Anda di halaman 1dari 6

Krisis Rohingya Sebagai Etnis Minoritas Di Myanmar, Terdiskriminasi dan

Tanpa Kewarganegaraan

Isu diskriminasi yang dirasakan oleh etnis Rohingya di Myanmar menjadi


perhatian di dunia internasional saat ini. Etnis Rohingya telah mengalami
diskriminasi sejak kemerdekaan Myanmar dan penderitaan etnis Rohingya
semakin buruk selama 21 tahun terakhir. Hal ini mendapat kecaman dari berbagai
negara salah satunya Indonesia. U.N. Spokeswoman pada tahun 2009
menggambarkan etnis Rohingya sebagai orang-orang tanpa kerabat di dunia.1

Selama bertahun-tahun etnis Rohingya harus dihadapi pada kenyataan


bahwa Pemerintah tidak mengakui keberadaan Rohingya sebagai bagian dari
warga negara Myanmar. Etnis Myanmar diisolasikan dari dunia luar, bahkan
penyerangan yang dilakukan oleh etnis lain tidak serta-merta menjadikan hak bagi
etnis Rohingya untuk dilindungi dan diperlakukan secara adil sebagai warga
negara.2 Pemerintah tetap menyatakan bahwa etnis Rohingya merupakan
pengungsi ilegal yang berasal dari Bangladesh. Hal ini tentunya tidak memberikan
kepastian hukum dan adanya ketidakadilan bagi etnis Rohingya. Dalam tulisan
ini, penulis akan memaparkan mengenai sejarah etnis Rohingya, awal mula isu
diskriminasi, dampak dari diskriminasi, kesimpulan dan penyelesaian yang dapat
diambil sebagai jalan keluar atas permasalahan diskriminasi pada etnis Rohingya
di Myanmar.

Rohingya merupakan salah satu etnis Muslim yang ada di Myanmar.


Myanmar (Burma) memiliki 135 macam ras yang ada dan setidaknya terdapat 8
etnis besar yang dapat diketahui. Etnis-etnis tersebut meliputi Burman, Shan,
Karen, Rakhine, Chinese, Indian, Mon dan lain-lainnya. Berdasarkan Rohingya
Briefing Report, Burman sebagai etnis terbesar memiliki persentase
kependudukan paling tinggi sebesar 68%.3 Sedangkan etnis lainnya memiliki

1
Adam Taylor, How Burmas Rohingya crisis went from bad to worse,
https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2017/09/06/how-burmas-rohingya-crisis-
went-from-bad-to-worse/?utm_term=.c6a969ae0f81 diakses pada 15 September 2017.
2
Ibid.
3
Warzone Initiatives, Rohingya Briefing Report, [s.l.:s.n.],2015. Hlm.4.
persentase sebesar 9% etnis Shan, 7% etnis Karen, 4% etnis Rakhine, 3% etnis
Chinese, 2% etnis Indian, 2% Mon dan 5% etnis-etnis lainnya (termasuk
Rohingya).4

Secara historis, keberadaan Islam di Myanmar tidak dapat dipisahkan dari


sejarah kerajaan Arakan. Istilah Arakan berasal dari Bahasa Arab atau Persia
yang diartikan sebagai pilar atau tiang yang menggambarkan lima rukun islam.
Di sisi lain, Arakan juga dapat dikatakan sebagai kedamaian.

` Pada tahun 1406 Masehi, terdapat kerajaan Islam yang berdiri di wilayah
Arakan yang bernama Dinnyawadi. Kerajaan ini didirikan oleh Raja Sulaiman
Shah Narameikhla. Kekuasaan kerajaan Dinnyawadi pun semakin berkembang
dan kuat. Arakan pernah mencapai kejayaannya sebagai suatu kerajaan yang
merdeka hingga tahun 1784. Faktor yang mendukung tercapainya kemerdekaan di
masa Kerajaan Arakan waktu itu adalah ketersediaan sumber daya alam, seperti
tanah di Kaladan dan Lemro yang subur, dan letak geografis yang cukup strategis
seperti daerah Ramree dan Cheduba yang dijadikan sebagai pelabuhan bagi kapal-
kapal besar.5 Atas dasar faktor ini, membuka peluang bagi penduduk Muslim dari
Bengal (Bangladesh) untuk berpindah ke wilayah Arakan tepatnya di Rakhine.6

Istilah Rohingya berasal dari kata Rohai atau Roshangee, yang ditujukan
untuk Muslim Arakan tua. Di lihat dari asal-usulnya orang Rohingya merupakan
keturunan Arab, Moor, Turki, Persia, Mogul, Patthan dan Bangalees
(Bangladesh). Pada akhir abad ke-19, terjadi ekspansi yang dilakukan oleh
kerajaan Inggris Raya di wilayah Arakan, yang mengakibatkan adanya kontrol
migrasi Muslim. Pada zaman kekuasaan Inggris Raya, populasi Muslim terus
didatangkan dari Bangladesh menuju Arakan dengan tujuan untuk dijadikan
petani. Pada tahun 1942, Myanmar terbagi dalam dua kendali negara besar, yaitu
Inggris Raya dan Jepang. Etnis Burman yang kala itu berada dalam kontrol

4
Ibid.
5
Ridwan Bustaman, Jejak Komunitas Muslim di Burma: Fakta Sejarah yang Terabaikan, Jurnal
Lektur Keagamaan 11 (2013). Hlm.319-321.
6
R.P. Firman Syarif Hidayatullah, Dampak Penerapan Undang-Undang Kewarganegaraan Burma
1982 terhadap Warga Muslim Rohingya Pada Masa Pemerintahan Ne Win (1962-1988) (Skripsi
Sarjana Universitas Jember, Jember, 2015). Hlm.27-31.
Jepang, berusaha melarikan diri menuju wilayah yang di kuasai Inggris Raya
salah satunya di daerah Arakan.7

Adanya peningkatan populasi antara etnis Burman yang masuk ke wilayah


Arakan dengan populasi etnis Rohingya menimbulkan pengelompokkan bagi
kedua etnis tersebut. Atas ekspansi yang terus dilakukan oleh Inggris Raya
mengakibatkan bertambahnya beragam etnis yang menimbulkan rasa kebencian
bagi etnis Burman terhadap etnis Rohingya. Kebencian itu timbul karena Inggris
Raya terus memberikan kekuasaan bagi etnis Rohingya untuk meningkatkan
ekonomi Myanmar Barat, namun di sisi lain menghambat kehidupan bagi etnis
Burman yang merupakan umat Budha. Pada tanggal 4 Januari 1948, Myanmar
menyatakan kemerdekaannya dari jajahan Inggris Raya. Kemudian pemimpin
militer yang bernama Ne Win dan Than Shwe menguasai Myanmar dari tahun
1962-2011.8

Atas kepemimpinan Ne Win dan Than Shwe menimbulkan beberapa


gerakan yaitu gerakan 969 dan gerakan 786 dimana gerakan ini dinamakan
berdasarkan angka keberuntungan yang disukai oleh Ne Win dan Than Shwe.
Gerakan ini merupakan dasar ideologi yang ditanamkan oleh Ashin Wirathu pada
tahun 1990-an. Gerakan ini mendorong nasionalis Buddha di Myanmar
menciptakan suatu konsep anti-Muslim dan teror oleh umat Buddha yang
fanatik. Pada tahun 1962 terjadi kudeta militer di Myanmar yang disertai dengan
pergantian sistem politik di bawah kendali militer dengan asosiasi bernama Burma
Socialist Programme Party (BSPP). BSPP mempersempit gerak Muslim sebagai
pihak oposisi dalam bidang politik dan melakukan perpecahan kesatuan
masyarakat muslim. Hal ini memicu etnis Rohingya membentuk Rohingya
National Liberation Army (RNLF).

Sejak tahun 1942, etnis Burma berusaha melakukan pengusiran terhadap


etnis Rohingya dari wilayah Arakan sebagai bentuk dari kebencian mereka
terhadap keberadaan etnis Rohingya. Etnis Burma yang melakukan pembunuhan
secara massal pada etnis Rohingya yang mengakibatkan delapan ribu Muslim
7
Myanmar: The Roots of Ethnic Conflict and Civil Unrest in Rakhine State
8
Peter A. Coclanis,Terror In Burma: Buddhist vs. Muslims , World Affairs 176 (Desember
2013), Hlm.25.
meninggal. Pada tahun 1978, menjadi sejarah menyakitkan bagi etnis Rohingya
atas terjadinya Operasi Raja Dragon.9 Pemerintah Myanmar mengeluarkan
kartu identitas bangsa tanpa melibatkan etnis Rohingya di dalamnya sebagai
warga negara Myanmar. Akan tetapi, Pemerintah Myanmar memberi tawaran
kepada etnis Rohingya untuk mendaftarkan kartu pendaftaran orang asing yang
pada kenyataannya etnis Rohingya telah ada sejak seribu tahun lalu di Myanmar.
Di tahun yang sama, terjadi kekerasan yang terjadi antara umat Budha oleh etnis
Rakhine dengan etnis Rohingya yang mengkaibatkan 78 orang tewas, 87 luka-
luka, dan ribuan rumah hancur, sedangkan 52.000 mengungsi.

Kemudian dikeluarkan Undang-Undang Kewarganegaraan Burma tahun


1982 yang meniadakan Rohinya sebagai etnis yang diakui di Myanmar. Pasal 2
ayat 3 Undang-Undang Kewarganegaraan Myanmar tersebut menyatakan secara
tegas bahwa etnis pribumi yang diakui sebagai warga negera Burma hanya etnis-
etnis yang sudah ada di Burma sebelum masa penjajahan Inggris atau sebelum
tahun 1823. Di samping itu, Pasal 4 Undang-Undang Kewarganegaraan Myanmar,
menyatakan bahwa dewan negara dapat menentukan etnis mana yang dinyatakan
etnis nasional atau tidak. Dengan adanya, Undang-Undang tersebut
mengakibatkan etnis Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan (stateless).

Puncaknya, pada November 2012, etnis Burma melakukan kekerasan dan


diskriminasi terhadap etnis Rohingya dengan adanya cerita bahwa terdapat
beberapa laki-laki Muslim yang ingin berusaha memperkosa seorang wanita
Budha.10 Akibatnya 250 orang dibunuh. Jumlah korban etnis Rohingya tiap tahun
bertambah sampai saat ini. Kekerasan yang dilakukan oleh etnis Burman dan etnis
Rakhine diantaranya, memperkosa membunuh, deportasi, prostitusi, kekerasan
pada ibu hamil dan lainnya.11 Disamping itu dilakukannya pembersihan etnis dan
terjadinya genosida oleh militer etnis Burman.

9
Madhura Chakraborty, Stateless and Suspect: Rohingyas in Myanmar, Bangladesh and India
10
Rachel Blomquist, Ethno-Demographic Dynamics of the Rohingya-Buddhist Conflict
Georgetown Journal of Asian Affairs (2016). Hlm.111.
11
Septiana Tindaon, Perlindungan atas Imigran Rohingya dalam Pelanggaran HAM Berat di
Myanmar dari Aspek Hukum Internasional dan Hukum Nasional, Hlm.5.
Langkah-langkah yang harus diambil bagi Pemerintah Myanmar dalam
menyelesaikan isu diskriminasi tersebut, yaitu:

1) Menghentikan kekerasan pada etnis Rohingya;


2) Mengakui secara de facto dan de jure keberadaan etnis Rohingya sebagai
warga negara Myanmar yang sah.12 De facto dapat dilihat dari historis
Rohingya dan de jure dapat dilakukan dengan pengakuan secara sah
melalui undang-undang;
3) Menghilangkan penggolongan antar etnis dan membentuk sebuah
masyarakat yang satu dalam kesatuan;
4) Memberikan secara penuh hak dan kewajiban yang sama bagi etnis
Rohingya sebagaimana etnis-etnis lainnya;
5) Menegakkan hukum terkait intoleransi terkait rasisme.

Adapun isu diskriminasi terhadap etnis Rohingya memberikan akan


dampak regional ASEAN apabila tidak diatasi secepat mungkin, diantaranya:

1. Terjadinya pembatasan hubungan negara-negara ASEAN terhadap


Myanmar, baik itu dibidang politik dan ekonomi;
2. Terancamnya Myanmar dikeluarkan dari ASEAN sebagai anggota13;

Langkah yang dapat diambil oleh Pemerintah Indonesia sebagai bentuk


kritis Indonesia terhadap isu kemanusiaan adalah:

1. Mengadakan pertemuan dengan pihak Myanmar untuk membahas isu


diskriminasi etnis Rohingya;
2. Memberikan bantuan kepada etnis Rohingya meliputi obat-obatan,
makanan dan minuman, dan tenda hunian sementara di daerah Rakhine;
3. Memberikan perlindungan kepada etnis Rohingya dengan cara mengirim
pasukan TNI ke wilayah Rakhine, berdasarkan atas nama perdamaian dan
terciptanya keamanan; dan

12
Palupi Annisa Auliani, Mencari Solusi Rohingya,
http://nasional.kompas.com/read/2017/09/04/20073041/mencari-solusi-rohingya, diakses pada 15
September 2017.
13
Faisal Abdalia, Krisis Rohingya bisa Mengganggu Stabilitas ASEAN,
news.metrotvnews.com/read/2017/09/03/753054/krisis-rohingya-bisa-mengganggu-stabilitas-
asean, diakses pada 14 September 2017.
4. Membuka pintu perbatasan negara Indonesia terhadap pengungsi etnis
Rohingya yang kabur dari wilayah Rakhine.

Adapun tindakan nyata yang telah dilakukan oleh Indonesia14, yaitu:

a. melakukan operasi Search and Rescue (SAR) bagi para pengungsi yang
masih terapung di lautan;
b. melaksanakan patroli laut terkoordinasi dan memfasilitasi evakuasi di laut
ketika kapal-kapal berisi migran tersebut ditemukan;
c. menyediakan bantuan kemanusiaan, termasuk shelter, makanan, obat-
obatan, dan kebutuhan lainnya bagi migran yang terdampar di wilayah tiga
negara;
d. meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan UNHCR dan iom dalam
mengidentifikasi dan memverifikasi imigran, termasuk mencari negara
ketiga untuk proses resettlement;
e. mengaktifkan sumber daya milik ASEAN Coordinating Centre for
Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) untuk
menyelesaikan krisis ini.

Adanya diskriminasi etnis Rohingya di atas, memberikan gambaran bahwa


status warga negara merupakan hal yang paling esensial dalam menjamin
kepastian hak asasi manusia. Pengakuan etnis dan budaya oleh negara juga
menjadi dasar terciptanya toleransi dan penghormatan bagi sesama warga negara.
Hal itulah yang diharapkan bagi negara-negara kepada Pemerintah Myanmar
dalam mengatasi isu diskriminasi etnis Rohingya.

14
Dit. Politik-Keamanan Asean, Rohingya Antara Solidaritas Asean dan Kemanusiaan
Masyarakat Asean (Juni 2015).Hal.9-11.

Anda mungkin juga menyukai