Anda di halaman 1dari 21

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kehamilan


1. Definisi Kehamilan
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin
mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan
(Fatimah, 2011). Seorang wanita baru dapat dipastikan hamil jika
pemeriksaan telah melihat tanda pasti hamil. Penentuan kadar HCG
(Human Chorionic Gonadotropin) di dalam urine merupakan petunjuk
adanya kehamilan. Uji terhadap urine cukup peka untuk menentukan
kadar HCG yang ditemukan 4 minggu sesudah HPHT (Hari Pertama
Haid terakhir), atau sekitar 2 minggu setelah pembuahan. (Arisman,
2010)

Kehamilan yang normal akan berlangsung selama 38-40 minggu. Jika


dihitung dengan ukuran hari, kehamilan akan berakhir sesudah 266
hari atau 38 minggu pasca ovulasi, atau kira-kira 40 minggu dari akhir
hari pertama haid terakhir, atau 9,5 bulan dalam hitungan kalender
(Arisman, 2010)
Kehamilan dibagi atas 3 trimester:
1) Kehamilan trimester I antara 0 12 minggu
2) Kehamilan trimester II antara 12 28 minggu.
3) Kehamilan trimester III antara 28 40 minggu

2. Keadaan Ibu Hamil Yang terjadi Selama Hamil


a. Ngidam
Ngidam diartikan sebagai keinginan yang berlebihan terhadap jenis
makanan tertentu (bahkan ada yang ngidam bukan makanan,
misalkan menggigit telinga orang atau memperoleh makanan
tertentu dengan cara mencuri). Banyak orang yakin kalau hal ini
muncul akibat desakan janin. Kondisi ini tidak jarang
menyebabkan orang mengonsumsi makanan dalam jumlah
berlebihan, sehingga pertambahan berat terlalu banyak (Arisman,
2010)

7
8

b. Pegal Linu dan Kaku


Pegal linu, biasa terjadi pada malam hari, diakibatkan oleh
pertmbuhan janin sekaligus perubahan hormonal. Perut yang
terdorong ke depan (terutama jika kehamilan sudah besar),
memindahkan titik gravitasi. Keadaan ini juga dimungkinkan
karena kadar kalsium serum rendah sementara fosfat tinggi
sehingga system neuromuscular mdah terangsang. Gangguan dapat
diredakan dengan banyak beristirahat, memakai sepatu bertumit
rendah dan menjaga postur tubuh dengan baik (Arisman, 2010).

c. Nyeri Ulu Hati


Nyeri ulu hati berkaitan dengan perubahan hormonal
(progesterone) dan pertumbuhan janin. Ketidakseimbangan
hormon mengurangi motilitas lambung dan kontraksi sfingter, di
samping penekanan lambung oleh janin. Ketiga kondisi ini
mempermudah regurgitasi cairan lambung ke dalam esophagus
gaster. Rasa nyeri biasanya timbul sesudah makan, terutama pada
trisemester terakhir (Arisman, 2010).

d. Mual dan Muntah


Rasa mual, dikenal sebagai morning sickness karena gejala ini
timbul ketika bangun tidur, terjadi karena kadar progesterone di
awal kehamilan meningkat sementara kadar gula darah dan
pergerakan usus menurun. Penurunan kadar gula darah terjadi lebih
cepat selama hamil karena ibu juga member makan janin (hanya ini
yang dapat diawasi). Kadang kala keadaan ini berlanjut menjadi
hiperemesis, yaitu muntah yang hebat, dan berlangsung terus-
menerus. Jika terjadi hiperemesis, kekurangan cairan dan
elektronik harus dikoreksi secara progresif. (Arisman, 2010).

3. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil


Kehamilan merupakan proses normal dan alamiah pada wanita dimana
dalam masa kehamilan terjadi perubahan fisiologi yang menjadi
perubahan fisik, psikologis dan sosial. (Dampang, 2014).
9

Gizi ibu hamil mempengaruhi pertumbuhan janin. Perubahan fisiologi


pada ibu mempunyai dampak besar terhadap diet ibu dan kebutuhan
gizi, karena selama kehamilan, ibu harus memenuhi kebutuhan janin
yang sangat pesat, agar keluaran kehamilannya berhasil baik dan
sempurna. (Albugis, 2008).

Tujuan penataan gizi pada ibu hamil adalah menyiapkan:


a. cukup kalori, protein yang tinggi, vitamin, mineral, dan cairan
untuk memenuhi kebutuhan zat gizi ibu, janin, serta plasenta.
b. makanan padat kalori dapat membentuk lebih banyak jaringan
tubuh bukan lemak.
c. cukup kalori dan zat gizi untuk memenuhi pertambahan berat baku
selama hamil.
d. perencanaan perawatan gizi yang memungkinkan ibu hamil untuk
memperoleh dan mempertahankan status gizi optimal sehingga
dapat menjalani kehamilan dengan aman dan berhasil, melahirkan
bayi dengan potensi fisik dan mental yang baik, dan memperoleh
cukup energi untuk menyusui serta merawat bayi kelak.
e. perawatan gizi yang dapat mengurangi atau menghilangkan reaksi
yang tidak diinginkan, seperti mual dan muntah.
f. perawatan gizi yang dapat membantu pengobatan penyulit yang
terjadi selama kehamilan (diabetes kehamilan).
g. mendorong ibu hamil sepanjang waktu untuk mengembangkan
kebiasaan makan yang baik yang dapat diajarkan kepada anaknya
selama hidup. (Arisman, 2010).

Perencanaan gizi untuk ibu hamil sebaiknya mengacu pada RDA.


Dibandingkan ibu yang tidak hamil, kebutuhan ibu hamil akan protein
meningkat sampai 68%, asam folat 100%, kalsium 50%, dan zat besi
200-300% (Arisman, 2010). Berikut adalah angka kecukupan gizi ibu
hamil.
10

Tabel 2.1
Kecukupan gizi yang dianjurkan / AKG ibu hamil

Zat Gizi Kebutuhan Wanita Kebutuhan Wanita Hamil


Tidak Hamil
Energi 1900 kal (19-24th) Trimester I + 180 kal
1800 kal (30-49th) Trimester II, III + 300 kal
Protein 50 g + 17 g
Vitamin A 500 mikrogram + 300 mikrogram RE
retinol ekivalen /RE
Vitamin D 5 mikrogram /hr -
Vitamin B1 0,5 mg/ 1000 kal + 0,4 mg
Niasin 14 mg + 4 mg
Vitamin B6 1,3 mg + 0,4 mg
Vitamin B12 2,4 mikrogram + 0,2 mikrogram
Asam Folat 400 mikrogram 200 mikrogram
Vitamin C IOM 75 mg/hari + 10 mg
Yodium/Y 150 mikrogram + 50 mikrogram
Zat Besi/Fe 26 mg Trimester II + 9,0 mg
Trimester III + 13,0 mg
Seng/Zn 9mg Trimester I + 1,7 mg
Trimester II + 4,2 mg
Trimester III + 9,8 mg
Selenium/Se 30 mikrogram + 5 mikrogram
Kalsium/Ca 800 mg + 150 mg
Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (2004) dalam Dampang (2014)

B. Tinjauan Umum Tentang Anemia


1. Pengertian Anemia
Anemia lebih dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah.
Penyakit kurang darah. Penyakit ini rentan dialami pada semua siklus
kehidupan (balita, remaja, dewasa, bumil, busui dan manula).
(Kesumasari, 2012)

Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana rendahnya


konsentrasi hemoglobin atau hematokrit berdasarkan nilai ambang
batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah
merah dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau
kehilangan darah yang berlebihan. (Kesumasari, 2012).
11

2. Jenis-jenis Anemia
Ada dua tipe anemia yang dikenal selama ini, yaitu anemia gizi dan
anemia non-gizi (Kesumasari, 2012)
a. Anemia Gizi
1) Anemia gizi besi
Kekurangan pasokan zat gizi besi (Fe) yang merupakan inti
molekul hemoglobin sebagai unsur utama sel darah merah.
Akibat anemia gizi besi terjadi pengecilan ukuran hemoglobin,
kandungan hemoglobin rendah, serta pengurangan jumlah sel
darah merah. Anemia zat besi biasanya ditandai dengan
menurunnya kadar Hb total dibawah nilai normal (hipokromia)
dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal
(mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan mengganggu
metabolisme energi yang dapat menurunkan produktivitas.

Serum feritin merupakan petunjuk kadar cadangan besi dalam


tubuh. Pemeriksaan kadar serum feritin sudah rutin dikerjakan
untuk menentukan diagnosis defisiensi besi, karena terbukti
bahwa kadar serum feritin sebagai indikator paling dini
menurun pada keadaan bila cadangan besi menurun. Dalam
keadaan infeksi kadarnya dipengaruhi, sehingga dapat
mengganggu interpritas keadaan sesungguhnya.

Pemeriksaan kadar serum feritin terbukti sebagai indikator


paling dini, yaitu menurun pada keadaan cadangan besi
menurun. Pemeriksaannya dapat dilakukan dengan metode
immnoradiometric assay (IRMA) dan enzyme linked
immnosorbent assay (ELISA). Ambang batas atau cut off kadar
feritin sangat bervariasi bergantung metode cara memeriksa
yang digunakan atau ketentuan hasil penelitian di suatu wilayah
tertentu.
12

Tabel 2.2
Nilai Normal Serum Feritin

Umur Ng/ml
Bayi baru lahir 25 200
1 bulan 200 600
2 5 bulan 50 200
6 bulan 15 tahun 7 140
Laki-laki dewasa 15 200
Perempuan dewasa 12 150
Sumber : Hidayanti, 2014

Anemia gizi besi terjadi melalui beberapa tingkatan, yaitu:


a) Tingkatan pertama disebut Anemia kurang besi laten
merupakan keadaan dimana banyaknya cadangan zat besi
berkurang di bawah normal, namun besi di dalam sel darah
dan jaringan masih tetap normal.

b) Tingkatan kedua disebut Anemia kurang besi dini


merupakan keadaan di mana penurunan besi cadangan
terus berlangsung sampai habis atau hampir habis, tetapi
besi dalam sel darah merah dan jaringan masih tetap
normal.

c) Tingkatan ketiga disebut Anemia kurang besi lanjut


merupakan perkembangan lebih lanjut dari anemia kurang
besi dini, di mana besi di dalam sel darah merah sudah
mengalami penurunan, tetapi besi di dalam jaringan tetap
normal.

d) Tingkatan keempat disebut kurang besi dalam jaringan


yang terjadi setelah besi dalam jaringan yang berkurang.

2) Anemia gizi vitamin E


Anemia defisiensi vitamin E dapat mengakibatkan integritas
dinding sel merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga
sangat sensitif terhadap hemolisis (pecahnya sel darah merah).
13

Karena vitamin E adalah faktor esensial bagi integritas sel


darah merah.

3) Anemia gizi asam folat


Anemia gizi asam folat disebut juga anemia megaloblastik atau
makrositik; dalam hal ini keadaan sel darah merah penderita
tidak normal dengan ciri-ciri bentuknya lebih besar, jumlahnya
sedikit dan belum matang. Asam folat diperlukan untuk proses
pematangan sel darah merah dalam sumsum tulang.

4) Anemia gizi vitamin B12


Anemia ini juga disebut pernicious, keadaan dan gejalanya
mirip dengan anemia gizi asam folat. Anemia jenis ini disertai
gangguan pada sistem alat pencernaan bagian dalam. Pada jenis
kronis bisa merusak sel-sel otak dan asam lemak menjadi tidak
normal serta posisinya pada dinding sel jaringan syaraf
berubah. Dikhwatirkan penderita akan mengalami gangguan
kejiwaan.

5) Anemia gizi vitamin B6


Anemia ini juga disebut siderotic. Keadaannya mirip dengan
anemia zat gizi besi, namun bila darahnya di uji secara
laboratories, serum besinya normal. Kekurangan vitamin B6
akan mengganggu sintesis (pembentukan).

b. Anemia Non gizi


Anemia non-gizi seperti anemia sel sabit dan talasemia, yang
disebabkan oleh kelainan genetik.

1) Anemia Sel Sabit


Penyakit sel sabit adalah suatu penyakit keturunan yang
ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit, kaku,
dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah
merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang
14

bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen


didalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit.

2) Talasemia
Merupakan penyakit keturunan (genetik) dimana terjadi
kelainan darah (gangguan pembentukan sel darah merah). Sel
darah merah sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen yang
diperlukan oleh tubuh kita.

3) Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu kelainan yang ditandai oleh
pansitopenia pada darah tepi dan penurunan selularitas sumsum
tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi
tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu
keadaan dimana terjadi kekurangan jumlah sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit.

3. Gejala dan Tanda Anemia Defisiensi Besi


Gejala yang paling umum ialah pucat, yang mudah dilihat pada wajah
penderita. Gejala ini akan tampak lebih jenis lagi pada selaput lendir,
yang mudah dilihat pada mulut dan bagian dalam kelopak mata.
Selain itu, gejala umum yang selalu ditemukan pada berbagai jenis
anemia ialah mudah lelah, kurang nafsu makan, kurang energi, sakit
kepala, konsentrasi menurun, dan kuku tampak pucat.
Tanda-tanda anemia klasik:
a. Peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha
memberi oksigen lebih banyak ke jaringan.
b. Peningkatan kecepatan pernafasan karena tubuh berusaha
menyediakan lebih banyak oksigen kepada darah.
c. Pusing, akibat berkurangnya darah ke otak.
d. Terasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ
termasuk otot jantung dan rangka.
e. Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi.
15

f. Mual akibat menurunnya aliran darah saluran cerna dan susunan


saraf pusat.
g. Penurunan kualitas rambut dan kulit.

C. Tinjauan Umum tentang Hemoglobin


Dalam sel darah merah hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen
(O2). Dengan banyaknya oksigen yang dapat diikat dan dibawa oleh
darah, dan adanya Hb dalam sel darah merah, pasokan oksigen ke
berbagai tempat di seluruh tubuh, bahkan yang paling terpencil dan
terisolasi sekalipun akan tercapai (Sadikin, 2002 dalam Hidayanti, 2014)

Sel-sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam


cairan sel sampai sekitar 34 gm/dl sel. Konsentrasi ini tidak pernah
meningkat lebih dari nilai tersebut, karena ini merupakan batas metabolic
dari mekanisme pembentukan hemoglobin sel. Selanjutnya pada orang
normal, persentase hemoglobin hampir selalu mendekati maksimum
dalam setiap sel. Namun bila pembentukan hemoglobin dalam sumsum
tulang berkurang, maka persentase hemoglobin dalam darah merah juga
menurun karena hemoglobin untuk mengisi sel kurang (Guyton, 1997
dalam Dampang, 2014).

1. Batas Normal Terendah Nilai Hemoglobin


Batasan kadar Hb untuk menentukan seseorang menderita anemia atau
tidak bagi orang dewasa berbeda dengan anak-anak dan juga berbeda
bagi wanita hamil dan tidak hamil, karena itu WHO (1997) dalam
Kesumasari (2012) telah menetapkan batasan nilai kadar Hb yang
diajurkan untuk digunakan sebagai standar internasional
16

Tabel 2.3
Batasan Nilai Kadar Hb
Kelompok umur/ Jenis Konsentrasi Hematokrit (< %)
kelamin Hemoglobin (< g/dl)
6 bulan 5 tahun 11,0 33
5 11 tahun 11,5 34
12 13 tahun 12,0 36
Wanita 12,0 36
Ibu hamil 11,0 33
Laki-laki 13,0 39
Sumber : Kesumasari, 2012

2. Struktur dan Pembentukan Hemoglobin


Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan
porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan
situs/lokasi ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut
heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin,
globin sebagai istilah generik untuk protein globular. Ada beberapa
protein mengandung heme, dan hemoglobin adalah yang paling
dikenal dan paling banyak dipelajari (Zarianis, 2006).

Pembentukan sel darah merah berasal dari eritroblast disumsum


tulang, produksi sel darah merah diperlukan:
a. Besi untuk metabolisme hemoglobin, mioglobin, dan sitokrom
b. Asam folat untuk metabolisme purin/pirimidin
c. Vitamin B12 untuk daur ulang koenzimfolat dan
d. Vitamin C sebagai antioksidan dan untuk mengoptimalkan
absorpsi besi (Zarianis, 2006).

Hemoglobin terdiri dari protoporfirin, globin, dan besi protoporfirin


dibentuk di sekitar mitokondria. Globin dibentuk di sekitar ribosom,
dan besi berasal dari transferin. Pada permukaan sel darah merah
berinti terdapat reseptor transferin. Gangguan pengikatan besiuntuk
membentuk hemoglobin berakibat terbentuknya eritrosit dengan
sitoplasma yang kecil/mikrositer dan kurang mengandung
hemoglobin/hipokromasia. Peristiwa ini terjadi saat kadar besi dalam
17

darah rendah dan rendahnya transferin dalam darah. Sel darah merah
berinti maupun retikulosit hanya memiliki reseptor transferin bukan
reseptorbesi. Besi elemental adalah besi yang dapat terikat oleh
transferin untuk membentuk 1 ml packed red cells diperlukan 1 mg
besi elemental (Zarianis, 2006).

3. Fungsi Hemoglobin
Dalam sel darah merah hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen
(O2). Dengan banyaknya oksigen yang dapat diikat dan dibawa oleh
darah, maka pasokan oksigen dapat diedarkan ke seluruh tubuh,
bahkan yang paling terpencil dan terisolasi sekalipun akan terjamin.
akibatnya, berbagai sel dalam tubuh dapat bekerja melakukan
fungsinya dengan energi yang cukup (Sadikin, 2002 dalam Hidayanti,
2014).

Fungsi dari haemoglobin adalah pengangkutan O2 dari organ respirasi


kejaringan perifer dan pengangkutan CO2 berbagai proton dari
jaringan perifer ke organ respirasi untuk selanjutnya diekskresikan
keluar (Damanik, 2009).

D. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,
dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatian
dan presepsi terhadap objek.

Sebagian besar pengetahuan sseorang diperoleh melalui indera


pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang
berbeda-beda. Pengetahuan secara garis besar terbagi dalam tingkat
pengetahuan yaitu:
18

1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (comprehension)
Memahami sesuatu bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui.
5. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemapuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. (Notoadmodjo,
2007)

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menstimulasi atau


merangsang terhadap terwujudnya sebuah perilaku kesehatan. Apabila ibu
hamil mengetahui dan memahami akibat anemia dan cara mencegah
anemia maka akan mempunyai perilaku kesehatan yang baik dengan
harapan dapat terhindar dari berbagai akibat atau risiko dari terjadinya
anemia kehamilan. Perilaku kesehatan yang demikian berpengaruh
terhadap penurunan kejadian anemia pada ibu hamil (Lindung, 2013).
19

E. Pola Konsumsi Tablet Fe


Tablet tambah darah adalah suplemen yang mengandung zat besi dan
asam folat. Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel
darah merah (Hemoglobin). (Damanik, 2009)

Tablet Fe merupakan suatu sediaan farmasi yang berbentuk tablet


mengandung zat besi (ferro), yang disediakan oleh pemerintah,
diutamakan diberikan kepada sasaran yaitu masyarakat berpenghasilan
rendah. Pengadaan besi dalam bentuk tablet dan sirup dapat dilaksanakan
oleh pemerintah dan pihak swasta atau masyarakat. Dewasa ini tidak
seluruh pengadaan dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam hal ini
pemerintah melalu jalur kesehatan hanya menyediakan 50% kebutuhan
tablet besi untuk ibu hamil dan sekitar 25% kebutuhan sirup besi secara
swadaya. (Kesumasari, 2012).

Suplementasi zat besi secara oral merupakan salah satu cara


penanggulangan langsug anemia gizi besi dalam suatu penduduk di
samping fortifikasi bahan makanan. Pemerintah khususnya Depkes sudah
sejak tahun 1970 melalui program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga
(UPGK) telah mendistribusikan tablet besi sumbangan UNICEF, dimana
1 tablet berisi 200 mg ferrosilfat dan 0,25 mg asam folat. Pemberian tablet
diutamakan pada kehamilan trimester III dengan dosis 1 tablet/hari.
(Damanik, 2009).

Penelitian Elsi (2012), menunjukkan adanya hubungan antara kepatuhan


konsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Kepatuhan
dalam mengkonsumsi tablet besi adalah ketaatan ibu hamil melaksanakan
anjuran petugas kesehatan untuk mengkonsumsi tablet zat besi.
Kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi di ukur dari ketepatan jumlah
tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet zat besi,
frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe
merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi
anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi
merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam
20

folat yang dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat.


Ketidakpatuhan ibu hamil meminum tablet zat besi dapat memiliki
peluang yang lebih besar untuk terkena anemia.

Salah satu program KIA oleh Depkes RI adalah Antenatal care (ANC).
Terdapat 10 T dalam pemeriksaan ANC di Puskesmas, yang salah satunya
adalah pemberian tablet besi minimal 90 tablet selama kehamilan, yang
merupakan upaya penting dalam pencegahan dan penanggulangan
anemia. Akan tetapi dalam kenyataannya, tidak semua ibu hamil yang
mendapatkan tablet Fe meminumnya secara rutin, hal ini bisa disebabkan
oleh faktor ketidaktahuan tentang pentingnya tablet Fe selama kehamilan.
Bisa juga diakibatkan suplemen oral zat besi dapat menyebabkan mual,
muntah, kram lambung, nyeri ulu hati, dan konstipasi. Namun derajat
mual yang ditimbulkan oleh setiap preparat tergantung pada jumlah
elemen zat besi yang diserap. Takaran zat besi diatas 60 mg dapat
menimbulkan efek samping yang tidak bisa diterima pada ibu hamil
sehingga terjadi ketidakpatuhan dalam pemakaian obat. (Arifin, 2008)

