sesudah aksi korporasi) jika ada;
Dijelaskan alasan penghentian sementara Tidak
(suspension) perdagangan saham dalam tahun
buku jika ada;
5. Laporan Dewan Komisaris
Penilaian terhadap kinerja Direksi mengenai Ya
pengelolaan perusahaan;
Pandangan atas prospek usaha perusahaan Ya
yang disusun oleh Direksi;
Perubahan komposisi anggota Dewan Ya
Komisaris dan alasan perubahannya (jika ada)
6. Laporan Direksi (kinerja perusahaan, gambaran Ya
tentang prospek usaha, penerapan tata kelola
perusahaan, perubahan komposisi anggota Direksi
dan alasan perubahannya)
7. Profil Perusahaan (nama, alamat, nomor telepon, Ya
nomor faksimile, e-mail, dan laman (website)
perusahaan dan/atau kantor cabang/perwakilan;
riwayat singkat perusahaan; kegiatan usaha
perusahaan, serta jenis produk dan/atau jasa yang
dihasilkan; bagan struktur organisasi perusahaan
dalam bentuk bagan, paling kurang sampai
dengan struktur satu tingkat di bawah Direksi; visi
dan misi perusahaan; profil Dewan Komisaris dan
Direksi (pengungkapan hubungan afiliasi dengan
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
lainnya, serta pemegang saham (jika ada); jumlah
karyawan dan deskripsi pengembangan
kompetensinya; uraian tentang nama pemegang
saham dan persentase kepemilikannya pada akhir
tahun buku yang terdiri dari: a) pemegang saham
yang memiliki 5% (lima perseratus) atau lebih
saham Emiten atau Perusahaan Publik; b)
Komisaris dan Direktur yang memiliki saham
Emiten atau Perusahaan Publik; dan c) kelompok
pemegang saham masyarakat, yaitu kelompok
pemegang saham yang masing-masing memiliki
kurang dari 5% (lima perseratus) saham Emiten
atau Perusahaan Publik; informasi mengenai
pemegang saham utama dan pengendali EPP, baik
langsung maupun tidak langsung, sampai kepada
pemilik individu, yang disajikan dalam bentuk

Universitas Indonesia
30

skema atau diagram; nama entitas anak,


perusahaan asosiasi, perusahaan ventura bersama,
beserta persentase kepemilikan saham, bidang
usaha, dan status operasi perusahaan tersebut (jika
ada); kronologis pencatatan saham dan perubahan
jumlah saham dari awal pencatatan hingga akhir
tahun buku serta nama Bursa Efek dimana saham
perusahaan dicatatkan (jika ada)
8. Diungkapkan informasi mengenai jasa yang Ya
diberikan, fee, dan periode penugasan yang telah
dilakukanTerhadap profesi penunjang pasar
modal yang memberikan jasa secara berkala
kepada EPP
9. Analisis dan Pembahasan Manajemen
tinjauan operasi per segmen operasi sesuai Ya
dengan jenis industri EPP;
analisis kinerja keuangan komprehensif yang Ya
mencakup perbandingan kinerja keuangan
dalam 2 (dua) tahun buku terakhir;
struktur permodalan dan kebijakan manajemen Ya
atas struktur permodalan tersebut;
bahasan mengenai ikatan yang material untuk Ya
investasi barangmodal dengan penjelasan
tentang tujuan dari ikatan tersebut,sumber dana
yang diharapkan untuk memenuhi ikatan
tersebut,mata uang yang menjadi denominasi,
dan langkah-langkah yangdirencanakan
perusahaan untuk melindungi risiko dari
posisimata uang asing yang terkait;
informasi dan fakta material yang terjadi Ya
setelah tanggal laporan akuntan;
kebijakan dividen dan tanggal serta jumlah Ya
dividen per saham(kas dan/atau non kas) dan
jumlah dividen per tahun yangdiumumkan atau
dibayar selama 2 (dua) tahun buku terakhir;
informasi material, antara lain mengenai
Ya
investasi, ekspansi, divestasi, penggabungan/
peleburan usaha, akuisisi, restrukturisasi utang/
modal, transaksi afiliasi, dan transaksi yang
mengandung benturan kepentingan, yang
terjadi pada tahun buku (jika ada);
perubahan peraturan perundang-undangan
Ya
yang berpengaruhsignifikan terhadap
perusahaan dan dampaknya terhadap
laporankeuangan (jika ada); dan
perubahan kebijakan akuntansi, alasan dan Ya
dampaknya terhadaplaporan keuangan (jika

Universitas Indonesia
31

ada).
10. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) Ya
Dewan Komisaris;
Direksi;
Komite Audit;
Komite lain yang dimiliki EPP;
Sekretaris perusahaan;
Unit audit internal;
Sistem pengendalian interen (internal control);
Sistem manajemen risiko;
Perkara penting yang dihadapi oleh EPP,
entitas anak, anggota Dewan Komisaris dan
Direksi yang sedang menjabat;
Sanksi administratif ;
Kode etik dan budaya perusahaan (jika ada);
Program kepemilikan saham oleh karyawan
dan/atau manajemen yang dilaksanakan
EPP(jika ada);
Sistem pelaporan pelanggaran (whistle
blowing system) di EPP.

11. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Ya


Social Responsibility) dalam aspek lingkungan
hidup, ketenagakerjaan, kesehatan, dan
keselamatan kerja, pengembangan sosial dan
kemasyarakatan, tanggung jawab produk
12. Laporan Keuangan Tahunan yang Telah Diaudit Ya
13. Tanda Tangan Dewan Komisaris dan Direksi Ya

Universitas Indonesia
32

Tabel 2.2 Perbandingan Laporan Tahunan PT Telkom dengan Prinsip 5


OECD
Laporan Tahunan
Sub
Isi Prinsip 5 OECD PT Telkom 2013
prinsip
(Ya/Tidak)
A Keterbukaan harus meliputi, namun tidak
terbatas pada, informasi material atas:
Keuangan dan hasil operasi perusahaan Ya
Tujuan Perusahaan Ya
Kepemilikan saham mayoritas dan hak Ya
suara
Kebijakan remunerasi untuk dewan Ya

komisaris dan direksi, dan informasi


tentang anggota dewan komisaris,
termasuk kualifikasi,proses seleksi,
perangkapan jabatan dan
independensinya.
Transaksi hubungan istimewa Ya

Faktor-faktor risiko yang dapat Ya

diperkirakan
Hal-hal penting berkaitan dengan Ya

karyawan dan para pemangku


kepentingan lainnya
Ya
Struktur dan Kebijakan tata kelola
khususnya berkaitan dari pedoman atau
kebijakan tata kelola perusahaan dan
penerapannya.

B Informasi harus disajikan dan diungkapkan Ya


sesuai dengan standar akuntansi yang
berkualitas tinggi dan keterbukaan keuangan
dan non-keuangan

Universitas Indonesia
33

C Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor yang Ya


independen, kompeten dan memenuhi
kualifikasi dalam rangka menyediakan kepastian
eksternal kepada pengurus dan pemegang saham
D Audit eksternal harus bertanggungjawab kepada Ya
pemegang saham dan melaksanakan tugasnya
terhadap perusahaan secara profesional selama
melakukan audit
E Media penyebaran informasi harus memberikan
akses informasi yang relevan bagi pengguna Ya
secara sama, tepat waktu dan biaya yang efisien
F Kerangka corporate governance harus Ya
mengarah dan mendorong terciptanya ketentuan
mengenai analisa atau saran dari analis,
pedagang perantara efek, pemeringkat, dan
pihak lainnya yang relevan dengan keputusan
investor, tidak mengandung benturan
kepentingan yang material yang mungkin
mempengaruhi integritas analisa atau saran yang
diberikan

2.5. Kasus PT Perusahaan Gas Negara (PT PGN)


2.5.1 Kronologi dan Gambaran Kasus PT PGN
Pada tanggal 8 Januari 2007 telah terjadi suatu transaksi yang tidak wajar atas
saham PT PerusahaanGas Negara (Persero) Tbk di mana dalam harga pembukaan
perdagangan Rp.10.850,- per lembar saham, dan pada harga penutupan
perdagangan jatuh ke harga Rp. 7.400,- per lembar sahamnya (31,8 %).
Kemudian pada tanggal 11 Januari 2007, transaksi harga perdagangan
dibuka pada Rp. 9.650,-per lembar saham dan pada harga penutupan perdagangan
jatuh kembali ke posisi Rp. 7.400,- per lembar sahamnya atau terjadi lagi
penurunan sebesar (23,36 %). Pemicunya ternyata PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk terlambat memberitahukan kepada publik tentang penyelesaian
proyek pipanisasi South Sumatera West Java (SSWJ), akibatnya terjadi panic
selling yang melanda investor asing maupun lokal. Faktor penurunan harga saham
PGAStersebut erat kaitannya dengan koreksi atas rencana besarnya volume gas
yang akan dialirkan, yaitu mulai dari (paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30
MMSCFD. Selain itu, juga dinyatakan bahwa tertundanya gas in (dalam rangka
komersialisasi) yang semula akan dilakukanpada akhir Desember 2006 tertunda

Universitas Indonesia
34

menjadi Maret 2007. Informasi yang diberitahukan kepada publik tersebut,


sebenarnya sudah diketahui oleh manajemen PGAS sejak tanggal 12
September2006 (informasi tentang penurunan volume gas) serta sejak tanggal 18
Desember 2006 (informasi tertundanya gas in).
Atas kejadian tersebut, Bursa Efek Jakarta (BEJ) mencurigai adanya
sesuatu yang tidak benar dari transaksi tersebut sehingga BEJ men-suspend atau
menghentikan sementara perdagangan saham tersebut pada tanggal 15 Januari
2007, suspensi dilakukan karena melihat penurunan saham PGAS yang sangat
tajam hingga 23,36% dan melaporkannya kepada Bapepam-LK selaku pengawas
pasar modal.
Kemudian pada tanggal 1 Februari 2007, Bapepam-LK telah
menginformasikan kepada publik mengenai perkembangan pemeriksaan terhadap
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk terkait dengan penurunan harga saham
PGAS yang signifikan dan telah melakukan review atas dokumen-dokumen serta
melakukan pemeriksaan terhadap jajaran direksi PT Perusahaan Gas Negara
(Persero) Tbk, akuntan publik dari PGAS, dan koordinator pelaksana proyek dan
manajer proyek SSWJ. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan tersebut,
Bapepam-LK telah memperoleh cukup bukti bahwa PGAS telah melakukan
pelanggaran terhadap Ketentuan Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan
Nomor X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan
Kepada Publik dan Bapepam-LK juga melakukan pemeriksaan atas transaksi
saham PGAS yang dilakukan oleh Perusahaan Efek Anggota Bursa.
Bapepam-LK telah menemukan titik terang terhadap kasus anjloknya
harga saham PGAS, titik terang ini diperoleh, setelah Pejabat Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) Bapepam-LK memeriksa direksi PGAS dan beberapa staf PGAS.
Hasilnya dugaan adanya insider trading dalam kasus anjloknya saham PGAS
semakin menguat. Dugaan ini disampaikan Kepala Biro Pemeriksaan dan
Penyidikan (PP) Bapepam-LK, Bapak Wahyu Hidayat. Adanya dugaan
insidertrading ini dikatahui setelah mendapatkan laporan dari Biro Transaksi
Lembaga Efek (TLE) Bapepam-LK. Dalam menangani kasus PGAS ini,
Bapepam-LK telah membentuk 2 (dua) tim pemeriksa. Tim pemeriksa pertama
bertugas untuk memeriksa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh direksi

