Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 1

AKUNTANSI SYARIAH

Nama : Hardini Putri

NRP : 154020192

Kelas : 15 AKD

1. Akuntansi Syariah di Indonesia

Perkembangan akuntansi syariah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari proses


pendirian Bank Syariah. Tahun 1992 merupakan tahun yang bersejarah bagi ekonomi
syariah dengan ditandai berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang menjadi
landasan awal diterapkannya ajaran Islam menjadi pedoman bermuamalah. Pendirian ini
dimulai dengan serangkaian proses perjuangan sekelompok masyarakat dan para pemikir
Islam dalam upaya mengajak masyarakat Indonesia bermuamalah yang sesuai dengan
ajaran agama. Kelompok ini diprakarsai oleh beberapa orang tokoh Islam, Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), serta Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Setelah didirikannya bank syariah, terdapat keganjilan ketika bank membuat
laporan keuangan. Dimana pada waktu itu proses akuntansi belum mengacu pada
akuntansi yang dilandasi syariah Islam. Maka selanjutnya munculah kebutuhan akan
akuntansi syariah Islam. Dan dalam proses kemunculannya tersebut juga mengalami
proses panjang.
Berdirinya bank syariah tentunya membutuhkan seperangkat aturan yang tidak
terpisahkan, antara lain peraturan perbankan, kebutuhan pengawasan, auditing, kebutuhan
pemahaman terhadap produk-produk syariah dan Iain-Iain. Dengan demikian banyak
peneliti yang meyakini bahwa kemunculan kebutuhan, pengembangan teori dan praktik
akuntansi syariah adalah karena berdirinya bank syariah. Pendirian bank syariah adalah
merupakan salah satu bentuk implementasi ekonomi Islam.
Dengan demikian, berdasarkan data dokumen, dapat diinterpretasikan bahwa
keberadaan sejarah pemikiran tentang akuntansi syariah adalah setelah adanya standar

Akuntansi Syariah 1
akuntansi perbankan syariah, setelah terbentuknya pemahaman yang lebih konkrit tentang
apa dan bagaimana akuntansi syariah, dan terbentuknya lembaga-lembaga yang
berkonsentrasi pada akuntansi syariah. jadi secara historis, sejak tahun 2002 barulah
muncul ide pemikiran dan keberadaan akuntansi syariah, baik secara pengetahuan umum
maupun secara teknis. Sebagai catatan, IAI baru membentuk Komite Akuntansi Syariah
di Indonesia.
2.1 Paradigma Transaksi Syariah

Transaksi syariah yang dimaksud adalah transaksi yang dilakukan berdasarkan


prinsip syariah. Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam
semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan
hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material
dan spiritual (al falah).

Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki


akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai
parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Paradigma ini akan
membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good
governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik.

Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat


manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi
vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horisontal dengan sesama mahluk. Prinsip
syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat
secara hukum bagi semua pelaku dan pemangku kepentingan (stakeholder) entitas yang
melakukan transaksi syariah. Akhlak merupakan norma dan etika yang berisi nilai-nilai
moral dalam interaksi sesama mahluk agar hubungan tersebut menjadi saling
menguntungkan, sinergis dan harmonis.

2.2 Karakteristik Transaksi Syariah

Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah
harus memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut:

Akuntansi Syariah 2
1. transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
2. prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang obyeknya halal dan baik (thayib)
3. uang hanya berfungsi sabagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai
komoditas
4. tidak mengandung unsur riba
5. tidak mengandung unsur kezaliman
6. tidak mengandung unsur maysir
7. tidak mengandung unsur gharar
8. tidak mengandung unsur haram
9. tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan
yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan
usaha terebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without
accompanying risk)
10. transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk
keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan
menggunakan standar ganda untuk satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi
bersamaan yang berkaitan (taalluq) dalam satu akad
11. tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa
penawaran
12. tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah).

Transaksi syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat komersial maupun
aktivitas sosial yang bersifat nonkomersial. Transaksi syariah komersial dilakukan antara lain
berupa:
1. investasi untuk mendapatkan bagi hasil
2. jual beli barang untuk mendapatkan laba
3. pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan.

