Anda di halaman 1dari 4

1. Bagaimana Kita Merayakan Nuzulul Quran?

Saudaraku! Setiap tahun, dan tepatnya di bulan suci Ramadhan ini, banyak dari umat Islam di
sekitar anda merayakan dan memperingati suatu kejadian bersejarah yang telah merubah arah
sejarah

By Dr. Muhammad Arifin Baderi, Lc., M.A 25 August 2010

Saudaraku! Setiap tahun, dan tepatnya di bulan suci Ramadhan ini, banyak dari umat Islam di
sekitar anda merayakan dan memperingati suatu kejadian bersejarah yang telah merubah arah
sejarah umat manusia. Dan mungkin juga anda termasuk yang turut serta merayakan dan
memperingati kejadian itu. Tahukah anda sejarah apakah yang saya maksudkan?

Kejadian sejarah itu adalah Nuzul Quran; diturunkannya Al Quran secara utuh dari Lauhul
Mahfuzh di langit ketujuh, ke Baitul Izzah di langit dunia.


185 .

Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan yang batil). (Qs. Al Baqarah: 185)

Peringatan terhadap turunnya Al Quran diwujudkan oleh masyarakat dalam berbagai acara, ada
yang dengan mengadakan pengajian umum. Dari mereka ada yang merayakannya dengan
pertunjukan pentas seni, semisal qasidah, anasyid dan lainnya. Dan tidak jarang pula yang
memperingatinya dengan mengadakan pesta makan-makan.

Pernahkan anda bertanya: bagaimanakah cara Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,


sahabatnya dan juga ulama terdahulu setelah mereka memperingati kejadian ini?

Anda merasa ingin tahu apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?

Simaklah penuturan sahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu anhu tentang apa yang beliau
lakukan.

Dahulu Malaikat Jibril senantiasa menjumpai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada
setiap malam Ramadhan, dan selanjutnya ia membaca Al Quran bersamanya. (Riwayat Al
Bukhari)

Demikianlah, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bermudarasah, membaca Al Quran bersama


Malaikat Jibril alaihissalam di luar shalat. Dan ternyata itu belum cukup bagi Nabi shallallahu
alaihi wa sallam, beliau masih merasa perlu untuk membaca Al Quran dalam shalatnya. Anda
ingin tahu, seberapa banyak dan seberapa lama beliau membaca Al Quran dalam shalatnya?
Simaklah penguturan sahabat Huzaifah radhiallahu anhu tentang pengalaman beliau shalat
tarawih bersama Rasulillah shallallahu alaihi wa sallam.

Pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku shalat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam di dalam bilik yang terbuat dari pelepah kurma. Beliau memulai shalatnya dengan
membaca takbir, selanjutnya beliau membaca doa:

Selanjutnya beliau mulai membaca surat Al Baqarah, sayapun mengira bahwa beliau akan
berhenti pada ayat ke-100, ternyata beliau terus membaca. Sayapun kembali mengira: beliau
akan berhenti pada ayat ke-200, ternyata beliau terus membaca hingga akhir Al Baqarah, dan
terus menyambungnya dengan surat Ali Imran hingga akhir. Kemudian beliau menyambungnya
lagi dengan surat An Nisa hingga akhir surat. Setiap kali beliau melewati ayat yang
mengandung hal-hal yang menakutkan, beliau berhenti sejenak untuk berdoa memohon
perlindungan. . Sejak usai dari shalat Isya pada awal malam hingga akhir malam, di saat
Bilal memberi tahu beliau bahwa waktu shalat subuh telah tiba beliau hanya shalat empat
rakaat. (Riwayat Ahmad, dan Al Hakim)

Demikianlah cara Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memperingati turunnya Al Quran


pada bulan ramadhan, membaca penuh dengan penghayatan akan maknanya. Tidak hanya
berhenti pada mudarasah, beliau juga banyak membaca Al Quran pada shalat beliau, sampai-
sampai pada satu rakaat saja, beliau membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa, atau
sebanyak 5 juz lebih.

Inilah yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan, dan
demikianlah cara beliau memperingati turunnya Al Quran. Tidak ada pesta makan-makan,
apalagi pentas seni, nyanyi-nyanyi, sandiwara atau tari menari.

Bandingkan apa yang beliau lakukan dengan yang anda lakukan. Sudahkah anda mengetahui
betapa besar perbedaannya?

Anda juga ingin tahu apa yang dilakukan oleh para ulama terdahulu pada bulan Ramadhan?

Imam As Syafii pada setiap bulan ramadhan menghatamkan bacaan Al Quran sebanyak enam
puluh (60) kali.

Anda merasa sebagai pengikut Imam As Syafii? Inilah teladan beliau, tidak ada pentas seni,
pesta makan, akan tetapi seluruh waktu beliau diisi dengan membaca dan mentadaburi Al
Quran.

Buktikanlah saudaraku bahwa anda adalah benar-benar penganut mazhab Syafii yang
sebenarnya.

Al Aswab An Nakhai setiap dua malam menghatamkan Al Quran.


Qatadah As Sadusi, memiliki kebiasaan setiap tujuh hari menghatamkan Al Quran sekali. Akan
tetapi bila bulan Ramadhan telah tiba, beliau menghatamkannya setiap tiga malam sekali. Dan
bila telah masuk sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, beliau senantiasa menghatamkannya
setiap malam sekali.

Demikianlah teladan ulama terdahulu dalam memperingati sejarah turunnya Al Quran. Tidak
ada pesta ria, makan-makan, apa lagi nauzubillah pentas seni, tari-menari, nyanyi-menyanyi.

Orang-orang seperti merekalah yang dimaksudkan oleh firman Allah Taala:





23 .

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al-Quran yang serupa (mutu ayat-
ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada
Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah
petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.Dan barangsiapa
yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya. (Qs. Az Zumar:
23)

Dan oleh firman Allah Taala:

} 2{



4-2 .} 3{

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah
iman mereka (karenanya) dan kepada Rabblah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada
mereka, Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh
beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang
mulia. (Qs. Al Anfaal: 2-4)

Adapun kita, maka hanya kerahmatan Allah-lah yang kita nantikan. Betapa sering kita membaca,
mendengar ayat-ayat Al Quran, akan tetapi semua itu seakan tidak meninggalkan bekas
sedikitpun. Hati terasa kaku, dan keras, sekeras bebatuan. Iman tak kunjung bertambah, bahkan
senantiasa terkikis oleh kemaksiatan. Dan kehidupan kita begitu jauh dari dzikir kepada Allah.

Saudaraku! Akankan kita terus menerus mengabadikan keadaan kita yang demikian ini?
Mungkinkah kita akan senantiasa puas dengan sikap mendustai diri sendiri? Kita mengaku
mencintai dan beriman kepada Al Quran, dan selanjutnya kecintaan dan keimanan itu
diwujudkan dalam bentuk tarian, nyayian, pesta makan-makan?

Kapankah kita dapat membuktikan kecintaan dan keimanan kepada Al Quran dalam bentuk
tadarus, mengkaji kandungan, dan mengamalkan nilai-nilainya?
Tidakkah saatnya telah tiba bagi kita untuk merubah peringatan Al Quran dari pentas seni
menjadi bacaan dan penerapan kandungannya dalam kehidupan nyata?

***

Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri (lulusan Universitas Islam Madinah)

Artikel www.pengusahamuslim.com, dipublish ulang oleh www.muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/1307-bagaimana-kita-merayakan-nuzulul-quran.html

Anda mungkin juga menyukai