Universitas Indonesia
35

PGAS, khususnya mengenai keterbukaan informasi dan pelanggaran lainnya. Tim


ini juga bertugas untuk mencari bukti adanya dugaan insider trading. Sedangkan
tim pemeriksa kedua bertugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap adanya
dugaan perdagangan saham yang dilakukan oleh orang dalam.
Adapun informasi material yang terlambat disampaikan oleh PT
Perusahaan Gas Negara(Persero) Tbk kepada publik / masyarakat yang dapat
mempengaruhi harga saham di bursa efek berdasarkan pemeriksaan Bapepam-LK
adalah pertama, mengenai terjadinya koreksi atas rencana besarnya volume gas
yang akan dialirkan, yaitu mulai dari (paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30
MMSCFD dan, kedua, mengenai tertundanya gas in (dalam rangkakomersialisasi)
yang semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret
2007. Informasi yang diberitahukan kepada publik tersebut, sebenarnya sudah
diketahui oleh manajemen PGAS sejak tanggal 12 September 2006 (informasi
tentang penurunan volume gas) serta sejak tanggal 18 Desember 2006 (informasi
tertundanya gas in). Kedua informasi tersebut di atas dikategorikan sebagai
informasi yang material dan dapat mempengaruhi harga saham di bursa efek. Hal
tersebut tercermin dari penurunan harga saham PGAS pada tanggal 12 Januari
2007.

2.5.2 Putusan BAPEPAM-LK Terkait Kasus PT PGN


Badan pengawasan Pasar Modal dan lembaga Keuangan (Bapepam-LK)
mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap pelanggaran peraturan perundang-
undangan dibidang pasasr modal yang dilakukan oleh PT Perusahaan Gas Negara
(persero) Tbk. (PT PGN), sebagai berikut :
1. Bapepam LK telah melakukan pemeriksaan terhadap dokumen dan pihak-
pihak terkait dengan pelanggaran pasal 86 undang-undang pasar modal.
Peraturan Nomor X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi yang harus segera
diumumkankepada publik yang dilakukan oleh PT PGN dan tentang
pemberian keterangan yang secara material tidak benar sebagaimana
dimaksud dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal.

Universitas Indonesia
36

2. Atas pelanggaran Pasal 86 Undang-undang Pasar Modal jo. PeraturanNomor


X.K.1 dan pelanggaran Pasal 93 Undang-undang Pasar Modal yang dilakukan
oleh PT PGN ditemukan bukti-bukti sebagai berikut :
a. Terdapat keterlambatan pelaporan keterbukaan informasi atas penundaan
proyek pipanisasi yang dilakukan oleh PT PGN sebanyak 35 hari
b. Terdapat pemberian keterangan yang secara material tidak benar, yakni
memberikan keterangan tentang rencana volume gas yang dapat dialirkan
melalui proyek SSWJ yang tidak sesuai dengan fakta bahwa telah terjadi
perubahan awal tersebut. fakta tersebut telah diketahui atau sepatutnya
diketahui oleh direksi yang seharusnya disampaikan saat keterangan itu
diberikan kepada publik.
3. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Bapepam-LK menetapkan :
a. Sanksi denda sebesar Rp 35.000.000,00 kepada PT Perusahaan Gas
Negara Tbk atas pelanggaran Pasal 86 Undang-undang Pasar Modal jo.
Peraturan Nomor X.K.1 ;
b. Sanksi denda sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) kepada
Direksi PT PGN yang menjabat pada periode bulan juli 2006 yaitu
Sutikno, adil abas, Djoko Pramono, WMP Simanjuntak dan Nursubagjo
Prijono atas pelanggaran pemberian keterangan yang secara material
tidak benar sebagaimana dimaksud dalam pasal 93 Undang-undang Pasar
Modal.
4. Keputusan pengenaan sanksi sebagaimana butir 3 huruf b di atas, didasarkan
pada pertimbangan sebagai berikut :
a. Segera memberikan kepastian hukum kepada industri Pasar Modal dalam
rangka memelihara kepercayaan publik terhadap Pasar Modal Indonesia
b. Memberikan efek jera kepada pelaku Pasar Modal Khususnya manajemen
Emiten, agar lebih cermat dan bertanggungjawab atas kebenaran dari
keterangan yang diberikan kepada publik.
Berdasarkan hasil pemeriksaan lanjutan, Bapepam LK menemukan adanya
indikasi praktik insider trading yang dilakukan oleh beberapa orang Direksi dan
Staf PGN selama periode 12 September 2006 hingga 11 Januari 2007. Dalam
siaran persnya pada tanggal 27 Desember 2007, Bapepam LK mengumumkan

