PENDAHULUAN
1
perubahan-perubahan fisiologis yang berpengaruh terhadap metabolisme
karbohidrat karena adanya hormon plasenta yang bersifat resistensi terhadap
insulin, sehingga kehamilan tersebut bersifat diabetogenik. Dengan meningkatnya
umur kehamilan, berbagai faktor dapat mengganggu keseimbangan metabolisme
karbohidrat sehingga terjadi gangguan toleransi glukosa. Selama lebih dari satu
abad, telah diketahui bahwa diabetes yang datang pada saat kehamilan dapat
menyebabkan efek buruk pada keadaan klinis fetus dan neonatus.5 Beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat diabetes yang memiliki
protein dalam urin mereka sebagai akibat dari komplikasi nefropati diabetic
memiliki sekitar empat kali peningkatan risiko untuk mengembangkan
preeklampsia.6
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. OK
Umur : 41 tahun
Pendidikan : Tamat SMA
Alamat : Kelurahan Siladen Ling. VII
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen Protestan
Suku : Sanger
Bangsa : Indonesia
Nama suami : Tn. MT
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 29 Januari 2017, jam 21.20 WITA
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Nyeri kepala dan penglihatan terasa kabur dialami pasien sejak 1 hari
SMRS. Keluhan juga disertai mual dan muntah lebih dari 8x/hari berisi
makanan dan lendir. Mual dan muntah dirasakan sejak tanggal 24 Januari
2017. Nyeri ulu hati (+). Nyeri perut bagian bawah belum dirasakan, pelepasan
lendir campur darah dari jalan lahir (-), pelepasan air ketuban dari jalan lahir
(-), pergerakan janin masih dirasakan saat MRS, riwayat kejang dan demam
sebelumnya disangkal, riwayat pandangan kabur (-), sakit kepala (+), BAK
lebih sering dan BAB tidak teratur. Pasien didiagnosa dengan diabetes mellitus
2 minggu sebelum masuk rumah sakit oleh dokter spesialis penyakit dalam.
3
Riwayat Penyakit Dahulu :
Anamnesis Kebidanan :
4
- P2, Perempuan, lahir tahun 2002, cukup bulan, spt kepala, oleh
biang di rumah, BBL 2900 gr ,hidup,sehat
- P3, Laki-laki, lahir tahun 2014, cukup bulan, spt kepala, oleh dokter
di puskesmas, BBL 1200 gr, meninggal
Status Praesens :
- Keadaan umum : Tampak Sakit
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tensi : 170/90 mmHg
- Nadi : 88x/mnt
- Respirasi : 22x/mnt
- Suhu badan : 36,5o C
- Tinggi Badan : 165 cm
- Berat Badan : 68 kg
- Gizi : Cukup
- Kulit : Turgor N
- Kepala : simetris, deformitas (-)
- Mata : conj : an -/-, skl : ikt -/-
- Hidung : sekret -/-
- Mulut/gigi : caries (-)
- Dada : cor & pulmo tak
- Perut : sukar dievaluasi
- Kelamin : perempuan, tak
- Anggota gerak : Oedema (+), varices (-), RF (+) N
5
Status Obstetrik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG :
HASIL LABORATORIUM
HEMATOLOGI
6
Hematokrit : 31,8 %
MCH : 28.7 Pg
MCV : 83,5 fL
URINALISIS
MAKROSKOPIS
Warna : Kuning
Kekeruhan : Keruh
MIKROSKOPIS
KIMIA
Leukosit : neg
Nitrit : neg
Protein : +4
Darah/Eritrosit : +5
7
KIMIA KLINIK
SGOT : 26 /UL
SGPT : 14 /UL
HEMOSTASIS
HEMATOLOGI
8
Resume Masuk :
Nyeri kepala dan penglihatan terasa kabur dialami pasien sejak 1 hari
SMRS. Keluhan juga disertai mual dan muntah lebih dari 8x/hari berisi
makanan dan lendir. Mual dan muntah dirasakan sejak tanggal 24 Januari
2017. Nyeri ulu hati (+), Nyeri perut bagian bawah belum dirasakan, pelepasan
lendir campur darah dari jalan lahir (-), pelepasan air ketuban dari jalan lahir
(-), pergerakan janin masih dirasakan saat MRS, riwayat kejang dan demam
sebelunya disangkal, BAK lebih sering dan BAB tidak teratur. Pasien
didiagnosa dengan diabetes mellitus 2 minggu sebelum masuk rumah sakit
oleh dokter spesialis penyakit dalam.
Sikap :
- Rawat Konservatif
- IVFD RL + MgSO4 40 % 6 gr (28 tpm)
- Injeksi Metoclopramide 3 x 1 amp
- Metildopa 3 x 500 mg
- Antasida syr 3 x 2 cth
- Observasi TNRS
Follow Up
30 Januari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri ulu hati
O: KU : Tampak sakit, Kes : CM,
T : 170/90 mmHg
9
N : 82x/mnt
R : 28x/mnt
S: 36,5o C
His (-), BJA : 135-140 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 29-30 minggu dengan Preeklampsia Berat Janin
intauterin tunggal hidup letak kepala dan diabetes mellitus
P: - Rawat Konservatif
- MgSO4 sesuai protokol
- Inj. Dexa 2 x 2 amp
- Inj. Metoclopramide 3 x 1 amp
- Antasida 3 x 2 cth
- Metildopa 3 x 500 mg
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Follow Up
31 Januari 2017
Jam 07.00
S: Tidak ada keluhan
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 160/90 mmHg
N : 88x/mnt
R : 22x/mnt
S: 36,2o C
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 29-30 minggu dengan Preeklampsia Berat Janin
intauterin tunggal hidup letak kepala dan diabetes mellitus
P: - Rawat Konservatif
- MgSO4 sesuai protokol
- Inj. Dexa 2 x 2 amp
- Inj. Metoclopramide 3 x 1 amp
10
- Antasida 3 x 2 cth
- Metildopa 3 x 500 mg
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Follow Up
1 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri ulu hati
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 160/90 mmHg
N : 82x/mnt
R : 22x/mnt
S : 36,2oC
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan Preeklampsia Berat Janin
intauterin tunggal hidup letak kepala dan diabetes mellitus
P: - Rawat Konservatif
- MgSO4 sesuai protokol
- Inj. Dexa 2 x 2 amp
- Antasida 3 x 2 cth
- Metildopa 3 x 500 mg
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
URINALISIS
MAKROSKOPIS
Warna : Kuning
Kekeruhan : Jernih
MIKROSKOPIS
11
Eritrosit : 10-20 /LPB
KIMIA
Leukosit : +1
Nitrit : neg
Protein : +2
Glukosa, : +3
Keton, : neg
Bilirubin : neg
Darah/Eritrosit : +4
KIMIA KLINIK
Follow Up
2 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri ulu hati
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 160/100 mmHg
N : 88x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36oC
His (-), BJA : 130-135 x/m
12
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan Preeklampsia Berat Janin
intauterin tunggal hidup letak kepala dan diabetes mellitus
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
- p.o Asam folat 2 x 400 mg
- p.o Vip albumin 3x1
Follow Up
3 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri kepala
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 170/90 mmHg
N : 90x/mnt
R : 22x/mnt
S: 36,5oC
His (-), BJA : 135-140 x/m
Hematokrit : 28,2 %
13
Trombosit : 206 10^3/uL
MCH : 28,5 Pg
MCV : 83,5 fL
KIMIA KLINIK
SGOT : 24 /UL
SGPT : 15 /UL
14
Follow Up
4 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri daerah vulva
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 140/90 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36oC
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan Preeklampsia Berat + DM
Janin intauterin tunggal hidup letak kepala
P: - Cefadroxil 3 x 500 mg
- Vip Albumin 3 x 1
- Metildopa 3 x 500 mg
- Nifedipin 3 x 10 mg
- Bicnat 3 x 2 tab
- Asam Folat 2 x 400 mg
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- Humulin 3 x 6 IU SC
Follow Up
5 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri daerah vulva
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 160/90 mmHg
N : 100x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,8oC
