Anda di halaman 1dari 107

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG

(Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM


PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS)

Oleh :
Nurul Maulida
C34101045

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

PDF processed with CutePDF evaluation edition www.CutePDF.com


RINGKASAN

NURUL MAULIDA (C34101045). Pemanfaatan Tepung Tulang


Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam
Pembuatan Biskuit (Crackers). Dibimbing Oleh DJOKO POERNOMO dan
KOMARIAH TAMPUBOLON.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali potensi pemanfaatan limbah


tulang ikan madidihang dalam pembuatan tepung tulang, mengetahui pengaruh
penambahan tepung tulang ikan madidihang dalam pembuatan biskuit (crackers),
menganalisa sifat fisik, kimia dan sensori serta mengetahui penerimaan panelis
terhadap biskuit (crackers) yang telah diberi tepung tulang ikan madidihang.
Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung tulang ikan
madidihang yang direndam dalam larutan jeruk nipis, dengan perlakuan lama
waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis yaitu 0, 2, 4, dan 6 jam dengan
konsentrasi larutan jeruk nipis 1 : 9 (125 ml : 1125 ml). Tepung tulang yang
diperoleh dilakukan uji sensori dan dipilih tepung tulang dengan perlakuan terbaik
untuk dijadikan suplemen dalam pembuatan biskuit (crackers). Sedangkan
penelitian utama dilakukan pembuatan biskuit (crackers) dengan perlakuan
penambahan tepung tulang dengan konsentrasi 0, 10, 20, dan 30 % dari tepung
terigu.
Hasil uji sensori pada penelitian pendahuluan diperoleh tepung tulang ikan
madidihang terbaik dengan perlakuan perendaman larutan jeruk nipis 6 jam.
Rendemen tepung tulang yang diperoleh adalah 65,8 %. Derajat putih berkisar
antara 64,87-76,08 %. Kadar air dan kadar abu hasil analisis berkisar antara
2,55-3,51 % dan 65.61-67.94 %. Kadar protein berkisar antara 16,60-17,51 %.
Kadar lemak berkisar antara 3,51-6,26 %. Kadar kalsium berkisar antara
2,42-2,53 %.
Hasil uji sensori pada penelitian utama adalah panelis menyukai biskuit
(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %. Kadar air
dan kadar abu hasil analisis berkisar antara 0,74-2,55 % dan 2,37-19,74 %. Kadar
protein berkisar antara 9,67-11,09 %. Kadar lemak berkisar antara 13,50-17,24 %.
Kadar kalsium berkisar antara 0,00-7,42 %. Kadar karbohidrat berkisar antara
51,19-71,91 %. Kadar serat kasar berkisar antara 1,96-5,04 %. Nilai pH berkisar
antara 5,52-5,56. Tingkat kekerasan berkisar antara 5,27-13,76 mm/detik/gr.
Kandungan energi yang terkandung dalam biskuit (crackers) tepung tulang ikan
madidihang berkisar antara 404,28-447,80 kal.
Berdasarkan kontribusi biskuit (crackers) terhadap kecukupan kalsium,
biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan konsentrasi 0 % tidak
ada konstribusi kecukupan kalsiumnya, konsentrasi 10 % memerlukan sebanyak
36 gram atau 18 buah biskuit (crackers), konsentrasi 20 % memerlukan 16 gram
atau 8 buah biskuit (crackers), dan konsentrasi 30 % hanya memerlukan sebanyak
10 gram atau 5 buah biskuit (crackers) untuk memenuhi angka kecukupan gizi
kalsium 1000 mg per hari.
PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG
(Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN
DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan


pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Nurul Maulida
C34101045

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
Judul : Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan
Madidihang (Thunnus albacares) sebagai
Suplemen dalam Pembuatan Biskuit (Crackers)

Nama : Nurul Maulida

NRP : C34101045

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Djoko Poernomo, B.Sc Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS


NIP. 131 288 097 NIP. 130 355 555

Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi


NIP. 130 805 031

Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Desember 1982


sebagai anak ke sembilan dari pasangan Bapak Raden
Mohammad Sulaeman dan Ibu Marhaeni. Penulis menjalankan
pendidikan di SMU Negeri 6 Bogor pada tahun 1998 hingga
tamat tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) dan di terima pada Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama
menjalani aktivitas studi di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah mengikuti
Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2003 dan pelatihan HACCP tahun
2004.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan dan
Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan Tepung
Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam
Pembuatan Biskuit (Crackers).
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya, sehingga penulis tetap diberi kekuatan
dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemanfaatan Tepung
Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam
Pembuatan Biskuit (Crackers). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS
selaku dosen pembimbing yang telah sangat membantu penulis selama
penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Bapak Ir. Heru Sumaryanto, M.Si dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si selaku
dosen penguji tamu dalam sidang penulis yang telah memberikan saran dan
kritiknya.
3. Ayah dan Ibunda tercinta atas doa, cinta, kasih sayang, dorongan dan
semangat untuk penulis selama menjalani studi di IPB.
4. Untuk kakak-kakakku yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat
kepada penulis.
5. Teman-teman THP 38, atas kerjasama dan kebersamaan yang indah selama
ini.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum sempurna, karena
itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat
memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2005

Nurul Maulida
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL...................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xi
1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian............................................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Deskripsi Ikan Madidihang ............................................................ 3
2.2 Limbah Hasil Perikanan ................................................................. 4
2.3 Tepung Ikan.................................................................................... 5
2.4 Tepung Tulang Ikan Madidihang ................................................... 6
2.5 Kalsium .......................................................................................... 7
2.6 Biskuit (Crackers) .......................................................................... 9
2.7 Bahan Dasar (tepung terigu)........................................................... 9
2.8 Bahan Tambahan ............................................................................ 10
2.8.1 Lemak .................................................................................... 10
2.8.2 Air.......................................................................................... 11
2.8.3 Garam .................................................................................... 11
2.8.4 Ragi........................................................................................ 11
2.8.5 Gula ....................................................................................... 11
2.9 Proses Pembuatan Biskuit (Crackers) ............................................ 12
2.10 Jeruk Nipis...................................................................................... 13
3. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 14
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................ 14
3.2 Bahan dan Alat ................................................................................. 14
3.2.1 Bahan....................................................................................... 14
3.2.2 Alat .......................................................................................... 14
3.3 Metode Penelitian.............................................................................. 15
3.3.1 Penelitian pendahuluan............................................................. 15
3.3.2 Penelitian utama ....................................................................... 17

v
3.4 Pengamatan........................................................................................ 19
3.4.1 Analisis Kimia.......................................................................... 19
3.4.1.1 Kadar air ....................................................................... 19
3.4.1.2 Kadar abu...................................................................... 19
3.4.1.3 Kadar protein ................................................................ 20
3.4.1.4 Kadar lemak.................................................................. 20
3.4.1.5 Kadar karbohidrat ......................................................... 21
3.4.1.6 Kadar kalsium............................................................... 21
3.4.1.7 Kadar serat kasar .......................................................... 22
3.4.1.8 Energi ........................................................................... 22
3.4.1.9 pH ................................................................................. 23
3.4.2 Analisis Fisik ............................................................................ 23
3.4.2.1 Rendemen ..................................................................... 23
3.4.2.2 Derajat putih tepung tulang ikan madidihang............... 23
3.4.2.3 Kekerasan ..................................................................... 23
3.5 Rancangan Percobaan........................................................................ 24
4. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 26
4.1 Penelitian Pendahuluan ..................................................................... 26
4.1.1 Rendemen ................................................................................. 26
4.1.2 Derajat putih ............................................................................. 26
4.1.3 Uji sensori tepung tulang ikan madidihang .............................. 27
4.1.3.1 Aroma ........................................................................... 28
4.1.3.2 Warna ........................................................................... 29
4.1.4. Analisis kimia tepung tulang ikan madidihang ....................... 31
4.1.4.1 Kadar air ...................................................................... 31
4.1.4.2 Kadar abu..................................................................... 32
4.1.4.3 Kadar protein ............................................................... 33
4.1.4.4 Kadar lemak................................................................. 34
4.1.4.5 Kadar kalsium.............................................................. 36
4.2 Penelitian Utama ............................................................................... 37
4.2.1 Uji sensori biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang. 38
4.2.1.1 Rasa .............................................................................. 38
4.2.1.2 Aroma ........................................................................... 40
4.2.1.3 Tekstur.......................................................................... 41
4.2.1.4 Penampakan.................................................................. 43
4.2.1.5 Warna ........................................................................... 44
4.2.1.6 Kerenyahan ................................................................... 46
4.2.2 Analisis kandungan zat gizi biskuit (crackers) tepung
tulang ikan madidihang. ........................................................... 47
4.2.2.1 Kadar air ....................................................................... 47

vi
4.2.2.2 Kadar abu....................................................................... 48
4.2.2.3 Kadar protein ................................................................. 49
4.2.2.4 Kadar lemak................................................................... 50
4.2.2.5 Kadar karbohidrat .......................................................... 51
4.2.2.6 Kadar kalsium................................................................ 52
4.2.2.7 Kadar serat kasar ........................................................... 53
4.2.2.8 pH .................................................................................. 54
4.2.3 Tingkat kekerasan biskuit (crackers) tepung tulang ikan
madidihang ............................................................................... 55
4.2.4 Kandungan energi biskuit (crackers) tepung tulang ikan
madidihang ............................................................................... 56
4.2.5 Kontribusi biskuit (crackers) terhadap kecukupan kalsium ...... 57
4.2.6 Penentuan harga produk ............................................................ 58
4.2.6.1 Harga tepung tulang ikan madidihang........................... 59
4.2.6.2 Harga biskuit (crackers) ................................................ 59
5. KESIMPULAN ...................................................................................... 60
5.1 Kesimpulan........................................................................................ 60
5.2 Saran .................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 61
LAMPIRAN ............................................................................................... 65

vii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Kandungan nutrisi dalam tepung ikan ....................................................... 5
2. Daftar kebutuhan kalsium.......................................................................... 8
3. Syarat mutu biskuit (crackers) (SNI 01-2973-1992)................................. 9
4. Formulasi bahan biskuit (crackers) ........................................................... 12
5. Komposisi biskuit (crackers) dengan berbagai campuran bahan .............. 17
6. Nilai rata-rata hasil uji sensori tepung tulang ikan madidihang ................ 28
7. Nilai rata-rata hasil uji sensori terhadap biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang pada berbagai tingkat
konsentrasi................................................................................................. 38
8. Biaya pembuatan tepung tulang ikan madidihang..................................... 58
9. Harga per gram kalsium tepung tulang ikan madidihang dan tepung
terigu.......................................................................................................... 59
10. Biaya pembuatan satu resep biskuit (crackers) ......................................... 59

viii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Ikan madidihang .................................................................................. 3
2. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang......... 16
3. Diagram alir proses pembuatan biskuit (crackers).............................. 18
4. Tepung tulang ikan madidihang hasil penelitian................................. 27
5. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma tepung
tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman
dalam larutan jeruk nipis ..................................................................... 28
6. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna
tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu
perendaman dalam larutan jeruk nipis................................................. 30
7. Histogram kadar air tepung tulang ikan madidihang dengan
perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis ..................... 31
8. Histogram kadar abu tepung tulang ikan madidihang dengan
perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis ..................... 33
9. Histogram kadar protein tepung tulang ikan madidihang dengan
perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis ..................... 34
10. Histogram kadar lemak tepung tulang ikan madidihang dengan
perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis ..................... 35
11. Histogram kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang dengan
perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis ..................... 37
12. Biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang .......................................................................................... 38
13. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa biskuit
(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ........ 39
14. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma
biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang .......................................................................................... 40
15. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur
biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang .......................................................................................... 42
16. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap penampakan
biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang .......................................................................................... 43

ix
17. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna
biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang .......................................................................................... 45
18. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap kerenyahan
biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang .......................................................................................... 46
19. Histogram kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 47
20. Histogram kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang ....................................................................... 48
21. Histogram kadar protein biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 49
22. Histogram kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang............................................................ 50
23. Histogram kadar karbohidrat biskuit(crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang............................................................ 51
24. Histogram kadar kalsium biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang............................................................ 52
25. Histogram kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang............................................................ 53
26. Histogram pH biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang
ikan madidihang .................................................................................. 54
27. Histogram kekerasan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang ....................................................................... 55
28. Histogram kandungan energi biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ...................................... 57

x
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1a. Format uji sensori skala hedonik tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis........ 66
1b. Format uji sensori skala hedonik biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ..................................... 67
2a. Data hasil uji sensori aroma tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis........ 68
2b. Data hasil uji sensori warna tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis........ 69
3a. Data hasil uji sensori rasa biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 70
3b. Data hasil uji sensori aroma biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 71
3c. Data hasil uji sensori tekstur biskuit (crackers) tepung dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ..................................... 72
3d. Data hasil uji sensori penampakan biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ..................................... 73
3e. Data hasil uji sensori warna biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 74
3f. Data hasil uji sensori kerenyahan biskuit (crackers) tepung tulang
ikan madidihang ................................................................................. 75
4a. Data hasil uji Kruskal wallis terhadap uji sensori dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ..................................... 76
4b. Data hasil uji multiple comparison terhadap uji sensori
dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang......................... 77
5a. Data kadar air dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang.. 78
5b. Data kadar abu dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang ......................................................................................... 78
5c. Data kadar protein dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang ......................................................................................... 78
5d. Data kadar lemak dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang ......................................................................................... 78
5e. Data kadar kalsium dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang ......................................................................................... 78

xi
6a. Data hasil uji Kruskal wallis terhadap uji sensori biskuit
(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ...... 79
6b. Data hasil uji multiple comparison terhadap uji sensori biskuit
(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ....... 80
7a. Data kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang
ikan madidihang ................................................................................. 81
7b. Data kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang ...................................................................... 81
7c. Data kadar protein biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang ...................................................................... 81
7d. Data kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang ...................................................................... 81
7e. Data kadar karbohidrat biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 82
7f. Data kadar kalsium biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang ....................................................................... 82
7g. Data kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 82
7h. Data nilai pH biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang
ikan madidihang ................................................................................. 82
7i. Data kekerasan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang ....................................................................... 83
7j. Data kandungan energi biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang............................................................ 83
8a. Analisis ragam kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 83
8b. Analisis ragam kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 83
8c. Analisis ragam kadar protein biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ..................................... 84
8d. Analisis ragam kadar lemak biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ..................................... 84
8e. Analisis ragam kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ...................................... 84
8f. Analisis ragam kadar kalsium biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ..................................... 84

xii
8g. Analisis ragam kadar karbohidrat biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ..................................... 85
8h. Analisis ragam nilai pH biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 85
8i. Analisis ragam tingkat kekerasan biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang ...................................... 85
9a. Analisis ragam kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 85
9b. Analisis ragam kadar abu dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang ......................................................................................... 86
9c. Analisis ragam kadar protein dengan penambahan tepung tulang
ikan madidihang ................................................................................. 86
9d. Analisis ragam kadar lemak dengan penambahan tepung tulang
ikan madidihang ................................................................................. 86
9e. Analisis ragam kadar kalsium dengan penambahan tepung tulang
ikan madidihang ................................................................................. 86
10a. Data hasil uji lanjut BNJ dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang ......................................................................................... 87
10b. Data hasil uji lanjut BNJ biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang........................................................... 88

xiii
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha industri perikanan dewasa ini meningkat dengan pesat, baik usaha
penangkapan maupun pengolahan. Dalam usaha pengolahan ikan hampir selalu
dihasilkan limbah berupa padatan dan cairan yang secara langsung maupun tidak
langsung akan memberikan dampak kurang baik terhadap lingkungan karena
menimbulkan pencemaran. Limbah padat yang berasal dari usaha industri
perikanan cukup besar, pada umumnya berkisar antara 30-60%
(Anonymous, 1992). Jika dilihat produksi ikan madidihang tahun 2004 adalah
25.698.072 kg (www.dkp.go.id, 2005) maka limbah padat yang berupa tulang
sebesar 3,6 7,2 kg. Pemanfaatan limbah padat potensial yang dihasilkan tersebut
paling banyak dibuat tepung ikan.
Pemanfaatan tulang berupa tulang ikan madidihang selama ini diekspor
dalam bentuk utuh ke negara Jepang, Hongkong dan Taiwan
(Humaniora, 2002). Di Indonesia belum ada perusahaan-perusahaan makanan
yang memanfaatkan tulang ikan madidihang sebagai suplemen dalam bentuk
mineral kedalam produk yang dijualnya. Keberadaan mineral kalsium di dalam
tubuh sangat penting sekali sebagai pendukung kekuatan tulang bagi balita, ibu
hamil dan orang dewasa.
Dilihat dari sudut pandang pangan dan gizi, tulang ikan sangat kaya akan
kalsium yang dibutuhkan bagi manusia bahkan unsur utama dari tulang ikan
adalah kalsium, fosfor dan karbonat. Manusia dewasa membutuhkan asupan
kalsium 750-1000 mg/hari (Widya Karya Pangan dan Gizi LIPI, 2004).
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan, tulang kurang kuat, bengkok dan rapuh, yang dinamakan
osteoporosis (Almatsier, 2003).
Biasanya biskuit (crackers) terbuat dari bahan-bahan seperti tepung terigu,
margarin, air, gula, garam, dan ragi. Karena biskuit (crackers) ini sangat digemari
oleh masyarakat dari segala lapisan maka penting artinya memberikan suplemen
lain berupa tepung tulang ikan madidihang ke dalam makanan tersebut untuk
memberikan andil terhadap kelengkapan asupan mineral ke dalam tubuh.
2

1.2 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu :
1. Menggali potensi limbah tulang ikan madidihang dalam pembuatan tepung
tulang ikan madidihang.
2. Mengetahui pengaruh penambahan tepung tulang ikan madidihang dalam
pembuatan biskuit (crackers) dan menganalisis sifat fisik, kimia, serta
pengujian secara sensori.
3. Mengetahui penerimaan panelis terhadap biskuit (crackers) yang telah
diberi suplemen tepung tulang ikan madidihang.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Madidihang (Thunnus albacares)


Menurut Syafei et al (1989), ikan madidihang diklasifikasikan sebagai
berikut : Kelas : Osteichthyes
Sub kelas : Actinopterygii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Scombroidei
Famili : Scombridae
Genus : Thunnus sp
Spesies : Thunnus albacares
Ikan madidihang dari jenis Thunnus albacares yang digunakan pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan Madidihang (Thunnus albacares)

Genus ini terdiri dari beberapa spesies antara lain Thunnus albacares yang
paling banyak didapati di perairan Indonesia. Jenis ini dikenal dengan sebutan
madidihang atau Yellowfin tuna. Badan memanjang, bulat seperti cerutu.
Termasuk jenis ikan buas dan bersifat predator. Panjang tubuh dapat mencapai
195 cm, namun umumnya 50-150 cm. Albacore memiliki sirip belakang dengan
warna kuning gelap. Albacore merupakan binatang pemakan daging oportunis
yang hidup dengan binatang berkulit keras yang planktonik, ikan cumi-cumi dan
ikan yang kecil.
Hidup bergerombol kecil. Ikan ini biasa tertangkap bersama dengan
cakalang. Ikan tuna banyak dipasarkan dalam bentuk segar-beku dan olahannya
4

(Dirjen Perikanan, 1990). Produk madidihang kemas yang banyak dipasarkan


adalah fillet, steak, daging lumat, daging asap dan lain-lain

2.2 Limbah Hasil Perikanan


Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari
suatu sumber aktifitas manusia, maupun proses alam dan belum mempunyai nilai
ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan
untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar
disamping dapat mencemari lingkungan. Penanganan limbah yang kurang baik
merupakan masalah didalam usaha suatu industri termasuk industri perikanan
yang menghasilkan limbah pada proses penangkapan, penanganan, pengangkutan,
distribusi, dan pemasaran ikan. Limbah perikanan dapat berupa ikan yang
terbuang, tercecer, dan sisa olahan yang menghasilkan cairan dari pemotongan,
pencucian, dan pengolahan produk (Jenie dan Rahayu, 1993).
Menurut Winarno (1985), limbah perikanan diartikan sebagai bahan-bahan
yang merupakan buangan suatu proses pengolahan untuk memperoleh hasil utama
dan hasil samping, sedangkan hasil samping perikanan yaitu hasil utama
perikanan baik melalui proses tertentu maupun tidak. Jenis limbah hasil samping
dapat dikelompokkan secara umum menjadi 4 kelompok (Winarno, 1985) :
(1). Hasil samping pada penangkapan suatu spesies atau sumber daya misalnya
ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna.
(2). Sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut, dan
daging merah.
(3). Surplus dari tangkapan.
(4). Sisa distribusi.
Umumnya industri fillet tuna menghasilkan limbah industri yang cukup
besar. Dari limbah tersebut ada yang dapat dijadikan bahan untuk pakan hewan
dan juga digunakan untuk produksi tepung ikan (fish meal)
(Subangsihe, 1996 yang diacu Lestari, 2001). Perkembangan industri pengolahan
ikan menjadi tepung ikan akan memberi beberapa keuntungan, yaitu untuk
memanfaatkan kelebihan produksi pada saat produksi melimpah dan
memanfaatkan bagian ikan yang tidak dikonsumsi seperti kepala, sirip, tulang, dan
bagian lainnya yang biasanya merupakan sisa (limbah) industri pengolahan ikan.
5

2.3 Tepung Ikan


Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan
jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang
terkandung di dalam tubuh ikan. Tepung ikan digunakan sebagai makanan hewan
dan pupuk tanaman. Ada pula tepung ikan yang dibuat secara khusus untuk bahan
makanan manusia. Untuk membuat tepung ikan sebenarnya dapat digunakan
semua jenis ikan, tetapi hanya ikan pelagis dan demersal saja yang banyak
digunakan dan sisa-sisa ikan dari pabrik-pabrik pengolahan ikan sebagai bahan
baku pembuatan tepung ikan (Murniyati dan Sulaeman, 2000). Komposisi tepung
ikan tidak saja tergantung pada spesies ikan yang digunakan, tetapi juga
dipengaruhi oleh bentuk dan kualitas bahan baku yang digunakan. Adapun
kandungan nutrisi dalam tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam tepung ikan


Komponen nutrisi Persentase jumlah (%)
Protein 60 75
Lemak 6 14
Kadar air 4 12
Kadar abu 6 - 18
Sumber : Afrianto dan Liviawaty (1989)

Sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan berasal dari tulang-
tulang ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari
sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang. Pasir, tanah liat dan benda-benda
asing lainnya sering pula dijumpai pada tepung ikan yang dikeringkan dengan
sinar matahari atau dari pabrik-pabrik kecil. Tepung ikan sebagai sumber kalsium
dan fosfat dalam makanan penting sekali untuk pembentukan tulang. Di dalam
tepung ikan juga mengandung trace element (Zn, I, Fe, Cu, Mn, Co). Selain itu,
jumlah kandungan yodium pada tepung ikan juga mencukupi kebutuhan
(Moeljanto, 1992). Tepung ikan yang berasal dari kepala dan tulang offal
mengandung lebih banyak mineral sedangkan tepung ikan tersebut berasal dari isi
perut atau ikan utuh, kandungan mineral lebih kecil
(Murniyati dan Sulaeman, 2000).
6

2.4 Tepung Tulang Ikan Tuna


Distribusi garam-garam mineral dalam daging ikan juga tidak merata.
Tulang banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti kalsium
fosfat dan kreatin fosfat. Sarkoplasma banyak mengandung garam-garam
potasium, kalsium, magnesium, dan klor. Potasium dan kalsium merupakan
bagian dari protein kompleks (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Tepung tulang ikan tuna merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik,
dapat diperoleh dengan berbagai cara sebagai berikut (Anggorodi, 1985) :
(1). Pengukusan. Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk
menghasilkan tepung tulang.
(2). Pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Tulang dimasak dengan tekanan
kemudian diarangkan dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam
bentuk lunak dan dapat digiling menjadi tepung.
(3). Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang.
Protein tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan mutunya lebih
rendah karena kandungan gelatinnya tinggi (Anggorodi, 1985). Tepung tulang
yang diperoleh dengan cara pemasakan dengan tekanan dan pengeringan atau
disebut steam bone meal rata-rata mengandung 30,14 % kalsium dan 14,53 %
fosfor. Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan akan kehilangan
protein. Selain itu kandungan fosfor serta kalsiumnya rendah. Komposisi tepung
tulang ini terdiri dari 26 % protein, 5 % lemak, 22,96 % kalsium, dan 10,25 %
fosfor (Morrison, 1958).
Menurut Ismanadji et al (2000) pengolahan tepung tulang ikan tuna dapat
dilakukan dengan cara direbus dalam larutan asam pH 4, konsentrasi 1 % pada
suhu 100C selama 2 jam, lalu dikeringkan dan ditepung. Hasil yang telah diuji
cobakan menunjukkan bahwa tepung tulang ikan tuna memiliki penampakan
butiran halus merata, warna coklat muda kusem dan bau seperti ikan kering.
Tepung tulang yang dibuat dari tulang ikan tuna memiliki kandungan kalsium
13,19 %, phospor 0,81 %, natrium 0,36 %, dan zat besi 0,03 %. Daya awet tepung
tulang ikan tuna cukup lama, selama tiga bulan penyimpanan pada suhu kamar
yang dikemas dalam kantong plastik dan divakum, secara umum belum
menunjukkan penurunan mutu.
7

2.5 Kalsium
Mineral merupakan bagian dari unsur pembentuk tubuh yang memegang
peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan,
organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan
dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktifitas
enzim-enzim. Mineral digolongkan kedalam mineral makro dan mikro. Mineral
makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg
sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari
(Almatsier, 2003).
Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain.
Diperkirakan 2 % dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0 - 1,4 kg terdiri
dari kalsium (Winarno, 1997). Dari jumlah ini, 99 % berada di dalam jaringan
keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit
{(3Ca3(PO4)2Ca(OH)2}. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan
kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l
(9 - 10,4 mg/100 ml). Kelebihan kalsium dapat berakibat buruk pada fungsi ginjal
(Almatsier, 2003). Kalsium pada tubuh terdapat paling banyak di tulang dengan
jumlah lebih dari 99 %. Kebutuhan tubuh akan kalsium dapat dipenuhi dengan
mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium (Muhilal dan Karyadi, 1996).
Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan yang
dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang
baik. Serealia, seperti kacang-kacangan dan hasil olahannya, tahu dan tempe, dan
sayuran hijau merupakan kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini
banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium seperti
serat, fitat dan oksalat. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila memakan
makanan dengan menu seimbang tiap hari (Almatsier, 2003).
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua
orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya.
Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis yang
dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-hari. Osteoporosis lebih banyak terjadi
pada wanita daripada pria dan lebih banyak pada orang kulit putih daripada kulit
8

berwarna. Disamping itu, osteoporosis lebih banyak terjadi pada perokok dan
peminum alkohol. Kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomalasia
pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan
ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor Konsumsi kalsium
hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan
batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu, dapat menyebabkan konstipasi
(susah buang air besar) (Almatsier, 2003). Keperluan kalsium dalam tubuh
manusia berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Kebutuhan kalsium tubuh orang
Indonesia per hari yang ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (2004)
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar kebutuhan kalsium dalam tubuh manusia
Kelompok Umur Kebutuhan Ca (mg/hari)
Bayi (bulan)
0-6 200
7-11 400
Anak (thn)
1-3 500
4-6 550
7-9 700
Pria (thn)
10-12 1000
13-15 1000
16-18 1000 (16-18)
19-29 750 (19-29)
30-49 750 (30-49)
50-64 750 (50-64)
65 + 800 (65+)
Wanita (thn)
10-12 1000
13-15 1000
16-18 1000 (16-18)
19-29 750 (19-29)
30-49 750 (30-49)
50-64 800 (50-64)
65 + 800 (65+)
Hamil
Trimester 1 800
Trimester 2 800
Trimester 3 800
Menyusui
6 bulan pertama 750
6 bulan pertama 750
Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (2004)
9

2.6 Biskuit (crackers)


Biskuit (crackers) adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras,
melalui proses fermentasi atau pemeraman. Bentuk biskuit (crackers) pipih yang
rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan relatif renyah serta bila dipatahkan
penampang potongannya berlapis-lapis (Manley, 2001). Syarat mutu biskuit
biskuit (crackers) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu biskuit
Kriteria Persyaratan
Air Maksimum 5%
Protein Minimum 6%
Lemak Minimum 9,5%
Karbohidrat Minimum 70%
Abu Maksimum 2*
Logam berbahaya Negatif
Serat kasar Maksimum 0,5%
Energi (Kal/100 g) Minimum 400
Jenis tepung Terigu
Bau dan rasa Normal, tidak tengik
Warna Normal
Sumber : SNI 01-2973-1992

Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat biskuit (crackers) adalah


tepung terigu, lemak dan garam. Biasanya biskuit (crackers) dibuat dengan sedikit
atau tidak ditambah gula, cukup lemak dan relatif sedikit air yang ditambahkan
(Faridi, 1994).

2.7 Bahan Dasar (tepung terigu)


Tepung yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit (crackers) adalah
tepung terigu. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan dasar untuk membentuk
adonan selama proses pencampuran, mengikat bahan lainnya, membentuk struktur
biskuit (crackers), serta memberikan citarasa (Matz, 1978). Tepung terigu
merupakan bahan dasar pembuatan biskuit (crackers). Tepung terigu diperoleh
dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara
serelia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi
dengan air. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki
kadar air 14 %, kadar protein 8-12 %, kadar abu 0,25-0,60 %, dan gluten basah
10

24-36 % (Astawan, 2002). Berdasarkan kandungan gluten (protein), tepung terigu


yang beredar di pasaran dapat dibedakan 3 macam sebagai berikut :
a. Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya
12 - 13 %. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti. Contohnya :
terigu Cakra Kembar.
b. Medium hard flour. Terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11 %. Tepung ini
banyak digunakan untuk macam-macam kue, serta biskuit. Contohnya : terigu
Segitiga Biru.
c. Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5 %. Penggunaannya
cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit. Contohnya : terigu Kunci
Biru.
Tepung terigu yang digunakan untuk pembuatan biskuit (crackers) yaitu
tepung terigu dengan kandungan protein antara 8,510%, sehingga biskuit
(crackers) yang dihasilkan lebih tipis dan renyah (Faridi, 1994). Jenis ini biasanya
digunakan untuk membuat kue atau produk sejenis yang menghasilkan struktur
mudah patah yang diinginkan (Potter dan Hotchkiss, 1995).

2.8 Bahan Tambahan


2.8.1 Lemak
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit
(crackers). Di dalam adonan lemak memberikan fungsi shortening dan pemberi
flavor. Selama pengadukan adonan, lemak akan mengelilingi tepung terigu
sehingga jaringan gluten di dalamnya akan diputus dan karakteristik biskuit
(crackers) setelah pemanggangan menjadi tidak keras dan lebih cepat meleleh di
mulut (Manley, 1983).
Jenis lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit (crackers) biasa
disebut dengan shortening. Jumlah dan jenis shortening dalam formula
berpengaruh terhadap adonan dan kualitas akhir produk. Shortening bisa berasal
dari lemak hewani (mentega) maupun lemak nabati (margarin). Shortening yang
biasanya digunakan dalam pembuatan biskuit (crackers) adalah mentega.
Rendahnya titik cair pada mentega menyebabkan produk menjadi berminyak.
Untuk mengurangi efek berminyak yang dihasilkan mentega, biasanya
ditambahkan margarin (Matz, 1978).
11

2.8.2 Air
Air mempunyai fungsi yang memungkinkan terbentuknya gluten,
mengontrol suhu adonan dan mengatur pemanasan atau pendinginan adonan. Air
juga berfungsi untuk melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan
bukan tepung secara seragam, membasahi dan mengembangkan pati, serta
membantu kegiatan enzim (Anonim, 1981 yang diacu Artama, 2001).

2.8.3 Garam
Garam yang ditambahkan kedalam adonan umumnya sebanyak 1 %
sampai 2,5 % dari berat tepung terigu. Penambahan garam selain untuk
menguatkan flavor juga mempengaruhi sifat adonan. Secara tidak langsung hal ini
dapat mempengaruhi warna kulit bagian luar dan tingkat keremahan biskuit
(crackers) (Matz, 1992).

2.8.4 Ragi
Ragi adalah sumber penting penyediaan enzim. Enzim dihasilkan oleh
sel-sel yang hidup baik nabati atau hewani. Ragi terdiri dari sejumlah kecil enzim
termasuk protease, lipase, invertrase, maltase, dan zymase. Enzim yang penting
dalam ragi adalah invertrase, maltase, dan zymase. Ragi berfungsi untuk
memperingan adonan dan memberikan aroma serta rasa. Dalam proses pembuatan
roti dan adonan yang manis, ragi akan menguraikan gula sederhana yang
menghasilkan CO2 dan akohol (Potter dan Hotchkiss, 1995).

2.8.5 Gula
Gula merupakan bahan digunakan dalam pembuatan biskuit (crackers).
Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tekstur dan
penampakan biskuit (crackers). Fungsi gula dalam proses pembuatan biskuit
(crackers) selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tekstur,
memberikan warna pada permukaan biskuit (crackers), dan mempengaruhi
pengembangan biskuit (crackers) (Matz, 1978).
12

2.9 Proses Pembuatan Biskuit (Crackers)


Bahan-bahan non lemak dicampur merata terlebih dahulu dan ditambah air
sehingga terbentuk adonan, kemudian lemak ditambahkan kedalam adonan.
Proses fermentasi selama 30 menit untuk menghasilkan adonan yang elastis
mengembang dan mempunyai daya renggang yang baik (Manley, 1983).
Gas yang dihasilkan merupakan hasil fermentasi, semakin lama proses
fermentasi, maka semakin banyak gas yang dihasilkan. Hal ini akan berpengaruh
terhadap pengembangan adonan dan kelembutan tekstur biskuit (crackers).
Setelah itu adonan dibuat lembaran-lembaran dan laminasi dengan menggunakan
campuran tepung terigu dan lemak sebagai tepung pengisi diantara lembaran-
lembaran adonan (Manley, 1983).
Adonan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan dan dipanggang.
Tekstur dan pengembangan biskuit (crackers) terbaik diperoleh dari
pemanggangan dengan suhu bertingkat. Peningkatan suhu harus dilakukan dengan
cepat pada awal pemanggangan dan kemudian suhunya diturunkan untuk
mengeringkan biskuit (crackers) tanpa menimbulkan kegosongan. Selama
pemanggangan, laminasi akan terangkat dan terpisah-pisah sehingga
menghasilkan biskuit (crackers) yang mempunyai struktur berlapis-lapis
(Manley, 1983). Formula bahan pembuatan biskuit (crackers) menurut resep
Primarasa dapat dilihat pada Tabel 4 :

Tabel 4. Formula bahan biskuit (crackers)


Bahan Komposisi
Tepung terigu 200 gram
Margarin 125 gram
Telur 1 butir
Kuning telur 20 gram
Ragi 3 gram
Garam 2 gram
Sumber : Primarasa (2004)
13

2.10 Jeruk nipis


Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) adalah sejenis buah jeruk yang banyak
mengandung air, tapi air buahnya sangat masam sekali, walau aromanya sangat
sedap. Jeruk ini merupakan bahan penting untuk pembuatan asam sitrat. Daun,
bunga, dan buah menghasilkan minyak terbang. Varietasnya yang terkenal ada 3
macam. Yaitu Citrus aurantium subspes aurantifolia var. fusca yang umum
dikenal sebagai jeruk nipis, C. aurantium subspes. Aurantifolia var. Limetta
(banyak diusahakan di Meksiko), dan C. aurantium subspes. aurantifolia var.
Bergamia yang lebih dikenal sebagai jeruk bergamot penghasil minyak bergamot.
Kulit jeruk nipis adalah lapisan luar dari kulit jeruk nipis Citrus aurantifolia
subspes aurantifolia var fusca yang berupa kepingan-kepingan atau pita-pita yang
licin. Baunya khas aromatik, rasanya pahit (Sarwono, 2001).
Komposisi kandungan kimia jeruk nipis mengandung unsur-unsur
senyawa kimia yang bemanfaat misalnya: limonen, linalin asetat, geranil asetat,
fellandren dan sitral. Di samping itu jeruk nipis mengandung asam sitrat 100 gram
buah jeruk nipis mengandung: vitamin C 27 miligram, kalsium 40 miligram,
fosfor 22 miligram, hidrat arang 12,4 gram, vitamin B1 0,04 miligram, zat besi
0,6 miligram, lemak 0,1 gram, kalori 37 gram, protein 0,8 gram, dan air 86 gram.
Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia antara lain limonen, linalin
asetat, geranil asetat, fellandren, sitral dan asam sitrat (www.iptek.net.id).
Sari buah jeruk nipis mengandung asam sitrat 7 % dan minyak atsiri
limonen. Buah jeruk nipis sering digunakan sebagai bahan minuman dan
pencampur berbagai masakan serta menghilangkan bau anyir pada ikan
(Rukmana, 1996). Selain sebagai bahan berkhasiat obat, perasan air jeruk nipis
juga digunakan untuk menghilangkan bau amis akibat ikan ataupun senyawa
lainnya pada gelas, piring, tempat-tempat lainnya, atau pada tangan sehabis
membersihkan ikan. Juga untuk mengilapkan kembali barang-barang yang terbuat
dari kuningan serta logam lainnya lagi banyak digunakan larutan yang
mengandung air perasan buah jeruk nipis.
3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan mulai bulan April hingga Juni 2005. Bertempat di
Laboratorium Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium
Organoleptik Hasil Perikanan Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biokimia Depertemen Teknologi
Pangan dan Gizi Fateta IPB, Laboratorium Nutrisi Makanan Departemen Ilmu
Nutrisi Makanan Ternak, Laboratorium FTDC PAU Institut Pertanian Bogor, dan
Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen
Pertanian Cimanggu Bogor.

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan biskuit (crackers) adalah limbah
tulang ikan madidihang yang berasal dari TPI Muara Baru Jakarta, tepung terigu
merk segitiga biru, margarin merk blue band, ragi merk fermipan, air, garam, gula
halus, dan jeruk nipis yang diperoleh dari pasar Anyar, Bogor. Bahan kimia yang
digunakan untuk analisis kimiawi yaitu heksan, H2SO4 pekat, HCl, kertas saring,
kertas pH, kertas Whatman 42, NaOH, HNO3, aquadest, asam borat, NaCl, HCl,
H2SO4, Na2S2O5, tablet kjeldahl pelarut lemak.

3.2.2 Alat
Alat untuk pembuatan tepung tulang ikan madidihang, yaitu : pisau, panci,
kompor, autoclave, hammer meal, oven, ayakan, dan blender. Dalam pembuatan
biskuit (crackers), alat yang digunakan adalah loyang, cetakan, oven, dan
timbangan kue.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah tanur, oven, kjeltec system,
soxhlet, penetrometer, Kett whiteness meter, buret, gegep, cawan porselein, gelas
piala, gelas ukur, timbangan analitik, desikator, destilator, kertas saring, labu
lemak, pipet, erlenmeyer, dan Atomic Absorption Spectrophotometer.
15

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu : penelitian pendahuluan
dan penelitian utama.

3.3.1 Penelitian pendahuluan


Tujuan dari penelitian pendahuluan adalah untuk menghasilkan tepung
tulang ikan madidihang yang tidak anyir dengan perlakuan perendaman didalam
larutan jeruk nipis. Dalam penelitian pendahuluan terlebih dahulu dilakukan
pembuatan tepung tulang ikan madidihang yang direndam larutan jeruk nipis.
Jeruk nipis yang digunakan untuk 1 kg tulang ikan madidihang sebanyak 5 liter
larutan jeruk nipis. Perbandingan antara jumlah air perasan jeruk nipis dengan
jumlah air yang digunakan adalah 500 ml : 4500 ml (1 : 9 v/v) dengan waktu
perendaman yang berbeda-beda yaitu 0, 2, 4 dan 6 jam (Irawati, 2001). Pada
penelitian pendahuluan ini dilakukan juga penghitungan berat awal (bentuk
limbah tulang) dan berat akhir (saat sudah menjadi tepung tulang ikan
madidihang) sebagai dasar perhitungan rendemen, derajat putih, serta uji sensori
yang meliputi bau/aroma dan warna dari tepung tulang ikan madidihang yang
dihasilkan. Hasil pengamatan sensori dengan menggunakan 30 orang panelis ini
dipakai untuk menentukan waktu perendaman terbaik yang dapat menghasilkan
tepung tulang ikan madidihang tidak amis.
Proses pembuatan tepung tulang adalah sebagai berikut: tulang ikan dicuci
untuk dibersihkan dari kotoran dan darah, tahap selanjutnya perebusan selama
12 jam (4 jam pertahap) sehingga mudah dipotong. Selesai direbus tulang ikan
dicuci dengan air. Tulang ikan direndam dengan larutan jeruk nipis (1:9 v/v)
selama 0, 2, 4 dan 6jam. Tulang ikan dicuci dengan air. Tahap selanjutnya tulang
ikan tersebut di autoclave selama 1 jam pada suhu 121C. Pengeringan dengan
oven suhu 60C selama 5 jam. Tahap selanjutnya adalah penggilingan dengan
hammer mill. Langkah terakhir adalah pengayakan dengan ayakan berukuran
100 mesh. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang dapat
dilihat pada Gambar 2.
16

Limbah tulang ikan madidihang

Pembersihan, pencucian dan pengecilan ukuran

Perebusan selama 12 jam (4 jam pertahap) suhu 100C

Pencucian dengan air

Waktu perendaman : Perendaman air jeruk nipis ( 1 : 9 v/v) *


0, 2, 4 dan 6 jam

Pencucian dengan air

Pemanasan (autoclave) selama 1 jam pada suhu 121C

Pengeringan dengan oven suhu 60C, selama 5 jam

Penggilingan dengan hammer mill *

Pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh

Tepung tulang ikan madidihang

Uji sensori
Rendemen
Derajat putih
Uji proksimat
Uji kalsium

Gambar 2. Skema proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang


(* Modifikasi Nurdiani, 2003)

3.3.2 Penelitian utama


Penelitian utama meliputi pembuatan biskuit (crackers) dengan suplemen
tepung tulang ikan madidihang yang berasal dari waktu perendaman terbaik yaitu
pada perendaman larutan di dalam jeruk nipis 6 jam berdasarkan uji sensori.
Urutan proses perlakuan pembuatan biskuit (crackers) sebagai berikut :
17

1. Tepung terigu 200 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang
0 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah
0 gram.
2. Tepung terigu 180 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang
10 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah
20 gram.
3. Tepung terigu 160 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang
20 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah
40 gram.
4. Tepung terigu 140 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang
30 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah
60 gram.
Prosedur pembuatan biskuit (crackers) sebagai berikut: air dan garam
diaduk merata (adonan 1). Tepung terigu, tepung tulang ikan madidihang, ragi
fermipan, gula halus dan margarin dicampur dan diaduk merata (adonan 2).
Adonan yang pertama dan adonan yang kedua dicampur lalu diuleni dengan
tangan sehingga menjadi licin. Selanjutnya dilakukan pemeraman adonan (aging)
selama 30 menit. Selesai aging dilakukan pencetakan adonan setebal 3 mm diatas
loyang yang telah dilapisi margarin. Langkah terakhir adalah proses
pemanggangan (oven) bersuhu 160C selama 15 menit serta didinginkan pada
suhu kamar. Formula biskuit (crackers) dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan
diagram alir pembuatan biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 5. Formula biskuit (crackers) dengan berbagai campuran bahan


Konsen
Tepung Tepung Gula
trasi (%) Margarin Air Ragi Garam
Terigu Tulang halus
Tepung (gram) (gram) (gram) (gram)
(gram) (gram) (gram)
Tulang
0 200 0 50 90 3 5 4
10 180 20 50 90 3 5 4
20 160 40 50 90 3 5 4
30 140 60 50 90 3 5 4
Sumber : Modifikasi Resep Primarasa (2004)
Keterangan : dengan menggunakan metode subtitusi
18

Air dan garam diaduk* Tepung terigu, ragi, margarin,


merata (adonan 1) tepung tulang ikan madidihang (0, 10,
20 dan 30 %), dan gula halus*
dicampur dan diaduk rata (adonan 2).

Pencampuran adonan 1 dan 2 lalu di aduk dengan tangan hingga licin

Pemeraman adonan (aging) selama 30 menit

Pencetakan adonan setebal 3 mm


(ukuran panjang 2,57 cm dan lebar 2,57 cm)
diatas loyang yang telah dilapisi mentega

Pemanggangan (oven) bersuhu 160 selama 15 menit *

Pendinginan pada suhu kamar

Uji Kimia : Biskuit (crackers) Uji Fisik :


Uji kadar air Uji kekerasan/kerenyahan
Uji kadar abu Uji sensori
Uji kadar lemak
Uji kadar protein
Uji kadar karbohidrat
Uji kadar kalsium
Uji kadar serat
Uji pH

Gambar 3. Skema proses pembuatan biskuit (crackers)


( *Modifikasi Primarasa, 2004)
19

3.4 Pengamatan

3.4.1 Analisis kimia


3.4.1.1 Analisis kadar air ( AOAC, 1995)
Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit
atau sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama
30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan
diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada
suhu 105-110C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah
dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dan
setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :

B1 B 2
% Kadar air = 100%
B

Keterangan : B = Berat sampel (gram)


B1= Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan
B2= Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

3.4.1.2 Analisis kadar abu (AOAC, 1995)


Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin
dipanaskan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan
dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lagi lalu diabukan dalam
tanur suhu 600C sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan berat
konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan
kadar abu adalah sebagai berikut :

Berat abu ( g ) x100 %


% Kadar abu =
Berat sampel ( g )
20

3.4.1.3 Analisis kadar protein (AOAC, 1995)


Ditimbang sejumlah kecil contoh (1-2 gram) lalu dimasukkan ke dalam
labu kjeldahl. Setelah itu ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2.0 0.1 ml
H2SO4 dan kemudian contoh dididihkan sampai cairan jernih. Larutan jernih ini
lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu kjeldahl dicuci dengan air (1-2) ml
kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml
larutan NaOH-NaS2O3.
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan
H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2 % dan 1
bagian metilen biru 0,2 % dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus
terendam dalam larutan H3BO3. Setelah itu isi erlenmeyer diencerkan sampai 50
ml dan dititrasi dengtan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-
abu. Dilakukan pula terhadap blanko.

(ml sampel ml HCl blanko) x N HCl x14.007 x100 %


% N =
Berat sampel

% Pr otein = % N x 6.25

3.4.1.4 Analisis kadar lemak (AOAC, 1995)


Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi
soxhlet. Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven,
kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak
5 gram dibungkus dengan kertas saring, setelah itu kertas saring yang berisi
contoh tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor
diletakkan diatasnya dan abu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut heksana
dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks
selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak
berwarna jernih.
Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung
kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dipanaskan di
21

dalam oven pada suhu 105C hingga mencapai berat tetap dan setelah itu
didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak didalamnya
ditimbang dan berat lemak dapat diketahui.

Berat Lemak ( g ) x100 %


% Kadar lemak =
Berat sampel ( g )

3.4.1.5 Analisis kadar karbohidrat by difference (AOAC, 1995)


Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan
menggunakan rumus :

Kadar karbohidrat = 100 % K . lemak K . Pr otein K . air K . Abu

3.4.1.6 Analisis kadar kalsium (AOAC, 1995)


Penetapan kadar kalsium dilakukan dengan mengukur sampel yang sudah
didestruksi secara basah pada Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) dengan
menggunakan panjang gelombang 420 nm. Sampel didestruksi dengan campuran
asam lalu dipisahkan dengan residunya.
Larutan stok standar kalsium 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang
2,4974 gram CaCO3 kemudian dilarutkan dengan asam nitrat 1:4 sampai 1 liter.
Larutan standar dibuat dari larutan stok 1000 ppm. Seri larutan standar yang
digunakan adalah 0, 2, 5, 10 dan 20 ppm dengan volume 100 ml. Larutan standar
tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan AAS. Dari nilai absorbansi yang
dihasilkan AAS pada seri larutan standar diperoleh hubungan antara konsentrasi
dengan absorban, melalui persamaan garis lurus y = a + bx. Y sebagai absorban
dan x sebagai konsentrasi.
Analisis kadar kalsium sampel dilakukan dengan menimbang 0,1 gram
sampel halus yang kemudian dimasukkan kedalam labu kjeldhal 100 ml dan
ditambahkan 10-13 ml campuran asam yang terdiri dari HNO3, HclO4, dan HCl
(perbandingan 6 : 6 : 1), larutan didestruksi sampai berwarna jernih kemudian
didinginkan. Setelah dingin campuran hasil destruksi disaring dengan kertas
saring whatman. Pada saat penyaringan, labu kjeldahl dan corong dibilas dengan
22

air bebas ion sebanyak 4 kali. Volume hasil penyaringan ditera hingga 100 ml dan
siap diukur pada AAS dengan panjang gelombang 420 nm.

ppm Ca = (absorban sampel absorban blanko) x ml aliquot x FP


Bobot sampel (g)

% Ca = ppm Ca x 100 %
1000000

3.4.1.7 Analisis kadar serat kasar (SNI 01-2973-1992)


Ditimbang dengan teiliti 2-5 gram contoh yang telah bebas dari lemak,
kemudian dimasukan kedalam erlenmeyer 750 ml. Lalu ditambahkan dengan 100
ml H2SO4 1,25%. Didihkan selama 30 menit menggunakan pendingin tegak.
Setelah itu ditambahkan lagi 200 ml NaOH 3,25% dan didihkan selama 30 menit.
Dalam keadaan panas, larutan disaring dengan menggunakan corong
Buchner berisi kertas saring yang telah diketahui bobotnya (yang telah
dikeringkan pada suhu 105C selama 30 menit). Kertas saring dicuci berturut-
turut dengan air panas, H2SO41,25%, air panas dan alkohol 96%. Kertas saring
dan isinya diangkat dan dimasukkan kedalam cawan pijar yang telah diketahui
bobotnya, lalu dikeringkan pada 105C selama 1 jam hingga bobot tetap.

A BC
% Kadar serat kasar = 100%
gramcontoh

Keterangan : A = bobot cawan + kertas saring + sampel


B = bobot abu + cawan
C = bobot kertas saring

3.4.1.8 Analisis energi (kal/100 gram) (SNI 01-2973-1992)

Nilai kalori per 100 gram contoh = (9 % lemak + 4 % protein + 4 % karbohidrat )kal
23

3.4.1.9 Analisis derajat keasaman metode pH metri (AOAC, 1995)


Sampel dihaluskan, lalu ditimbang sebanyak 1 g dalam gelas piala.
Ditambahkan 10 ml akuades pH 7, lalu dilakukan pengadukan. Setelah larut,
dilakukan pengukuran pH dengan cara memasukkan pH meter yang telah
dikalibrasi dengan akuades pH 7 kedalam larutan sampel. Didiamkan beberapa
menit hingga didapat pH tetap.

3.4.2 Analisis Fisik


3.4.2.1 Rendemen
Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input
dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah.

A
Re ndemen = 100%
B

Keterangan : A = berat akhir tepung tulang ikan madidihang


B = berat awal tulang ikan madidihang

3.4.2.2 Analisis derajat putih tepung tulang ikan madidihang


Sampel berupa tepung tulang dimasukkan kedalam cawan whiteness meter
hingga padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel beserta cawan berisi
standar (dapat berupa white plate atau serbuk BaSO4) dimasukkan kedalam sistem
Kett Whiteness Meter. Derajat keputihan diukur dengan membandingkan warna
sampel dengan warna kontrol, ditunjukkan oleh jarum meteran pada monitor.

3.4.2.3 Kekerasan biskuit (crackers) (Ranggana, 1986)


Kekerasan diukur dengan menggunakan penetrometer. Biskuit (crackers)
direntangkan pada dasar alat penetrometer, kemudian ditusukkan jarum kedalam
biskuit (crackers) selama 1 detik. Nilai kerenyahan/kekerasan dapat dilihat pada
angka yang ditunjukkan oleh meter. Semakin kecil nilai yang didapatkan, maka
tingkat kekerasan semakin besar.
24

3.5 Rancangan percobaan (Steel dan Torrie, 1991)


Data hasil analisis yang diperoleh, diolah untuk mengetahui respon
percobaan terhadap produk. Rancangan percobaan untuk uji hasil analisis fisiko
kimia adalah Rancangan Acak Lengkap Tunggal (1 faktor yaitu konsentrasi
tepung tulang ikan dengan 3 kali ulangan). Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Statistical Package For Social Science (SPSS)
pada komputer. Berdasarkan hasil analisis rancangan acak lengkap apabila hasil
yang didapat berbeda nyata maka dilanjutkan uji lanjut BNJ untuk melihat
perbedaan antar perlakuan.

Model Rancangan : Yik = + Ai + ik

Keterangan :

Yik = respon percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i, ulangan ke-k
= nilai tengah umum / rataan
Ai = pengaruh taraf ke-i faktor A (i = 1, 2, 3)
ik = kesalahan percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan ke-k
Data hasil uji sensori disusun dalam score sheet kemudian dihitung dengan
menggunakan statistik non parametrik, metode Kruskal wallis dengan rumus
sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991).

2
12 Ri ' H
H = 3(n + 1) H" =
n(n + 1) ni Pembagi

Pembagi = 1
T
(n 1)n(n + 1)

Keterangan :
ni = banyaknya pengamatan
n = total data
Ri = jumlah pangkat bebas dalam contoh ke-I
t = banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok
H = H terkoreksi
25

Jika hasil uji Kruskal wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata
selanjutnya dilakukan uji lanjut multiple comparison dengan rumus sebagai
berikut (Steel dan Torrie, 1991).

Ri R j Z / 2 p (n + 1)k / 6

Keterangan :
Ri = rata-rata ranking perlakuan ke-i
Rj = rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j
k = banyaknya ulangan
n = jumlah total data
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan


4.1.1 Rendemen
Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui
nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen
berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses.
Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk
tersebut, begitu pula nilai efektivitas dari produk tersebut
(Hadiwiyoto, 1994 yang diacu Amiarso, 2003).
Berat awal tulang ikan madidihang basah adalah 12 kg, kemudian tulang
tersebut dibersihkan dari daging yang masih menempel sehingga beratnya menjadi
3 kg. Setelah proses penepungan tepung tulang ikan madidihang yang diperoleh
sebanyak 1975 gram. Rendemen tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan
adalah 65,8 %. Rendemen tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh kualitas filleting ikan tersebut. Kualitas yang baik dapat dilihat
dari sedikitnya daging ikan yang masih menempel pada tulang. Semakin baik
kualitas filleting maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan.

4.1.2 Derajat putih


Tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan memiliki warna putih
susu. Derajat putih yang diukur dengan menggunakan alat whiteness meter untuk
tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman dalam larutan jeruk nipis adalah
64,87 % (pH 7,03), tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman dalam
larutan jeruk nipis selama 2 jam adalah 65,11 % (pH 5,65), tepung tulang ikan
madidihang dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam adalah
68,92 % (pH 5,58), dan tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman dalam
larutan jeruk nipis selama 6 jam adalah 76,08 % (pH 5,33). Dengan meningkatnya
waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis derajat putih tepung tulang ikan
madidihang lebih cerah. Diduga disebabkan oleh tingkat keasaman tepung tulang
ikan madidihang yang lebih rendah dengan adanya perendaman dalam larutan
jeruk nipis. Semakin lama direndam dengan larutan jeruk nipis maka semakin
27

menurun pH mengakibatkan warna tepung tulang ikan lebih terang


(Soeparno, 1994 yang diacu Nasution, 2000). Selain itu dalam larutan jeruk nipis
terdapat alpha hydroxy acid (AHA) yang berfungsi untuk memberikan efek
pencerahan (Puri, 2002).
Angka yang diperoleh dari derajat putih tepung tulang ikan madidihang
terbilang kecil jika merujuk pada angka derajat putih tepung terigu yang berada
pada kisaran 80%-90 %. Selain itu tepung yang dijual komersil biasanya
menggunakan pemutih karena kesukaan konsumen terhadap warna tepung yang
putih (Buckle et al, 1987). Hasil pembuatan tepung tulang ikan madidihang dapat
dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares)


hasil penelitian

4.1.3 Uji sensori tepung tulang ikan madidihang


Uji sensori aroma dan warna dilakukan untuk menentukan berapa lama
sebenarnya waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis terbaik yang
menghasilkan tepung tulang ikan madidihang yang tidak berbau anyir. Perlakuan
ini meliputi kontrol (tanpa perendaman dalam larutan jeruk nipis), 2, 4 dan 6 jam.
Berdasarkan uji sensori ini, dipilih satu tepung tulang ikan madidihang terbaik
yaitu dengan perendaman 6 jam yang nantinya akan dijadikan suplemen dalam
pembuatan biskuit (crackers).
Score sheet tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Lampiran 1a
sedangkan data hasil uji sensori tepung tulang ikan madidihang untuk parameter
aroma dan warna dapat dilihat pada Lampiran 2a dan 2b. Hasil uji sensori tepung
tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Tabel 6.
28

Tabel 6. Nilai rata-rata hasil uji hedonik tepung tulang ikan


madidihang
Perlakuan Aroma Warna
Kontrol (tanpa perendaman larutan jeruk nipis) 4,93 5,20
Perendaman larutan jeruk nipis selama 2 jam 5,00 5,50
Perendaman larutan jeruk nipis selama 4 jam 5,13 5,60
Perendaman larutan jeruk nipis selama 6 jam 5,77 6,43

4.1.3.1 Aroma
Aroma merupakan sesuatu yang berhubungan dengan indera penciuman
manusia. Aroma dari suatu bahan akan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap
bahan tersebut. Pada umumnya aroma yang diterima oleh hidung dan otak lebih
banyak merupakan campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan
hangus (Winarno, 1997).
Dari hasil uji sensori terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang
diperoleh nilai rata-rata antara 4,93 sampai 5,77. Tingkat kesukaan panelis
terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang berkisar dari kategori netral
hingga kategori agak suka. Nilai kesukaan tertinggi terhadap aroma tepung tulang
ikan madidihang terdapat pada tepung tulang dengan waktu perendaman dalam
larutan jeruk nipis selama 6 jam dengan nilai 5,77 dan nilai kesukaan terendah
terdapat pada tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman dalam larutan
jeruk nipis dengan nilai 4,93. Histogram nilai rata-rata aroma tepung tulang ikan
madidihang dapat dilihat pada Gambar 5.

7
Tingkat kesukaan

5.77
4.93 5.00 5.13
5

1
0 jam 2 jam 4 jam 6 jam
Waktu perendaman dengan larutan
jeruk nipis
Gambar 5. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma
tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu
perendaman dalam larutan jeruk nipis
29

Gambar 5 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma


tepung tulang ikan madidihang mengalami kenaikan seiring dengan semakin lama
waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis. Semakin lama waktu perendaman
di dalam larutan jeruk nipis maka bau amis pada tepung tulang yang diperoleh
akan hilang. Hal ini menunjukkan bahwa larutan jeruk nipis mengandung minyak
atsiri Limonen yang berfungsi untuk menghilangkan bau amis ikan pada tepung
tulang ikan tersebut (Rukmana, 1996).
Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan
jeruk nipis pada tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh yang nyata
pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang.
Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 4a. Hasil uji lanjut multiple
comparison menunjukkan bahwa aroma tepung tulang ikan madidihang dengan
perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam berbeda nyata terhadap
kontrol, perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 2 jam dan perendaman di
dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan
yang bervariasi terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang pada semua
perlakuan. Hal ini diduga karena variasi waktu perendaman yang dilakukan
ternyata cukup memberikan perbedaan nyata terhadap aroma tepung tulang ikan
madidihang, sehingga dapat terlihat oleh panelis bahwa semakin lama waktu
perendaman di dalam larutan jeruk nipis maka bau anyir pada tepung tulang ikan
madidihang semakin hilang. Hasil uji lanjut multiple comparison dapat dilihat
pada Lampiran 4b.

4.1.3.2 Warna
Dari hasil uji sensori terhadap warna tepung tulang ikan madidihang
diperoleh nilai rata-rata antara 5,20 sampai 6,43. Tingkat kesukaan panelis
terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang berkisar dari kategori netral
hingga kategori agak suka. Nilai kesukaan tertinggi terhadap warna tepung tulang
ikan madidihang terdapat pada tepung tulang dengan waktu perendaman di dalam
larutan jeruk nipis selama 6 jam dengan nilai 6,43 dan nilai kesukaan terendah
terdapat pada tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman di dalam larutan
jeruk nipis dengan nilai 5,20. Histogram nilai rata-rata warna tepung tulang ikan
madidihang dapat dilihat pada Gambar 6.
30

7 6.43
5.20 5.50 5.60
6

Tingkat kesukaan
5
4
3
2
1
0
0 jam 2 jam 4 jam 6 jam
Waktu perendaman di dalam larutan
jeruk nipis
Gambar 6. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap
warna tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan
waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

Gambar 6 menunjukkan bahwa panelis menyukai warna tepung tulang


ikan madidihang yang direndam larutan jeruk nipis selama 6 jam (pH 5,33)
dibandingkan dengan tanpa perendaman di dalam jeruk nipis (pH 7,03),
perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 2 jam (pH 5,65), dan perendaman
di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam (pH 5,58). Tepung tulang ikan
madidihang yang diperoleh tanpa perendaman di dalam larutan jeruk nipis
berwarna putih kecoklatan. Dengan meningkatnya waktu perendaman di dalam
larutan jeruk nipis, warna tepung tulang ikan madidihang lebih cerah. Diduga
disebabkan oleh pH tepung tulang ikan madidihang yang lebih rendah dengan
adanya perendaman di dalam larutan jeruk nipis. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soeparno (1994) yang diacu Nasution (2000), penurunan pH mengakibatkan
warna tepung tulang ikan lebih terang. Selain itu dalam larutan jeruk nipis
terdapat alpha hydroxy acid (AHA) yang berfungsi untuk memberikan efek
pencerahan (Puri, 2002).
Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa perendaman dengan larutan
jeruk nipis pada tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh yang nyata
pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna tepung tulang ikan madidihang.
Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 4a. Hasil uji lanjut multiple
comparison menunjukkan bahwa warna tepung tulang ikan madidihang dengan
perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam berbeda nyata terhadap
kontrol, perendaman di dalam jeruk nipis selama 2 jam, dan perendaman di dalam
31

larutan jeruk nipis selama 4 jam. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang
bervariasi terhadap warna tepung tulang ikan madidihang pada semua perlakuan.
Hal ini diduga karena variasi waktu perendaman yang dilakukan ternyata cukup
memberikan perbedaan nyata terhadap warna tepung tulang ikan madidihang,
sehingga dapat terlihat oleh panelis semakin lama waktu perendaman di dalam
larutan jeruk nipis, maka warna tepung tulang ikan madidihang semakin bagus.
Hasil uji lanjut multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 4b.

4.1.4 Analisis kimia tepung tulang ikan madidihang


4.1.4.1 Kadar air
Air merupakan komponen utama dalam bahan makanan yang sangat
mempengaruhi tekstur, rupa maupun cita rasa dalam makanan. Daya tahan bahan
hasil olahan juga sangat berkaitan dengan kandungan air karena hal tersebut
sangat mempengaruhi perkembangbiakan mikroorganisme dalam produk olahan
(Winarno, 1997).
Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar air tepung tulang ikan
madidihang berkisar antara 2,55 3,76 %. Kadar air terendah dihasilkan pada
pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan
jeruk nipis selama 6 jam dengan nilai sebesar 2,55 %, sedangkan kadar air
tertinggi pada tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam
larutan jeruk nipis selama 4 jam yaitu 3,76 %. Hasil analisis kadar air tepung
tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 7.

3.51 3.60 3.76


4
Kadar air (%)

3 2.55

2
1
0
0 jam 2 jam 4 jam 6 jam
Waktu perendaman di dalam jeruk nipis

Gambar 7. Histogram kadar air tepung tulang ikan madidihang dengan


perlakuan waktu perendaman di dalam jeruk nipis
32

Kadar air pada perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam
meningkat dan kadar air pada perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama
6 jam menurun. Kadar air meningkat pada waktu perendaman di dalam larutan
jeruk nipis selama 4 jam yang disebabkan penyerapan larutan jeruk nipis-nya
belum stabil sedangkan pada perlakuan perendaman lebih dari 4 jam mengalami
penurunan yang disebabkan proses penyerapannya lebih cepat. Kemudian setelah
mengalami proses perendaman, keempat perlakuan tersebut mengalami autoclave
selama 1 jam. Pada perlakuan perendaman lebih dari 4 jam, terjadi proses yang
lebih cepat penguapannya dibandingkan ketiga perlakuan lainnya karena
evaporasi sari jeruk bekerja lebih optimal sehingga kadar air turun menjadi 2,55
pada perlakuan perendaman 6 jam (Ahza dan Slamet, 1997). Hasil uji sidik ragam
menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis berpengaruh nyata
terhadap kadar air tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 9a). Sedangkan dari
hasil uji lanjut BNJ perlakuan perendaman 6 jam berbeda nyata terhadap
perendaman di dalam larutan jeruk nipis dengan perlakuan x11 (kontrol),
perlakuan x12 (perendaman 2 jam), dan perlakuan x13 (perendaman 4 jam)
(Lampiran 10a).

4.1.4.2 Kadar abu


Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen
ini terdiri dari mineral-mineral seperti kalium, fosfor, natrium, magnesium,
kalsium, besi, mangan, dan tembaga (Winarno, 1995). Mineral merupakan salah
satu zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil
Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar abu tepung tulang ikan
madidihang menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu 65,61 67,94 %. Kadar
abu terendah dihasilkan pada pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan
perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam dengan nilai sebesar
65,61 %, sedangkan kadar abu tertinggi pada tepung tulang ikan madidihang tanpa
perendaman di dalam larutan jeruk nipis yaitu 67,94 %. Diduga kadar abu yang
tinggi disebabkan karena komponen penyusun utama tulang adalah mineral.
Selain itu akibat proses pemasakan dan pengeringan menyebabkan bahan
mengalami kehilangan protein dan sebagian komponen air dan lemak yang
33

akhirnya dapat meningkatkan kadar abu bahan. Hasil analisis kadar abu tepung
tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 8.

69 67.94
Kadar abu (%)
67.72
68
67 66.34
65.61
66
65
64
0 jam 2 jam 4 jam 6 jam
Waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

Gambar 8. Histogram kadar abu tepung tulang ikan madidihang


dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan
jeruk nipis

Terjadinya peningkatan kadar abu pada perlakuan 6 jam karena setelah


mengalami perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam, dilakukan
proses peremahan menggunakan autoclave selama 1 jam. Dalam proses tersebut,
proses evaporasi sari jeruk yang mempunyai total padatan tertinggi berlangsung
lebih cepat sehingga kandungan air dalam tulang ikan madidihang mengalami
banyak penguapan yang mengakibatkan kadar abu meningkat menjadi 67,72%
(Adil dan Asep, 1997).
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman jeruk nipis
berpengaruh nyata terhadap kadar abu tepung tulang ikan madidihang
(Lampiran 9b). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa perendaman di dalam
larutan jeruk nipis 4 jam dan perendaman di dalam larutan jeruk nipis 2 jam
berbeda nyata dengan perendaman kontrol dan perendaman 6 jam (Lampiran 10a)

4.1.4.3 Kadar protein


Berdasarkan analisis protein diperoleh hasil kadar protein tepung tulang
ikan madidihang yang dibuat berkisar antara 16,60 17,51 %. Kadar protein
tertinggi dihasilkan pada tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di
dalam larutan jeruk nipis selama 2 jam yaitu 17,51 %, sedangkan kadar protein
terendah dihasilkan pada tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di
dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam yaitu 16,60 %. Nilai kadar protein pada
setiap perlakuan mengalami penurunan dimana hal ini dipengaruhi oleh waktu
perendaman di dalam larutan jeruk nipis yang berbeda setiap perlakuan.
34

Hubungan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis dengan protein adalah
protein akan terhidrolisa apabila dicampurkan dengan asam, alkali kuat atau
enzim proteolitik dan juga pemanasan (perebusan). Protein terhidrolisa melalui
proses pemecahan protein secara bertahap menjadi molekul-molekul
peptida yang sederhana dan asam-asam amino
(Kirk dan Othmer, 1953 yang diacu Murtiningrum, 1997). Hasil analisis kadar
protein tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 9.

16.84 17.51 17.45


Kadar protein (%)

16.60

14

4
0 jam 2 jam 4 jam 6 jam
Waktu perendaman dengan larutan jeruk nipis

Gambar 9. Histogram kadar protein tepung tulang ikan madidihang


dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan
jeruk nipis

Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan


jeruk nipis berpengaruh nyata terhadap kadar protein tepung tulang ikan
madidihang (Lampiran 9c). Berdasarkan uji lanjut BNJ (Lampiran 10a),
menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis 4 jam dan
perendaman di dalam larutan jeruk nipis 2 jam berbeda nyata dengan perendaman
kontrol dan perendaman 6 jam.

4.1.4.4 Kadar lemak


Bila lemak bersentuhan dengan udara untuk jangka waktu lama maka akan
terjadi perubahan yang dinamakan proses ketengikan (Almatsier, 2003), sehingga
lemak harus dikeluarkan semaksimal mungkin dari tepung tulang ikan demi
mengurangi resiko ketengikan.
Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Gambar 10 diperoleh
kadar lemak tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 3,51 6,26 %. Kadar
lemak tertinggi terdapat pada tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman di
dalam larutan jeruk nipis sedangkan kadar lemak terendah terdapat pada tepung
35

tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama
6 jam. Nilai kadar lemak dari perlakuan kontrol, perlakuan 2 jam, perlakuan 4 jam
dan sampai perendaman di dalam larutan jeruk nipis perlakuan 6 jam mengalami
kenaikan dan penurunan. Hal ini disebabkan dalam suasana asam terjadi hidrolisis
lemak yang menghasilkan asam lemak dan gliserol. Pada saat proses pemasakan
di autoclave, asam lemak ini larut dalam air yang mengakibatkan berkurangnya
kadar lemak tepung tulang ikan madidihang. Penurunan kadar lemak tersebut
sangat mempengaruhi daya awet bahan. Bila kadar lemak bahan tinggi akan
mempercepat ketengikan akibat terjadinya oksidasi lemak (Ketaren, 1986). Kadar
lemak tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 10.
Kadar lemak (%)

8 6.26
6 4.11 4.53
3.51
4
2
0
0 jam 2 jam 4 jam 6 jam
Waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

Gambar 10. Histogram kadar lemak tepung tulang ikan madidihang


dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan
jeruk nipis

Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan


jeruk nipis berpengaruh nyata terhadap kadar lemak tepung tulang ikan
madidihang (Lampiran 9d). Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa
perendaman di dalam larutan jeruk nipis 2 jam, 4 jam, 6 jam berbeda nyata
dengan kontrol (Lampiran 10a).
Rekapitulasi proksimat hasil dari penelitian ini adalah kadar air
2,55 3,76 %, kadar abu 65,61 67,94 %, kadar protein 16,60 17,51 % dan
kadar lemak 3,51 6,26 % sedangkan pada penelitian Lestari (2001) rekapitulasi
proksimatnya adalah kadar air 7,11 7,73 %, kadar abu 56,25 56,38 %, kadar
protein 26,19 27,88 % dan kadar lemak 3,45 4,60 %. Perbedaan nilai
proksimat pada kedua penelitian ini disebabkan oleh perlakuan yang digunakan
berbeda.
36

4.1.4.5 Kadar kalsium


Kalsium merupakan makromolekul yang sangat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan tulang dan gigi (Harris dan Karnas, 1989).
Kalsium pada makhluk hidup terdapat paling banyak pada tulang dengan jumlah
yang lebih besar dari 99 % (Karyadi dan Muhilal, 1996). Unsur utama dari tulang
ikan terdiri dari kalsium, fosfor, dan karbonat, sedangkan yang terdapat dalam
jumlah kecil adalah magnesium, sodium, strontium, fitrat, klosida, hidroksid, dan
sulfat (Halver, 1989 yang diacu Lestari, 2001).
Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Gambar 11 diperoleh
bahwa tepung tulang yang dibuat mengandung kalsium sebesar 2,42 2,53 %
dimana kadar kalsium tertinggi terdapat pada tepung tulang ikan madidihang
dengan perendaman larutan jeruk nipis selama 2 jam sedangkan yang terendah
terdapat pada tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman larutan jeruk
nipis selama 4 jam. Hal ini disebabkan karena asam sitrat yang terkandung di
dalam larutan jeruk nipis menganggu penyerapan kalsium (deMann, 1989).
Dibandingkan dengan penelitian Lestari (2001), nilai kadar kalsiumnya
adalah 3,93 - 4,02 % lebih besar daripada penelitian ini. Hal ini disebabkan karena
perbedaan perlakuan yang digunakan. Dilihat dari nilai kadar kalsium setiap
perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dengan larutan jeruk nipis
yang diberikan menghasilkan tepung tulang ikan madidihang dengan kadar
kalsium yang hampir sama untuk setiap perlakuan. Kadar kalsium tepung tulang
ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 11.

5
Kadar kalsium (%)

4
3 2.51 2.53 2.42 2.52
2
1
0
0 jam 2 jam 4 jam 6 jam
Waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis
Gambar 11. Histogram kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan
jeruk nipis
37

Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan


jeruk nipis tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium tepung tulang ikan
madidihang (Lampiran 9e).

4.2 Penelitian Utama


Pada penelitian utama adalah proses pembuatan biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang. Tepung tulang ikan madidihang
yang ditambahkan ke dalam biskuit (crackers) adalah menggunakan tepung tulang
ikan madidihang dengan perendaman larutan jeruk nipis selama 6 jam. Tepung
tulang ikan madidihang yang ditambahkan pada biskuit (crackers) diambil dari
hasil terbaik uji hedonik yang dilakukan oleh 30 orang panelis.

4.2.1 Uji hedonik biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang


Uji kesukaan skala hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat
penerimaan panelis terhadap biskuit (crackers) yang dihasilkan, meliputi biskuit
(crackers) kontrol (0 %), biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang
ikan madidihang 10, 20, dan 30% dari tepung terigu. Biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan


madidihang hasil penelitian

Score sheet dan hasil uji penerimaan panelis dapat dilihat pada lampiran
1b dan lampiran 3a sampai 3f. Hasil uji sensori terhadap biskuit (crackers)
dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Tabel 7.
38

Tabel 7. Nilai rata-rata hasil uji hedonik terhadap biskuit (crackers)


dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada
berbagai tingkat konsentrasi.

Konsentrasi
tepung
Rasa Aroma Tekstur Penampakan Warna Kerenyahan
tulang ikan
madidihang
0% 5,27 5,00 5,43 5,77 5,83 5,83
10 % 5,50 5,03 5,33 5,33 5,10 5,67
20 % 5,03 4,50 4,67 4,93 4,90 5,40
30 % 4,67 4,17 4,90 5,17 5,03 4,80

4.2.1.1 Rasa
Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk
pangan. Rasa lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecap atau lidah.
Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen,
karena walaupun kandungan gizinya baik tetapi rasanya tidak dapat diterima oleh
konsumen maka target meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai dan
produk tidak laku (Winarno, 1997).
Hasil uji kesukaan terhadap rasa menunjukkan bahwa nilai rata-rata
kesukaan panelis terhadap rasa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang adalah antara 4,67 sampai 5,50. Tingkat kesukaan panelis
terhadap rasa biskuit (crackers) berkisar antara netral sampai agak suka.
Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa biskuit (crackers) dapat
dilihat pada Gambar 13.

6 5.27 5.50
5.03
Tingkat kesukaan

4.67
5
4
3
2
1
0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 13. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa


biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang
ikan madidihang
39

Hasil rata-rata tingkat kesukaan, terlihat bahwa biskuit (crackers) kontrol


mempunyai rasa yang rendah dibandingkan biskuit (crackers) dengan konsentrasi
tepung tulang ikan madidihang 10 %. Tingkat kesukaan rasa yang tertinggi adalah
biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %.
Semakin tinggi tingkat konsentrasi penambahan tepung tulang ikan madidihang
maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas rasa biskuit (crackers)
karena rasa ikan yang mendominasi. Tetapi pada biskuit (crackers) kontrol tingkat
kesukaan panelis lebih tinggi daripada biskuit (crackers) dengan konsentrasi
penambahan tepung tulang ikan madidihang 20 % maupun 30 % yang merupakan
alasan subyektif. Dari hasil analisis di atas terlihat bahwa biskuit (crackers)
dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 % memiliki tingkat
kesukaan yang tertinggi dan dapat diterima oleh panelis karena rasa ikannya tidak
terlalu mendominasi dibandingkan dengan konsentrasi 20 dan 30 %.
Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang
ikan madidihang memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan
terhadap rasa biskuit (crackers) yang dihasilkan. Artinya panelis memiliki tingkat
kesukaan yang cenderung berbeda terhadap parameter rasa untuk semua
perlakuan. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut
multiple comparison (Lampiran 6b) menunjukkan bahwa rasa biskuit (crackers)
dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 % berbeda nyata dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 %, sedangkan biskuit (crackers)
dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 % berbeda nyata dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %.

4.2.1.2 Aroma
Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam
banyak hal aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari
produk makanan itu sendiri (Soekarto, 1985). Aroma lebih banyak berhubungan
dengan panca indera pembau. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan
otak lebih banyak merupakan campuran empat bau utama yaitu aroma, asam,
tengik, dan hangus (Winarno, 1997).
Hasil uji kesukaan terhadap aroma menunjukkan bahwa nilai rata-rata
kesukaan panelis terhadap aroma biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
40

tulang ikan madidihang adalah antara 4,17 sampai 5,03. Tingkat kesukaan panelis
terhadap aroma biskuit (crackers) berkisar antara netral sampai agak suka.
Tingkat kesukaan tertinggi terhadap aroma terdapat pada biskuit (crackers)
dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 % dengan nilai 5,03 dan
kesukaan terkecil terdapat pada biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang 30 % dengan nilai 4,17. Histogram nilai rata-rata tingkat
kesukaan terhadap aroma biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 14.

6 5.00 5.03
Tingkat kesukaan

5 4.50 4.17
4
3
2
1
0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 14. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma


biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang

Hasil rata-rata tingkat kesukaan aroma, terlihat bahwa biskuit (crackers)


kontrol mempunyai aroma yang rendah dibandingkan biskuit (crackers) dengan
konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 10 %. Tingkat kesukaan aroma yang
tertinggi adalah biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang 10 %. Semakin tinggi tingkat konsentrasi penambahan tepung tulang
ikan madidihang maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas aroma
biskuit (crackers) karena bau ikan kering seperti menurut Ismanadji et al (2000).
Tetapi pada biskuit (crackers) kontrol tingkat kesukaan panelis lebih tinggi
daripada biskuit (crackers) dengan konsentrasi penambahan tepung tulang ikan
madidihang 20 % maupun 30 % yang merupakan alasan subyektif. Dari hasil
analisis di atas terlihat bahwa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang 10 % memiliki tingkat kesukaan yang tertinggi dan dapat
diterima oleh panelis.
Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang
ikan madidihang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap
41

aroma biskuit (crackers) yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis disajikan pada
Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison (Lampiran 6b) menunjukkan
bahwa aroma biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 30 %
berbeda nyata dengan biskuit (crackers) kontrol dan crackers dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang 10 %.

4.2.1.3 Tekstur
Tekstur suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh
bahan pangan tersebut. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa
perubahan tekstur bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat
mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel olfaktori dan
kelenjar air (Winarno, 1997).
Hasil uji kesukaan terhadap tekstur menunjukkan bahwa nilai rata-rata
kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang adalah antara 4,67 sampai 5,43. Tingkat kesukaan panelis
terhadap tekstur biskuit (crackers) berkisar antara netral sampai agak suka.
Tingkat kesukaan tertinggi terhadap tekstur terdapat pada biskuit (crackers)
kontrol dengan nilai 5,43 dan kesukaan terkecil terdapat pada biskuit (crackers)
dengan penambahan tepung tulang ikan 20 % dengan nilai 4,67. Histogram nilai
rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur biskuit (crackers) dapat dilihat pada
Gambar 15.

6 5.43 5.33
4.67 4.90
Tingkat kesukaan

5
4
3
2
1
0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 15. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap


tekstur biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang
42

Tekstur biskuit (crackers) yang paling disukai adalah kontrol dimana


adonan terdiri atas 100 % terigu tanpa ada penambahan tepung tulang ikan
madidihang. Dalam kandungan terigu terdapat gluten yang merupakan protein
gandum yang tidak larut dalam air dan mempunyai sifat elastis seperti karet
(Marliyati et al, 1992). Oleh karena itu gluten memegang peranan penting sebagai
bahan pembangun struktur adonan, yang menjadi kecenderungan tingkat kesukaan
panelis. Dengan adanya penambahan tepung tulang ikan madidihang
mengakibatkan terjadi reaksi anti elastisitas yang menurunkan sifat elastis pada
gluten menurun. Sehingga hal tersebut membuat tekstur biskuit (crackers)
menjadi agak keras dan akhirnya kurang disukai oleh para panelis. Tetapi pada
tingkat penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 %, tingkat kesukaan
panelis atas tekstur biskuit (crackers) tersebut meningkat sedikit yang merupakan
alasan subyektif dimana ada sebagian panelis merasakan tekstur yang berbeda.
Selain itu, pati pada terigu juga akan melapisi bagian luar biskuit (crackers) pada
proses penguapan biskuit (crackers). Pemanasan uap menyebabkan gluten
terkoagulasi sehingga pati meleleh membentuk film yang memberikan
kelembutan pada biskuit (crackers). Semakin banyak tepung terigu, biskuit
(crackers) semakin halus dan panelis semakin menyukai crackers.
Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang
ikan madidihang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap
tekstur biskuit (crackers) yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat
pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa
tekstur biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang
30 % berbeda nyata dengan biskuit (crackers) kontrol (0 %). Hasil uji lanjut
multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 6b.

4.2.1.4 Penampakan
Hasil uji kesukaan terhadap penampakan menunjukkan bahwa nilai rata-
rata kesukaan panelis terhadap penampakan biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah antara 4,93 sampai 5,77.
Tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan biskuit (crackers) berkisar antara
netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap penampakan
terdapat pada biskuit (crackers) kontrol dengan nilai 5,77 dan kesukaan terkecil
43

terdapat pada biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 30 %


dengan nilai 5,17. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap
penampakan biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 16.

7
Tingkat kesukaan 5.77
6 5.33 5.17
4.93
5
4
3
2
1
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang
Gambar 16. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap
penampakan biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang

Sama halnya dengan tingkat kesukaan panelis pada tekstur biskuit


(crackers) dimana dengan adanya penambahan tepung tulang ikan madidihang
mengakibatkan sifat elastis pada gluten menurun. Hal tersebut selanjutnya
membuat warna biskuit (crackers) secara kasat mata menjadi kurang disukai oleh
para panelis dimana biskuit (crackers) 0 % lebih halus penampakannya.
Sedangkan pada biskuit (crackers) konsentrasi 20 % penampakannya kurang
bagus dibandingkan dengan biskuit (crackers) konsentrasi 10 %. Tetapi pada
tingkat penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 %, tingkat kesukaan
panelis atas penampakan biskuit (crackers) tersebut meningkat sedikit dari
4,93 menjadi 5,17 yang merupakan alasan subyektif dimana ada sebagian panelis
yang melihat crackers tersebut lebih bagus tetapi tidak melebihi biskuit (crackers)
0 % dan 10 %.
Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang
ikan madidihang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap
penampakan biskuit (crackers) yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis dapat
dilihat pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan
bahwa penampakan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
30 % berbeda nyata dengan biskuit (crackers) kontrol (0 %). Hasil uji lanjut
multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 6b.
44

4.2.1.5 Warna
Mutu bahan pangan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis, dan
warna. Sebelum faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan
tampil lebih dulu (Winarno, 1997). Faktor warna tersebut akan menjadi
pertimbangan pertama ketika bahan makanan itu dipilih. Suatu bahan pangan yang
dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki
warna yang seharusnya (Soekarto, 1985).
Hasil uji kesukaan terhadap warna menunjukkan bahwa nilai rata-rata
kesukaan panelis terhadap warna biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang adalah antara 4,90 sampai 5,83. Tingkat kesukaan panelis
terhadap warna berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan
tertinggi terhadap warna terdapat pada biskuit (crackers) kontrol (0 %) dengan
nilai 5,83 dan kesukaan terkecil terdapat pada biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan 20 % dengan nilai 4,90. Histogram nilai rata-rata
tingkat kesukaan terhadap warna biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 17.

7
5.83
Tingkat kesukaan

6 5.10 5.03
4.90
5
4
3
2
1
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 17. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap


warna biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang

Tingkat kesukaan panelis pada warna biskuit (crackers) dipengaruhi oleh


penambahan tepung tulang ikan madidihang dimana partikel Ca++ akan
menurunkan tingkat kecerahan warna biskuit (crackers), sehingga apabila terjadi
proses pemanasan akan terjadi reaksi maillard. Reaksi maillard adalah reaksi
yang terjadi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus asam
45

amina primer yang terdapat pada bahan sehingga akan menghasilkan bahan
berwarna coklat yang disebut melanoidin (Winarno 1997).
Hal tersebut selanjutnya membuat warna biskuit (crackers) secara kasat
mata menjadi kurang disukai oleh para panelis dimana biskuit (crackers) 0 %
lebih cerah warnanya. Sedangkan pada biskuit (crackers) konsentrasi 20 % tingkat
kecerahan warnanya kurang bagus dibandingkan dengan biskuit (crackers)
konsentrasi 10 %. Tetapi pada tingkat penambahan tepung tulang ikan madidihang
30 %, tingkat kesukaan panelis atas warna biskuit (crackers) tersebut meningkat
sedikit dari 4,90 menjadi 5,03 yang merupakan alasan subyektif dimana ada
sebagian panelis yang melihat biskuit (crackers) tersebut lebih bagus tetapi tidak
melebihi biskuit (crackers) 0 % dan 10 %.
Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang
ikan madidihang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap
warna biskuit (crackers) yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat
pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa
warna biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 10 %, 20 % dan
30 % berbeda nyata dengan biskuit (crackers) kontrol (0 %). Hasil uji lanjut
multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 6b.

4.2.1.6 Kerenyahan
Salah satu faktor yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap
crackers adalah kerenyahan. Hasil uji kesukaan terhadap kerenyahan
menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap kerenyahan
crackers dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah antara 4,80
sampai 5,83. Tingkat kesukaan panelis terhadap kerenyahan biskuit (crackers)
berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap
kerenyahan terdapat pada biskuit (crackers) kontrol (0 %) dengan nilai 5,83 dan
kesukaan terkecil terdapat pada biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan 30 % dengan nilai 4,80. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan
terhadap kerenyahan biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 18.
46

7
5.83 5.67

Tingkat kesukaan
6 5.40
4.80
5
4
3
2
1
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 18. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap


kerenyahan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang

Gambar 18 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan terhadap kerenyahan


biskuit (crackers) mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya konsentrasi
tepung tulang ikan madidihang. Hal ini disebabkan penambahan bahan lain yang
terlalu banyak dapat menurunkan kerenyahan biskuit (crackers) (Elyawati, 1997).
Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang
ikan madidihang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap
kerenyahan biskuit (crackers) yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis dapat
dilihat pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan
bahwa kerenyahan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang biskuit
(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %. Hasil uji
lanjut multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 6b.

4.2.2 Analisis kandungan zat gizi biskuit (crackers) tepung tulang ikan
madidihang

4.2.2.1 Kadar air


Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran,
dan keawetan bahan pangan tersebut. Air juga merupakan komponen penting
dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta
cita rasa makanan kita (Winarno, 1997). Kadar air biskuit (crackers) berkisar
antara 0,74 -2,55 %. Biskuit (crackers) kontrol (0 %) mempunyai kadar air paling
47

tinggi 2,55 % dan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang mempunyai kadar air paling rendah 0,74 %. Hasil analisis kadar air
biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 19.

5
4
Kadar air (%)

3 2.55
1.73 1.52
2
0.74
1
0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 19. Histogram kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang

Dilihat dari Gambar 19 menunjukkan bahwa pada penelitian ini kadar air
biskuit (crackers) cenderung menurun dengan meningkatnya penambahan tepung
tulang ikan madidihang. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan
tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh terhadap kadar air biskuit
(crackers) (Lampiran 8a). Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa biskuit
(crackers) kontrol dan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang pada konsentrasi 30 % berbeda nyata terhadap kontrol, konsentrasi
10 %, konsentrasi 20 % dan konsentrasi 30 % (Lampiran 10b).
Menurut SNI No 01-2973 (1992) kadar air maksimal untuk biskuit
(crackers) adalah 5 %. Dengan demikian kadar air biskuit (crackers) yang
dihasilkan seluruhnya memenuhi standar SNI crackers. Kadar air biskuit
(crackers) yang dihasilkan cenderung berkurang dengan meningkatnya
penambahan tepung tulang ikan madidihang. Hal ini terjadi karena penambahan
tepung tulang ikan madidihang berarti terjadi penambahan partikel Ca++ yang akan
mengikat partikel OH- yang merupakan bagian dari unsur-unsur air atau H2O
sehingga kadar air berkurang seiring dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang (Linder, 1992).
48

4.2.2.2 Kadar abu


Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat organik. Abu merupakan
salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri dari mineral-
mineral seperti kalium, fosfor, natrium, tembaga (Winarno, 1995). Menurut
Apriyantono et al (1989) kadar abu menunjukkan besarnya jumlah mineral yang
terkandung dalam bahan pangan tersebut.

25
19.74
Kadar abu (%)

20
14.20
15
8.74
10
5 2.37
0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 20. Histogram kadar abu biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Kadar abu biskuit (crackers) berkisar antara 2,3719,74 % (Gambar 20).


Jika dibandingkan dengan kadar abu menurut SNI No 01-2973 (1992) yaitu
maksimal 1,5 %, kadar abu biskuit (crackers) untuk semua perlakuan lebih tinggi
kecuali biskuit (crackers) kontrol dengan kadar abu 2,37 %. Tingginya kadar abu
biskuit (crackers) karena penambahan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang
yang berbeda dan adanya pengaruh penambahan bahan tambahan pada biskuit
(crackers) itu. Kadar abu yang tinggi dalam biskuit (crackers) tepung tulang ikan
madidihang menguntungkan ditinjau dari segi nutrisi karena sebagian besar
tepung tulang ikan mengandung unsur kalsium yang sangat dibutuhkan oleh tubuh
(Sulaeman et al, 1995).
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan
madidihang memberikan pengaruh terhadap kadar abu biskuit (crackers)
(Lampiran 8b). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan
madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 %, dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol
(Lampiran 10b).
49

4.2.2.3 Kadar protein


Kadar protein yang dihasilkan berkisar antara 9,67 11,09 % dan secara
keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 21. Pada Gambar 20 menunjukkan bahwa
pada penelitian ini kadar protein biskuit (crackers) meningkat dengan
meningkatnya penambahan tepung tulang ikan madidihang.

10.70 11.09
Kadar protein (%)

12 9.67 10.31
10
8
6
4
2
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 21. Histogram kadar protein biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Menurut SNI No 01-2973 (1992), kadar protein minimal untuk biskuit


(crackers) adalah 9 %. Dengan demikian kadar protein biskuit (crackers) yang
dihasilkan menunjukkan jumlah tinggi melebihi syarat minimum SNI. Kadar
protein sangat dipengaruhi oleh formulasi bahan baku sedang perlakuan proses
pemanggangan tidak memberikan perbedaan terhadap kandungan protein produk,
karena proses yang dilakukan terjadi dalam waktu singkat sehingga dapat
meminimumkan kerusakan protein (Muchtadi et al, 1989). Kadar protein itu
sendiri akan rusak pada suhu oven 230C selama 30 menit
(Harris dan Karmas, 1989).
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan
madidihang memberikan pengaruh terhadap kadar protein biskuit (crackers)
(Lampiran 8c). Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa biskuit (crackers)
kontrol berbeda nyata terhadap biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 % dan 30 % (Lampiran 10b).

4.2.2.4 Kadar lemak


Kadar lemak biskuit (crackers) berkisar antara 13,5017,24 (Gambar 22).
Sedangkan menurut SNI kadar lemak crackers minimal 9,5 %, berarti biskuit
(crackers) untuk semua perlakuan tingkat substitusi telah memenuhi syarat SNI.
50

Bila dilihat dari Gambar 22 kadar lemak untuk semua perlakuan cenderung tinggi.
Hal ini diduga bahwa pada pembuatan biskuit (crackers) ini menggunakan
margarin yang mengandung kadar lemak cukup tinggi yaitu sekitar 31,5 % dan
adanya perbedaan penambahan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang.

20 16.68 17.24
16.03
Kadar lemak (%)

15 13.50

10

0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 22. Histogram kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang

Dengan meningkatnya konsentrasi tepung tulang ikan madidihang, maka


kadar lemak juga meningkat karena dalam tulang ikan madidihang terkandung
kadar lemak (Ketaren, 1986).
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan
madidihang berbeda nyata terhadap kadar lemak biskuit (crackers)
(Lampiran 8d). Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa biskuit (crackers)
kontrol berbeda nyata terhadap biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang pada konsentrasi 10%, 20% dan 30 % (Lampiran 10b).
Menurut SNI No 01-2973 (1992), kadar lemak minimal untuk biskuit
(crackers) adalah 9,5 %. Dengan demikian kadar lemak biskuit (crackers) yang
diperoleh melebihi syarat minimum SNI. Kandungan kadar lemak produk biskuit
(crackers) penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan biskuit (crackers)
yang beredar di pasaran yaitu sekitar 20 % (Seri Informasi Pasca Panen Perikanan,
1998 yang diacu Trimurti, 2001). Mengingat fungsi makanan ringan/ biskuit
(crackers) sebagai makanan tambahan, maka pada umumnya konsumen
menghindari jumlah kandungan lemak yang cukup tinggi.
51

4.2.2.5 Kadar karbohidrat


Kadar karbohidrat direntukan by difference yaitu hasil pengurangan dari
100 % dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu, sehingga
kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena
karbohidrat sangat berpengaruh kepada faktor kandungan zat gizi lainnya.
Penentuan dengan cara ini kurang akurat dan merupakan perhitungan kasar sebab
karbohidrat yang dihitung termasuk serat kasar yang tidak menghasilkan energi.
Serat kasar adalah fraksi karbohidrat yang sukar dicerna (Winarno, 1997).

71.91
Kadar karbohidrat

80 63.19
56.90 51.19
60
(%)

40
20
0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang
Gambar 23. Histogram kadar karbohidrat biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang

Kadar karbohidrat biskuit (crackers) yang dihasilkan berkisar antara


51,1971,91 % dan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 23. Pada
Gambar 23 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat biskuit (crackers) cenderung
menurun dengan meningkatnya penambahan tepung tulang ikan madidihang
terhadap tepung terigu. Menurut SNI No 01-2973 (1992), kadar karbohidrat untuk
biskuit (crackers) minimum adalah 70 %. Dengan demikian biskuit (crackers)
yang memenuhi standar SNI adalah biskuit (crackers) tanpa penambahan tepung
tulang ikan madidihang. Hasil uji sidik ragam menunjukkan penambahan tepung
tulang ikan madidihang berbeda nyata terhadap kadar karbohidrat biskuit
(crackers) tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan (Lampiran 8g). Hasil
uji lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada
konsentrasi 10 %, 20 %, dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10b).

4.2.2.6 Kadar kalsium


Kadar kalsium biskuit (crackers) yang dihasilkan berkisar antara
0,00 7,42 % dan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 24. Pada
Gambar 24 menunjukkan bahwa pada penelitian ini kadar kalsium biskuit
52

(crackers) meningkat dengan semakin meningkatnya penambahan tepung tulang


ikan madidihang. Kadar kalsium tidak dicantumkan dalam SNI No 01-2973
(1992) sehingga tidak dijadikan sebagai syarat mutu biskuit (crackers). Pada
penelitian ini, tepung tulang ikan madidihang yang digunakan ternyata
meningkatkan kadar kalsium biskuit (crackers) yang dihasilkan.

8 7.42
Kadar kalsium (%)

6 4.81
4
2.12
2
0.00
0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 24. Histogram kadar kalsium biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan
madidihang memberikan pengaruh terhadap kadar kalsium biskuit (crackers)
(Lampiran 8f). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan
madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 % dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol
(Lampiran 10b).
Kalsium sangat dibutuhkan oleh tubuh tetapi konsumsi kalsium hendaknya
tidak lebih dari 2500 mg perhari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu
ginjal atau gangguan ginjal. Disamping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah
buang air besar). Kelebihan kalsium dapat terjadi jika menggunakan suplemen
berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier, 2003).

4.2.2.7 Kadar serat kasar


Serat kasar adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar, yaitu
asam sulfat (H2SO4 1,25 %) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25 %)
(Muchtadi, 1989). Serat kasar bersifat menyerap bahan-bahan yang tidak berguna
dari hasil pencernaan makanan. Bahan ini dahulu tidak diperhitungkan
53

mempunyai nilai gizi, tetapi setelah diketahui dapat membantu pengeluaran


bahan-bahan berbahaya seperti kholesterol, serat kasar mulai diperhitungkan oleh
para ahli.

6 5.04
Kadar serat kasar (%)

5 3.79
4 3.23
3 1.96
2
1
0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 25. Histogram kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Dengan meningkatnya konsentrasi tepung tulang ikan madidihang, maka


kadar serat kasar dalam biskuit (crackers) menurun karena unsur karbohidrat
yang mengandung serat kasar, terserap oleh unsur kalsium yang bertugas
mengikat partikel OH- dari karbohidrat (Scala, 1975 yang diacu Winarno, 1997).
Penyerapan serat diturunkan oleh adanya unsur kalsium (deMan, 1989).
Kadar serat biskuit (crackers) berkisar antara 1,96 5,04 %. Hasil analisis
kadar serat dapat dilihat pada Gambar 25. Pada Gambar 25 menunjukkan bahwa
pada penelitian ini kadar serat kasar biskuit (crackers) menurun dengan semakin
meningkatnya penambahan tepung tulang ikan madidihang. Hasil uji sidik ragam
menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang berbeda nyata
terhadap kadar kalsium biskuit (crackers) (Lampiran 8e). Hasil uji lanjut BNJ
menunjukkan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada konsentrasi 10 %,
20 % dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10b).
Menurut SNI No 01-2973 (1992), kadar serat kasar untuk biskuit
(crackers) maksimum adalah 0,5 %. Dengan demikian kadar serat kasar biskuit
(crackers) yang dihasilkan menunjukkan jumlah tinggi melebihi syarat maksimum
SNI.
54

4.2.2.8 pH
Pengukuran derajat keasaman pH perlu dilakukan untuk mengetahui
bagaimana pengaturan secara fisik atau kimia agar pada satu bahan tidak
ditumbuhi oleh mikroba. Hasil dari pengukuran pH dapat dilihat pada Gambar 26.

5.56 5.55 5.52 5.45


6
5
pH meter

4
3
2
1
0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 26. Histogram pH biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang

Gambar 26 menunjukkan bahwa biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang 20 % memiliki pH terendah yaitu 5,52 sedangkan
biskuit (crackers) tanpa penambahan tepung tulang ikan madidihang 0 %
memiliki pH tertinggi yaitu 5,56. Hal ini disebabkan karena tepung tulang ikan
madidihang yang digunakan telah mengalami perendaman dalam larutan jeruk
nipis.
Hasil uji sidik ragam menunjukkan penambahan tepung tulang ikan
madidihang berbeda nyata terhadap pH biskuit (crackers) (Lampiran 8h). Hasil uji
lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada
konsentrasi 10 %, 20 % dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10b).
Menurut Tanuwidjaja (2002) yang diacu Mulia (2004) menemukan bahwa seiring
dengan terjadinya peningkatan konsentrasi tepung tulang ikan terjadi penurunan
pH.

4.2.2 Analisis fisik biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang


4.2.3 4.2.3.1 Tingkat kekerasan
Tingkat kekerasan biskuit (crackers) diperoleh dari hasil pengukuran
menggunakan alat penetrometer. Kekerasan biskuit (crackers) merupakan salah
satu faktor mutu biskuit (crackers) yang penting karena menentukan penerimaan
55

panelis. Nilai kekerasan biskuit (crackers) berkisar antara 5,2713,76


mm/detik/gr. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa angka kekerasan biskuit
(crackers) tanpa penambahan tepung tulang ikan madidihang (kontrol) adalah
5,27 mm/dtk/gr sedangkan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang
ikan madidihang 10 %, 20 %, dan 30 % masing-masing adalah 7,29, 12,98 dan
13,76 mm/dtk/gr. Jika dibandingkan dengan biskuit (crackers) kontrol tingkat
kekerasan biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang semakin renyah.
Hasil tingkat kekerasan biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang dapat
dilihat pada Gambar 27.

16 13.76
14 12.98
Tingkat kekerasan

12
(mm/dtk/gr)

10
7.29
8
5.27
6
4
2
0
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang

Gambar 27. Histogram kekerasan biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang

Adanya kenaikan tingkat kekerasan ini ada hubungannya dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang. Nilai angka kekerasan menunjukkan
angka yang rendah atau kecil artinya biskuit (crackers) tersebut semakin keras.
Sebaliknya makin tinggi angka kekerasan maka tingkat kekerasan biskuit
(crackers) semakin renyah. Kerenyahan timbul akibat terbentuknya rongga-
rongga udara pada saat pemanggangan. Hal ini diduga karena kandungan kalsium
dalam tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan pada biskuit (crackers)
mengalami penyusutan pada saat pemanggangan di oven dan pengaruh dari bahan
tambahan lainnya sehingga terbentuk rongga-rongga udara. Menurut Gaman dan
Sherrington (1992) adanya pemanasan menyebabkan sedikit pengurangan
kalsium.
Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan
madidihang memberikan pengaruh terhadap kekerasan biskuit (crackers)
(Lampiran 8i). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan
56

madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 % dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol


(Lampiran 10b).

4.2.4 Kandungan energi biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang


Kandungan energi suatu bahan makanan sangat tergantung pada
kandungan protein, lemak, dan karbohidratnya. Lemak merupakan salah satu
sumber kalori. Setiap gram lemak menghasilkan energi sebanyak 9 kalori
sedangkan protein dan karbohidrat menghasilkan 4 kalori per gramnya. Energi
yang terkandung dalam biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang berkisar
antara 404,28 447,80 kal. Menurut SNI No 01-2973 (1992) nilai minimum
kalori pada biskuit (crackers) adalah 400 kal. Hal ini berarti bahwa setiap biskuit
(crackers) yang dianalisis telah memenuhi ketentuan SNI.

460 447.80
438.30
440
Kalori (kal)

420.53
420 404.28
400
380
0% 10% 20% 30%
Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang
Gambar 28. Histogram kandungan energi biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang

4.2.5 Kontribusi biskuit (crackers) terhadap kecukupan kalsium


Kecukupan kalsium yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah
750 sampai 1000 mg/hari (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2004). Biskuit
(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %
mengandung kalsium 2,12 % (2,12 gram dalam 100 gram). Satu buah biskuit
(crackers) memiliki berat sekitar 2 gram sehingga diperkirakan mengandung
42,4 mg kalsium. Untuk memenuhi kecukupan kalsium 1000 mg/hari diperlukan
36 gram atau sekitar 18 buah biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang
ikan madidihang 10 %. Biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang 20 % mengandung kalsium 4,81 % (4,81 gram dalam 100 gram). Satu
buah biskuit (crackers) memiliki berat sekitar 2 gram sehingga diperkirakan
mengandung 96,2 mg kalsium. Untuk memenuhi kecukupan kalsium
57

1000 mg/hari diperlukan 16 gram biskuit (crackers) atau 8 buah biskuit (crackers)
dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 20 %. Biskuit (crackers)
dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 % mengandung kalsium
7,42% (7,42 gram dalam 100 gram). Satu buah biskuit (crackers) memiliki berat
sekitar 2 gram sehingga diperkirakan mengandung 148,4 mg kalsium. Untuk
memenuhi kecukupan kalsium 1000 mg/hari diperlukan 10 gram biskuit
(crackers) atau sekitar 5 buah biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang 30 %, jika diasumsikan biskuit (crackers) tersebut
digunakan sebagai satu-satunya sumber kalsium. Sedangkan pada biskuit
(crackers) kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan madidihang) tidak
memiliki kecukupan kalsium yang harus dimakan karena nilai kalsium nya 0 %.
Dari ketiga biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang tersebut kecukupan
kalsium per hari dapat terpenuhi. Kalsium sangat dibutuhkan oleh tubuh tetapi
konsumsi kalsium hendaknya tidak lebih dari 2500 mg perhari. Konsumsi kalsium
2500 mg per hari masih dianggap aman, dimana kalsium sisa yang tidak
digunakan tubuh akan dikeluarkan melalui urine dan tinja (Almatsier, 2003).

4.2.6 Penentuan harga produk

4.2.6.1 Harga tepung tulang ikan madidihang


Harga tepung tulang ikan madidihang dihitung berdasarkan biaya
pembuatan tepung tulang ikan madidihang. Biaya pembuatan tepung tulang ikan
madidihang dihitung dengan menjumlahkan biaya listrik, bahan bakar, tenaga
kerja, transport dan bahan-bahan. Biaya pembuatan tepung tulang ikan
madidihang tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.
Jumlah tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan 1975 g dari 12 kg
tulang ikan madidihang, maka harga per gram tepung tulang ikan madidihang
tersebut adalah Rp. 73,98. Harga per gram tepung terigu (Rp. 6,00). Namun
meskipun lebih mahal, harga per gram kalsium pada tepung tulang ikan
madidihang lebih murah daripada tepung terigu. Harga per gram kalsium tepung
terigu adalah Rp. 4.000,00, sedangkan harga per gram kalsium tepung tulang ikan
madidihang adalah Rp. 2.935,71. Harga per gram kalsium tepung tulang ikan
madidihang dan tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 9.
58

Tabel 8. Biaya pembuatan tepung tulang ikan madidihang


Jenis biaya Harga Pemakaian Biaya
1. Listrik
- Oven Rp. 467,50/jam 5 jam Rp. 2.337,50
- Hammer meal Rp. 2.000,00/jam 1 jam Rp. 2.000,00
2. Bahan bakar
- Minyak tanah Rp. 1.500,00/l 2l Rp. 3.000,00
3. Tenaga kerja*
- Pembuatan tepung
(1 orang) Rp. 3.584,24/jam 15 jam Rp. 53.763,60
- Pengambilan bahan
(2 orang) Rp. 7.168,47/jam 6 jam Rp. 43.010,87
4. Transport
- Pembelian dan
pengambilan Rp. 10.000,00/orang 2 orang Rp. 20.000,00
bahan
5. Peralatan
- Staryfoam Rp. 13.000,00 1 Rp. 13.000,00
6. Bahan
- Tulang ikan Tidak membeli 12 kg -
madidihang Rp. 3.000,00/kg 3 kg Rp. 9.000,00
- Jeruk nipis
Total biaya Rp. 146.111,97
* Keterangan :
- Upah minimum regional per bulan tahun 2005 untuk wilayah Bogor sebesar
Rp. 659.500 (SK Gubernur Jawa Barat, 2004).
- Rata-rata jam kerja seminggu untuk Propinsi Jawa Barat sebanyak 46 jam
(1bulan = 184 jam).

Tabel 9. Harga per gram kalsium tepung tulang ikan


madidihang dan tepung terigu

Jenis tepung
Keterangan Tulang ikan Terigu
madidihang
Harga/g tepung (Rp/1975 g) Rp. 73,98 Rp. 6,00
Kadar kalsium (%) 2,52 0,15
Harga/g kalsium (Rp) Rp.2.935,71 Rp. 4.000,00

4.2.6.2 Harga biskuit (crackers)


Harga biskuit (crackers) dihitung berdasarkan biaya pembuatan biskuit
(crackers). Biaya pembuatan biskuit (crackers) yang dihitung hanya biaya
pembuatan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 10% karena
panelis menyukai biskuit (crackers) dengan konsentrasi 10%. Biaya pembuatan
59

biskuit (crackers) dihitung dengan menjumlahkan biaya listrik, tenaga kerja,


transportasi dan bahan-bahan. Rincian biaya pembuatan biskuit (crackers) dapat
dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Biaya pembuatan satu resep biskuit (crackers)
Jenis biaya Harga Pemakaian Biaya
1. Listrik
- Oven Rp. 467,50 1 jam Rp. 467,50
2. Tenaga kerja
- Pembelian
bahan Rp. 3.584,24/jam 2 jam Rp. 7.168,48
- Pembuatan
bahan Rp. 3.584,24/jam 4 jam Rp. 14.336,96
3. Bahan
- Tepung Rp. 73,98 120/g Rp. 8.877,60
tulang Rp. 6.000,00/kg 680/g Rp. 4.080,00
- Tepung Rp. 14.000,00/kg 250/g Rp. 3.500,00
terigu Rp. 1.900,00/bungkus 2/bungkus Rp. 3.800,00
- Margarin Rp. 7.400,00/kg 16/g Rp. 118,40
- Ragi Rp. 900,00/kg 20/g Rp. 18,00
- Gula halus
- Garam
Total biaya Rp. 42.366,94
Jumlah biskuit (crackers) yang dihasilkan 252
Berat/ biskuit (crackers) 2g
Harga/ biskuit (crackers) Rp. 168,12
Harga/g biskuit (crackers) Rp. 84,06
Kadar kalsium dalam 100 g biskuit (crackers) 2,12 g
Harga/mg kalsium biskuit (crackers) Rp. 3,97

Biskuit (crackers) yang dihasilkan pada penelitian ini sebanyak 252 buah
dan berat satu buah crackers sekitar 2 g maka harga satu buah biskuit (crackers)
adalah Rp. 168,12. Harga tiap g biskuit (crackers) adalah Rp. 84,06 sedangkan
harga tiap mg kalsium biskuit (crackers) adalah Rp. 3,97. Harga tiap mg kalsium
biskuit (crackers) ini ternyata lebih mahal dibandingkan dengan produk
komersial. Hal ini disebabkan harga bahan-bahan yang digunakan berbeda yaitu
harga bahan-bahan pada penelitian ini lebih mahal dan biskuit (crackers) ini
dihitung berdasarkan biaya pembuatan biskuit (crackers) yang meliputi biaya
listrik, tenaga kerja, transport dan bahan baku yang tergolong cukup mahal.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Penggalian potensi limbah tulang ikan madidihang ternyata memiliki
manfaat yang cukup besar salah satunya dijadikan tepung tulang sebagai
suplemen dalam pembuatan biskuit (crackers). Di dalam tepung tulang ini
memiliki unsur kalsium yang cukup tinggi yaitu 2,42-2,53 %. Selain unsur
kalsium tepung tulang ini memiliki kadar air 2,55-3,76 %, kadar abu
65,61-67,94 %, kadar protein 16,60-17,51 % dan kadar lemak 3,51-6,26 %.
Penambahan tepung tulang ikan madidihang dalam pembuatan biskuit
(crackers) mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan sensori. Sifat fisik biskuit
(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah tingkat
kekerasan (5,27-13,76 mm/detik/gr). Sifat kimia biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah kadar air (0,74 -2,55 %),
kadar abu (2,3719,74 %), kadar protein (9,6711,09 %), kadar lemak
(13,5017,24 %), kadar kalsium (0,00 7,42 %), kadar serat kasar (1,965,04 %)
dan kadar karbohidrat (51,1971,91 %). Panelis lebih menyukai biskuit (crackers)
dengan konsentrasi 10% pada uji sensori.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disarankan
beberapa hal antara lain :
1. Pemanfaatan tepung tulang ikan biskuit (crackers) dapat diaplikasikan
pada produk perikanan lain misalnya : siomay, kerupuk, dan lain-lainnya.
2. Penyimpanan untuk mengetahui umur simpan yang optimum dari produk.
3. Pelatihan panelis agar memperoleh data sensori yang baik.
4. Penyempitan range dalam penambahan tepung tulang ikan madidihang
pada biskuit (crackers).
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E, Evi L. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta:


Kanisius.

Ahza AB, Slamet AH. 1997. Mikroenkapsulasi campuran ekstrak kulit dan buah
jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) serta aplikasinya pada the celup
[catatan penelitian]. Bul Teknol dan Industri Pangan Vol VIII;No2.

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Amiarso. 2003. Pengaruh penambahan daging lumat ikan kambing-kambing


(Abalistes stellatus) pada kerupuk gemblong khas Kuningan, Jawa Barat
[skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Institut Pertanian
Bogor.

Anggorodi R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Anonim. 2003. Jeruk Nipis. http://www.iptek.net.id [1 April 2005].

Anonymous. 1992. Pengolahan Limbah. Pertemuan Teknis Pembinaan Mutu


Hasil Perikanan dan Latihan Penerapan HACCP. Jakarta: Ditjen
Perikanan. Departemen.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of


Analysis. Washington DC.

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Budiyanto S. 1989. Petunjuk


Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB-PAU.

Artama T. 2001. Pemanfaatan tepung ikan lemuru (Sardinella longiceps) untuk


meningkatkan mutu fisik dan nilai gizi crackers [tesis]. Bogor: Program
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Astawan M. 2002. Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo,
A Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food Science.

deMan JM. 1989. Kimia Makanan. Bandung: Penerbit ITB.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Statistik Ekspor Hasil


Perikanan Indonesia. http://www.dkp.go.id [21 September 2005].

[DSNI] Dewan Standarisasi Nasional Indonesia. 1992. SNI: 01-2973-1992. Mutu


dan Cara Uji Biskuit. Jakarta.
62

[Ditjen Perikanan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1990. Buku Pedoman Hasil


Perikanan Laut (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Jakarta: Departemen
Pertanian.

Elyawati. 1997. Pembuatan kerupuk kimpul di PK [skripsi]. Bogor: Jurusan


Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Faridi H. 1994. The Science of Cookie and Crackers Production. New York:
Chapman dan Hall.

Halver JE. 1989. Fish Nutrition. New York: Academic Press, Inc.

Harris SR, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Suminar A, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB.

Humaniora. 2002. Pengembangan Limbah sebagai Bahan Baku Sekunder untuk


Pakan dan Pupuk. http://www.kompas.com [22 Desember 2005].

Irawati N. 2001. Mempelajari pemanfaatan tulang kepala ikan tongkol (Auxis


thazard) untuk meningkatkan kalsium crackers [skripsi]. Bogor: Jurusan
Gizi Masyarakat dan Sumber Daya keluarga, Institut Pertanian Bogor.

Ismanadji I, Djazuli N, Widarto, Istihastuti T, Herawati N, Ismarsudi, Lasmono.


2000. Laporan Perekayasaan Teknologi Pengolahan Limbah. Jakarta :
Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal
Perikanan.

Jenie BSL, Rahayu WP. 1993. Teknologi Limbah Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Karyadi D, Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: Gramedia


Pustaka.

Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Lestari S. 2001. Pemanfaatan tulang ikan tuna (Limbah) untuk pembuatan tepung
tulang [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Institut
Pertanian Bogor.

Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: Ui Press.

Manley D. 1983. Technology of Biscuit, Crackers, and Cookies. London: Ellis


Horwood Limited.

Manley D. 2001. Biscuit, Cracker and Cookies Recepies for Food Industry.
USA: AVI Publishing Company Inc. Westport Connecticut.

Marliyati SA, Sulaeman A, Anwar F. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah


Tangga. Bogor: IPB-PAU
63

Matz SA. 1978. Cookies and Cracker Technology. London: The AVI Publ. Co.
Inc.

Matz SA. 1992. Bakery Technology and Engineering 3rd edition. Texas: Pan-tech
Internasional, Inc.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Morrison FB. 1958. Feeds and Feeding. Ninth Edition. Washington, DC: The
Morrison Research Council Academy of Science, National.

Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi. Bogor: IPB-PAU.

Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan


Pangan. Bogor : IPB-PAU.

Muchtadi D, Palupi S. 1993. Metabolisme Zat Gizi 1, Sumber, Fungsi dan


Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan .

Murniyati AS, Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.


Yogyakarta: Kanisius.

Mulia. 2004. Kajian potensi limbah tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai
alternatif sumber kalsium dalam produk mi kering [skripsi]. Bogor:
Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Murtiningrum. 1997. Ekstraksi kalsium dari tulang ikan cakalang (Katsuwonus


pelamis L) [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan, Institut Pertanian
Bogor.

Nasution E. 2000. Sifat fisik dan palatabilitas bakso daging itik yang
menggunakan sari jeruk nipis (Citrus aurantifolia swingle) dalam
adonannya [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Institut
Pertanian Bogor.

Nurdiani R. 2003. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sutchi) untuk
meningkatkan kandungan kalsium susu kacang hijau [skripsi]. Bogor:
Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian
Bogor.

Potter NN, Hotchkiss. 1995. Food Science. New York: Chapman dan Hall.

Primarasa. 2004. Kue Kering. Jakarta: Gaya Favorit Press.

Puri W. 2002. Si Putih yang Cantik namun Menyesatkan.


http://www.pikiran-rakyat.com [21 Desember 2005].
64

Ranggana S. 1986. Hand Book of Analysis and Quality Control for Fruit and
Vegetable Products. New Delhi : Tata MC Graw Hill Publ. Co. Ltd.

Rukmana R. 1996. Jeruk Nipis. Yogyakarta: Kanisius.

Sarwono B. 2001. Khasiat dan Manfaat Jeruk Nipis. Jakarta: Agromedia Pustaka

Seri Informasi Pasca Panen Perikanan. 1998. Teknologi Fortifikasi Protein Ikan
pada Makanan Camilan Tik-Tik Ikan dan Kue Ikan. Balai Penelitian
Perikanan Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta:
Depertemen Pertanian.

Sherrington KB, Gaman PM. 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan
Mikrobiologi. Yogyakarta: UGM Press.

Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Jakarta: Bharatara Karya Aksara.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah:
Sumantri B. Jakarta: Gramedia.

Subangsihe S. 1996. Innovative and Value Added Tuna Product and Markets. Info
fish International. Number 1/96. January/February.

Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA. 1995. Metode Analisis


Komposisi Zat Gizi Makanan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor.

Syafei DS, Rahardjo MF, Affandi R, Brodjo M. 1984. Sistematika Ikan. Bahan
Pengajaran. Bogor: PAU-IPB.

Tanuwidjaja N. 2002. Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius


pangasius Ham. Buch) dalam pembuatan mi kering [skripsi]. Karawaci:
Universitas Pelita Harapan.

Widya Karya Pangan dan Gizi. 2004. Risalah Widya Karya Pangan dan Gizi IV.
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Winarno FG. 1985. Limbah Pertanian. Jakarta: Kantor Menteri Muda Urusan
Peningkatan Produksi Pangan.

Winarno FG. 1995. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Jakarta: Gramedia
Pustaka.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Lampiran 1a. Format uji sensori skala hedonik tepung tulang ikan
madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam
larutan jeruk nipis

Nama :
Tanggal :
Sampel : Tepung tulang ikan madidihang
Penilaian :
1. Sangat tidak suka 5. Agak suka
2. Tidak suka 6. Suka
3. Agak tidak suka 7. Sangat suka
4. Netral

Kode sampel Aroma Warna


X11
X12
X13
X14

Terima kasih atas partisipasi anda.


66

Lampiran 1b. Format uji sensori skala hedonik biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang

Nama :
Tanggal :
Sampel : Biskuit (crackers) dari tepung tulang ikan madidihang
Penilaian :
1. Sangat tidak suka 5. Agak suka
2. Tidak suka 6. Suka
3. Agak tidak suka 7. Sangat suka
4. Netral

Kode
Rasa Aroma Tekstur Penampakan Warna Kerenyahan
sampel
A11
A12
A13
A14

Terima kasih atas partisipasi anda.


67

Lampiran 2a. Data hasil uji sensori aroma tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk
nipis

No X11 X12 X13 X14


1 6 5 5 6
2 5 5 5 4
3 6 6 6 7
4 4 4 3 5
5 4 4 4 5
6 3 4 5 5
7 4 4 5 6
8 6 6 6 6
9 3 5 5 6
10 5 6 5 6
11 6 6 6 6
12 6 5 5 5
13 5 5 5 6
14 5 5 5 6
15 5 4 5 6
16 6 6 6 6
17 6 4 5 6
18 6 6 5 6
19 4 4 4 4
20 4 5 6 7
21 6 5 6 6
22 3 5 5 4
23 5 6 6 6
24 4 4 4 5
25 6 6 6 7
26 6 7 6 7
27 5 5 5 6
28 5 5 5 6
29 5 4 5 6
30 4 4 5 6
Jumlah 148 150 154 173
Rata-rata 4.93 5.00 5.13 5.77
68

Lampiran 2b. Data hasil uji sensori warna tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk
nipis

No X11 X12 X13 X14


1 5 5 5 5
2 5 5 6 6
3 5 6 7 7
4 6 6 6 7
5 3 5 4 6
6 5 6 6 6
7 5 6 5 6
8 5 5 5 6
9 6 5 6 7
10 5 6 6 7
11 6 5 6 7
12 5 6 6 7
13 6 5 6 6
14 4 3 3 6
15 6 6 5 7
16 7 7 7 7
17 3 5 6 7
18 6 6 7 7
19 6 6 6 7
20 6 6 6 7
21 6 6 6 7
22 4 3 4 7
23 6 6 7 7
24 7 6 7 7
25 6 6 5 6
26 5 4 5 6
27 5 6 6 6
28 3 5 3 6
29 5 6 5 6
30 4 7 6 4
Jumlah 156 165 168 193
Rata-rata 5.20 5.50 5.60 6.43
69

Lampiran 3a. Data hasil uji sensori rasa biskuit (crackers) tepung tulang ikan
madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam
larutan jeruk nipis

No X11 X12 X13 X14


1 5 6 5 6
2 6 6 5 4
3 6 5 5 6
4 4 4 5 4
5 5 6 5 5
6 6 5 4 4
7 6 6 4 5
8 6 5 6 4
9 7 6 4 5
10 4 4 4 5
11 5 7 6 7
12 6 6 5 6
13 5 6 6 5
14 4 5 5 4
15 5 5 5 4
16 7 7 7 3
17 7 7 5 5
18 5 5 5 5
19 5 6 5 5
20 5 5 5 3
21 7 6 6 5
22 7 7 7 5
23 3 5 6 4
24 5 6 5 6
25 4 5 5 4
26 5 6 5 5
27 5 5 4 2
28 3 4 3 3
29 5 6 6 7
30 5 3 3 4
Jumlah 158 165 151 140
Rata-rata 5.27 5.50 5.03 4.67
70

Lampiran 3b. Data hasil uji sensori aroma biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang

No A11 A12 A13 A14


1 5 6 5 6
2 7 5 4 3
3 6 6 5 4
4 4 5 2 4
5 5 5 3 3
6 5 5 4 3
7 6 6 6 7
8 5 5 6 4
9 7 6 3 5
10 4 3 3 3
11 4 6 4 7
12 6 5 5 6
13 6 6 6 6
14 3 5 6 3
15 4 4 4 4
16 7 7 6 5
17 5 6 4 4
18 3 3 3 2
19 5 6 5 4
20 5 4 4 3
21 5 4 5 4
22 6 6 5 2
23 5 4 5 5
24 4 4 4 4
25 4 4 5 4
26 6 6 4 4
27 6 6 6 3
28 3 4 3 4
29 5 6 6 6
30 4 3 4 3
Jumlah 150 151 135 125
Rata-rata 5.00 5.03 4.50 4.17
71

Lampiran 3c. Data hasil uji sensori tekstur biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang

No A11 A12 A13 A14


1 5 6 5 6
2 7 6 6 6
3 6 6 6 6
4 5 5 4 4
5 6 5 3 3
6 5 5 4 4
7 6 6 5 5
8 5 5 5 4
9 6 4 3 6
10 4 3 3 4
11 4 6 4 5
12 6 6 6 6
13 6 7 6 6
14 4 5 4 5
15 6 6 6 6
16 7 7 3 5
17 6 5 3 4
18 6 5 5 5
19 6 6 6 5
20 5 5 5 4
21 7 5 5 5
22 7 6 7 5
23 4 4 4 4
24 5 6 5 6
25 4 6 5 5
26 6 5 5 6
27 5 5 3 5
28 4 5 5 3
29 6 6 5 6
30 4 3 4 3
Jumlah 163 160 140 147
Rata-rata 5.43 5.33 4.67 4.90
72

Lampiran 3d. Data hasil uji sensori penampakan biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang

No A11 A12 A13 A14


1 5 5 5 6
2 7 6 6 6
3 7 5 4 5
4 6 6 5 6
5 6 6 4 4
6 6 6 6 6
7 6 6 5 5
8 5 5 5 4
9 6 4 5 6
10 4 3 3 4
11 4 5 4 7
12 6 5 5 6
13 7 6 6 6
14 4 6 6 6
15 4 4 4 4
16 7 7 5 5
17 6 6 4 6
18 6 6 6 6
19 6 7 6 5
20 5 3 3 4
21 7 6 6 5
22 6 5 5 3
23 5 4 4 5
24 5 6 5 6
25 7 6 5 5
26 7 6 6 6
27 7 6 5 3
28 5 5 6 5
29 6 6 5 6
30 5 3 4 4
Jumlah 173 160 148 155
Rata-rata 5.77 5.33 4.93 5.17
73

Lampiran 3e. Data hasil uji sensori warna biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang

No A11 A12 A13 A14


1 5 5 5 6
2 7 6 5 6
3 6 5 4 5
4 4 6 4 5
5 6 3 6 6
6 6 4 5 4
7 6 6 5 6
8 6 5 5 4
9 7 3 3 6
10 5 4 3 4
11 4 4 4 7
12 6 5 5 6
13 7 5 6 6
14 4 4 5 3
15 5 6 4 4
16 7 7 6 3
17 6 6 4 5
18 6 6 6 6
19 7 7 6 6
20 6 4 4 5
21 7 6 6 6
22 6 5 5 4
23 4 4 4 5
24 5 6 6 6
25 7 6 5 4
26 7 6 6 6
27 6 4 4 3
28 6 6 6 4
29 7 5 5 6
30 4 4 5 4
Jumlah 175 153 147 151
Rata-rata 5.83 5.10 4.90 5.03
74

Lampiran 3f. Data hasil uji sensori kerenyahan biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang

No A11 A12 A13 A14


1 6 6 6 6
2 7 7 6 5
3 7 7 7 7
4 5 4 5 4
5 6 6 5 5
6 3 5 4 3
7 6 6 6 5
8 6 4 5 3
9 7 6 6 5
10 6 5 5 5
11 4 6 6 6
12 7 6 5 6
13 6 6 6 5
14 7 5 6 6
15 6 6 6 6
16 7 7 4 3
17 7 7 2 4
18 6 5 5 3
19 6 7 6 6
20 5 5 4 3
21 7 6 5 4
22 7 6 7 3
23 3 4 6 5
24 5 5 6 6
25 5 5 6 4
26 6 5 6 7
27 5 6 5 5
28 7 7 6 4
29 5 6 6 6
30 5 4 4 4
Jumlah 175 170 162 144
Rata-rata 5.83 5.67 5.40 4.80
75

Lampiran 4a. Data hasil uji Kruskal wallis terhadap uji sensori tepung tulang
ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam
larutan jeruk nipis

Mean
Perlakuan N
Rank
kontrol (0 jam) 30 52.45
perendaman jeruk nipis
2 jam 30 51.72
perendaman jeruk nipis
AROMA
4 jam 30 56.92
perendaman jeruk nipis
6 jam 30 80.92
Total 120
kontrol (0 jam) 30 44.45
perendaman jeruk nipis
2 jam 30 53.18
perendaman jeruk nipis
WARNA
4 jam 30 57.85
perendaman jeruk nipis
6 jam 30 86.52
Total 120

Test statistic
AROMA WARNA
Chi-Square 15.858 27.664
df 3 3
Asymp. Sig. 0.001 0
76

Lampiran 4b. Data hasil uji Multiple Comparison terhadap uji sensori
dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang

95% Confidence
Mean Interval
Std.
Difference Sig.
Dependent (I) (J) Error Lower Upper
(I-J)
Variable perlakuan perlakuan Bound Bound

X12 -6.67E-02 0.22 0.99 -0.6485 0.5152


X13 -0.2 0.22 0.81 -0.7819 0.3819
X11
X14
-.8333(*) 0.22 0 -1.4152 -0.2515
X11 6.67E-02 0.22 0.99 -0.5152 0.6485
X13 -0.1333 0.22 0.93 -0.7152 0.4485
X12
X14
AROMA -.7667(*) 0.22 0.01 -1.3485 -0.1848
X11 0.2 0.22 0.81 -0.3819 0.7819
X12 0.1333 0.22 0.93 -0.4485 0.7152
X13
X14
-.6333(*) 0.22 0.03 -1.2152 -5.15E-02
X11 .8333(*) 0.22 0 0.2515 1.4152
X14 X12 .7667(*) 0.22 0.01 0.1848 1.3485
X13 .6333(*) 0.22 0.03 5.15E-02 1.2152
X12 -0.3 0.25 0.62 -0.946 0.346
X11 X13 -0.4 0.25 0.38 -1.046 0.246
X14 -1.2333(*) 0.25 0 -1.8793 -0.5873
X11 0.3 0.25 0.62 -0.346 0.946
X12 X13 -1.00E-01 0.25 0.98 -0.746 0.546
X14 -.9333(*) 0.25 0 -1.5793 -0.2873
WARNA
X11 0.4 0.25 0.38 -0.246 1.046
X13 X12 1.00E-01 0.25 0.98 -0.546 0.746
X14 -.8333(*) 0.25 0.01 -1.4793 -0.1873
X11 1.2333(*) 0.25 0 0.5873 1.8793
X14 X12 .9333(*) 0.25 0 0.2873 1.5793
X13 .8333(*) 0.25 0.01 0.1873 1.4793
77

Lampiran 5a. Data kadar air tepung tulang ikan madidihang dengan
perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis

Perlakuan 0 jam 2 jam 4 jam 6 jam


Ulangan 1 3.54 3.47 3.59 2.89
Ulangan 2 3.59 3.65 3.75 2.51
Ulangan 3 3.41 3.68 3.95 2.24
Rata-rata 3.51 3.60 3.76 2.55

Lampiran 5b. Data kadar abu tepung tulang ikan madidihang dengan
perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis

Perlakuan 0 jam 2 jam 4 jam 6 jam


Ulangan 1 67.81 66.47 65.45 67.64
Ulangan 2 68.09 66.34 65.56 67.66
Ulangan 3 67.93 66.21 65.81 67.87
Rata-rata 67.94 66.34 65.61 67.72

Lampiran 5c. Data kadar protein tepung tulang ikan madidihang dengan
perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis

Perlakuan 0 jam 2 jam 4 jam 6 jam


Ulangan 1 16.66 17.52 17.37 16.55
Ulangan 2 16.73 17.40 17.38 16.56
Ulangan 3 17.12 17.61 17.61 16.68
Rata-rata 16.84 17.51 17.45 16.60

Lampiran 5d. Data kadar lemak tepung tulang ikan madidihang dengan
perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis

Perlakuan 0 jam 2 jam 4 jam 6 jam


Ulangan 1 6.17 4.20 4.77 3.43
Ulangan 2 6.27 4.13 4.44 3.49
Ulangan 3 6.35 4.01 4.37 3.62
Rata-rata 6.26 4.11 4.53 3.51

Lampiran 5e. Data kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang dengan
perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis

Perlakuan 0 jam 2 jam 4 jam 6 jam


Ulangan 1 2.40 2.59 2.42 2.47
Ulangan 2 2.58 2.45 2.33 2.50
Ulangan 3 2.54 2.53 2.52 2.57
Rata-rata 2.51 2.53 2.42 2.52
78

Lampiran 6a. Data hasil uji Kruskal wallis terhadap uji sensori biskuit
(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang

Mean
Perlakuan N
Rank
x11= kontrol 30 64.57
x12=tepung 10% 30 73.12
Rasa x13=tepung 20% 30 57.5
x14=tepung 30% 30 46.82
Total 120
x11= kontrol 30 68.98
x12=tepung 10% 30 70.68
Aroma x13=tepung 20% 30 56.1
x14=tepung 30% 30 46.23
Total 120
x11= kontrol 30 70.73
x12=tepung 10% 30 68.5
Tekstur x13=tepung 20% 30 54.85
x14=tepung 30% 30 47.92
Total 120
x11= kontrol 30 74.73
x12=tepung 10% 30 62.95
Warna x13=tepung 20% 30 56.52
x14=tepung 30% 30 47.8
Total 120
x11= kontrol 30 79.08
x12=tepung 10% 30 56.97
Penampakan x13=tepung 20% 30 55.68
x14=tepung 30% 30 50.27
Total 120
x11= kontrol 30 73.1
x12=tepung 10% 30 66.23
Kerenyahan x13=tepung 20% 30 59.33
x14=tepung 30% 30 43.33
Total 120
79

Lampiran 6b. Data hasil uji Multiple Comparison terhadap uji sensori
crackers dengan penambahan tepung tulang ikan
madidihang

Lampiran 6b Data hasil uji multiple comparison terhadap uji sensori biskuit (crackers) tepung
madidihang

Mean
Std.
Difference (I- Sig.
Dependent Error
(I) Perlakuan (J) Perlakuan J)
Variable
x12=tepung 10% -0.2333 0.272 0.83
x11= kontrol x13=tepung 20% 0.2333 0.272 0.83
x14=tepung 30% 0.6 0.272 0.13
x11= kontrol 0.2333 0.272 0.83
x12=tepung 10% x13=tepung 20% 0.4667 0.272 0.32
x14=tepung 30% .8333(*) 0.272 0.01
Rasa
x11= kontrol -0.2333 0.272 0.83
x13=tepung 20% x12=tepung 10% -0.4667 0.272 0.32
x14=tepung 30% 0.3667 0.272 0.54
x11= kontrol -0.6 0.272 0.13
x14=tepung 30% x12=tepung 10% -.8333(*) 0.272 0.01
x13=tepung 20% -0.3667 0.272 0.54
x12=tepung 10% -3.33E-02 0.306 1
x11= kontrol x13=tepung 20% 0.5 0.306 0.36
x14=tepung 30% .8333(*) 0.306 0.04
x11= kontrol 3.33E-02 0.306 1
x12=tepung 10% x13=tepung 20% 0.5333 0.306 0.31
x14=tepung 30% .8667(*) 0.306 0.03
Aroma
x11= kontrol -0.5 0.306 0.36
x13=tepung 20% x12=tepung 10% -0.5333 0.306 0.31
x14=tepung 30% 0.3333 0.306 0.7
x11= kontrol -.8333(*) 0.306 0.04
x14=tepung 30% x12=tepung 10% -.8667(*) 0.306 0.03
x13=tepung 20% -0.3333 0.306 0.7
Tekstur x12=tepung 10% 0.1 0.264 0.98
x11= kontrol x13=tepung 20% 0.5333 0.264 0.19
x14=tepung 30% .7667(*) 0.264 0.02
x11= kontrol -0.1 0.264 0.98
x12=tepung 10% x13=tepung 20% 0.4333 0.264 0.36
x14=tepung 30% 0.6667 0.264 0.06
x13=tepung 20% x11= kontrol -0.5333 0.264 0.19
80

x12=tepung 10% -0.4333 0.264 0.36


x14=tepung 30% 0.2333 0.264 0.81
x11= kontrol -.7667(*) 0.264 0.02
x14=tepung 30% x12=tepung 10% -0.6667 0.264 0.06
x13=tepung 20% -0.2333 0.264 0.81
x12=tepung 10% 0.4333 0.26 0.35
x11= kontrol x13=tepung 20% 0.6 0.26 0.1
x14=tepung 30% .8333(*) 0.26 0.01
x11= kontrol -0.4333 0.26 0.35
x12=tepung 10% x13=tepung 20% 0.1667 0.26 0.92
x14=tepung 30% 0.4 0.26 0.42
Penampakan
x11= kontrol -0.6 0.26 0.1
x13=tepung 20% x12=tepung 10% -0.1667 0.26 0.92
x14=tepung 30% 0.2333 0.26 0.81
x11= kontrol -.8333(*) 0.26 0.01
x14=tepung 30% x12=tepung 10% -0.4 0.26 0.42
x13=tepung 20% -0.2333 0.26 0.81
x12=tepung 10% .7333(*) 0.272 0.04
x11= kontrol x13=tepung 20% .8000(*) 0.272 0.02
x14=tepung 30% .9333(*) 0.272 0.01
x11= kontrol -.7333(*) 0.272 0.04
x12=tepung 10% x13=tepung 20% 6.67E-02 0.272 1
x14=tepung 30% 0.2 0.272 0.88
Warna
x11= kontrol -.8000(*) 0.272 0.02
x13=tepung 20% x12=tepung 10% -6.67E-02 0.272 1
x14=tepung 30% 0.1333 0.272 0.96
x11= kontrol -.9333(*) 0.272 0.01
x14=tepung 30% x12=tepung 10% -0.2 0.272 0.88
x13=tepung 20% -0.1333 0.272 0.96
x12=tepung 10% 0.1667 0.284 0.94
x11= kontrol x13=tepung 20% 0.4333 0.284 0.43
x14=tepung 30% 1.0333(*) 0.284 0
x11= kontrol -0.1667 0.284 0.94
x12=tepung 10% x13=tepung 20% 0.2667 0.284 0.79
x14=tepung 30% .8667(*) 0.284 0.02
Kerenyahan
x11= kontrol -0.4333 0.284 0.43
x13=tepung 20% x12=tepung 10% -0.2667 0.284 0.79
x14=tepung 30% 0.6 0.284 0.16
x11= kontrol -1.0333(*) 0.284 0
x14=tepung 30% x12=tepung 10% -.8667(*) 0.284 0.02
x13=tepung 20% -0.6 0.284 0.16
81

Lampiran 7a. Data kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung
tulang ikan madidihang

Perlakuan 0% 10% 20% 30%


Ulangan 1 2.63 1.86 1.49 0.87
Ulangan 2 2.57 1.76 1.59 0.71
Ulangan 3 2.44 1.56 1.48 0.64
Rata-rata 2.55 1.73 1.52 0.74

Lampiran 7b. Data kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang

Perlakuan 0% 10% 20% 30%


Ulangan 1 2.51 8.75 14.26 19.75
Ulangan 2 2.32 8.72 14.12 19.81
Ulangan 3 2.29 8.75 14.21 19.66
Rata-rata 2.37 8.74 14.20 19.74

Lampiran 7c. Data kadar protein biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang

Perlakuan 0% 10% 20% 30%


Ulangan 1 9.79 10.35 10.64 11.06
Ulangan 2 9.52 10.15 10.46 11.03
Ulangan 3 9.71 10.42 11.01 11.17
Rata-rata 9.67 10.31 10.70 11.09

Lampiran 7d. Data kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang

Perlakuan 0% 10% 20% 30%


Ulangan 1 13.51 15.69 16.69 16.93
Ulangan 2 13.50 16.09 16.66 17.03
Ulangan 3 13.48 16.32 16.69 17.76
Rata-rata 13.50 16.03 16.68 17.24
82