Universitas Indonesia
37

akan mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada pihak-pihak yang


terlibat dalam insider trading tersebut, yaitu:
a. W.M.P Simanjuntak, selaku Direktur Utama, dikenai sanksi denda sebesar
Rp2.330.000.000,00
b. Adil Abas, selaku Direktur Pengembangan, dikenai sanksi denda sebesar
Rp30.000.000,00
c. Nursubagjo Prijono, selaku Direktur Pengusahaan, dikenai sanksi denda
sebesar Rp53.000.000,00
d. Widyatmiko Bapang, dikenai sanksi denda sebesar Rp25.000.000,00
e. Iwan Heriawan, dikenai sanksi denda sebesar Rp76.000.000,00
f. Djoko Saputro, dikenai sanksi denda sebesar Rp154.000.000,00
g. Hari Pratoyo, dikenai sanksi denda sebesar Rp9.000.000,00
h. Rosichin, dikenai sanksi denda sebesar Rp184.000.000,00
i. Thohir Nur Ilhami, dikenai sanksi sebesar Rp317.000.000,00

2.5.3 Keterkaitan Kasus PT PGN dengan Corporate Governance


Pada kasus PT PGN di atas, terdapat beberapa pelanggaran terkait dengan
tata kelola perusahaan yang secara nyata dilakukan oleh PT PGN, diantaranya:
a. Keterlambatan Penyampaian Informasi Material kepada Bapepam LK dan
Para Pemangku Kepentingan
Peraturan Bapepam LK No.X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi yang
Harus Segera Diumumkan Kepada Publik menyebutkan bahwa Setiap
Perusahaan Publik atau Emiten yang Pernyataan Pendaftarannya telah
menjadi efektif, harus menyampaikan kepada Bapepam dan
mengumumkan kepada masyarakat secepat mungkin, paling lambat akhir
hari kerja ke-2 (kedua) setelah keputusan atau terjadinya suatu peristiwa,
informasi atau fakta material yang mungkin dapat mempengaruhi nilai
Efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal.
Hal yang sama juga disinggung dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal Pasal 86 Ayat 1 (b) yang menyebutkan Emiten yang
Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif atau perusahaan publik
wajib menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan

Universitas Indonesia
38

kepada masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi


harga efek selambat-lambatnya pada akhir hari kerja ke-2 (kedua)
setelah terjadinya peristiwa tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Bapepam LK, terbukti
bahwa Direksi PGN sesungguhnya sudah mengetahui informasi material
tersebut sejak lama yaitu pada tanggal 12 September 2006 untuk informasi
penurunan volume gas dan pada tanggal 18 Desember 2006 untuk
informasi penundaan pipanisasi. Namun, Direksi baru mengumumkan
informasi tersebut kepada para stakeholder melalui press release pada
tanggal 11 Januari 2007 sehingga melebihi ketentuan sebagaimana
disebutkan dalam Peraturan Bapepam LK dan UU Pasar Modal tersebut.
b. Pemberian Informasi yang Secara Material Tidak Benar
Pasal 93 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa:
Setiap pihak dilarang, dengan cara apapun, membuat pernyataan atau
memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau
menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila
pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan:
1) Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui
bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak
benar atau menyesatkan, atau
2) Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menemukan
kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut.
Direksi PGN terbukti menunda penyampaian informasi terkait koreksi atas
besaran volume gas yang akan dialirkan melalui pipa kepada para
pemangku kepentingannya. Keterlambatan ini dipandang sebagai suatu
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan pemangku kepentingan
sehingga sangat bertentangan dengan UU Pasar Modal.
c. Praktik Insider Trading
Praktik insider trading secara tegas dilarang. Hal ini disebutkan dalam UU
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 95, 96, 97, 98, 99 dan 104.
Insider trading juga secara jelas bertentangan dengan OECD Principle III

Universitas Indonesia
39

Poin B yang menyebutkan Insider trading and abusive self-dealing


should be prohibited.
Pelanggaran-pelanggaran pada tata kelola perusahaan tersebut
menunjukkan buruknya transparansi dan pengungkapan yang dijalankan PT PGN
pada tahun 2006-2007. PT PGN selain melanggar peraturan-peraturan yang terkait
dengan transparansi dan pengungkapan seperti peraturan BAPEPAM-LK dan juga
Undang-Undang Pasar Modal, PT PGN juga secara umum melanggar prinsip 5
OECD tentang transparansi dan pengungkapan

Universitas Indonesia
40

BAB 3
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Latar belakang pentingnya transparansi dan pengungkapan pada suatu
perusahaan adalah didasarkan pada adanya asimetri informasi yang muncul akibat
tidak seimbangnya informasi yang diterima antara principal dan agent sehingga
dapat menyebabkan efek yang negatif bagi perusahaan. Pengungkapan dan
transparansi informasi pada perusahaan juga diperlukan untuk mengurangi
perbedaan yang muncul antara principal dan agent.
Pengungkapan baik yang mandatory maupun voluntary, merupakan suatu
cara untuk menyediakan informasi dalam laporan perusahaan. Informasi ini tidak
hanya terbatas berupa informasi keuangan saja tetapi juga informasi-informasi
lain yang dapat mempengaruhi kualitas pengambilan keputusan para pemangku
kepentingan perusahaan, misalnya seperti informasi terkait kebijakan perusahaan.
Sedangkan transparansi merupakan suatu bentuk penyediaan informasi
yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan.
Berbagai aturan telah dibuat oleh regulator di Indonesia untuk memperkuat
peran dan pelaksanaan transparansi dan pengungkapan ini di dalam praktek bisnis,
demi mendorong terciptanya good corporate governance yang dapat
mengoptimalkan nilai semua pihak yang terkait.
PT Perusahaan Gas Negara (PT PGN) pada tahun 2006-2007 memiliki
sistem tata kelola perusahaan yang buruk. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
pelanggaran yang dilakukan oleh PT PGN terkait dengan salah satu prinsip
corporate governance yaitu pengungkapan dan transparansi.

Universitas Indonesia
41

DAFTAR REFERENSI

Bapepam LK. 2012. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-
431/BL/2012 Tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau
Perusahaan Publik.
OECD, 2004, OECD Corporate Governance Principles.

https://andamifardela.wordpress.com/2011/04/10/tujuan-pengungkapan-
akuntansi-dalam-pasar-modal/
http://ekonomister.blogspot.com/2010/10/transparansi-dan-pengungkapan.html

Kasus PT Perusahaan Gas Negara (2006)

Keputusan Ketua BAPEPAM-LK Nomor: Kep-431/BL/2012 tentang


Penyampaian Laporan Tahunan
Laporan Tahunan PT. Telekomunikasi Indonesia tahun 2012
Peraturan BUMN tentang Corporate Governance
Undang-Undang Pasar Modal
Undang-Undang Perseroan Terbuka

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai