Anda di halaman 1dari 12

1. Nomor 1 : Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi hidung dan sinus paranasalis?

a. Anatomi hidung
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding
medial, lateral, inferior dan superior (Corbrigde,1998).
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares
anterior, disebut sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang
memiliki banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut dengan
vibrise
Septum Nasi
Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang
rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada
bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung
Bagian tulang terdiri dari:
1. Lamina perpendikularis os etmoid
Lamina perpendikularis os etmoid terletak pada bagian supero-posterior dari
septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribriformis dan Krista
gali.
2. Os Vomer
Os vormer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os vomer
merupakan ujung bebas dari septum nasi.
3. Krista nasiis os maksila
Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasiis os maksila dan os palatina.
4. Krista nasiis os palatine (Lund 1997; Corbridge 1998)
Bagian tulang rawan terdiri dari
1. Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)
Kartilago septum melekat dengan erat pada os nasi, lamina perpendikularis os
etmoid, os vomer dan krista nasiis os maksila oleh serat kolagen.
2. Kolumela
Kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh
sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela Dinding lateral rongga
hidung dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontsalis os maksila, os
lakrimalis, konka inferior dan konka media yang merupakan bagian dari os
etmoid, konka inferior, lamina perpendikularius os palatum, dan lamina
pterigoides medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang
terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih
kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan
yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter.
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan
labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan
bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung
terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari letak
meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding
inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os
maksila dan prosesus horizontal os palatum
Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan
inferior, os nasi, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus
os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang
dilalui filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah
bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan
kranial konka superior
Persarafan
Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari nervus
etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang berasal
dari nervus oftalmikus (n.V1). Sebagian kecil septum nasi pada antero-inferior
mendapatkan persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang antero-superior.
Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari cabang
maksilaris nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi septum
bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen sfenopalatina berjalan
berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya kebagian antero-inferior dan
mencapai palatum durum melalui kanalis insisivus

b. Histologi hidung
Luas permukaan kavum nasi kurang lebih 150 cm2 dan total volumenya sekitar
15 ml. Sebagian besar dilapisi oleh mukosa respiratorius Secara histologis,
mukosa hidung terdiri dari palut lendir (mucous blanket), epitel kolumnar
berlapis semu bersilia, membrana basalis, lamina propria yang terdiri dari lapisan
subepitelial, lapisan media dan lapisan kelenjar profunda
Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis, yaitu epitel skuamous kompleks
pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di belakang vestibulum dan
epitel kolumnar berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius. Epitel
kolumnar sebagian besar memiliki silia. Sel-sel bersilia ini memiliki banyak
mitokondria yang sebagian besar berkelompok pada bagian apeks sel.
Mitokondria ini merupakan sumber energi utama sel yang diperlukan untuk kerja
silia. Sel goblet merupakan kelenjar uniseluler yang menghasilkan mukus,
sedangkan sel basal merupakan sel primitif yang merupakan sel bakal dari epitel
dan sel goblet. Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan sel tunggal,
menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air. Distribusi
dan kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak 11.000
sel/mm2 dan terendah di septum nasi sebanyak 5700 sel/mm2. Sel basal tidak
pernah mencapai permukaan. Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya
memiliki silia
Kavum nasi bagian anterior pada tepi bawah konka inferior 1 cm dari tepi depan
memperlihatkan sedikit silia (10%) dari total permukaan. Lebih ke belakang
epitel bersilia menutupi 2/3 posterior kavum nasi
Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang,
dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Jumlah silia dapat mencapai
200 buah pada tiap sel. Panjangnya antara 2-6 m dengan diameter 0,3 m.
Struktur silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi
sembilan pasang mikrotubulus luar. Masing-masing mikrotubulus dihubungkan
satu sama lain oleh bahan elastis yang disebut neksin dan jari-jari radial. Tiap
silia tertanam pada badan basal yang letaknya tepat dibawah permukaan sel
Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah (active
stroke) dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan
lapisan ini.. Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak
mencapai lapisan tadi (recovery stroke). Perbandingan durasi geraknya kira-kira 1
: 3. Dengan demikian gerakan silia seolah-olah menyerupai ayunan tangan
seorang perenang. Silia ini tidak bergerak secara serentak, tetapi berurutan seperti
efek domino (metachronical waves) pada satu area arahnya sama Gerak silia
terjadi karena mikrotubulus saling meluncur satu sama lainnya. Sumber energinya
ATP yang berasal dari mitokondria. ATP berasal dari pemecahan ADP oleh
ATPase. ATP berada di lengan dinein yang menghubungkan mikrotubulus dalam
pasangannya. Sedangkan antara pasangan yang satu dengan yang lain
dihubungkan dengan bahan elastis yang diduga neksin
Mikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2 m dan
diameternya 0,1 m atau 1/3 diameter silia. Mikrovilia tidak bergerak seperti
silia. Semua epitel kolumnar bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada
permukaannya. Jumlahnya mencapai 300-400 buah tiap sel. Tiap sel panjangnya
sama. Mikrovilia bukan merupakan bakal silia. Mikrovilia merupakan perluasan
membran sel, yang menambah luas permukaan sel. Mikrovilia ini membantu
pertukaran cairan dan elektrolit dari dan ke dalam sel epitel. Dengan demikian
mencegah kekeringan permukaaan sel, sehingga menjaga kelembaban yang lebih
baik dibanding dengan sel epitel gepeng
Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat, merupakan bahan
yang disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus dan kelenjar lakrimal.
Terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan yang menyelimuti batang silia dan mikrovili
(sol layer) yang disebut lapisan perisiliar. Lapisan ini lebih tipis dan kurang
lengket. Kedua adalah lapisan superfisial yang lebih kental (gel layer) yang
ditembus oleh batang silia bila sedang tegak sepenuhnya. Lapisan superfisial ini
merupakan gumpalan lendir yang tidak berkesinambungan yang menumpang
pada cairan perisiliar dibawahnya
Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum, protein sekresi
dengan berat molekul rendah. Lapisan ini sangat berperanan penting pada
gerakan silia, karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini,
sedangkan denyutan silia terjadi di dalam cairan ini. Lapisan superfisial yang
lebih tebal utamanya mengandung mukus. Diduga mukoglikoprotein ini yang
menangkap partikel terinhalasi dan dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan
dan bersin. Lapisan ini juga berfungsi sebagai pelindung pada temperatur dingin,
kelembaban rendah, gas atau aerosol yang terinhalasi serta menginaktifkan virus
yang terperangkap
Kedalaman cairan perisiliar sangat penting untuk mengatur interaksi antara silia
dan palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transportasi mukosiliar.
Pada lapisan perisiliar yang dangkal, maka lapisan superfisial yang pekat akan
masuk ke dalam ruang perisiliar. Sebaliknya pada keadaan peningkatan perisiliar,
maka ujung silia tidak akan mencapai lapisan superfiasial yang dapat
mengakibatkan kekuatan aktivitas silia terbatas atau terhenti sama sekali
Membrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap dibawah epitel. Di
bawah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari atas
kolagen dan fibril retikulin
Lamina propria merupakan lapisan dibawah membrana basalis. Lapisan ini dibagi
atas empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya akan sel, lapisan kelenjar
superfisial, lapisan media yang banyak sinusoid kavernosus dan lapisan kelenjar
profundus. Lamina propria ini terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat,
substansi dasar, kelenjar, pembuluh darah dan saraf Mukosa pada sinus paranasal
merupakan lanjutan dari mukosa hidung. Mukosanya lebih tipis dan kelenjarnya
lebih sedikit. Epitel toraknya berlapis semu bersilia, bertumpu pada membran
basal yang tipis dan lamina propria yang melekat erat dengan periosteum
dibawahnya. Silia lebih banyak dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan
lendir ke arah hidung melalui ostium masing-masing. Diantara semua sinus
paranasal, maka sinus maksila mempunyai kepadatan sel goblet yang paling
tinggi
c. Fisiologi hidung
1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara,
humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme
imunologik lokal. Udara inspirasi masuk ke hidung melalui nares anterior,
lalu naik ke atas melalui konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah
nasofaring. Aliran udara di hidung iniberbentuk lengkungan atau arkus.
Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir. Pada
musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit
penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, sedangkan pada musim dingin
akan terjadi sebaliknya. Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga
berkisar 37 derajat celcius. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh
banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka
dan septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup
bersama udara akan disaring di hidung oleh Rambut(vebrissae) pada
vestibulum nasi, Silia, dan Palut lender. Debu dan bakteri akan melekat pada
palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks
bersin.
2. Fungsi penghidung karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir
udara untuk menampung stimulus penghidu.Hidung juga bekerja sebagai
indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap
rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau
dapat mencapai daerah daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau
bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untukuntuk membantu indra
pengecap adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai
macam bahan , seperti mnisnya strawberi, jeruk, dll.
3. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara
dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang. resonansi oleh
hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang.
Sehingga terdengar suara sengau(rinolalia). Hidung membantu proses
pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir, dan palatum mole.
Pada pembentukan konsonan nasal(m,n,ng) rongga mulut tertutup dan hidung
terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.
4. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi
terhadap trauma dan pelindung panas
5. Refleks nasal. Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan
dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosahidung
akan menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu
akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

2. Nomor 2 : Mengapa pasien mengeluh lendir warna kuning kehijauan, tetapi saat
bersujud keluar sekret berwarna kuning kental?
Pasien mengeluh lendir warna kuning kehijauan karena sel goblet yang ada pada
cavum nasi memproduksi mucus yang berlebihan akibat dari inflamasi dan oedema
yang terjadi pada cavum nasi. Saat sujud, pasien mengeluarkan sekret berwarna
kuning kental yang berasal dari sinus paranasalis yang mengalami infeksi, yaitu sinus
maksilaris. Bakteri dapat berkembang, menginfeksi sinus maksilaris, dan
menghasilkan pus karena cavum nasi mengalami oedema sehingga udara yang dihirup
tidak dapat menjangkau sinus maksilaris dan proses kolonisasi bakteri anaerob dapat
terjadi. Posisi muara dari sinus maksilaris juga jauh di atas sinus maksilaris sehingga
drainase mucus sangat mengandalkan silia pada epitel sinus maksilaris. Karena terjadi
infeksi, silia pada epitel sinus maksilaris mengalami disfungsi sehingga sekret yang
mengandung mucus dan pus yang ada pada sinus maksilaris tidak dapat keluar. Saat
posisi sujud, sekret tersebut bergerak menuju ostium sinus maksilaris akibat gaya
gravitasi sehingga yang sekret yang keluar dari hidung merupakan sekret dari sinus
maksilaris yang berlebihan dan penuh dengan pus dan agen infeksi sehingga sekret
berwarna kuning kental.
3. Nomor 3 : Mengapa hidung mampet, penciuman berkurang, dan nyeri di pipi?
Hidung terasa mampet karena adanya pembengkakan chonca sehingga jalan udara
terhalang. Penciuman berkurang karena adanya sumbatan pada daerah concha nasalis
superios sehingga jalur pada meatus nasalis terhalang sehingga indra penciuman
berkurang, Nyeri di pipi karena penumpukan mucus di konka karena di dalam sinus
terdapat saraf sensoris yang dapat merasakan rasa nyeri.
4. Nomor 4 : Apa hubungan bersin-bersin saat pagi hari dengan keluhan pasien?
Riwayat pasien dengan bersin-bersin di pagi hari atau bila terpapar debu mengarahkan
pasien kemungkinan mempunyai riwayat rhinitis alergi, namun untuk memastikannya
diperlukan tes cukit kulit (skin prick test).
Bersin-bersin di pagi hari juga merupakan gejala rhinitis vasomotor. Penyebab atau
pemicu biasanya adalah penurunan suhu di pagi hari (terpapar suhu dingin pada saat
bangun tidur). Pada penderita rhinitis vasomotor tubuhnya sangat sensitif terhadap
perubahan suhu dingin, sehingga menyebabkan pembuluh darah dalam hidung
melebar dan jadi mudah bersin-bersin disertai hidung melebar mengeluarkan banyak
lendir.
5. Nomor 5 : Bagaimanakah reflex bersin?
Refleks bersin mirip dengan refleks batuk, tetapi refleks bersin di saluran hidung
bukan di saluran nafas bagian bawah. Rangsang yang memulai refleks bersin adalah
iritasi pada saluran hidung, impuls aferennya berjalan di saraf maksilaris ke medulla
oblongata dimana refleks ini digerakkan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip
dengan dengan yang terjadi difeleks batuk. Disini uvula tertekan sehingga sejumlah
besar udara mengalir dengan cepat melalui hidung dan mulut, sehingga
membersihkan saluran hidung dari benda asing.

6. Nomor 6 : Bagaimana hubungan antara sakit gigi dan keluhan pasien?


Pada skenario ini terdapat nyeri pada pipi kanan dan kiri pasien serta keluhan keluar
lendir kental saat bersujud atau menunduk. Pada daerah pipi terdapat salah satu sinus
yaitu sinus maxillaris, dimana bila terdapat inflamasi pada daerah tersebut maka
manifestasi klinisnya dapat berupa nyeri pada pipi. Sinus maxillaris ini memiliki
batas-batas. Salah satunya batas inferior atau dasar. Dasar dari sinus maxillaris adalah
processus alveolaris, dimana processus alveolaris ini merupakan tempat dari akar
(radix) gigi. Radix gigi dengan sinus maxillaris hanya dibatasi oleh tulang yang tipis,
bahkan dapat dikatakan tidak ada yang membatasi diantara keduanya. Sehingga
apabila terjadi infeksi pada radix gigi atau daerah periodontal, maka infeksi mudah
menyebar secara langsung ke sinus maxillaris melalui pembuluh darah dan limfe. Hal
ini merupakan penyebab tersering seseorang menderita sinusitis kronis. Sinusitis yang
merupakan hasil penyebaran infeksi gigi disebut dengan sinus dentogen.

7. Nomor 7 : Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pasien?


Vital sign dalam batas normal, tidak dalam kondisi infeksi akut.
Palpasi sinus paranasal nyeri. Nyeri merupakan salah satu tanda inflamasi,
sehingga dapat dicurigai terjadi suatu peradangan pada sinus paranasal.
Mukosa cavum nasi livid edema. Hal ini merupakan salah satu tanda rhinitis
allergic, dimana pada penyakit ini dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior
ditemukan mukosa edema, basah, warna livid/pucat, sekret encer dan banyak.
Sekret kuning kental pada meatus nasi media. Meatus media merupakan muara
dari sinus frontalis, sinus maxillaris dan cellulae ethmoidalis anterior. Adanya
penumpukan sekret disini bisa menimbulkan obstruksi pada ostium sinus
sehingga menimbulkan tekanan negatif dalam rongga sinus sehingga
menimbulkan transudasi cairan pada sinus tersebut.
Deviasi septum nasi ke kiri (+). Hal ini menimbulkan manifestasi berupa
sumbatan hidung unilateral atau bilateral, nyeri kepala atau sekitar mata, dan
hiposmia. Manifestasi tersebut persis seperti yang dikeluhkan pasien pada
skenario. Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus sehingga merupakan
faktor predisposisi sinusitis.
Tonsil T1-T1. Hal ini berarti normal, tidak ada hipertrofi adenoid.

8. Nomor 10 : Apa saja faktor resiko untuk keluhan pasien?


Penelitian sebelumnya dengan menggunakan instrumen kuesionerthe European
Community Respiratory Health Study II ( ECRHS II) menyatakan bahwa insiden
rinitis alergi berkurang seiring bertambahnya jumlah saudara, bertambahnya paparan
terhadap hewan peliharaan sebelum umur 5 tahun dan bermukim di lingkungan
perkebunan. Sedangkan merokok pada saat hamil dan pada masa anak-anak
menambah resiko rinitis alergi pada subjek atopi sehingga rinitis alergi akan menetap
sepanjang hidupnya. (Matheson dkk., 2011).
Samar Ghazal dkk. (2007) dalam penelitiannya di Negara Pakistan menyatakan
bahwa faktor resiko yang berhubungan dengan rinitis alergi adalah sebagai berikut:
jenis kelamin perempuan (51,1%) lebih beresiko daripada pria (44,8%) ; sering
olahraga (51,4%) lebih beresiko daripada yang tidak berolahraga secara rutin (41,8%)
; perokok pasif (55,4%) lebih beresiko daripada perokok aktif (17,6%)

9. Nomor 11 : Apa saja penyebab gangguan penciuman?


Disfungsi pembauan
Gangguan pembauan dapat disebabkan oleh proses-proses patologis di sepanjang jalur
olfaktorius. Kelainan ini dianggap serupa dengan gangguan pendengaran yaitu berupa
defek konduktif atau sensorineural. Pada defek konduktif (transport) terjadi gangguan
transmisi stimulus bau menuju neuroepitel olfaktorius. Pada defek sensorineural
prosesnya melibatkan struktur saraf yang lebih sentral. Secara keseluruhan, penyebab
defisit pembauan yang utama adalah penyakit pada rongga hidung dan/atau sinus,
sebelum terjadinya infeksi saluran nafas atas karena virus; dan trauma kepala.

Defek konduktif
1. Proses inflamasi/peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan.
Kelainannya meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe, termasuk
rhinitis alergika, akut, atau toksik (misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit
sinus kronik menyebabkan penyakit mukosa yang progresif dan seringkali diikuti
dengan penurunan fungsi pembauan meski telah dilakukan intervensi medis,
alergis dan pembedahan secara agresif.
2. Adanya massa/tumor dapat menyumbat rongga hidung sehingga menghalangi
aliran odorant ke epitel olfaktorius. Kelainannya meliputi polip nasal (paling
sering), inverting papilloma, dan keganasan.
3. Abnormalitas developmental (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat
menyebabkan obstruksi.
4. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hiposmia karena
berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. Pasien anak
dengan trakheotomi dan dipasang kanula pada usia yang sangat muda dan dalam
jangka waktu yang lama kadang tetap menderita gangguan pembauan meski telah
dilakukan dekanulasi, hal ini terjadi karena tidak adanya stimulasi sistem
olfaktorius pada usia yang dini.
Defek sentral/sensorineural
1. Proses infeksi/inflamasi menyebabkan defek sentral dan gangguan pada
transmisi sinyal. Kelainannya meliputi infeksi virus (yang merusak
neuroepitel), sarkoidosis (mempengaruhi stuktur saraf), Wegener
granulomatosis, dan sklerosis multipel.
2. Penyebab kongenital menyebabkan hilangnya struktur saraf. Kallman
syndrome ditandai oleh anosmia akibat kegagalan ontogenesis struktur
olfakorius dan hipogonadisme hipogonadotropik. Salahsatu penelitian juga
menemukan bahwa pada Kallman syndrome tidak terbentuk VNO.
3. Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, DM) berpengaruh pada
fungsi pembauan.
4. Trauma kepala, operasi otak, atau perdarahan subarakhnoid dapat
menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang
halus dan mengakibatkan anosmia.
5. Disfungsi pembauan juga dapat disebabkan oleh toksisitas dari obat-obatan
sistemik atau inhalasi (aminoglikosida, formaldehid). Banyak obat-obatan dan
senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya alkohol, nikotin,
bahan terlarut organik, dan pengolesan garam zink secara langsung.
6. Defisiensi gizi (vitamin A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengaruhi
pembauan.
7. Jumlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan laju 1% per tahun.
Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat terjadi sekunder karena
berkurangnya sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi
proses kognitif di susunan saraf pusat.
8. Proses degeneratif pada sistem saraf pusat (penyakit Parkinson, Alzheimer
disease, proses penuaan normal) dapat menyebabkan hiposmia. Pada kasus
Alzheimer disease, hilangnya fungsi pembauan kadang merupakan gejala
pertama dari proses penyakitnya. Sejalan dengan proses penuaan,
berkurangnya fungsi pembauan lebih berat daripada fungsi pengecapan,
dimana penurunannya nampak paling menonjol selama usia dekade ketujuh.
Walau dahulu pernah dianggap sebagai defek konduktif murni akibat adanya
edema mukosa dan pembentukan polip, rhinosinusitis kronik nampaknya juga
menyebabkan kerusakan neuroepitel disertai hilangnya reseptor olfaktorius
yang pemanen melalui upregulated apoptosis.
10. Nomor 12 : Bagaimana patofisiologi produksi lendir berlebihan ? Kenapa lendir bisa
sampai ke tenggorokan ?
Rinore ditandai oleh jumlah mucus yang berlebihan yang diproduksi oleh membran
mucus di rongga hidung. Membran mucus menghasilkan mucus lebih cepat daripada
proses mucus itu sendiri, sehingga menyebabkan cadangan mucus di kavum nasi.
Setelah cavum terisi, aliran udara terhambat dan menyebabkan kesulitan bernapas
melalui hidung. Udara terperangkap dalam cavum nasi, rongga sinus, yang tidak dapat
dilepaskan dan menghasilkan tekanan sehingga menyebabkan nyeri kepala atau nyeri
pada wajah. Jika sinus tetap terhalang, dapat menyebabkan sinusitis. Jika mucus terus
mengalir ke belakang ke arah tuba eustachi, dapat menyebabkan nyeri telinga atau
infeksi telinga. Mucus yang berlebihan yang terakumulasi di tenggorokan atau
belakang hidung menyebabkan post-nasal drip, mengakibatkan sakit tenggorok atau
batuk. Tambahan gejala termasuk bersin, mimisan, dan nasal discharge.
Rinore yang disebabkan infeksi hidung biasanya bilateral jernih sampai purulen.
Sekret yg jernih seperti air dan jumlahnya banyak khas untuk alergi hidung, biasanya
bukan karena infeksi. Jika cairan kuning menunjukkan alergi atau infeksi, sedangkan
cairan hijau menunjukkan infeksi. Bila sekretnya kuning kehijauan, biasanya berasal
dari sinusitis hidung Jika rinore unilateral menunjukkan kebocoran CSF atau suatu
malignansi. Jika berwarna darah: unilateral menunjukkan tumor atau benda asing dan
bilateral menunjukkan kelainan granulomatosa atau diathesis perdarahan. Sekret dari
hidung yang turun ke tenggorok disebut sebagai post nasal drip kemungkinan dari
sinus paranasal. Pada anak, bila sekret yang terdapat hanya satu sisi dan berbau
kemungkinan terdapat benda asing di hidung. (Elise, et al, 2007)

Anda mungkin juga menyukai