PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kas merupakan aktiva/asset perusahaan yang paling likuid dan paling rentan terjadi
penyelewengan, penipuan dan pencurian. Hal itu terjadi karena banyaknya transaksi yang
berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran kas. Selain itu, kas menjadi objek potensi
kecurangan dan pencurian dibandingkan dengan jenis aset lainnya karena kebanyakan aset
harus dikonversikan terlebih dahulu ke kas agar dapat diuangkan. Oleh karena itu sangatlah
perlu dilakukan audit terhadap saldo kas.
Tujuan utama audit saldo kas adalah untuk memastikan saldo kas telah diidentifikasi dan
diklasifikasikan dengan tepat dalam neraca, sehingga kas tersebut dapat memenuhi kebutuhan
entitas. Dengan audit atas saldo kas maka akan memudahkan perusahaan dalam
mengembangkan anggaran kas. Dengan pengelolaan anggaran kas yang baik perusahaan dapat
mempr oyeksikan peramalan yang baik atas penerimaan dan pengeluaran kas. Dengan teknik
peramalan kas, manajemen dapat merencanakan untuk menginvestasikan kelebihan kas, dan
bila terdapat kebutuhan akan kas mendapatkan pinjaman dengan tingkat bunga yang
menguntungkan.
BAB II
PEMBAHASAN
B. PERLAKUAN AKUNTANSI
Untuk keperluan penyusunan neraca komersial dan neraca fiskal, kas dan bank dilaporkan
sebesar nilai nominal. Perlakuan terhadap kas dan bank dalam perpajakan dan akuntansi pada
umumnya tidak jauh berbeda. Ketentuan perpajakan tidak mengatur secara rinci mengenai teknik
dan metode pembukuan kas dan bank. Oleh karena itu, praktik akuntansi komersial yang
mengatur tentang teknik dan metode pembukuan kas dan bank dapat diikuti sepenuhnya.
Untuk tujuan pengendalian kas dan bank, perusahaan pada umumnya melakukan pemisahan
dana antara kas kecil (petty cash) dan kas besar (cash on hand). Kas kecil umumnya dipakai
untuk pengeluaran harian perusahaan yang sifatnya rutin dan tidak besar jumlahnya. Kas besar
pada umumnya dipakai oleh perusahaan untuk pengeluaran tertentu dan disimpan oleh
perusahaan di dalam brankas. Dalam kas kecil dikenal dua sistem, yaitu:
1. Imprest fund system (sistem dana tetap) dengan pencatatan transaksi dan mutasi dana kas
kecil dilakukan pada saat penggantian dana.
2. Fluctuating fund system (sistem dana tidak tetap) dengan pencatatan transaksi dan mutasi
dana setiap saat terjadinya transaksi.
hak dan kewajiban klien memiliki hak secara sah atas seluruh
saldo kas yang tampak pada tanggal neraca.
PT XXX
Pembuktian Ketelitian Saldo Kas Saldo Penerimaan & Pengeluaran Saldo Akhir
d. Periksa adanya Kemungkinan Penggelapan Kas dengan Cara Lapping Penerimaan dan
Pengeluaran kas.
Lapping dapat terjadi jika penyimpanan kas merangkap fungsi sebagai pencatatan
transaksi penerimaan dan pengeluaran kas.Lapping dilakukan oleh karyawan tersebut
dengan cara tidak mencatat penerimaan kas dari debitur tertentu dan memasukan uang
yang diterima tersebut ke dalam sakunya sendiri. Untuk menutupi kecurangannnya
dengan mengkredit akun piutang kepada debitur lain digunakan untuk menutupi
kecurangannya dengan mengkredit akun piutang kepada debitur pertama.
Sebagai contoh, dalam pengujian substantif terhadap pendapatan penjualan (sale
revenues), auditor melakukan prosedur audit untuk menemukan:
1. Kemungkinan terjadinya kesalahan klien dalam menerapkan prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia, sehingga berakibat angka pendapatan penjualan dalam
laporan laba-rugi menjadi lebih rendah atau lebih tinggi dari jumlah yang seharusnya
2. Adanya kemungkinan klien menyajikan informasi pendapatan penjualan yang tidak
berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, sehingga dapat
mengakibatkan pemakain laporan keuangan salah dalam membuat keputusan
3. Kemungkinan klien mengubah prinsip akuntansi yang digunakan dalam menyajikan
angka pendapatan penjualan dan tidak memberikan pengungkapan mengenai akibat
perubahan penerapan prinsip tersebut terhadap angka hasil laba bersih, sehingga hal ini
dapat mengakibatkan tidak dapat diperbandingkannya laporan keuangan klien tahun yang
diaudit dengan laporan keuangan klien yang disajikan dalam tahun sebelumnya.
4. Kemungkinan klien melakukan pisah batas (cut off) transaksi penjualan tidak tepat
atau tidak konsisten dengan yang digunakan dalam tahun sebelumnya. Misalnya transaksi
penjualan tahun 20XX dicatat oleh klien sebagai pendapatan penjualan tahun 20XX.
Contoh lainnya adlaah dalam tahun yang diaudit, klien menggunakan tangga 24
Desember sebagai tanggal pisah batas (cutoff) untuk memisahkan transaksi penjualan
tahun yang diaudit dengan tahun yang akan datang, sedangkan dalam tahun sebelumnya
klien menggunakan tanggal 31 Desember sebagai tanggal pisah batas. Hal ini akan
berakibat terhadap terjadinya kesalahan penyajian angka pendapatan penjualan dalam
laporan laba-rugi.
5. Kemungkinan terjadinya kesalahan moneter dalam menyajikan angka pendapatan
penjualan karena terjadinya kesalahan pekerjaan klerikal (clerical works). Pengumpulan
informasi penjualan mencakup kegiatan menyalin informasi dari berbagai dokumen ke
dalam jurnal: kegiatan menjumlah, mengurangi, mengalikan dan membagi: kegiatan
meringkas informasi dalam jurnal dan memindahkan jumlahnya untuk di posting ke
dalam akun-akun buku besar: kegiatan menyajikan informasi dalam laporan keuangan.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan kegiatan klerikal. Dalam pengujian substantif,
auditor melakukan prosedur audit untuk menemukan kesalahan moneter sebagai akibat
dari kesalahan pekerjaan klerikal ini
6. Kemungkinan tidak cukupnya pengungkapan dari klien yang seharusnya dicantumkan
dalam laporan keuangan yang dapat mengakibatkan pemakai lapora keuangan salah
dalam mengambil keputusan. Misalnya klien mengajikan angka pendapatan penjualan
dalam tahun yang diaudit sebesar Rp. 500.000.000,-. Informasi tersebut misalnya
disajikan oleh klien dalam laporan laba-rugi tanpa pengungkapan lebih lanjut. Dari
pengujian subtantif misalnya auditor menemukan informasi bahwa 75 % dari jumlah
tersebut merupakan pendapatan penjualan klien dari transaksi penjualan produk kepada
anak perusahaannya. Karena sebagian besar angka pendapatan penjualan tersebut terjadi
dari transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (hubungan induk-
anak perusahaan), maka auditor harus mengusulkan kepada klien untuk menambahkan
pengungkapan (disclosure) mengenai informasi tersebut dalam laporan keuangan.
2. Penaksiran Resiko. Identifikasi entitas dan analisis terhadap resiko yang relefan unutk
mncapai tujuannya, membentuk suatu dasar unutuk menentukan bagaimana resiko harus
dikelola. Resiko dapt timbul/berubah karena keadaan berikut: perubahan dalam
lingkungan operasi; personel bru; system informasi yang baru/yang diperbaiki; teknologi
baru; lini produk, produk atau aktivitas baru; restrukturisasi korporasi; operasi luar
negeri; standar akuntansi baru.
4. Informasi dan Komunikasi. Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan
keuangan yang meliputi sistem akuntansi, terdiri dari metode dan catatan yang di bangun
untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melapokan transaksi entitas. Komunikasi
mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual
berkaitan dengan pengendalian intern terhadap pelaporan keuangan. Auditor harus
memperoleh pengetahuan memadai tantang sistem informasi yang relefan dengan
pelaporan keuangan untuk memahami:
Golongan transaksi dalam operasi entitas yang signifikan bagi LK
Bagaimana transaksi tersebut dimulai
Catatan akuntansi, informasi pendukung, dan akun tertentu dalam LK yang tercakup
dalam pengolahan dan pelaporan transaksi.
Pengolahan akuntansi yang dicakup sejak saat transaksi dimulai sampai dengan
dimasukan kedalam LK termasuk alat elektronik yang digunakan untuk mengirim,
memproses, memelihara dan mengakses informasi