Sedangkan transaksi syariah non komersial dilakukan antara lain berupa:


1. pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh)
2. penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah

2.3 Cakupan Akuntansi Perbankan Syariah

Cakupan Akuntansi Perbankan Syariah adalah sebagai berikut :


1. Diterapkan untuk Bank Umum syariah, BPR Syariah, kantor cabang syariah bank
konvensional yang beroperasi di Indonesia

Akuntansi Syariah 3
2. Hal-hal umum yang tidak diatur dapat mengacu pada PSAK dan atau prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan syariah
3. Bukan pengaturan penyajian laporan keuangan permintaan khusus (statutory) pemerintah,
lembaga pengawas independen dan Bank Indonesia.
2.4 Alasan PSAK 59 Harus di Revisi

Terhitung sejak 1992-2002 atau 10 tahun lembaga keuangan baik bank syariah
maupun entitas syariah yang lain tidak memiliki PSAK khusus yang mengatur transaksi dan
kegiatan berbasis syariah. PSAK 59 sebagai produk pertama Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) untuk entitas syariah dan merupakan
awal dari pengakuan dan eksistensi keberadaan akuntansi syariah di Indonesia. PSAK 59
Akuntansi Perbankan Syariah dan kerangka dasar penyusunan laporan keuangan Bank
Syariah ini disahkan tanggal 1 Mei 2002 dan yang resmi berlaku mulai 1 Januari 2003.
Adapun Kronologis Penyusunan PSAK Perbankan Syariah di jelaskan oleh yanto (2003)
sebagai berikut:
1. Januari Juli 1999, masyarakat mulai memberi usulan mengenai standar akuntansi untuk
bank syariah.
2. Juli 1999, usulan masuk agenda dewan konsultan SAK.
3. Agustus 1999, dibentuk tim penyusunan pernyataan SAK bank syariah.
4. Desember 2000, Tim penyusunan menyelesaikan konsep exposure draf.
5. 1 Juli 2001, exposure draft disahkan mengenai kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
6. 1 Mei 2002, pengesahan kerangka dasar penyusunan dan penyusunan dan pengajian
laporan keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
7. 1 Januari 2003, mulai berlaku krangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan
bank syariah dan PSAK Akuntansi Syariah.[1]
PSAK 59 dikhususkan untuk kegiatan transaksi syariah hanya di sektor perbankan
syariah, ini sangat ironis karena ketika itu sudah mulai menjamur entitas syariah selain dari
perbankan syariah, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah. Maka
seiring tuntutan akan kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang lain makaKomite
Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan (KAS DSAK)menerbitkan
enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruhlembaga keuangan
syariah (LKS) yang disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2008
atau pembukuan tahun yang berakhir tahun 2008. Ke- enam PSAK itu adalah:

Akuntansi Syariah 4
1. PSAK No 101 : Penyajian laporan keuangan syariah.
2. PSAK No 102 : Akuntansi Murabahah (Jual beli),
3. PSAK No 103 : Akuntansi Salam.
4. PSAK No 104 : Akuntansi Isthisn.
5. PSAK No 105 : Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil).
6. PSAK No 106 :Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).
Keenam PSAK merupakan standar akuntansi yang mengatur seluruh transaksi
keuangan syariah dari berbagai LKS. Dalam penyusunaan keenam PSAK, KAS DSAK
mendasarkan pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank
Indonesia. Selain itu, penyusunan keenam PSAK juga mendasarkan pada sejumlah fatwa
akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN MUI).
2.5 Persamaan dan Perbedaan Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional
Adapun persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi konvensional
terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan
keuangan
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost
(biaya)
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok
Pikiran Akuntansi Islam, antara lain terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga
untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan
modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep
penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok
dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup
perusahaan yang kontinuitas
2. Modal dalam konsep Akuntansi Konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal
tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep

Akuntansi Syariah 5
Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa
barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama
kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk
pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung
semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat
mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan
nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan
untuk kemungkinan bahaya dan resiko
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal
pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam
dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal
pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari
sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-
tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak
boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-
beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya
perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang
belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba
tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.

Akuntansi Syariah 6

Anda mungkin juga menyukai