His (-), BJA : 140-145 x/m
15
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan Preeklampsia Berat + DM
Janin intauterin tunggal hidup letak kepala
P: - Vip Albumin 3 x 1
- Metildopa 3 x 500 mg
- Nifedipin 3 x 10 mg
- Bicnat 3 x 2 tab
- Asam Folat 2 x 400 mg
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- Humulin 3 x 6 IU SC
Follow Up
6 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri daerah vulva dan bengkak daerah vulva
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 150/90 mmHg
N : 84x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,8oC
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan Preeklampsia Berat + DM
Janin intauterin tunggal hidup letak kepala
P: - Vip Albumin 3 x 1
- Metildopa 3 x 500 mg
- Nifedipin 3 x 10 mg
- Bicnat 3 x 2 tab
- Asam Folat 2 x 400 mg
- Humulin 3 x 6 IU SC
16
Follow Up
6 Februari 2017
Jam 21.30
S: (-)
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 130/80 mmHg
N : 90x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,5oC
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan Preeklampsia Ringan +
DM Janin intauterin tunggal hidup letak kepala
P: - Persiapan SC CITO
- Konseling dan informed consent untuk sedia donor dan persetujuan
operasi
- Cek Lab, EKG dan Crossmatch
- Observasi tanda vital, His, BJJ
- Inj. Ceftriaxone 1 gr IV
HEMATOLOGI
Hematokrit : 31.1 %
MCH : 28.9 Pg
17
MCV : 84.1 fL
HEMOSTASIS
PT : 11.6 Detik
LAPORAN OPERASI
Tanggal 06 Februari 2017 ; Jam mulai 23.30 s/d 00.30
Penderita dibaringkan terlentang di meja operasi. Di bawah pengaruh
anestesi spinal, dilakukan tindakan desinfeksi pada daerah abdomen dan sekitarnya
dengan povidone iodine lalu ditutup dengan doek steril kecuali daerah lapangan
operasi. Dilakukan insisi pfannenstiel dan diperdalam lapis demi lapis secara tajam
dan tumpul sampai fascia. Fascia dijepit dengan 2 kocher lalu digunting kecil dan
diperlebar ke kiri dan ke kanan. Otot disisihkan secara tumpul ke lateral.
Peritoneum dijepit dengan 2 pinset (setelah yakin tidak ada jaringan usus
dibawahnya), peritoneum digunting kecil dan diperlebar ke atas dan bawah.
Tampak uterus gravidarum. Kemudian diidentifikasi plika vesikouterina, plika
dijepit dengan pinset, digunting kecil dan diperlebar kekiri dan kekanan.
Identifikasi segmen bawah rahim. Lalu segmen bawah rahim diinsisi semiluar,
kemudian diperlebar. Selanjutnya identifikasi bayi dengan janin letak kepala. Bayi
dilahirkan dengan cara meluksir kepala. Pada jam 23.35 lahir bayi laki-laki dengan
berat 1300 gram, panjang 34cm dan Apgar Score 5-7. Sementara jalan nafas
dibersihkan, talipusat diklem dengan 2 klem kocher dan digunting diantaranya.
Bayi diserahkan kepada sejawat neonati untuk perawatan selanjutnya. Selanjutnya
identifikasi plasenta. Plasenta berimplantasi di fundus. Plasenta dilahirkan dengan
tarikan ringan. Luka pada segmen bawah rahim dijahit 2 lapis secara jelujur.
Dilakukan retroperitonealisasi, kontrol perdarahan negatif. Kavum abdomen
dibersihkan dari sisa darah dan bekuan darah. Eksplorasi kedua tuba dan ovarium
18
baik. Kontrol perdarahan negatif. Dilakukan insersi IUD post plasenta. Dinding
abdomen ditutup lapis demi lapis. Peritoneum dijahit secara jelujur dengan chromic
catgut. Dinding dijahit simpul dengan chromic catgut. Fascia dijahit jelujur dengan
safil 2. Lemak dijahit simpul dengan plain catgut. Kulit dijahit subkutikuler dengan
chomic catgut. Luka operasi ditutup dengan kassa betadine. Jalan lahir dibersihkan.
Operasi selesai.
N : 92 x/mnt,
R : 24 x/mnt,
S: 36,5 C
Perdarahan: 500 cc
Diagnosa Post Op : P4A0, 41 tahun Post SCTP atas indikasi PEB + DM. Lahir
Bayi laki-laki/SCTP/1300gr/43cm/AS 5-7
Sikap Post Op :
19
Hasil Laboratorium Post Operasi : 07 Februari 2017
HEMATOLOGI
Hematokrit : 29,3 %
MCH : 29,2 Pg
MCV : 84,0 fL
URINALISIS
MAKROSKOPIS
Warna : Kuning
Kekeruhan : Keruh
MIKROSKOPIS
KIMIA
Leukosit : +2
20
Nitrit : neg
Protein : +3
Darah/Eritrosit : +5
Follow Up
8 Februari 2017
Jam 11.00
S: Nyeri pada luka operasi
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 150/90 mmHg
N : 88x/mnt
R : 20x/mnt
21
S: 36,0oC
A: P4A0, 41 tahun Post SCTP atas indikasi PEB + DM
P: - Rawat Luka
- Aff infus dan kateter
- Cefadroxil 3 x 500 mg
- Metronidazole 2 x 500 mg
- As.mefenamat 3x 500 mg
- SF 1 x 1
- Dopamet 2 x 1000 mg
- Vip albumin 3 x 1
Follow Up
9 Februari 2017
Jam 06.00
S: Nyeri pada luka operasi
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 140/90 mmHg
N : 80x/mnt
R : 36x/mnt
S: 37,0oC
A: P4A0, 41 tahun Post SCTP + IUD post plasenta atas indikasi PEB + DM
(H3)
P: - Periksa UL
- Cefadroxil 3 x 500 mg
- Metronidazole 2 x 500 mg
- As.mefenamat 3x 500 mg
- SF 1 x 1
- Dopamet 2 x 1000 mg
- Vip albumin 3 x 1
22
Follow Up
10 Februari 2017
Jam 11.00
S: -
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 140/100 mmHg
N : 88x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,0oC
A: P4A0, 41 tahun Post SCTP + IUD post plasenta atas indikasi PEB + DM
(H4)
Follow Up
11 Februari 2017
Jam 06.00
S: -
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 150/90 mmHg
N : 88x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,5oC
23
A: P4A0, 41 tahun Post SCTP + IUD post plasenta atas indikasi PEB + DM
(H5)
P: - Cefadroxil 3 x 500 mg
- Metronidazole 2 x 500 mg
- As.mefenamat 3 x 500 mg
- SF 1 x 1
- Dopamet 2 x 1000 mg
- Vip albumin 3 x 1
- Transfusi PRC
Follow Up
12 Februari 2017
Jam 06.00
S: -
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 150/100 mmHg
N : 99x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,7oC
A: P4A0, 41 tahun Post SCTP + IUD post plasenta atas indikasi PEB + DM
(H6)
P: - Cefadroxil 3 x 500 mg
- Metronidazole 2 x 500 mg
- As.mefenamat 3 x 500 mg
- SF 1 x 1
- Dopamet 2 x 1000 mg
- Vip albumin 3 x 1
- Transfusi PRC
24
Follow Up
13 Februari 2017
Jam 06.00
S: -
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 130/80 mmHg
N : 100x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,5oC
A: P4A0, 41 tahun Post SCTP + IUD post plasenta atas indikasi PEB + DM +
Hipoalbuminemia + Anemia
P: - Cefadroxil 3 x 500 mg
- Metronidazole 2 x 500 mg
- As.mefenamat 3 x 500 mg
- SF 1 x 1
- Vip albumin 3 x 1
- Transfusi PRC
Follow Up
14 Februari 2017
Jam 07.00
S: Rasa mual muntah, lemas (+)
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 140/80 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,0oC
A: P4A0, 41 tahun Post SCTP + IUD post plasenta atas indikasi PEB + DM +
Anemia
25
P: - Cefadroxil 3 x 500 mg
- Metronidazole 2 x 500 mg
- As.mefenamat 3 x 500 mg
- Antasida 3 x 1
- SF 1 x 1
- Vip albumin 3 x 1
- Dopamid 2 x 1000
- Nifadipin 3 x 10 mg
- Cek DL, Albumin,
Follow Up
15 Februari 2017
Jam 07.00
S: Mual (+) muntah (+), lemas (+)
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 140/70 mmHg
N : 76x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,2oC
A: P4A0, 41 tahun Post SCTP + IUD post plasenta atas indikasi PEB + DM +
Hipoalbumin
P: - Cefadroxil stop
- Metronidazole stop
- As.mefenamat 3 x 500 mg
- Antasida 3 x 1
- Vip albumin 3 x 1
- Moloko 3 x 1
- Dopamid 2 x 1000
- Nifadipin 3 x 10 mg
- Cek DL, Albumin, DL
26
Follow Up
16 Februari 2017
Jam 06.00
S: Mual (-) muntah (-),
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 140/90 mmHg
N : 76x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,0oC
A: P4A0, 41 tahun Post SCTP + IUD post plasenta atas indikasi PEB + DM +
Hipoalbumin
P: - Moloko 3 x 1
- Antasida 3 x 1
- Vip albumin 3 x 1
- Dopamid stop
- Nifedipin stop
- Rencana rawat jalan
27
BAB III
PEMBAHASAN
28
sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada 2 kali
pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama, trombositopenia
(trombosit <100.000/mikroliter), gangguan ginjal (kreatinin serum >1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya), gangguan liver (peningkatan konsentrasi transaminase 2
kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik/region kanan atas abdomen),
edema paru, gejala neurologis (stroke, nyeri kepala, gangguan visus), dan gangguan
pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta
(oligohidramnion, fetal growth restriction/ FGR atau didapatkan adanya absent or
reversed end diastolic velocity/ARDV).1,9
Pasien ini datang dengan keluhan mual dan muntah terus menerus yang
sudah dirasakan sejak 24 Januari 2017 sebanyak >8x/hari dan pasien juga mengeluh
merasakan nyeri ulu hati. Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan salah satu
gejala dari preeklamsia berat yaitu teknan darah 170/90 mmHg. Pada pemeriksaan
urinalilis juga didapatkan proteinuri +4. Pada pasien ini juga mengeluhkan
penglihatan kabur dan buang air kecil yang semakin sering, gejala-gejala ini
merupakan gejala yang dapat ditemukan pada pasien dengan diabetes mellitus.10
Pada pemeriksaan gula darah puasa didapatkan 229 mg/dl dan pasien juga telah
didiagnosis menderita penyakit diabetes mellitus oleh dokter spesialis penyakit
dalam 2 minggu sebelumnya. Pasien ini didiagnosis dengan preeklampsia berat dan
diabetes mellitus tipe 2.
Etiologi preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui.
Telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-akibat penyakit tersebut,
namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.7 Namun, dari
beberapa studi dikumpulkan ada 17 faktor yang terbukti meningkatkan risiko
preeklampsia, yaitu pada anamnesis: umur >40 tahun, nulipara, multipara dengan
riwayat preeklampsia sebelumnya, multipara dengan kehamilan oleh pasangan
baru, multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih, riwayat
preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan, kehamilan multiple, IDDM
(Insulin Dependent Diabetes Melitus), hipertensi kronik, penyakit ginjal, sindrom
antifosfolipid (APS), kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau
embrio, obesitas sebelum hamil dan ada pemeriksaan fisik: IMT >35, tekanan darah
29
diastolik >80 mmHg, proteinuria (dipstick >+1 pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6
jam atau secara kuantitatif 300 mg/24 jam). Juga terdapat beberapa faktor resiko
yang mungkin berperan dalam terjadinya preeklampsia yaitu paritas, riwayat
diabetes melitus, dan pendidikan. 1,11 Faktor risiko preeklamsia pada pasien ini yang
memungkinkan adalah umur pasien yang >40 tahun dan multiparitas dengan
riwayat preeklamsi pada kehamilan sebelumnya. Ini sesuai dengan teori bahwa ibu
yang memiliki riwayat preeclampsia sebelumnya akan meningkatkan 20% resiko
mengalami kekambuhan.12
Prinsip penatalaksanaan pada PEB dibagi menjadi 2 yaitu aktif (aggressive
management) dan ekspektatif atau konservatif.13 Aktif berarti kehamilan segera
diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi terminasi untuk keadaan ibu jika didapatkan umur kehamilan 37 minggu,
adanya tanda impending eklampsia, gagal ekspektatif, diduga ada solusio plasenta,
terjadi perdarahan dan nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual-muntah yang persisten.