F. Pola Konsumsi Makan


Upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulangan anemia gizi besi pada
ibu hamil dengan memperhatikan pola konsumsi ibu hamil yang harus
tetap mengacu pada pola makan sehat dan seimbang yang terdapat dalam
pesan umum gizi seimbang (PUGS). Pengaturan makan pada ibu hamil
bukan pada jumlah atau kuantitas melainkan pada kualitas atau komposisi
zat-zat gizi, sebab faktor ini lebih efektif dan fungsional untuk kesehatan
ibu dan janinnya. Misalnya untuk meningkatkan konsumsi bahan
makanan tinggi besi seperti susu, daging, dan sayuran hijau (Fanny,
2009).
1. Zat Besi
a. Defenisi zat besi
Zat besi adalah salah satu mineral mikro yang penting dalam
proses pembentukan sel darah merah. Secara alamiah zat besi
diperoleh dari makanan. Kekurangan zat besi dalam menu
21

makanan sehari-hari dapat menimbulkan penyakit anemia gizi atau


yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang darah
(Kesumasari, 2012).

b. Absorpsi zat besi


Penyerapan zat besi terjadi dalam lambung dan usus bagian atas
yang masih bersuasana asam, banyaknya zat besi dalam makanan
dapat dimanfaatkan oleh tubuh tergantung pada tingkat
absorpsinya. Tingkat absorpsi zat besi dapat dipengaruhi oleh pola
menu makanan atau jenis makanan yang menjadi; sumber zat besi.
Misalnya zat besi yang berasal dari; bahan makanan hewani dapat
diabsorpsi sebanyak 20 30% sedangkan zat besi yang berasal
dari bahan makanan tumbuh-tumbuhan hanya sekitar 5%
(Kesumasari, 2012).

Zat besi diserap dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui
proses yang kompleks. Proses ini meliputi tahap-tahap utama
sebagai berikut (Wahyuni, 2006):
1) Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk
Fe3+ atau Fe2+ mula mula mengalami proses pencernaan.
2) Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian
diikat oleh gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+ .
3) Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ selanjutnya
berikatan dengan apoferitin yang kemudian ditransformasi
menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.
4) Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan
dengan transferitin. Transferitin mengangkut Fe2+ ke dalam
sumsum tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin. Besi
dalam plasma ada dalam keseimbangan.

Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi


di dalam tubuh (hati, sumsum tulang, limpa, sistem
retikuloendotelial), kemudian dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini
bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin yang kemudian
22

disimpan, besi yang terdapat pada plasma seimbang dengan


bentuk yang disimpan.

c. Simpanan zat besi


Zat besi disimpan dalam bentuk feritin atau hemosiderin yang
terutama terdapat dalam hati, sel-sel retikuloendotel, dan sumsum
tulang. Didalam hati, zat besi disimpan dalam sel-sel parenkim
atau hepatosit, sementara dlaam sumsum tulang dan limpa, zat
besi disimpan dalam sel-sel retikuloendotel. Simpanan zat besi,
terutama berfungsi sebareservoir zat besi untuk memasok
kebutuhan sel bagi keperluan produksi hemoglobin. Penting
diperhatikan bahwa zat besi yang terikat dengan feritin lebih
mudah dimobilisasi daripada zat besi yang terikat dengan
hemosiderin. (Kesumasari, 2012)

d. Fungsi zat besi


Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu
sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh,
sebagai alat angkut electron didalam sel, dan sebagai bagian
terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh.
(Sulistioningtyas, 2007).

Rata-rata kadar besi dalam tubuh sekitar 3-4 gr. Sebagian besar (
2 gr) terdapat dalam bentuk hemoglobin da sebagian kecil ( 130
mg) dalam bentuk mioglobin. Simpanan besi dalam tubuh
terutama terdapat dalam hati dalam bentuk feritin dann
hemosiderin. Dalam plasma, transferin mengangkut 3 mg besi
untuk dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis dan mencapai
24 mg per hari. Sistem retikuloendoplasma akan mendegradasi
besi dari eritrosit untuk dibawa kembali ke sumsum tulang untuk
eritropoesis. (Sulistioningtyas, 2007).

Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel


darah merah (hemoglobin). Selain itu, mineral ini juga berperan
23

sebagai komponen untuk membentuk mioglobin (protein yang


membawa oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat di
tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Zat
besi juga berfungsi dalam system pertahanan tubuh.
(Sulistioningtyas, 2007).

e. Penyebab kehilangan zat besi


Kehilangan zat besi pada orang sehat terutama terjadi melalui
feses (0,6 mg/hari), getah empedu, serta sel-sel mukosa usus yang
mengalami deskuamsi (hilangnya lapisan tipis), dan sedikit
melalui darah. Kehilangan zat besi melalui urine hanya sedikit.
(Kesumasari, 2012)

Disamping kehilangan basal, wanita dalam usia reproduktif akan


mengalami kehilangan zat besi ketika menstruasi. Kehilangan rata-
rata darah pada saat menstruasi adalah sekitar 30 ml/hari yang
sama dengan kebutuhan tambahan 0,5 mg/hari zat besi perhari.
Kehilangan darah setiap hari dihitung dari kandungan zat besi
dalam darah yang hilang selama menstruasi periode satu bulan.
(Kesumasari, 2012)

Di negara tropis, infeksi cacing tambang merupakan penyebab


utama kehilangan darah melalui saluran cerna yang turut
menimbulkn defisiensi besi pada anak yang lebih besar dan orang
dewasa. Di negara maju, penggunaan obat seperti aspirin dalam
waktu lama, tumor, dan ulkus yang menimbulkan pendarahan
merupakan penyebab kehilangan zat besi pada orang dewasa.
(Kesumasari, 2012)

Ekstra zat besi diperlukan pada kehamilan, kebutuhan zat besi


pada kehamilan dengan janin tunggal adalah (Hujriman, 2011) :
1) 200 600 mg untuk memenuhi peningkatan masa sel darah
merah.
24

2) 200 370 mg untuk janin yang bergantung pada berat


lahirnya.
3) 150 200 mg untuk kehamilan eksternal.
4) 30 170 mg untuk tali pusat dan plasenta.
5) 90 310 mg untuk mengantikan darah yang hilang saat
melahirkan.

Dengan demikian, kebutuhan total zat besi pada kehamilan


berkisar antara 580 - 1340 mg, dan 440 1050 mg diantarannya
akan hilang dalam tubuh pada saat melahirkan (hilman, 1996).
Untuk mengatasi kehilangan ini, ibu hamil memerlukan rata-rata
3,5 4 mg zat besi perhari. Kebutuhan ini akan meningkat secara
signifikan dalam trimester terakhir, yaitu dari rata-rata 2,5 mg/hari
pada awal kehamilan menjadi 6,6 mg/hari (Hujriman, 2011).

f. Sumber zat besi


Di alam ini terdapat dua macam sumber zat besi yaitu zat besi
yang berasal dari makanan dan zat besi eksogen. Zat besi yang
berasal dari makanan dibedakan atas zat besi yang berasal dari
hem dan non hem. Zat besi yang berasal dari hem merupakan
penyusun hemoglobin dan mioglobin. Zat besi hem ini terdapat
dalam daging, ikan, dan unggas. Zat besi dari hem terhitung
sebagai fraksi yang relatif kecil dari seluruh masukan zat besi,
biasannya kurang dari 1 1 mg/hari atau sekitar 10 15% dalam
makanan yang dikonsumsi di negara-negara industri (Kesumasari,
2012).

Sejauh ini, sumber yang terbaik untuk besi adalah hati, oysters
(tiram), shelfish (kerang-kerangan), daging kurang berlemak (lean
meat), hasil ternak, dan ikan sebagai pilihan kedua. Buncis kering
dan sayur-sayuran merupakan sumber yang baik yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Susu dan produknya sangat kurang
mengandung besi (Kesumasari, 2012)
25

Tabel 2.4 Nilai besi berbagai bahan makanan (mg/100gr)


Bahan makanan Nilai Fe
Tempe kacang kedelai murni 10,0
Kacang kedelai kering 6,7
Kacang hijau 5,0
Kacang merah 2,0
Kelapa tua, daging 8,0
Udang segar 6,6
Hati sapi 2,8
Daging sapi 2,8
Telur bebek 2,7
Telur ayam 2,0
Ikan segar 1,5
Ayam 2,8
Gula kelapa 2,7
Biskuit 2,4
Jagung kuning, pipil lama 1,5
Roti putih 0,7
Beras setengah giling 6,2
Kentang 3,9
Daun kacang panjang 2,9
Bayam 2,5
Sawi 2,0
Kangkung 0,5
Daun singkong 1,5
Sumber : Almatsier, 2010

2. Faktor faktor yang mempengaruhi penyerapan Fe


Penyerapan zat besi sangat dipengaruhi oleh kombinasi makanan yang
disantap pada waktu makan (Kesumasari, 2012). Faktor faktor dari
makanan:
a. Zat pemacu (enchancers) Fe
1) Vitamin C (asam askorbat) pada buah.
2) Asam malat dan tartrat pada sayuran : wortel, kentang, brokoli,
tomat, kobis, labu kuning.
3) Asam amino cystein pada daging sapi, kambing, ayam, hati,
ikan. Suatu hidangan yang mengandung salah satu atau lebih
dari jenis makanan tersebut akan membantu optimalisasi
penyerapan zat besi.
4) Protein hewani maupun protein nabati tidak meningkatkan
absorpsi tetapi bahan makanan yang disebut meat faktor seperti
26

daging,ikan dan ayam walaupun dalam jumlah yang sedikit


akan meningkatkan zat besi non hem yang berasal dari serealia
dan tumbuh-tumbuhan. Jadi apabila konsumsi makanan sehari-
hari tidak hadir bahan makanan tersebut diatas, maka absorpsi
zat besi dari makanan sangat rendah. Perlu diketahui bahwa
susu, keju dan telur tidak meningkatkan zat absorpsi zat besi
(Kesumasari, 2012).

b. Zat penghambat (inhibitors) Fe seperti tianin


1) Fitat pada dedak, katul, jagung, protein kedelai, susu coklat dan
kacang- kacangan.
2) Polifenol (termasuk tannin) pada teh, kopi, bayam,
kacangkacangan.
3) Zat kapur / kalsium pada susu, keju.
4) Phospat pada susu, keju

Menurut Heaper 1986 dalam Nadeak (2011) pola makan adalah cara
seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam memilih jenis dan
jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang atau
lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Pola makan
yang baik selama kehamilan dapat membantu tubuh mengatasi
permintaan khusus karena hamil, serta memiliki pengaruh positif pada
kesehatan bayi. Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
kebiasaan, kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi dan alam.
Sehingga faktor-faktor yang mengalami pola makan ibu hamil tersebut
berpengaruh pada status gizi ibu. (Prasetyono D.S, 2009).

Selama masa hamil atau menyusui ibu harus memperhatikan makanan


yang dikonsumsi. Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung
zat tenaga, zat pembangun, dan zat yang sesuai dengan kebutuhan gizi.
Makanan bergizi ini untuk memenuhi kebutuhan janin dan
meningkatkan produksi ASI. (Soetjiningsih, 2012).
27

Pemasukan makanan ibu hamil pada triwulan I sering mengalami


penurunan karena menurunnya nafsu makan dan sering timbul mual
atau muntah, tetapi makanan ini harus tetap diberikan seperti biasa.
Untuk mengatasi rasa mual dan muntah sebaiknya porsi makanan ibu
diberikan lebih sedikit dengan frekuensi pemberian lebih sering,
sedangkan pada triwulan II nafsu makan ibu biasanya sudah
meningkat. Kebutuhan akan zat tenaga lebih banyak dibandingkan
kebutuhan saat hamil muda, demikian juga kebutuhan zat pembangun
dan zat pengatur seperti lauk-pauk, sayuran, dan buah-buahan
berwarna. (Soetjiningsih, 2012).

Pada kehamilan triwulan III, janin mengalami pertumbuhan dan


perkembangan yang sangat pesat. Umumnya nafsu makan ibu sangat
baik, dan ibu sering merasa lapar. Pada masa ini hindari makan
berlebihan sehingga berat badan tidak naik terlalu banyak. Bahan
makanan yang banyak mengandung lemak dan hidrat arang seperti
yang manis-manis dan gorengan perlu dikurangi. Bahan makanan
sumber zat pembangun dan pengatur perlu diberikan lebih banyak
dibandingkan pada kehamilan triwulan II, karena selain untuk
pertumbuhan janin yang sangat pesat, juga diperlukan untuk ibu dalam
persiapan persalinan. (Manuaba, 2009).

Anda mungkin juga menyukai