Lampiran 7e. Data kadar karbohidrat biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Perlakuan 0% 10% 20% 30%


Ulangan 1 71.56 63.35 56.92 51.39
Ulangan 2 72.09 63.28 57.17 51.42
Ulangan 3 72.08 62.95 56.61 50.77
Rata-rata 71.91 63.19 56.90 51.19

Lampiran 7f. Data kadar kalsium biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang

Perlakuan 0% 10% 20% 30%


Ulangan 1 0.00 2.14 4.71 7.37
Ulangan 2 0.00 2.15 4.93 7.40
Ulangan 3 0.00 2.08 4.78 7.48
Rata-rata 0.00 2.12 4.81 7.42

Lampiran 7g. Data kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang

Perlakuan 0% 10% 20% 30%


Ulangan 1 4.48 3.69 3.36 1.88
Ulangan 2 5.74 4.26 3.06 2.01
Ulangan 3 4.89 3.41 3.28 1.98
Rata-rata 5.04 3.79 3.23 1.96

Lampiran 7h. Data nilai pH biskuit (crackers) dengan penambahan tepung


tulang ikan madidihang

Perlakuan 0% 10% 20% 30%


Ulangan 1 5.56 5.55 5.52 5.45
Ulangan 2 5.56 5.54 5.52 5.44
Ulangan 3 5.56 5.55 5.52 5.45
Rata-rata 5.56 5.55 5.52 5.45
83

Lampiran 7i. Data kekerasan/kerenyahan biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Perlakuan 0% 10% 20% 30%


Ulangan 1 5.61 6.77 12.53 14.21
Ulangan 2 5.10 7.46 12.19 12.70
Ulangan 3 5.10 7.63 14.21 14.38
Rata-rata 5.27 (mm/dtk/gr) 7.29(mm/dtk/gr) 12.98(mm/dtk/gr) 13.76(mm/dtk/gr)

Lampiran 7j. Data kandungan energi biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang

Perlakuan 0% 10% 20% 30%


Lemak 13.50 16.03 16.68 17.24
Protein 9.67 10.31 10.70 11.09
Karbohidrat 71.91 63.19 56.90 51.19
Kalori 447.80 438.30 420.53 404.28

Lampiran 8a. Analisis ragam kadar air biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 4.961333333 3 1.653777778 131.339069 3.82822E-07 4.066180281
Within Groups 0.100733333 8 0.012591667

Total 5.062066667 11

Lampiran 8b. Analisis ragam kadar abu biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 497.5728917 3 165.8576 26257.14468 2.61693E-16 4.066180281
Within Groups 0.050533333 8 0.006317

Total 497.623425 11
84

Lampiran 8c. Analisis ragam kadar protein biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 3.279158333 3 1.093053 35.5657086 5.65946E-05 4.066180281
Within Groups 0.245866667 8 0.030733

Total 3.525025 11

Lampiran 8d. Analisis ragam kadar lemak biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 24.57649167 3 8.192164 106.5762865 8.65204E-07 4.066180281
Within Groups 0.614933333 8 0.076867

Total 25.191425 11

Lampiran 8e. Analisis ragam kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan
penambahan tepung tulang ikan madidihang

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 14.6894 3 4.896467 31.11666578 9.24679E-05 4.066180281
Within Groups 1.258866667 8 0.157358

Total 15.94826667 11

Lampiran 8f. Analisis ragam kadar kalsium biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Source of Variation SS df MS F P-value F crit


Between Groups 124.7202 3 41.5734 14866.22564 1.11086E-21 3.490299605
Within Groups 0.033558 12 0.002796

Total 124.7538 15
85

Lampiran 8g. Analisis ragam kadar karbohidrat biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 709.9745583 3 236.6581861 2697.984261 2.33846E-12 4.066180281
Within Groups 0.701733333 8 0.087716667

Total 710.6762917 11

Lampiran 8h. Analisis ragam nilai pH biskuit (crackers) dengan penambahan


tepung tulang ikan madidihang

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.023033333 3 0.007677778 460.6666668 2.69401E-09 4.066180281
Within Groups 0.000133333 8 1.66667E-05

Total 0.023166667 11

Lampiran 8i. Analisis ragam tingkat kekerasan biskuit (crackers) dengan


penambahan tepung tulang ikan madidihang

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 157.7665699 3 52.58885664 90.5559933 1.62878E-06 4.066180281
Within Groups 4.645864264 8 0.580733033
Total 162.4124342 11

Lampiran 9a. Analisis ragam kadar air tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk
nipis

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 2.715691667 3 0.905230556 22.53218558 0.000295274 4.066180281
Within Groups 0.3214 8 0.040175
Total 3.037091667 11
86

Lampiran 9b. Analisis ragam kadar abu tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk
nipis

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 11.25806667 3 3.752688889 172.7359673 1.30669E-07 4.066180281
Within Groups 0.1738 8 0.021725
Total 11.43186667 11

Lampiran 9c. Analisis ragam kadar protein tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk
nipis

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 1.846891667 3 0.615630556 25.5979441 0.000187477 4.066180281
Within Groups 0.1924 8 0.02405
Total 2.039291667 11

Lampiran 9d. Analisis ragam kadar lemak tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk
nipis

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 12.569025 3 4.189675 231.3672342 4.12926E-08 4.066180281
Within Groups 0.144866667 8 0.018108333
Total 12.71389167 11

Lampiran 9e. Analisis ragam kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk
nipis

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.02000425 3 0.006668083 1.031439326 0.428959581 4.066180281
Within Groups 0.051718667 8 0.006464833
Total 0.071722917 11
87

Lampiran 10a. Data hasil uji lanjut BNJ tepung tulang ikan madidihang
dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk
nipis

95% Confidence Interval


Mean Std.
Dependent Sig. Lower Upper
(I) Perlakuan (J) Perlakuan Difference (I-J) Error
Variable Bound Bound
x12=perendaman jeruk nipis 2
AIR x11= kontrol
jam -8.67E-02 0.164 0.949 -0.6108 0.4374
x13=perendaman jeruk nipis 4
jam -0.25 0.164 0.466 -0.7741 0.2741
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam .9667(*) 0.164 0.002 0.4426 1.4908
x12=perendaman x11= kontrol 8.67E-02 0.164 0.949 -0.4374 0.6108
x13=perendaman jeruk nipis 4
jeruk nipis 2 Jam
jam -0.1633 0.164 0.755 -0.6874 0.3608
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam 1.0533(*) 0.164 0.001 0.5292 1.5774
x13=perendaman x11= kontrol 0.25 0.164 0.466 -0.2741 0.7741
x12=perendaman jeruk nipis 2
jeruk nipis 4 Jam
jam 0.1633 0.164 0.755 -0.3608 0.6874
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam 1.2167(*) 0.164 0 0.6926 1.7408
x14=perendaman x11= kontrol -.9667(*) 0.164 0.002 -1.4908 -0.4426
x12=perendaman jeruk nipis 2
jeruk nipis 6 Jam
jam -1.0533(*) 0.164 0.001 -1.5774 -0.5292
x13=perendaman jeruk nipis 4
jam -1.2167(*) 0.164 0 -1.7408 -0.6926
x12=perendaman jeruk nipis 2
ABU x11= kontrol
jam 1.6033(*) 0.12 0 1.2179 1.9887
x13=perendaman jeruk nipis 4
jam 2.3367(*) 0.12 0 1.9513 2.7221
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam 0.22 0.12 0.328 -0.1654 0.6054
x12=perendaman x11= kontrol -1.6033(*) 0.12 0 -1.9887 -1.2179
x13=perendaman jeruk nipis 4
jeruk nipis 2 Jam
jam .7333(*) 0.12 0.001 0.3479 1.1187
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam -1.3833(*) 0.12 0 -1.7687 -0.9979
x13=perendaman x11= kontrol -2.3367(*) 0.12 0 -2.7221 -1.9513
x12=perendaman jeruk nipis 2
jeruk nipis 4 Jam
jam -.7333(*) 0.12 0.001 -1.1187 -0.3479
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam -2.1167(*) 0.12 0 -2.5021 -1.7313
x14=perendaman x11= kontrol -0.22 0.12 0.328 -0.6054 0.1654
x12=perendaman jeruk nipis 2
jeruk nipis 6 Jam
jam 1.3833(*) 0.12 0 0.9979 1.7687
x13=perendaman jeruk nipis 4
jam 2.1167(*) 0.12 0 1.7313 2.5021
x12=perendaman jeruk nipis 2
PROTEIN x11= kontrol
jam -.6733(*) 0.127 0.003 -1.0788 -0.2678
x13=perendaman jeruk nipis 4
jam -.6167(*) 0.127 0.005 -1.0222 -0.2112
88

x14=perendaman jeruk nipis 6


jam 0.24 0.127 0.302 -0.1655 0.6455
x12=perendaman x11= kontrol .6733(*) 0.127 0.003 0.2678 1.0788
x13=perendaman jeruk nipis 4
jeruk nipis 2 Jam
jam 5.67E-02 0.127 0.968 -0.3488 0.4622
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam .9133(*) 0.127 0 0.5078 1.3188
x13=perendaman x11= kontrol .6167(*) 0.127 0.005 0.2112 1.0222
x12=perendaman jeruk nipis 2
jeruk nipis 4 Jam
jam -5.67E-02 0.127 0.968 -0.4622 0.3488
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam .8567(*) 0.127 0.001 0.4512 1.2622
x14=perendaman x11= kontrol -0.24 0.127 0.302 -0.6455 0.1655
x12=perendaman jeruk nipis 2
jeruk nipis 6 Jam
jam -.9133(*) 0.127 0 -1.3188 -0.5078
x13=perendaman jeruk nipis 4
jam -.8567(*) 0.127 0.001 -1.2622 -0.4512
x12=perendaman jeruk nipis 2
LEMAK x11= kontrol
jam 2.1500(*) 0.11 0 1.7981 2.5019
x13=perendaman jeruk nipis 4
jam 1.7367(*) 0.11 0 1.3848 2.0885
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam 2.7500(*) 0.11 0 2.3981 3.1019
x12=perendaman x11= kontrol -2.1500(*) 0.11 0 -2.5019 -1.7981
x13=perendaman jeruk nipis 4
jeruk nipis 2 Jam
jam -.4133(*) 0.11 0.023 -0.7652 -6.15E-02
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam .6000(*) 0.11 0.003 0.2481 0.9519
x13=perendaman x11= kontrol -1.7367(*) 0.11 0 -2.0885 -1.3848
x12=perendaman jeruk nipis 2
jeruk nipis 4 Jam
jam .4133(*) 0.11 0.023 6.15E-02 0.7652
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam 1.0133(*) 0.11 0 0.6615 1.3652
x14=perendaman x11= kontrol -2.7500(*) 0.11 0 -3.1019 -2.3981
x12=perendaman jeruk nipis 2
jeruk nipis 6 Jam
jam -.6000(*) 0.11 0.003 -0.9519 -0.2481
x13=perendaman jeruk nipis 4
jam -1.0133(*) 0.11 0 -1.3652 -0.6615
x12=perendaman jeruk nipis 2
KALSIUM x11= kontrol
jam -1.67E-02 0.06 0.992 -0.2081 0.1747
x13=perendaman jeruk nipis 4
jam -1.67E-02 0.06 0.992 -0.2081 0.1747
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam -6.67E-03 0.06 0.999 -0.1981 0.1847
x12=perendaman x11= kontrol 1.67E-02 0.06 0.992 -0.1747 0.2081
x13=perendaman jeruk nipis 4
jeruk nipis 2 Jam
jam 0 0.06 1 -0.1914 0.1914
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam 1.00E-02 0.06 0.998 -0.1814 0.2014
x13=perendaman x11= kontrol 1.67E-02 0.06 0.992 -0.1747 0.2081
x12=perendaman jeruk nipis 2
jeruk nipis 4 Jam
jam 0 0.06 1 -0.1914 0.1914
x14=perendaman jeruk nipis 6
jam 1.00E-02 0.06 0.998 -0.1814 0.2014
89

x14=perendaman x11= kontrol 6.67E-03 0.06 0.999 -0.1847 0.1981


x12=perendaman jeruk nipis 2
jeruk nipis 6 Jam
jam -1.00E-02 0.06 0.998 -0.2014 0.1814
x13=perendaman jeruk nipis 4
jam -1.00E-02 0.06 0.998 -0.2014 0.1814

Lampiran 10b. Data hasil uji lanjut BNJ crackers dengan penambahan
tepung tulang ikan madidihang

95% Confide
Mean Std.
Dependent Sig. Lower
(I) Perlakuan (J) Perlakuan Difference (I-J) Error
Variable Bound
AIR x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% .8200(*) 0.092 0 0.5266
x13=tepung tulang ikan 20% 1.0267(*) 0.092 0 0.7333
x14=tepung tulang ikan 30% 1.8067(*) 0.092 0 1.5133
x12=tepung x11= kontrol -.8200(*) 0.092 0 -1.1134
tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% 0.2067 0.092 0.19 -8.67E-02
x14=tepung tulang ikan 30% .9867(*) 0.092 0 0.6933
x13=tepung x11= kontrol -1.0267(*) 0.092 0 -1.3201
tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% -0.2067 0.092 0.19 -0.5001
x14=tepung tulang ikan 30% .7800(*) 0.092 0 0.4866
x14=tepung x11= kontrol -1.8067(*) 0.092 0 -2.1001
tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% -.9867(*) 0.092 0 -1.2801
x13=tepung tulang ikan 20% -.7800(*) 0.092 0 -1.0734
ABU x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% -6.3667(*) 0.065 0 -6.5745
x13=tepung tulang ikan 20% -11.8233(*) 0.065 0 -12.0311
x14=tepung tulang ikan 30% -17.3667(*) 0.065 0 -17.5745
x12=tepung x11= kontrol 6.3667(*) 0.065 0 6.1589
tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% -5.4567(*) 0.065 0 -5.6645
x14=tepung tulang ikan 30% -11.0000(*) 0.065 0 -11.2078
x13=tepung x11= kontrol 11.8233(*) 0.065 0 11.6155
tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% 5.4567(*) 0.065 0 5.2489
x14=tepung tulang ikan 30% -5.5433(*) 0.065 0 -5.7511
x14=tepung x11= kontrol 17.3667(*) 0.065 0 17.1589
tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% 11.0000(*) 0.065 0 10.7922
x13=tepung tulang ikan 20% 5.5433(*) 0.065 0 5.3355
PROTEIN x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% -.6333(*) 0.143 0.01 -1.0917
x13=tepung tulang ikan 20% -1.0300(*) 0.143 0 -1.4884
x14=tepung tulang ikan 30% -1.4133(*) 0.143 0 -1.8717
x12=tepung x11= kontrol .6333(*) 0.143 0.01 0.1749
tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% -0.3967 0.143 0.09 -0.8551
x14=tepung tulang ikan 30% -.7800(*) 0.143 0 -1.2384
x13=tepung x11= kontrol 1.0300(*) 0.143 0 0.5716
tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% 0.3967 0.143 0.09 -6.17E-02
x14=tepung tulang ikan 30% -0.3833 0.143 0.11 -0.8417
x14=tepung x11= kontrol 1.4133(*) 0.143 0 0.9549
tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% .7800(*) 0.143 0 0.3216
x13=tepung tulang ikan 20% 0.3833 0.143 0.11 -7.51E-02
LEMAK x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% -2.5367(*) 0.226 0 -3.2616
90

x13=tepung tulang ikan 20% -3.1833(*) 0.226 0 -3.9083


x14=tepung tulang ikan 30% -3.7433(*) 0.226 0 -4.4683
x12=tepung x11= kontrol 2.5367(*) 0.226 0 1.8117
tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% -0.6467 0.226 0.08 -1.3716
x14=tepung tulang ikan 30% -1.2067(*) 0.226 0 -1.9316
x13=tepung x11= kontrol 3.1833(*) 0.226 0 2.4584
tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% 0.6467 0.226 0.08 -7.83E-02
x14=tepung tulang ikan 30% -0.56 0.226 0.14 -1.2849
x14=tepung x11= kontrol 3.7433(*) 0.226 0 3.0184
tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% 1.2067(*) 0.226 0 0.4817
x13=tepung tulang ikan 20% 0.56 0.226 0.14 -0.1649
KALSIUM x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% -2.1233(*) 0.054 0 -2.2953
x13=tepung tulang ikan 20% -4.8067(*) 0.054 0 -4.9786
x14=tepung tulang ikan 30% -7.4167(*) 0.054 0 -7.5886
x12=tepung x11= kontrol 2.1233(*) 0.054 0 1.9514
tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% -2.6833(*) 0.054 0 -2.8553
x14=tepung tulang ikan 30% -5.2933(*) 0.054 0 -5.4653
x13=tepung x11= kontrol 4.8067(*) 0.054 0 4.6347
tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% 2.6833(*) 0.054 0 2.5114
x14=tepung tulang ikan 30% -2.6100(*) 0.054 0 -2.782
x14=tepung x11= kontrol 7.4167(*) 0.054 0 7.2447
tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% 5.2933(*) 0.054 0 5.1214
x13=tepung tulang ikan 20% 2.6100(*) 0.054 0 2.438
SERAT x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% 1.2500(*) 0.324 0.02 0.2128
x13=tepung tulang ikan 20% 1.8033(*) 0.324 0 0.7661
x14=tepung tulang ikan 30% 3.0800(*) 0.324 0 2.0428
x12=tepung x11= kontrol -1.2500(*) 0.324 0.02 -2.2872
tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% 0.5533 0.324 0.38 -0.4839
x14=tepung tulang ikan 30% 1.8300(*) 0.324 0 0.7928
x13=tepung x11= kontrol -1.8033(*) 0.324 0 -2.8406
tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% -0.5533 0.324 0.38 -1.5906
x14=tepung tulang ikan 30% 1.2767(*) 0.324 0.02 0.2394
x14=tepung x11= kontrol -3.0800(*) 0.324 0 -4.1172
tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% -1.8300(*) 0.324 0 -2.8672
x13=tepung tulang ikan 20% -1.2767(*) 0.324 0.02 -2.3139
KARBOHIDRAT x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% 8.7167(*) 0.242 0 7.9423
x13=tepung tulang ikan 20% 15.0100(*) 0.242 0 14.2356
x14=tepung tulang ikan 30% 20.7167(*) 0.242 0 19.9423
x12=tepung x11= kontrol -8.7167(*) 0.242 0 -9.4911
tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% 6.2933(*) 0.242 0 5.5189
x14=tepung tulang ikan 30% 12.0000(*) 0.242 0 11.2256
x13=tepung x11= kontrol -15.0100(*) 0.242 0 -15.7844
tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% -6.2933(*) 0.242 0 -7.0677
x14=tepung tulang ikan 30% 5.7067(*) 0.242 0 4.9323
x14=tepung x11= kontrol -20.7167(*) 0.242 0 -21.4911
tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% -12.0000(*) 0.242 0 -12.7744
x13=tepung tulang ikan 20% -5.7067(*) 0.242 0 -6.4811
KEKERASAN x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% -2.0167(*) 0.622 0.05 -4.0076
91

x13=tepung tulang ikan 20% -7.7067(*) 0.622 0 -9.6976


x14=tepung tulang ikan 30% -8.4933(*) 0.622 0 -10.4843
x12=tepung x11= kontrol 2.0167(*) 0.622 0.05 2.57E-02
tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% -5.6900(*) 0.622 0 -7.6809
x14=tepung tulang ikan 30% -6.4767(*) 0.622 0 -8.4676
x13=tepung x11= kontrol 7.7067(*) 0.622 0 5.7157
tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% 5.6900(*) 0.622 0 3.6991
x14=tepung tulang ikan 30% -0.7867 0.622 0.61 -2.7776
x14=tepung x11= kontrol 8.4933(*) 0.622 0 6.5024
tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% 6.4767(*) 0.622 0 4.4857
x13=tepung tulang ikan 20% 0.7867 0.622 0.61 -1.2043

Lampiran 11. Foto-foto penelitian

Limbah tulang ikan madidihang Tulang ikan madidihang

Tepung tulang ikan madidihang


92

Biskuit (crackers) mentah Biskuit (crackers)

Anda mungkin juga menyukai