Keadaan janin yang mengharuskan terminasi antara lain tanda fetal distress,
oligohidramnion, serta dari pemeriksaan laboratorium terdapat tanda HELLP
sindroma. Jika terdapat satu atau lebih tanda diatas maka harus dilakukan tindakan
terminasi.14-15
Pada pasien ini ditemukan umur kehamilan masih 37 minggu sehingga belum
langsung dilakukan penanganan aktif. Pasien pada kasus ini dilakukan perawatan
konservatif dengan pemberian profilaksis MgSO4, dexamethasone untuk
pematangan paru janin dan Metildopa sebagai antihipertensi, namun selama
perawatan ditemukan nyeri kepala dan nyeri ulu hati yang persisten dan hipertensi
yang tidak terkontrol sehingga perlu dilakukan terminasi saat kondisi pasien stabil.
Pada pasien ini usia kehamilan masih 30-31 minggu, sehingga pilihan terminasi
untuk pasien ini adalah sectio cesaria, karena pada usia kehamilan ini kemungkinan
kesuksesan induksi persalinan kurang, dan beberapa penelitian menunjukkan
terminasi melalui sectio cesaria pada persalinan preterm dengan preeklamsia berat
menunjukkan mortalitas neonatal yang lebih rendah dibandingkan persalinan
pervaginam.16-17 MgSO4 yang diberikan pada pasien ini, diberikan sesuai protocol
yaitu diberikan dua dosis (loading dose dan maintanance dose). Dosis awal
(loading dose) yang diberikan yaitu MgSO4 40% 4gr secara intravena. Setelah itu
30
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan yaitu MgSO4 40% 6g dalam larutan Ringer
Laktat dalam 6 jam. Pemberian MgSO4 harus memperhatikan beberapa syarat yaitu
harus tersedianya antidotum, refleks patella (+), frekuensi pernapasan diatas 16x
dan output urin >0,5cc/kgBB/jam. Pemberian MgSO4 harus segera dihentikan bila
terdapat tanda-tanda intoksikasi dan setelah 24 jam pascapersalinan. Selain
diberikan obat antikejang atau profilaksis kejang, diberikan juga obat anti
hipertensi. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi sehingga
diserahkan kepada klinikus itu sendiri tergantung pengalaman dan pengenalan
dengan obat tersebut.18 Obat antihipertensi yang digunakan pada pasien ini adalah
metildopa dengan dosis 3 kali 500mg. Metildopa merupakan pilihan obat
antihipertensi bagi kehamilan karena terbukti keamanan dan efikasinya terhadap
ibu dan janinnya pada semua fase kehamilan.19 Selain itu, penatalaksanaan yang
tidak kalah penting adalah informed consent terhadap pasien dan keluarga yang
terkait tentang kondisi ibu dan kondisi yang akan berdampak pada janin.
Bila preeklampsia tidak ditangani dengan baik maka preeklampsia dapat
berkembang menjadi eklampsia yang mana tidak hanya dapat membahayakan
ibunya tetapi juga janin dalam rahim ibu. Kemungkinan yang terberat adalah
terjadinya kematian ibu dan janin, solusio plasenta, hipofibrinogenemia,
haemolisis, perdarahan otak, kelainan mata, edema paru, nekrosis hati, dan
sindroma HELLP.20 Diabetes mellitus pada pasien ini juga dapat memberikan
komplikasi kepada ibu dan janin, Komplikasi janin termasuk makrosomia,
malformasi kongenital dan intrauterine fetal death (IUFD), abortus spontan.
Komplikasi pada ibu meliputi hipertensi, peningkatan risiko intoleransi glukosa,
polihidramnion, infeksi saluran kemih, kandidiasis, peningkatan resiko
prematuritas, dan peningkatan risiko kelahiran secara sactio caesaria.21
Walaupun timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun
frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penyuluhan dan pelaksanaan
pengawasan terhadap ibu hamil. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu
serta teliti, mengenali bahaya sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang
cukup supaya tidak berkembang menjadi lebih berat dapat dilakukan.20
31
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Preeklampsia merupakan kondisi fisik pada kehamilan yang ditandai dengan
adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik
dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Pada preeklampsia berat didapatkan tekanan
darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada 2 kali
pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama. Selain itu terdapat
gejala dan kondisi yang menunjukkan terjadinya pemberatan preeklampsia pada
beberapa organ. Penanganan pada preeklampsia berat ditujukan untuk
menyelamatkan ibu dan janin. Mempertahankan kehamilan pada usia preterm
dimungkinkan bila tidak membahayakan ibu namun jika sudah aterm harus
dilakukan penanganan aktif berupa terminasi kehamilan dan penanganan
medikamentosa lainnya. Meskipun timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah
sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penyuluhan
dan pelaksanaan pengawasan terhadap ibu hamil. Pemeriksaan antenatal yang
teratur dan bermutu serta teliti, mengenali bahaya sedini mungkin, lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya tidak berkembang menjadi lebih berat dapat
dilakukan.
B. Saran
Diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam melakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik, terutama dalam mendiagnosis preeklampsia berat, mengingat
banyaknya diagnosis banding dari keluhan tersebut. Diperlukan KIE (komunikasi,
informasi dan edukasi) yang baik pada pasien dan keluarga untuk mengoptimalkan
kesejahteraan pasien baik sebelum, selama maupun setelah pengobatan. Selain itu
penyuluhan mengenai PEB harus dilakukan. Serta antenatal care yang bermutu dan
terorganir dapat mencegah PEB.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
13. Joewono HR. His dan Tenaga Lain Dalam Persalinan. Dalam: Prawiharjo
S, editor. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2010. Hlm. 288-
95
14. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Pedoman WHO Kerjasama dengan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Perkumpulan Obstetry dan
Ginekologi Indonesia (POGI) dan katan Bidan Indonesia (IBI); 2013.
15. Moses S. Preeclampsia delivery indications. 2016 [Diakses 14 Mar 2017].
Diakses dari : www.fpnotebook.com/cv/ob/prclmpsdlvryindctns.htm
16. Mashiloane CD, Moodley J. Induction or caesarean section for preterm pre-
eclampsia?. J Obstet Gynaecol. 22(4):356-6. 2002
17. Blackwell SC, Redman ME, Tomlinson M, Landwehr JB Jr, Tuynman M,
Gonik B, et al. Labor induction for the preterm severe pre-eclamptic patient:
is it worth the effort?. J Matern Fetal Med. 10(5):305-11. 2001
18. Sarwono Prawirohardjo dan Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kandungan. FK UI,
Jakarta. Hal: 548-50. 1999.
19. Saputra Y, Perwitasari D. Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi
Pada Pasien Ibu Hamil Pemegang Jampersal Di Rumah Sakit JOGJA
Jogyakarta Periode Januari Agustus 2012. 2012. [Diakses 7 Januari
2017]. Diakses dari :
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=114675&val=5245
20. Nanien I. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin. 2011 [Diakses 7 Januari 2016].
Diakses dari : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20320037-S-
Nanien%20Indriani.pdf
21. Bortolon LN, Triz LP, Faustino BS, Sa LBC, Rocha DRT, Arbex AK.
Gestational Diabetes Mellitus: New diagnostic criteria. SciRes. 6:13-19.
2016
34
35