Abort Us
Abort Us
5. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab abortus spontan. Selain itu
telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte
trophoblast cross reactive (TLX). Pasien dengan reaksi lemah atau tidak ada akan mengalami
abortus.
Diagnosa abortus habitualis adalah :
(1) Kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai mulas.
(2) Ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah.
(3) Timbul mulas yang selanjutnya diikuti dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap minggu.
(4) Penderita sering mengeluh bahwa ia telah mengeluarkan banyak lender dari vagina
(5) Diluar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan histerosalfingografi yaitu
ostium internum uteri melebar lebih dari 8 mm.
Penanganannya terdiri atas :
(1) Memperbaiki keadaan umum.
(2) Pemberian makanan yang sempurna.
(3) Anjuran istirahat cukup banyak.
(4) Larangan koitus dan olah raga.
(5) Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan lainnyamungkin hanya
mempunyai pengaruh psikologis.
6. Missed abortion
Kalau janin muda yang telah mati tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih,
maka keadaan itu disebut missed abortion. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada
perdarahan per vaginam sedikit hingga menimbulkan gambaran abortus imminens.
Kalau tidak terjadi abortus dengan pitocin infus ini,sekurang kurangnya terjadi
pembukaan yang memudahkan curettage. Dilatasi dapat juga dihasilkan dengan pemasangan
laminaria stift.
Gejala-gejala selanjutnya ialah :
(1) Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban dan macerasi janin.
(2) Buah dada mengecil kembali.
(3) Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya ammenorhoe berlangsung terus.
Biasanya keaddan ini berakhir dengan abortus yang spontan selambat-lambatnya 6 minggu
setelah janin mati. Kalau janin mati pada kehamilan yang masih muda sekali, maka janin
lebih cepat dikeluarkan. Sebalikya kalau kehamilan lebih lanjut retensi janin lebih lama.
Sebagai batas maksimal retensi janin diambil 2 bulan, kalau dalam 2 bulan belum lahir
disebut missed abortion (abortus tertunda).
Diagnosa missed abortion adalah :
(1) Gejala subyektif kehamilan menghilang
(2) Mammae agak mengendor lagi
(3) Uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil
(4) Tes kehamilan menjadi negatif, serta denyut jantung janin menghilang.
(5) Dengan ultrasonografi (USG) dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya
sesuai dengan usia kehamilan.
(6) Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai gangguan pembekuan
darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemerikaan kearah ini perlu dilakukan.
Penatalaksanaan :
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu
segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah
kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila
janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu
diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia
mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan