Anda di halaman 1dari 45

RESILIENSI KELUARGA

PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME

Disusun Oleh:

Fabianus Widyarto N (15/383638/PS/06981)

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Sofia Retnowati, M.Si., Psikolog

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan, yang harus
dijaga, dirawat, dan diberi bekal sebaik-baiknya, bagaimanapun kondisi
anak tersebut ketika dilahirkan. Orang tua akan merasa senang dan bahagia
apabila anak yang dilahirkan memiliki kondisi fisik dan psikis yang
sempurna. Namun sebaliknya, orang tua akan merasa sedih dan terpukul
apabila memiliki anak dengan kondisi fisik dan psikis yang kurang
sempurna.
Salah satu kelainan yang dialami oleh seorang anak adalah Down
Syndrome. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan
fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John
Longdon Down, tetapi sebelumnya Esquirol (1838) dan Seguin (1846) talah
melaporkan seorang anak yang mampunyai tanda-tanda mirip dengan down
syndrome. Sumbangan John Langdon Down yang terbesar adalah
kemampuan untuk mengenali karakteristik fisik yang spesifik dan
diskripsinya yang jelas tantang keadaan ini, yang secara keseluruhan
berbeda dengan anak yang normal (Soetjiningsih, 1995).
Anak dengan down syndrome memiliki wajah berciri mongoloid,
dikatakan mongoloid karena ciri-cirinya yang khas menyerupai orang-orang
bangsa Mongol, tetapi sekarang istilah itu sudah tidak digunakan lagi karena
menyinggung perasaan suatu bangsa (Soetjiningsih, 1995). Anak dengan
down syndrome memiliki ciri-ciri fisik seperti wajah yang bulat, lebar,
hidung datar, dan adanya lipatan kecil yang mengarah ke bawah pada kuit
dibagian ujung mata yang memberikan kesna mata sipit, lidah menonjol,
tangan yang kecil dan berbentuk segi empat dengan jari-jari pendek, jari
yang kelima melengkung dan ukuran tangan dan kaki yang kecil serta tidak

2
proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh juga merupakan ciri-ciri anak
down syndrome. Menurut sebagian orang hal tersebut anak terasa aneh dan
lucu, penderita down syndrome akan terilhat berbeda dan menjadi perhatian
khusus bagi orang-orang yang melihat di sekitarnya dan tidak sedikit respon
negatif yang diberikan lingkungan kepada anak yang mengalami down
syndrome dalam kehidupan sehari-hari.
Keberadaan anak down syndrome membawa stress tersendiri bagi
kehidupan keluarga, termaksud didalamnya trauma psikologik, masalah
dalam pengasuhan anak, beban finansial, dan isolasi sosial (Soraya, 2009).
Ibu adalah orang yang kali pertama merasakan tekanan tersebut. Ibu
yang paling terpukul karena secara tidak langsung ia yang sangat dekat
dengan sang janin saat mengandung sampai pada masa melahirkan. Ibu
yang melahirkan anak dengan berkebutuhan khusus lebih rentan dan lebih
mudah merasa sedih dan mudah merasa kecewa, sedih dan malu karena ia
merasa yang bertanggung jawab atas yang dialami oleh anaknya. Keadaan
ini membuat ibu menjadi tertekan karena kenyataan yang tidak meraka
inginkan. Belum lagi dengan perlakuan lingkungan dan keluarga terhadap
anaknya dan dirinya, seperti yang dikatakan Mangungsong (2011) bahwa
pada umumnya sumber keprihatinan orang tua berasal dari perlakuan
negatif masyarakat normal terhadap anaknya yang tidak seperti anak normal
lainnya. Individu yang memiliki anak down syndrome akan dihadapkan
pada cibiran dan olokan terkait anaknya yang mengalami down syndrome.
Mangungsong (2011) juga mengatakan bahwa ibu akan dengan mudah
mendapat kritik dari orang lain tentang masalah mereka dalam menghadapi
kondisi anak, selain itu ibu juga menanggung beban dari respon tidak layak
yang diberikan oleh masyarakat (dalam Zulifatul dan Siti, 2015).
Masalah-masalah yang dihadapi ibu dari anak down syndrome tidak
lantas berhenti disitu, dengan segala masalah dan kendala yang ada, secara
tidak langsung akan menyebabkan masalah baru bagi suamiistri yang
memilki anak penderita down syndrome, baik pertengkaran kecil dan
cekcok yang mungkin akan timbul terkait pengasuhan, pendidikan,

3
pengobatan, pandangan umum, dan keadaan emosional dari ibu sendiri, bisa
jadi masalah-masalah tersebut akan mempengaruhi keutuhan perkawinan.
Dengan kondisi-kondisi tersebut, ibu dengan anak down syndrome lebih
mudah mengalami kondisi tertekan, dengan begitu banyak permasalahan
pada waktu yang bersamaan dapat memicu stress dan berbagai resiko yang
dapat mengancam kesehatan psikologis.
Diperlukan kesabaran dan kerelaan yang tinggi dalam menerima
anak dengan down syndrome. Menurut Hurlock (1966) unsur yang
mendasari kerelaan dan kesabaran tersebut merupakan suatu bentuk sikap
penerimaan dari seorang ibu, karena dengan menerima, ibu akan
memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan memberikan kasih
sayang serta perhatian yang besar pada anak (dalam Zulifatul dan Siti,
2015). Oleh karena itu, ibu diaharapkan dapat beradaptasi dengan kondisi
penuh tekanan yang dihadapinya sehingga tetap bisa beraktivitas secara
nyaman dan produktif.
Soemantri (2006) menegaskan bahwa lingkungan keluarga dan
orang tua merupakan faktor yang mempunyai pengaruh penting dan kuat
terhadap perkembangan anak berkebutuhan khusus, terutama anak down
syndrome. Anak ini mengalami hambatan sehingga mereka akan sulit
menerima norma lingkungannya. Berhasil tidaknya anak luar biasa
melaksanakan tugasnya akan sangat bergantung pada bimbingan dan
pengaruh orang tua.
Keluarga yang memiliki anak dengan diagnosa down syndrome akan
melalui proses tertentu yang memungkinkan mereka untuk bertahan dan
beradaptasi hingga mereka dapat menjadi sebuah keluarga yang resilien.
Ada pula reaksi orangtua yang kecewa dan merasa bahwa anaknya berbeda
dengan anak-anak yang lain. Resiliensi menurut Gardon (1994) merupakan
kemampuan untuk berkembang dengan baik, matang dan bertambahnya
kompetensi dalam menghadapi keadaan-keadaan dan rintangan yang sulit.
Keadaan ini mungkin berat dan jarang atau kronis dan konsisten dalam

4
rangka untuk berkembang dengan baik, seseorang harus menerapkannya
pada semua sumber daya mereka; biologis, psiklogis dan lingkungan.
Sementara Herman et al., (2010), mengatakan bahwa resiliensi
dipahami sebagai adaptasi positif, atau kemampuan untuk menjaga atau
mengembalikan kesehatan mental setelah menghadapi hambatan. Siebert
dalam bukunya The Resiliency Advantage memaparkan bahwa yang
dimaksudkan dengan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan
baik perubahan hidup pada level yang tertinggi, menjaga kesehatan dibawah
kondisi penuh tekanan, bangkit dar keterpurukan, emngatasi kemalangan,
merubah cara hidup ketika cara yang lama tidak sesuai dengan kondisi yang
ada, dan menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan (Winda,
2013).
Selain itu, Waxman et al., (2003) menjelaskan bahwa dalam literatur
psikologi, konsep resiliensi digunakan untuk menjelaskan tiga fenomena,
kategori pertama yakni tentang kajian-kajian mengenai perbedaan individu
dalam pemulihan pasca bencana, kategori kedua yakni individu dari
kelompok dengan resiko tinggi untuk memperoleh hasil yang lebih baik
daripada hasil yang secara khusus diharapkan individu tesebut. Kategori
ketiga, mengacu pada kemampuan individu untuk beradaptasi dalam
kondisi stress.
Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin mengetahui resiliensi ibu
dengan anak down syndrome. Adapun subjek ibu dipilih karena secara
psikologis ibu merupakan orang yang paling dekat dengan anak, baik secara
emosional maupun dalam kehidupan sehari-hari, baik ketika mendapingi
dan mengasuh anak, dapat disumsikan bahwa ibu merupakan sosok yang
rentan terhadap stress karena kondisi anak, diperkuat Wenar dan Kerig
(2009) bahwasanya ibu seringkali dilanda stress, terutama bagi ibu yang
frekuensi bersama anaknya lebh sering daripada ayah, karena dalam hal
pengasuhan anak, ibu lebih membutuhkan dukungan sosial-emosianal
dalam waktu yang lama dan lebih banyak informasi tentang kondisi anak

5
serta dalam hal merawat anak, sebaliknya ayah lebih fokus pada finansial
dalam membesarkan anak (dalam Zulifatul dan Siti, 2015).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka bentuk msalah yang ingin diketahui penulis
adalah:
1. Bagaimanakah resiliensi ibu yang memiliki anak down syndrome?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi resilensi ibu yang memiliki
anak down syndrome?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas mak bentuk tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana resiliensi ibu yang memiliki anak down
syndrome.
2. Untuk mengtahui faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi ibu yang
memiliki anak down syndrome.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini diharapkan menjadi pengalaman dan pembelajaran bagi
penulis dalam bidang psikologi, khusunya yang berkaitan dengan
resiliensi orang tua yang memiliki anak down syndrome.
2. Penelitian ini diharapakan dapat menambah wawasan dan informasi
bagi ibu maupun masyarakat luas terkait resiliensi orang tua yang
memiliki anak down syndrome sehingga lebih bijak dalam memandang
hidup dan memahami anak down syndrome.

6
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Resiliensi (Resilience)

1. Devinisi Resiliensi
Wagnild dan Young (1993) mendefinisikan resiliensi sebagai
stamina emosional dan telah digunakan untuk menggambarkan orang-
orang yang menunjukan keberanian dan kemampuan beradaptasi di
tengah kesulitan hidup. Menurut Grotberg (2000), disisi lain resiliensi
merupakan kapasitas yang bersifat universal dan dengan kapasitas
tersebut, individu, kelompok ataupun komunitas mampu mencegah,
meminimalisir ataupun melawan pengaruh yang bisa merusak saat
mereka mengalami musibah atau kemalangan.
Sedikit lebih lengkap, Herman et al., (2010), mengatakan bahwa
resiliensi dipahami sebagai adaptasi positif, atau kemampuan untuk
menjaga atau mengembalikan kesehatan menal setelah menghadapi
hambatan. Wolin dan Wolin (dalam Waxman et al., 2003) menjelaskan
bahwa istilah resiliensi telah diadopsi sebagai pengganti dari istilah
sebelumnya yang digunakan untuk mendiskripsikan fenomena (seperti
kondisi tidak mudah terancam, ketabahan, dan tak terkalahkan), karena
usaha pengenalan ini melibatkan proses untuk menjadi resilien. Istilah
resiliensi secara umum merujuk pada faktor-faktor dan proses-proses
yang membatasi perilaku negatif yang di hubungkan dengan stress dan
hasil adaptif meskipun dalam kondisi kemalangan/kesengsaraan.
Reivich Shatte (dalam Desmita, 2009) secara sederhana
menjelaskan bahwa resiliensi merupakan kemampuan untuk bertahan
dan beradaptasi dengan kondisi sulit. Sementara Werner (dalam
Desmita, 2009) mendefinisikan resiliensi sebagai kekuatan individu

7
untuk beradaptasi dan menghadapi kesulitan serta dapat
mengembangkan komptensi diri baik secara sosial maupun akademik.
Desmita (2009) menyimpulkan bahwa resiliensi (daya lentur)
adalah kemampuan untuk kapasitas insani yang dimiliki seseorang,
kelompok atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi
mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak
yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau
bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi
suatu hal wajar untuk diatasi.
Brooks (2005) (dalam Richard, 2006) mendefinisikan resiliensi
sebagai kapasitas individu dalam menghadapi stress dan trauma secara
efektif, dapat mengembangkan tujuan secara jelas dan realistis, dan
dapat berinteraksi dengan orang lain seara positif serta dapat mengobati
dirinya sendiri dan orang lain.
Menurut Block et al., (dalam Nourma, 2014), resiliensi secara
psikologis diartikan sebagai kemampuan merespon secara fleksibel
untuk mengubah kebutuhan situasional dan kemampuan untuk bangkit
dari pengalaman emosional yang negative.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya resiliensi
merupakan kemampuan individu dalam mengatasi, menghadapi dan
bertahan terhadap segala masalah dan tekanan kehidupan serta data
bangkit dari keterpurukan dan dapat beradaptasi dengan positif dan
melanjutkan hidupnya secara sehat.

2. Faktor yang Mempengaruh Resiliensi


Menurut Luthar (1999) (dalam Kandung, 2012), resiliensi
merupakan interaksi antara dua faktor, yakni faktor protektif gengan
faktor resiko. Berikut penjelasan mengenai kedua faktor tersebut:
Faktor Protektif
Merupakan variable penahan yang berinteraksi dengan faktor
resiko untuk mengubah atau menyeimbangkan perkiraan hubungan

8
antara resiko dan hasil yang mungkin terjadi. Secara sederhana,
faktor protektif merupakan hal-hal yang memperkuat individu atau
keluarga dalam menghadapi faktor-faktor resiko. Faktor protektif
terbagi menjadi 2. Yakni faktor protektif internal dan faktor protektif
eksternal.
a. Faktor Protektif Internal
Merupakan faktor yang berasal dar dalam individu. Ruter
(1985) menyebutkan bahwa self-esteem dan self-efficacy tinggi
dengan harapan dan kontrol pribadi, lebih mungkin membuat
individu sukses dalam mengatasi kesulitan. Mereka
mengembangkan kompetensi dan harapan hidup yang lebih baik
melalui usaha mereka sendiri dan hubungan dengan orang lain.
Faktor protktif lainnya adalah moral dan spiritual (Dugan &
Coles, 1989)
b. Faktor Protektif Eksternal
Merupakan faktor-faktor dari luar individu yang dapat menahan
kesengsaraan. Menurut Walsh (1996) terdapat faktor protektif
yang mendorong individu untuk mengatasi stress secara efektif.
Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
- Karakteristik individu, seperti jenis kelamin, tingkat
kecerdasan, karakteristik kepribadian.
- Karakteristik keluarga, seperti kehangatan, kelekatan dan
struktur keluarga.
- Ketersediaan system dukungan sosial diluar individu dan
lingkungan keluarga, seperti sahabat.
Faktor Resiko
Merupakan sebuah mediator atau varable-variable yang
memfasilitasi terjadinya perilaku yang bermasalah. Secara
sederhana faktor resiko merupakan segala sesuatu yang berpotensi
untuk menimbulkan persoalan dan kesulitan. Terdapat sejumlah hal
yang diidentifikasi sebagai faktor resiko yang berpotensi

9
memunculkan persoalan baik pada level individual, keluarga dan
lingkungan masyarakat. Adapun faktor tersebut meliputi:
a. Kejadian yang bersifat katastropik, seperti bencana alam,
kematian anggota keluarga dan perceraian.
b. Latar belakang kondisi sosial ekonomi keluarga yang kurang
mendukung.
c. Hidup di lingkungan negatif atau lingkungan yang rawan terjadi
tindak kekerasan.
d. Akumulasi dari beberapa faktor resiko dan faktor protektif.

3. Aspek-aspek Resiliensi
Reivich & Shatte (dalam Uyun, 2012) menyatakan bahwa resiliensi
memiliki tujuh komponen, yaitu regulasi emosi, pengendalian impuls,
optimism, analisa penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan
peningkatan aspek positif.
1) Regulasi emosi adalah kemampan untuk tetap tenang dalam kondisi
yang penuh tekanan.individu yang memiliki kemampuan meregulasi
emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat
mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga mempercepat
dalam pemecahan masalah. Pengekspresian emosi, baik negative
maupun positif, merupakan hal yang sehat dan konstruktif ketika
dilakukan secara tepat. Pengekspresian emosi merupakan saah satu
kemampuan individu yang resilien.
2) Pengendalian impuls, merupakan kemampuan mengendalikan
keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dalam
diri seseorang. Individu dengan pengendalian impuls yang rendah
sering mengalami perubahan emosi dengan cepat yang cenderung
mengendalikan perilaku dan pikiran. Individu mudah kehilangan
kesabaran, mudah marah, impulusif, dan berlaku agresif pada
situasi-situasi kecil yang tidak terlalu penting, sehingga lingkungan

10
sosial merasa kurang nyaman dan berakibat pada munculnya
permasalahan dalam hubungan sosial.
3) Optimisme, individu yang resilien adalah invidu yang optimis.
Individu yang memiliki harapan di masa depan dan percaya, dapat
mengontrol arah hidupnya. Dibandingkan dnengan individu yang
pesimis, individu yang optimis lebih sehat secara fisik, tidak
mengalami depresi, berprestasi lebih baik di sekolah, lebih produktif
dalam kerja, dan lebih berprestasi dalam olah raga. Optimism
mengaplikasikan bahwa individu percaya bahwa dapat menangani
masalah-maslaah yang muncul di masa yang akan datang.
4) Empati, menggambarkan bahwa individu mampu membaca tanda-
tanda psikologis dan emosi dari orang lain. Empati mencerminkan
seberapa baik individu mengenali keadaan psiklogis dan kebutuhan
emosi orang lain.
5) Analisis penyebab masalah, merujuk pada kemampuan individu
untuk secara akurat mengidentifikasi penyebab-penyebab dari
permasalahan individu. Jika individu tidak mampu memperkirakaan
permasalahannya secara akurat, maka individu tersebut akan
membuat kesalahan yang sama.
6) Efikasi diri, merupakan keyakinan pada kemampuan diri sendiri
untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi
diri jug aberarti menyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses.
Individu dengan efikasi diri yang tinggi memiliki komitmen dalam
memecahkan maslahnya dan tidak akan menyerah ketika
menemukan bahwa strategi yang digunakan tidak berhasil. Individu
yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam
menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena memiliki
kepercayaan diri yang penuh terhadap kemampuan dirinya. Indiviu
ini akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari
kegagalan yang dialaminya.

11
7) Peningkatan aspek positif, resiliensi merupakan kemampuan yang
meiputi peningkatan aspek positif dalam hidup. Individu yang
meingkatkan aspek positif dalam hidup, mampu melakukan dua
aspek ini dengan baik, yaitu: (1) mampu membedakan resiko
realistis dan tidak realistis, (2) memiliki makna dan tujuan hidup
serta mampu melihat gambaran besar dari kehidupan. individu yang
selalu meningkatkan aspek positifnya akan lebih mudah dalam
mengatasi permasalahan hidup, serta berperan dala meningkatkan
kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi.

4. Karakteristik Resiliensi
Menurut Wagnild & Young (1993), terdapat lima karakteristik
resiliensi, yaitu :
Self-Relience
Merupakan keyakinan serta pengetahuan seseorang akan
kemampuan dan keterbatasannya sendiri. Seseorang mempelajari
hal tersebut dari pengaaman dan praktik yang berulang dan
kemudian mengarahkan pada kepercayaan tentang kemampuan
yang dimiliki. Orang yang memiliki self-relience telah belajar dari
pengalaman-pengalaman tersebut dan mengembangkan berbagai
keterampilan penyelesaian masalah. Selanjutnya, mereka
menggunakan, mengadaptasi, memperkuat, dan memperbaiki
keterampilan-keterampilan tersebut sepanjang hidup.
Meaning
Merupakan kesadaran diri akan suatu tujuan atau alasan
seseorang untuk hidup. Dengan kesadaran ini, seseorang dapat
memberi kontribusinya dan memiliki alasan yang memotivasi
mereka setiap harinya.
Equanimity
Pandangan yang seimbang antara hidup dan pengalaman
seseorang. Hal ini juga mengarah pada kemampuan individu untuk

12
fleksibel dan menerima hal yang tidak dapat diubah sehinga
responnya terhadap kejadian yang tidak menyenangkan bukanlah
sebuah respon yang ektrim, bahkan bisa jadi mereka melihat sisi
humor pada situasi tersebut.
Perseverance
Ketekunan dan ketahanan seseorang walaupun pada saat yang
tidak menguntungkan sekalipun. Perseverance juga menjelaskan
keinginan untuk melanjutkan perjuangan dalam merekonstruksi
kembali kehidupan seseorang dan tetap bertahan dalam keadaan
yang tidak menyenangkan sekalipun.
Existensial alones
Merupakan kesadaran bahwa setiap orang itu unik san ada
beberapa pengalaman yang perlu dihadapi sendiri. Existensial
alones ditunjukkan oleh orang yang mandiri, memiliki prespektif
yang unik akan kehidupan dan menempatkan nilai yang tinggi
terhadap kebebasan individu.

Sementara Grotberg (dalam Desmita, 2009) menyebutkan 3


sumber resiliensi yang dimiliki manusia (three source of resilience),
yaitu I have (Aku punya), I am (Aku ini), I can (Aku dapat).

Sumber I have ini memiliki beberapa kualitas yang memberikan


sumbangan bagi pembentukan resiliensi, yaitu:
a. Hubungan yang dilandasi oleh kepercayaan penuh
b. Struktur peraturan rumah
c. Model-model peran
d. Dorongan untuk mandiri (otonomi)
e. Akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, keamanan, dan
kesejahteraan.

I am (Aku ini) merupakan sumber resiliensi yan berkaitan dengan


kekuatan pribadi yang dimiliki individu yang terdiri dari perasaan, sikap

13
dan keyakinan pribadi. Beberpa kualitas pribadi yang mempengaruhi I
am adalah:
a. Disayang dan disukali oleh banyak orang.
b. Mencintai, empati dan kepedulian dengan orang lain.
c. Bangga dengan dirinya sendiri.
d. Bertanggung jawab terhadap perilaku sendiri dan menerima
konsekuensinya.
e. Percaya diri, optimistic dan penuh harap

I can (Aku dapat) adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan


apa saja yang dapat dilakukan oleh seseorang sehubungan dengan
ketrampilan-keterampilan sosial dan interpersonal. Kemampuan ini
meliputi:
a. Berkomunikasi.
b. Memecahkan masalah.
c. Mengelola perasaan dan impuls-impuls.
d. Mengukur tempramen sendiri dan orang lain.
e. Menjalin hubungan yang saling mempercayai.

Berdasarkan penjelasan di atas, seseorang dapat dikatakan resilien


adalah orang yang mempunyai karakter-karakter I have, I am, dan I can.
Jadi untuk menjadi orang yang resilien tidak cukup hanya memiliki satu
karakter saja, melainkan harus memenuhi semua karakter tersebut.

14
BAB III

ANALISIS DAN HASIL

Wawancara yang dilakukan penulis dalam hal ini adalah untuk


mengatahui resiliensi ibu yang memiliki anak down syndrome, resiliensi
yang dimaksud adalah kemampuan individu dalam mengatasi, menghadapi
dan bertahan terhadap segala masalah dan tekanan kehidupan serta data
bangkit dari keterpurukan dan dapat beradaptasi dengan positif dan
melanjutkan hidupnya secara sehat. Kemampuan resiliensi setiap orang
berbeda, tergantung pada kemampuan diri dan pengalaman hidupnya.

Penelitian ini berfokus pada sumber resiliensi Grotberg (dalam


Desmita, 2009) menyebutkan tiga sumber resiliensi yang dimiliki manusia,
yakni I have (Aku punya), I am (Aku ini), dan I can (Aku dapat). Sedangkan
fokus ke dua penelitian ini adalah pada 7 (tujuh) aspek pembentukan
resiliensi menurut Reivich & Shatte (Uyun, 2012) yang menyatakan bahwa
resiliensi memiliki tujuh komponen, yaitu regulasi emosi, pengendalian
impuls, optimisme, analisa penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan
peningkatan aspek positif.

A. Sumber Resiliensi
1. I have
Merupakan faktor eksternal dalam diri subjek yang
membantu pembentukan resiliensi dalam diri individu. Dari hasil
wawancara, ditemukan bahwa keluargalah yang menjadi sumber
tumbuhnya resiliensi dirinya. Walaupun respon awal keluarga
subjek hanya menganggap biasa, karena subjek waktu itu belom
memeriksakan lebih lanjut. Namun, setelah keluarga
mengetahuinya, mereka tetap menerimanya dengan baik dan tetap

15
mendukung, mendorong, dan memotivasi pada subjek, walaupun
dari keluarga suami subjek hanya membiarkan saja atau bersikap
pasrah lebih tepatnya.

...jadi mereka (keluarga ku/ibu) lebih siap menerima, lebih


memotivasi, lebih mendorong, gitu (SN.Q25.410-412)

keluarganya ini kan (keluarga bapak) pendidikannya kan


rendah.. dan tinggalnya itu kek dikampung gitu.. jadinya mereka
yang.. yang.. "alah yo wis (alah.. biarin.red) (SN.Q25.414-
415)

...bagi mereka DM itu nggak ngapa-ngapalahh mau dia nggak


ada istilahnya dia itu keterlambatan apa itu, buat dia nggak
ada (SN.Q25.421-422)

Walaupun ada satu dua orang tetangga atau teman-temannya


menjudge subjek, namun masih banyak yang mendukung dan
mensuport dirinya, sehingga membuatnya lebih semangat untuk
bangkit dari keterpurukan dan semangat menjalani kehidupannya.

gak lama sih.. mulai terus semua dukung (SN.Q7.71)

oo alhamdullilah itu semua mendukung (SN.Q12.131)

ya tetep ada yaa.. satu dua ada.. cuman lebih banyak yang
mendukung (SN.Q16.271)

2. I am
Sumber reliensi yang berasal dari dalam diri, meliputi
perasaan, dan keyakinan dari dalam diri. Berdasarkan hasil

16
wawancara dengan subjek, didapatkan bahwa subjek yakin, atas
usaha apa yang telah ia lakukan, ia upayakan pasti akan
mendapatkan hasilnya, mendapatkan buah yang akan ia peroleh
nantinya.

...jadi kalo aku bersusah payah sekarang itu.. nanti juga akan
ada buahnya (SN.Q26.438-440)

Subjek tidak pernah merasa menyesal atas apa yang dialami


anaknya, dia lebih memilih untuk menjalani apa yang ada saat ini.
Semuanya dia kerahkan hanya untuk masa depan ankanya tersebut.

berpikirnya buat masa depannya dia (SN.Q14.207)

kalo misalnya aku ndak tak siapin dari sekarang, dia nanti
besok seperti apa (SN.Q14.209-211)

3. I can
Faktor pembetuk selanjutnya adalah I can, yang berarti
berkaitan dengan apa saja yang dapat dilakukan oleh seseorang
sehubungan dengan keterampilan sosial dan interpersonal. Disini
diketahui bahwa subjek sudah bisa menangani perilaku orang lain
mengenai anaknya dengan baik. Dia sudah dapat menahan
perasaannya yang notabene nya sudah malas menceritakan apa yang
terjadi dengan anaknya.

...kalo ada orang nanya.. aku bilang gini.. dia memang


istimewa (SN.Q28.461)

kebetulan DM itu memang istimewa.. udah gitu aja gak


perlu diceritain ulang awalnya gini-gini (SN.Q28.468-469)

17
Hubungan yang dijalin antara subjek dengan orang lain juga
terbilang baik, dengan orang-orang yang mendukung dia maupun
yang menjudge dirinya dan tidak pernah sampai terjadi
pertengkaran, terlebih lagi hubungan dengan orang yang senasib
dengan dirinya.

ya.. masih kalo komunikasi.. (SN.Q18.299)

ndak ndak pernah.. (SN.Q19.314)

sekarang.. lebih care ya (SN.Q22.366)

lebih.. lebih care lahh.. ngerasa sesama.. satu golongan..


hahaha,,. (SN.Q22.374-375)

Hal ini juga didukung oleh pernyataan terapisnya, yang


mengatakan bahwa subjek cukup baik dan care terhadap semuanya,
anaknya, orang tua dan anak yang mengalami nasib yang serupa
dengannya.

sejauh yang saya tau, orang tua DM tuh cukup baik, sangat care
tidak hanya kepada anaknya saja tetapi juga kepada sesama orang
tua dan anak-anak berkebutuhan khusus.. (SP.Q1.4-8)

Menurut Grotberg (Desmita, 2009), seseorang dapat


dikatakan resilien adalah orang yang mempunyai karakter-karakter
I have, I am, dan I can dan untuk menjadi orang yang resilien tidak
cukup hanya memiliki satu karakter saja, melainkan harus
memenuhi semua karakter tersebut.

18
Dari hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa
subjek NN dapat dikatakan sebagai pribadi yang resilien,
dikarenakan subjek tidak hanya memenuhi satu karater saja,
melainkan telah memenuhi semua karakter-karakter I have, I am,
dan I can.

B. Aspek Resiliensi
1. Regulasi Emosi
Merupakan kemampuan untuk tetap tenang dalam kondisi
yang penuh dengan tekanan. Individu yang memiliki kemampuan
meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal
dan dapat mengatasi raa cemas, sedih, atau marah sehingga
mempercepat dalam pemecahan masalah. Dalam hal ini subjek yang
awal mulanya sedih, kecewa dan sempat menyalahkan suaminya,
perlahan-lahan dapat menerima itu semua akibat dukungan dari
keluarga, teman, dan keyakinan dirinya sendiri untuk membangun
pondasi masa depan bagi DM. Dalam menghadapi orang yang men-
judge dirinya, dia tidak semata-mata langsung memushi mereka,
subjek tetap berkomunikasi dengan mereka walaupun hanya pada
saat tertentu saja.

...jadi kalo dia tidur terus nangis,, ngeliatin dia itu sambil nangis
gitu.. atau kalo nggak istighfar atau apa.. sayakan muslim jadi ya
aku istighfar.. nanti udah balik lagi (SN.Q7.77-82)

gak lama sih.. mulai terus semua dukung (SN.Q7.71)

ibu nyalahin bapaknyalahh hahaha di awal


menyalahkan (SN.Q23.378)

19
Didukung dengan pernyataan terapisnya yang mengatakan
bahwa subjek tidak pernah memarahi anaknya, main tangan, bahkan
berbicara dengan nada tinngipun tidak pernah.

...saya belum pernah mendapati orang tua DM memarhi anaknya


dengan suara keras atau ringan tangan (SP.Q2.13-15)

2. Pengendalian Impuls
Kemampuan mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta
tekanan yang muncul dalam diri seseorang. Dari hasil wawancara subjek,
dapat dilihat bahwa subjek dapat mengendalikan dorongan-doronagn yang
muncul dalam dirinya, terlihat dari dia yang tidak terbawa dan menjadi
cekcok terhadap orang lain akibat judgement yang dia terima, subjek dapat
mengalah untuk tidak memiliki hp, tidak marah ketika DM mulai merajuk,
dia mencari cara agar dapat merayu DM kembali.

ya.. masih kalo komunikasi.. (SN.Q18.299)

ndak ndak pernah.. (SN.Q19.314)

jadi aku sampe ngalahin.. naggak punya hp (SN.Q13.182)

itu tadi salah satunya LN (SN.Q20.323)

kalo nggak dia kan paling suka tuh kayak tadi tuh.. susu
milku*t jadi diganti susu botol.. (SN.Q20.330-332)

...dia suka naik bronjong (keranjang barang di motor.red) tuh


kayak bapaknya itu dinaikin ke dalam beronjong
(SN.Q20.335-338)

20
3. Optimisme
Individu yang memiliki harapan di masa depan dan percaya
dapat mengontrol arah hidupnya, masa depan dalam hal ini adalah
tujuan positif dalam seluruh aspek kehidupannya. Berdasarkan
wawancara dengan subjek, dia memiliki keyakinan akan harapan
masa depan bagi anaknya, subjek menginginkan anaknya DM untuk
menjadi penari, setidaknya dia mempersiapkan pondasi untuk masa
depan anaknya.

...buktinya kan sekolah buat dia kan banyak peluang kerja


buat anak-anak seperti dia kan juga udah banyak.. jadi aku udah..
ndak,, udah ndak pernah takut... (SN.Q12.149-153)

...tapi kalo diliat-liat dia suka nari.. aku ingin menjadi dia
penari (SN.Q21.335-336)

4. Empati
Merupakan kemampuan individu membaca tanda-tanda
psikologis dan emosi dariorang lain. Sikap empati subjek ditujukkan
ketika subjek lebih care dengan orang-orang ABK, karena subjek
merasa seperti satu golongan serta saat menyapa teman DM,
menggunakan kata-kata yang positif untuk membantu stimulus
positif terhadap anak tersebut.

sekarang.. lebih care ya (SN.Q22.366)

lebih.. lebih care lahh.. ngerasa sesama.. satu golongan..


hahaha,,. (SN.Q22.374-375)

...kan katanya harus menyapa dengan kata-kata yang positif.. ya


kan (SN.Q22.372-374)

21
Terapisnya juga mengatakan bahwa subjek cukup baik dan
care terhadap semuanya, anaknya, orang tua dan anak yang
mengalami nasib yang serupa dengannya.

sejauh yang saya tau, orang tua DM tuh cukup baik, sangat care
tidak hanya kepada anaknya saja tetapi juga kepada sesama orang
tua dan anak-anak berkebutuhan khusus.. (SP.Q1.4-8)

5. Anailisis Penyebab Masalah


Kemampuan individu dalam mengidentifikasi secara akurat
penyebab-penyebab dari permasalahan subjek sendiri. Dikarenakan
ada gangguan pada proses perekaman, penulis tidak dapat
mengidentifikasi dengan pasti bagaimana subjek mengidentifikasi
masalah yang ia alami, namun subjek menjelaskan bahwa awalnya
dia menyalahkan suaminya atas kondisi anaknya DM, karena salah
satu penyebabnya tidak berkembangnya salah satu sel dengan baik.
Tetapi setelah mendapatkan penjelasan dari dokter bahwa banyak
penyebab dari kondisi tersebut, subjek mulai paham dan tida lagi
menyalahkan insiden ini kepada suaminya.

ibu nyalahin bapaknyalahh hahaha di awal


menyalahkan (SN.Q23.378)

6. Efikasi Diri
Efikasi diri merupakan keyakinan pada kemampuan diri
sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.
Hal ini terbukti dengan keinginan yang kuat untuk mengoptimalkan
perkembangan anaknya DM, meskipun dia harus mengorbankan
banyak hal. Subjek terus saja mempersiapkan masa depan anaknya,
dengan mengantarkan DM rutin terapi dan menjalankan anjuran
dokter dan terapisnya dengan baik.

22
berpikirnya buat masa depannya dia (SN.Q14.207)

kalo misalnya aku ndak tak siapin dari sekarang, dia nanti
besok seperti apa (SN.Q14.209-211)

paling tidak buat dia mandiri (SN.Q14.217-218)

...kalo DM kan aku.. pure.. 24 jam hanya buat DM


(SN.Q13.172)

jadi aku ngerasa kau kehilangan duniaku (SN.Q13.173)

jadi aku sampe ngalahin.. naggak punya hp (SN.Q13.182)

Pernyataan dari terapisnya juga menunjukan bahwa subjek


benar-benar yakin akan hasil dari masa depan yang akan diperoleh.

...orang tuanya sangat kooperatif sekali dalam mendukung


keberhasilan terapi (SP.Q3.28-30)

mau menerima saran yang membangun, rajin mengerjakan


ataupun mengulang tindakan terapi yang dilakukan sebagai home
program (SP.Q3.30-33)

..iya sangat mensupport sekali untuk perkembangan anak DM,


memberikan contoh dan mengajarkan hal-hal positif terhadap
DM (SP.Q4.38-41)

23
7. Peningkatan Aspek Positif
Kemampuan terakhir dalam 7 aspek pembentukan resiliensi
adalah peningkatan aspek positif. Merupakan kemampuan dalam
meningkatkan dan mengambil sisi positif dari permasalahan yang
dialaminya. Dari hasil wawancara yang didapatkan, subjek
mendapatkan bahwasanya suaminya menjadi lebih sabar dan terjalin
lebih banyak komunikasi atau interaksi dengan suaminya.

banyakk... hee banyak.. yang yang jelas ayah e sekarang udah


lebih sabar (SN.Q15.246-247)

lebih banyak komunikasi yaa (SN.Q15.255)

24
KESIMPULAN

Subjek NN merupakan individu yang resilien, dapat dilihat


dari pemenuhan 7 aspek pembentukan resiliensi, yakni regulasi
emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, analisis penyebab
masalah, efikasi diri, dan peningkatan aspek positif, walaupun pada
aspek analisis penyebab masalah terdapat sedikit gangguan dalam
mengidentifikasi masalah tersebut, namun, menurut penulis, pada
akhirnya subjek dapat mengatasi masalah itu dengan baik. Pada
karakter sumber resiliensi, subjek tidak hanya memenuhi satu
karakter saja, melainkan telah memenuhi semua karakter-karakter I
have, I am, dan I can.

Faktor yang mempengaruhi resiliensi pada subjek NN


berasal dari pengalaman hidupnya, berbagai tekanan yang pernah
dia alami, dapat mengantarkan dirinya pada pribadi yang tangguh
dan meyakini dapat menyelesaikan masalah yang dia hadapi.
Resiliensi yang dialami oelh subjek NN, tidak hanya membuatnya
bertahan dalam masalahnya, namun juga mengembangkan dirinya
secara positif.

25
DAFTAR PUSTAKA

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


Gardon et al. (1994). Resilient Student Beliefs About Their Schooling
Environement: A Possible Role in Developing Goals and Motivation. New
Orleans: Paper presented at the annual Meeting of the America
Educational Research Association.
Herman et al. (2010). What Is Resilience?. La Revue Cannadienne de psyhiatre.
vol. 56 no. 5.
Kandung Islan & Veronica. (2012). Resilensi Keluarga Pada Pasangan Dewasa
Madya yang Tidak Memiliki Anak. Jurnal Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan. vol. 1. no. 3. Universitas Airlangga.
Nourma, S.P. (2014). Resiliensi Pada Pasien Stroke Ringan Ditinjau Dari Jenis
Kelamin. Jurnal Intervensi Psikologi. vol. 2 no. 2.
Richard, O. (2006). Resilience, Meaning and Well-Being. University of Memphis
Soemantri, T.S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
vol. 3 no. 2.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta :EGC.
Soraya, J. dkk. (2009). Strategi Koping dan Stres pada Ibu yang Memiliki Anak
yang Menderita Retaldasi Mental. Jurnal. Riau: UIN Sultan Syarif Kasim
Riau.
Uyun, Zahrotul. (2012). Resilensi dalam Pendidikan Karakter. Surakarta: Jurnal
Prosiding Seminar Psikologi Islam.
Waxman et al. (2003). Review of Research on Educational Resilience.University
of California.
Wagnild & Young. (1993). Journal of Nursing Measurment. Springer Publishing
Company. vol. 1 no. 2
Winda, A. (2013). Resiliensi dan Dukungan Sosial pada Orang Tua Tunggal.
eJournal Psikologi. vol. 1 no. 3.
Zalifathul & Siti. (2015). Gambaran Psychological Well-Being pada Perempuan
yang Memiliki Anak Down Syndrome.

26
LAMPIRAN

27
Panduan Wawancara

SUBJEK UTAMA
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :

General
1. Sejak kapan ibu mengetahui anak ibu berbeda/mengalami down
syndrome?
2. Apa yang anda rasakan ketika pertama kali mengetahui hal itu?
3. Apakah ada kelainan, tanda atau ciri saat kehamilan ibu dulu?
4. Hal apa saja yang sudah ibu lakukan untuk kesembuhan ank ibu?
5. Apakah ada yang berubah dalam kehidupan ibu setelah anak ibu tersebut
lahir?
6. Apakah anda mengalami kesulitan saat membesarkan anak ibu?

Resiliensi

1. Setelah kejadian yang anda alami, bagaimankah kondisi anda sekarang?


2. Pernahkan ada merasa sedih dan kecewa atas kejadian yang menimpa ibu?
3. Apa yang menjadikan anda tetap kuat menjalani ini dan bangkit
melanjutkan kehidupan ibu?
4. Apakah ada perubahan positif dalam hidup ibu setelah kejadian ini?
5. Apakah anda bisa berbaur seperti semula dengan lingkungan anda?

Aspek Resiliensi (Reivich & Shatte, 2012)

a. Regulasi emosi
1. Apakah yang ibu lakukan saat dalam kondisi tertekan?
2. Bagaimana ibu mengekspresikan emosi ibu?
3. Adakah orang-orang yang mencibir ibu?

28
4. Bagaimana hubungan ibu dengan orang-orang yang mencibir ibu?
b. Kontrol Impulsif
1. Apa yang ibu lakukan ketika ada orang yang mengolok-olok ibu atau
anak ibu?
2. Pernahkah ibu terlibat cekcok dengan orang yang mengolok ibu atau
anak ibu?
3. Pernahkan anak ibu itu baru badmood, susah diatur, tidak mau
diingatkan?
c. Optimis
1. Apakah ibu merasa takut akan masa depan anak ibu?
2. Apa cita-cita atau keingnan ibu untuk anak ibu?
3. Bagaimana usaha ibu untuk mencapai hal itu?
4. Apakah anda yakin orang-orang akan menreima kondisi anak ibu?
d. Empati
1. Bagaimana respon ibu ketika melihat orang lain yang mengalami hal
serupa dengan yang ibu alami?
e. Analisis penyebab masalah
1. Menurut ibu apa penyabab masalah yang ibu alami ini?
2. Apakah ibu menyalahkan orang lain atas kejadian ini?
f. Efikasi Diri
1. Apakah ibu yakin dapat melewati semua ini?
2. Seperti apa ibu memandang diri ibu saat ini?
3. Apakah ibu yakin akan terus dapat merawat anak ibu dengan baik?
g. Peningkatan Aspek Positif
1. Apa hikmah atau pelajaran yang ibu dapatkan dari hal ini?

Faktor-faktor Resiliensi

a. I Have
1. Bagaimana respon keluarga ibu ketika mengetahui anak ibu
mengalami kelainan?
2. Dukungan seperti apa yang diberikan kepada ibu?

29
b. I Am
1. Setelah kejadian ini, apakah ibu masih memiliki kepercayaan terhadap
diri ibu?
2. Apakah ibu merasa bangga tehadap apa yang ada pada diri ibu
sekarang?
c. I Can
1. Bagaimana ibu menanggapi ketika ada orang yang mengungkit-ungkit
tentang kondisi anak anda?

SUBJEK PENDAMPING
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :

1. Bagaimana menurut saudara tentang orang tua anak DM?


2. Pernahkah saudara melihat orang tua DM memarahi anaknya?
3. Dalam menjalani terapi, apakah ibu DM bertindak kooperatif? Seperti
menuruti anjuran terapis dan dokternya, melakukan terapi rutin, dsb?
4. Apakah ibu DM menunjukan sikap support nya atas perkembangan DM?

30
VERBATIM DAN KODING

SUBJEK UTAMA
Nama : NN
Usia : 43 tahun
Jensi Kelamin : Perempuan
*Code
SN : Subjek NN
Q : Pertanyaan

Transkip Wawancara Koding


ibu, ibu itu mengetahui bahwa DM
menderita down syndrome itu mulai
usia kandugan berapa?
itu sudah lahir.. sudah lahir.. jadi Subjek mengetahui anaknya
insidennya DM umur.. 2 bulan 21 hari.. menderita syndrome sejak 5
dia kena panas sampai 39.. terus tak berusia 2 bulan 21 hari.
opname di dr.Oen
...insidennya DM umur.. 2
bulan 21 hari... (SN.Q1.05)
pakai kejang??
ndak.. ndak pakai kejang.. cuman Kondisi sakit DM tidak
panasnya nggak turun-turun.. terus mengalami kejang, hanya 10
ternyata ada infeksi paru.. kasusnya panasnya tidak turun-turun.
pertama itu. Nah terus dr. J tuh bilang Ternyata DM terkena infeksi
gini kok kayak syndrome? gitu tapi paru-paru. Dokter juga curiga
dia bilang nanti ya bu.. ini DM terkena syndrome.
syndromenya nanti saya.. saya konsul 15
ke dokter yang lain, kita selesaikan ndak.. ndak pakai kejang..
parunya dulu jadi waktu itu makanya cuman panasnya
pertama kali ke atas (klinik terapi) itu (SN.Q2.09)
kan dia yang tepuk-tepuk.. terapinya
tepuk-tepuk nggak turun-turun.. terus
ternyata ada infeksi paru
(SN.Q2.10)
Chest 20
nah itu .. supaya ngeluarin riak..
selesai itu toh.. itu selesai baru ke dr. S
tapi itu ndak langsung dibilang..
down syndrome.. berapa kali pertemuan
ya.. dua kali pertemuan atau tiga kali 25
pertemuan gitu..
itu usia berapa bu??

31
3 bulan..
3 bulan itu udah terapi ko ya??
udahh.. udah terapi.. hee.. tapi masih DM sudah menjalani terapi
dada tok.. hee yang apa.. tepuk tepuk sejak usia 3 bulan, namun hanya 30
itu to.. nah sambil aku konsul itu terapi dada.
sama dia di tes apa yang apa namanya..
senter ya?? Yang ada bunyi.. yang kalo udahh.. udah terapi.. hee..
bunyinya di samping dia gak.. gak tapi masih dada tok..
noleh,, tapi kalo bunyinya dari tengah.. (SN.Q4.29)
dia ngikutin kanan.. kiri.. nah terus
dokternya ah.. yaya.. bener bener
tapi.. dia cuman bilangnya apa.. ee..
kategorinya apa mild? mild? rendah? 40
Mail.. hee ini cuman kategorinya
rendah jadi diupayakan pake terapi ya
udah langsung terapi.. dia tuh tanggal
berapa ya mbak.. pertama kali ke situ itu
9 Maret.. pertama 2015.. heem..
jadi udah 2 tahun??
hee.. jadi udah dua tahun dianya yang Sekarang DM sudah menjalani 45
sekolah.. hihi.. sekolah.. besok terapi selama 2 tahun, subjek
*zing(bising)* menyebutnya sebagai
sekolah.

hee.. jadi udah dua tahun


dianya yang sekolah
(SN.Q5.45)
terus perasaan jenengan pas pertama
kali tau ee apa dek DM itu ada
indikasi ke down syndrome gitu awal 50
mulanya depresi, kaget, takut, atau
gimana?

32
nahh.. kalo takutnya enggak, tapi kalo Subjek tidak merasa takut
takut malunya enggak.. cuman merasa ataupun malu, namun ia
bersalah.. ko aku membiarkan DM.. merasakan bersalah,
gitu.. terus ko,.. terus ini pikirannya membiarkan anaknya seperti itu, 55
kemana-mana gitu.. besok DM gimana dan khawatir besok kedepannya
ya? Karena kan terus aku browsing, bagaimana.
ceritanya terlalu banyak yang masuk
gitu kan gimana ya? Tapi katanya dr. S nahh.. kalo takutnya enggak,
bilang gini, yang nanti dipikir nanti tapi kalo takut... (SN.Q6.52) 60
yang penting yang sekarang dipikir
sekrang kuncinya ada 2 ketekunan sama malunya enggak.. cuman
kesehatan, jadi nanti kalo tekun untuk merasa bersalah...
diterapi.. dia itu sehat terus.. insyaallah (SN.Q6.53)
nanti.. bisa ilang.. jadi ya udah.. itu aja 65
yang dilakukan.. tapi sempet.. bukan ko aku membiarkan
sempet malu.. cuman misalnya.. kalo DM (SN.Q6.54)
misalnya ditanya.. ko gak bisa ini.. ko
belum ini.. ko ini.. gitu ya.. sempet besok DM gimana ya?...
ketawa.. tapi ketawanya sambil nangis.. (SN.Q6.56) 70
hehehe gitu.. hehe.. ya pertama gitu..

berapa lama itu bu seperti itu?


gak lama sih.. mulai terus semua Subjek mengalami perasaan
dukung.. semua dukung.. itu tersebut tidaklah lama, karena
tetangganya pada dukung.. itu ibu nya mendpatkan support dukungan
LN (tetangganya) yang antara sebulan dari semuanya. 75
dua bulan itu.. yang misalnya kalo dia
udah tidur tak tangisin.. gitu gitu.. tapi gak lama sih.. mulai terus
sesudah ketahuan dia ini ya.. jadi kalo semua dukung (SN.Q7.71)
dia tidur terus nangis,, ngeliatin dia itu
sambil nangis gitu.. atau kalo nggak ...jadi kalo dia tidur terus 80
istighfar atau apa.. sayakan muslim jadi nangis,, ngeliatin dia itu sambil
ya aku istighfar.. nanti udah balik lagi.. nangis gitu.. atau kalo nggak
misalnya ada tetangganya ngomong istighfar atau apa.. sayakan
apa.. malemnya aku tangisin.. waktu ada muslim jadi ya aku istighfar..
tetangganya aku tuh ndak nangis.. nanti udah balik lagi 85
heem.. ketawa ketawa gimana gitu.. (SN.Q7.77-82)
nanti di rumah gitu.. tak tangisin
langsung.. hihihi.. tak tangisin lagi gitu
ya..
ee.. ibu pas hamil dulu ee.. ada
keluhan-keluhan gitu ndak?
nggak ada aku USG dulu itu justru Subjek tidak merasakan adanya 90
masalahnya ada.. apa.. plasenta sama keluhan atau tanda-tanda
kepalanya tuh sejajar.. jadi tidak ada kelainan anaknya yang
masalah lainnya.. jadi aku USG aku menjurus ke syndrome, hanya

33
ASPA itu ketahuannya itu cuman masalah pada posisi plasenta
masalah plasenta sejajar jadi harus yang sejajar dengan kepala 95
diupayakan supaya plasentanya jangan janin.
keluar terlebih dahulu gitu.. terus dia
tidak boleh terlalu besar.. jadi dia nggak ada aku USG dulu
lahirnya cuman 2,9.. normal.. jadi.. iya itu justru (SN.Q8.90)
di bidan.. jadi alhamdullillah 100
kontraksinya kepalanya yang turun masalahnya ada.. apa..
duluan jadi bisa.. bisa normal.. plasenta sama (SN.Q8.91)
sebenarnya ada dua opsi.. kalo
misalnya.. kan dia lahir setelah anu ya.. ...kepalanya tuh sejajar
maju apa mundur ya bilangnya.. (SN.Q8.92) 105
sampenya itu tanggal 9 dia lahir tanggal
16. . jadi dibilang apaya.. maju eh
mundur.. mundur.. seperti itu.. nah.. jadi
kalo tanggal 16 tidak ada kontraksi,
tanggal 17 nya aku harus sesar.. jadi 110
sudah ada dua opsi.. karena kata dr. J itu
kan.. ketubannya udah gak bagus..
alhamdullillah tanggal 16 itu normal..
nggak ada riwayat sakit atau apa?
nggak ada.. nggak ada.. apa ya.. aku Subjek juga tidak ada riwayat
biasa aja.. cuman memang kalo mengalami sakit saat kehamilan.
bobotnya naik sedikit sama kayak mas
DK (anak pertama), jadi waktu hamil itu nggak ada.. nggak ada.. apa 115
bobotnya naiknya cuman sedikit, tapi ya.. aku biasa aja
mas DK ini bayinya besar.. jadi naiknya (SN.Q9.112)
cuman 7 kilo.. tapi mas DK lahirnya
3,4.. ini juga sama.. naiknya 7 kilo tapi
lahirnya cuman 2,9.. heem.. lebih 120
kecil.. tapi memang karena
pengalaman. *distraksi* .
usia berapa bu pas hamil DM?
40 hee..
kalo DK??
DK itu30.. kan 10 tahun punya adik.. 125
eee.. ada perubahan gak bu dalam
kehidupan ibu,, setelah si DM lahir..
perubahannya diapanya??
ee.. bisa dibilangkan DM itu special
ya bu.. jadi.. gimana ya.. dari 130
lingkungan sekitar atau gimana dari
keluarga..
oo alhamdullilah itu semua Perubahan kehidupan yang
mendukung.. makanya aku bilang.. dialami subjek adalah dukungan
pertama-tama aku memang sempet dari keluarga. Suami subjek

34
kaget.. apa ya.. gak terima gitu ya gak menjadi lebih perhatian kepada 135
terima dia seperti itu apa bilangya ya.. DM sehingga kadang membuat
barakan?? Itu tu.. ibu ibunya kecemburuan pada DK, anak
mendukung DM.. jadi semua bilang pertamnya.
anu deh,, gak papa.. nanti juga ada Serta akibat dari dukungan
ininya terus mereka ngasi.. misalnya.. tersebut, timbul keyakinan akan 140
kae loh.. dia juga dedel.. tapi bisa ini,, masa depan bagi DM.
bisa ini.. jadi aku terus termotivasi ,
dikuatin terus jadi ndak pernah.. terus oo alhamdullilah itu semua
skarang aku juga ya udah.. biasa aja.. mendukung (SN.Q12.131)
terus ada neneknya dia ini.. dia 145
memang istimewa tapi jangan ayahnya lebih.. lebih ini ke
diistimewakan gitu.. jadi ya udah.. ya dia (SN.Q12.152)
udah.. nantikan juga ada ininya tohh..
buktinya kan sekolah buat dia kan ...buktinya kan sekolah buat
banyak peluang kerja buat anak-anak dia kan banyak peluang 150
seperti dia kan juga udah banyak.. jadi kerja buat anak-anak seperti
aku udah.. ndak,, udah ndak pernah dia kan juga udah banyak.. jadi
takut.. ndak pernah apa.. cuman aku udah.. ndak,, udah ndak
memang .. kalo lebih apa ya.. ayahnya pernah takut... (SN.Q12.149-
lebih.. lebih ini ke dia.. sampe masnya 153) 155
cemburu tuh memang mungkin iya..
gitu.. terus kadang-kadang kalo ketemu
siapa gitu, sodara yang nggak paham..
apa ya..mungkin pendiidkannya
kurang.. kan kita ngomong sampe jauh 160
kan percuma ya.. cuman yaa udah gitu
aja.. ko ngene.. (ko seperti ini.red)
cuman bilang yaa udah gitu aja.. biar
ajalah dia mau berpikir seperti apa
biarin.. dari pada kita nanti terangin
segala macemkan.. dia juga gak akan ke
sana kan.. ya udah, tak gini aja.. tak
biarin aja..
ada kendala gak bu.. ya dari proses
melahirkan.. sampe sekarang DM 165
udah bisa jalan udah mulai
perkembangan bahasanya.. suka
dukannya.. kesulitannya itu apa?
kalo yang jelas itu.. aku kehilangan Subjek mengalami kendala
banyak waktu.. tapi nggak.. aku nggak dalam membesarkan DM, dari 170
pernah ini.. kan dulu waktu mas DK kan dia mulai berehenti bekerja,
aku bekerja.. kalo DM kan aku.. pure.. merasa kehilangan dunianya,
24 jam hanya buat DM.. jadi aku merelakan tidak memiliki hp,
ngerasa kau kehilangan duniaku.. ditanya-tanya terus apa yang
ngerasa.. ya.. tapi.. ya udahlah.. terjadi terhadap DM. 175

35
mungkin memang sekarang harus
begitu.. gitu.. jadi kayak nganter DM.. ...kalo DM kan aku.. pure.. 24
kan duu seminggu 3 kali.. waktu dia jam hanya buat DM
tepuk kan seminggu 3 kali.. terus nanti (SN.Q13.172)
di rumah masih masih mengulang apa.. 180
pagi DD (berjemur.red) itukan.. ya.. jadi aku ngerasa kau
kadang-kadang ya berat gitu ya.. jadi kehilangan duniaku
aku sampe ngalahin.. naggak punya hp (SN.Q13.173)
apa itu karena.. ya itu.. karena setiap
orang.. misalnya aku posting DM.. nanti jadi aku sampe ngalahin.. 185
orang tanya.. tanyanya berkepanjangan naggak punya hp
gitu lohh.. terus aku jelasninnya gimana (SN.Q13.182)
gitu.. hahaha.. au.. a.. udah lah, nggak
usah aja lah.. aku gitu.. aku mendingan emang dulu kenapa ya?
gak usah punyalah.. nggak apaapa.. mengulang-ulang lagi itu kan 190
soalnya kalo aku.. aku.. misalnya aku kadang kita males ya
alhamdullillah kalo DM udah bisa apa (SN.Q13.193-194)
itu.. langsung yang..
werwrwwwrwrwrwrwr .. kemana-
mana.. emang dulu kenapa ya? 195
mengulang-ulang lagi itu kan kadang
kita males ya.. males nyeritain gitu
lohh.. kan kalo kalo di itu kan terlalu
banyak.. aku terus .. ah.. ya udah lahh
tapi sekarang udah lebih baik gitu ya
bu ya.. maksudnya udah lebih
menerima..
iya.. udah bisa lebih menerima.. kan 200
katanya ini kita berpositif, DM nya
juga akan positif..
terus yang membuat jenengan tetap
kuat, tetep sabar ngejalanin ini 205
semua itu apa bu?
berpikirnya buat masa depannya dia.. Subjek bisa kuat menjalani ini
ohh nanti kalo aku.. jadi semua karena berpikir untuk
mempersiapkan masa depannya DM masa depan anaknya, DM.
gitu loh.. kalo misalnya aku ndak tak 210
siapin dari sekarang, dia nanti besok berpikirnya buat masa
seperti apa.. nggak ada.. hee.. yang ada depannya dia (SN.Q14.207)
di hari depan kan yang kita bikin dari
sekarang.. katanya gitu.. jadi kalo aku kalo misalnya aku ndak tak
ndak membikin dari sekarang besok siapin dari sekarang, dia nanti 215
DM apa?? kayak pondasilah gitu.. jadi besok seperti apa
kalo aku bersusah payah kayak gini nih (SN.Q14.209-211)
buat masa depannya DM.. paling tidak
buat dia mandiri.. jadi gitu.. itu aja

36
udah.. makanya aku ndak pernah bilang paling tidak buat dia 220
DM terapi.. tapi sekolah menguatkan mandiri (SN.Q14.217-218)
diri aja.. mau kemana.. sekolahh.. kan
kesannya kalo mau kemana.. terapi ko
kayaknya berat bener gitu ya.. hahaha..
kayaknya berat bener sekarang di itu.. 225
make e sekolah juga loh,.. di temen-
temennya DM itu.. ngomonge
(bilangnya.red) sekolah.. masuk kelas
dulu yaa gitu ya.. nggak ada yang
sekarang bilang ayoo.. sini terapi dulu 230
nggak ada.. nggak.. karena aku juga
ayo masuk kelas.. ayo gitu..
biar anaknya juga lebih merasa ini..
apa.. belajar sambil bermain.
heem.. nggak terlalu berat.. nggak
nggak terlalu berat ke pikiran.. nggak
berat ke hati gitu lohh.. kan kalo 235
sekarang DM sekolah dimana? di
Oenschool gitu jawabnya
hahahahha.. ko di Oenschool sih..
hoo sekolahnya keren.. tingkat 7.. kan
sukanya membangga-banggakan inilah 240
gitu.. biar nggak terlalu.. kan ketoke
(kelihatannya.red) kalo.. kemana..
terapi.. dimana.. rumah sakit.. gitu ko
yaa.. ini yaa..
sudah mulai mendapatkan kek hal-
hal postif.. atau hikmah.. ndak.. dari
dulu sampe sekarang? 245
banyakk... hee banyak.. yang yang jelas Subjek sudah mendpatkan
ayah e sekarang udah lebih sabar.. kan banyak hal-hal positif dan
aku bilangin pak kalo marah sama DM hikmah dari kejadian ini.
itu percuma, kamu marah kayak apa dia Ayahnya menjadi lebiih sabar
nggak akan ngerti.. jadikan kalo DM menghadapi DM, terjadi 250
ndak bisa kalo di contohin kayak DM komunikasi yang lebih antara
jangan! DM nya harus diambil DM subjek dengan suami.
sini.. apa gitu.. jadi ayahnya sekarang
udah lebih sabar.. dibandinng dulu sama banyakk... hee banyak.. yang
kecilnya mas DK.. gitu terus.. lebih yang jelas ayah e sekarang 255
banyak komunikasi yaa.. jadi udah lebih sabar
terbangun.. dulu kan aku sibuk kerja.. (SN.Q15.246-247)
dia sibuk kerja..gitu.. jadi karena DM
kan DM pulang sekolah pasti ditanyain lebih banyak komunikasi
tadi DM disekolah ngapain? terus yaa (SN.Q15.255) 260
nantikan aku cerita, DM tadi gini gini

37
gini.. DM di kasih PR, DM harus
dikasih.. yang kaya sekarang itu.. apa..
multitask.. yang ambil bawa sini
yang dua perintah tiga perintah.. nggak 265
cuman satu perintah.. jadi sekarang
bapak kalo meritah dia yang warna biru
bawa sini DM gitu.. nanti dia ikut
bantu.. udah.. ya walaupun nganterin
DM sekloah belom pernah..
jadi untuk.. ee.. lingkungan sekitar
gak ada masalah ya bu ya ada
judgement yang..?? 270
ya tetep ada yaa.. satu dua ada.. Subjek mendapatkan judgement
cuman lebih banyak yang mendukung.. dari lingkungan sekitar, namum
hee.. kalo misalnya loh ko ndak lebih banyak yang mendukung
sekolah DM? kan itu mendukung to.. dari pada yang men-judgement
dan ayo cepetan udah siang, berangkat subjek. 275
sekolah gitu.. dan kadang-kadang
baru pulang DM?? sampe semua tau.. ya tetep ada yaa.. satu dua
ada.. cuman lebih banyak yang
mendukung (SN.Q16.271)
misal.. ada pikiran ya mungkin kalo
mungkin udah sendiri di rumah gitu..
kek ada rasa tertekan gitu.. nah 280
untuk membangkitkan aku harus
begini.. aku nggak boleh begitu..
alhamdullillah udah gak pernah.. Subjek sudah tidak pernah
heem.. awal e tok aja.. apalagi kalo mengalami perasaan tertekan
sekarang liat DM perkembangannya lagi. Yang membuat subjek 285
kan.. oiya deng .. ngejer-ngejer bangkit adalah perkembangan
temennya itu dia.. walaupun dia dengan yang dialami oleh DM.
dunianya dia ya.. diajak main pasaran..
dia bisa.. diajak.. ee.. mainan baunyak alhamdullillah udah gak
gitu.. dianya ya paham.. gentian dia pernah (SN.Q17.283) 290
ngerti gak ngerebutin.. DM ini DM
yang ini dia bisa berbagi.. berartikan ...apalagi kalo sekarang liat
dia tetep.. walaupun dia tidak pakai DM perkembangannya kan
suara.. (SN.Q17.284)
itu mislanya hubungannya jenengan
sendiri dengan orang-orang yang
notabene nya kurang suka .. 295
masihkan tetep ada komunikasi..
atau ada space ahh..ibunya itu terlalu
gini nh.. aku agak mundur dehh.. ada
indikasi seperti itu??

38
ya.. masih kalo komunikasi.. nggak.. Subjek masih tetap menjalin
kalo menjauhnya nggak.. cuman komunikasi dengan orang yang 300
kebetulan.. rumahnya kan menghadap men-judgement subjek,
ke belakang.. jadi kalo aku main ke sana walauapun tidak begitu akrab,
juga jarang dan dia keseblah sini juga hanya pada acara-acara tertentu.
jarang.. paling ketemunya kalo pas
arisan PKK, yang sebulan sekali.. terus ya.. masih kalo komunikasi.. 305
apa ya.. pokoknya acara-acara yang (SN.Q18.299)
warga dehh.. yang banyak.. jadikan
memang satu RT kumpul semua kan paling ketemunya kalo pas
ketemu.. jadi ya tinggal ini aja.. tapi kalo arisan PKK, yang sebulan
yang ketemu langsung apa gitu ya.. yahh sekali.. terus apa ya.. pokoknya 310
biasa aja lah pura-pura gak liat aja.. acara-acara yang warga
dehh (SN.Q18.304-306)
pernah sampe cekcok ndak sama
tetangga gitu?
ndak ndak pernah.. hehehe.. sayang.. Subjek tidak pernah
semua sayang sama DM.. karena bentrok/cekcok dengan 315
dengan keistimewaan DM semua jadi tetangganya.
sayang sama DM..
ndak ndak pernah..
(SN.Q19.314)
nah suka duka selama ngerawat DM,
dari awal sampe sekarang ini,
pastikan anak jadi badmood, terus 320
susah diatur, semau sendiri.. nahh itu
trik nya jenengan mengatasinya itu
gimana?
itu tadi salah satunya LN, dia kalo udah Saat DM merajuk, subjek
marahkan tengkurap nangis nih. melakukan rayuan untuk
ngheeeeeee.. gitu palingan gak nangis.. mengatasinya. 325
paling ini emoh emoh.. gitukan..
nggak mau.. terus gini.. eee ada LN.. itu tadi salah satunya LN
main tempat LN?? nah nati dia (SN.Q20.323)
bangun.. pindah ke sana.. itu kalo..
kalo.. di .. hee.. ada rayuannya.. kalo kalo nggak dia kan paling 330
nggak dia kan paling suka tuh kayak tadi suka tuh kayak tadi tuh.. susu
tuh.. susu milku*t jadi diganti susu milku*t jadi diganti susu
botol.. kalo susu botolkan hanya waktu botol.. (SN.Q20.330-332)
dia tidur.. selain itu kan dia minum susu
kemasan.. tawarin aja mau minum ...dia suka naik bronjong 335
susu?? minum susu?? dia minum susu.. (keranjang barang di
diajakin keluar.. dia suka naik bronjong motor.red) tuh kayak bapaknya
(keranjang barang di motor.red) tuh itu dinaikin ke dalam
kayak bapaknya itu dinaikin ke dalam beronjong (SN.Q20.335-
beronjong.. naik beronjong bapak? 338) 340

39
misalkan di mana dia kan aku kan
ini.. jahit.. ini kan kalo hari sabtu kan
udah dianter.. misalkan kalo aku jahit
dia kan ngeritrk di sini aja tuh deket
mesin ajakan.. kan aku gak bisa 345
ngajakin dia main.. udah LN yuk
sebentar.. rumah LN jalan keluar
sebentar.. nanti balik rumah lagi dia
udah lupa lagi.. udah terus mau ini aja..
yang penting.. aaa.. kayaknya dia paham 350
sama apa yang kita janjiin gitu loh.. jadi
kalo kit abilang tempat LN ya wujudin
ke tempat LN gitu.. hee.. rayuannya
gampang..
ee.. cita-citanya apa bu ee..
keinginan jenengan untuk DM?
DM?? ee.. apa ya ini masih kecil Subjek memiliki cita-cita untuk
angeti.. tapi kalo diliat-liat dia suka menjadikan DM sebagai penari,
nari.. aku ingin menjadi dia penari.. karena kesukaan DM menari. 355
cieee (DM memperagakan tariannya)
...tapi kalo diliat-liat dia suka
nari.. aku ingin menjadi dia
penari (SN.Q21.335-336)

cieee..
dia itu.. maaf kalo nggak tau lagu anak
anak.. karena di rumah dia
dengerinnya lagu campursari.. hahaha 360
cielahh.. hahaha terus.. responnya
jenengan apabila melihat ada.. ee
orang yang mengalami kayak.. hal
serupa dengan DM itu biasannya
jenengan gimana?? 365
sekarang.. lebih care ya.. jadi kadang- Subjek menjadi lebih care
kadang nggak usah yang serupa kaya dengan orang-orang ABK,
DM.. misalnya ketemu orang yang karena merasa seperti satu
ABK lah.. sama-sama ABK.. jadi golongan.
otomatis *distraksi dari DM* 370
misalnya ketemu kayak NY ya, sekarang.. lebih care ya
temennya.. ya walaupun kan katanya (SN.Q22.366)
harus menyapa dengan kata-kata yang
positif.. ya kan.. apakabar cantik.. halo lebih.. lebih care lahh..
sayang lebih.. lebih care lahh.. ngerasa sesama.. satu 375
ngerasa sesama.. satu golongan.. golongan.. hahaha,,.
hahaha,,. (SN.Q22.374-375)

40
...kan katanya harus menyapa
dengan kata-kata yang positif..
ya kan (SN.Q22.372-374)
pernah nggak ibu kayak menyalah
kan orang lain??
ibu nyalahin bapaknyalahh hahaha Subjek pernah menyalahkan
di awal menyalahkan.. hoo.. karena suaminya atas yang terjadi
dulu waktu itukan walaupun dr. S bilang kepada DM, tapi hanya pada 380
bahwa syndrome itu kan ada 1001 awalnya saja.
penyebabnya.. tapikan kalo syndrome
itukan ada sel yang tidak membelah.. ibu nyalahin bapaknyalahh
nah itukan penyebabnya bisa cuaca atau hahaha di awal
macem-macem lahh.. gitu katanya.. menyalahkan 385
salah satunya kan mungkin (SN.Q23.378)
*distraksi*
awal-awal respon dari keluarga besar
gimana bu??
pertama kan mereka.. justru kan .. apa Respon awal keluarga subjek
ya.. waktu itu kan aku tidak langsung hanya menganggap biasa, 390
memeriksakan DM karena mereka karena subjek waktu itu belom
beranggapan o.. anak perempuan.. memeriksakan lebih lanjut.
kan DM penidur, DM ini penidur,, di Namun sekarang keluarga sudah
DD aja bisa tidur.. lebih lamban.. mengetahui, dan tetap
minum sedikit.. ya pokoknya dia menerimanya dengan baik. 395
geraknya lebih lambanlah dibanding
mas e (DK).. semua bilang ndak ...waktu itu kan aku tidak
papalah.. karena perempuan.. dak papa langsung memeriksakan DM
perempuan.. jadi aku ndak pernah karena mereka beranggapan
khawatir sampe dia opname itu.. gitu o.. anak perempuan 400
kalo misal e .. waktu itu.. aku ndak tau (SN.Q24.390)
itu yaa.. mungkin ya sampe lama..
sampe cuman alhamdullillahnya alhamdullillahnya
sekarangkan orang sudah itu.. kayak sekarangkan orang sudah itu..
mbah e udah tau.. kayak mbah e udah tau...
(SN.Q24.402-403)
terus bentuk dukungan dari mereka
itu seperti apa?? 405
gini..kalo dikeluarga.. kalo Keluarga dari subjek
dikeluargaku.. kebetulan pendidikannya mendukung, mendorong, dan
lebih tinggi dibanding keluarga memotivasi subjek, namun
bapaknya.. bukannya merendahkan keluarga dari suami subjek
yaa.. memang.. memenag kebetulan hanya membiarkan saja, 410
jadi mereka (keluarga ku/ibu) lebih siap pasrah.
menerima, lebih memotivasi, lebih
mendorong, gitu.. tapi kalo keluarganya ...jadi mereka (keluarga
ini kan (keluarga bapak) pendidikannya ku/ibu) lebih siap menerima,

41
kan rendah.. dan tinggalnya itu kek lebih memotivasi, lebih 415
dikampung gitu.. jadinya mereka yang.. mendorong, gitu
yang.. "alah yo wis (alah.. biarin.red) (SN.Q25.410-412)
.. kalo nggak gini aa itu.. anaknya itu
sampe 3th belom bisa jalan.. nggak keluarganya ini kan
papa (keluarga bapak)
pendidikannya kan rendah..
dan tinggalnya itu kek
dikampung gitu.. jadinya
mereka yang.. yang.. "alah yo
wis (alah.. biarin.red)
(SN.Q25.414-415)
berarti nggak teralu memaksakan 420
gitu ya..
hoo.. bagi mereka DM itu nggak ngapa- ...bagi mereka DM itu nggak
ngapalahh mau dia nggak ada ngapa-ngapalahh mau dia
istilahnya dia itu keterlambatan apa itu, nggak ada istilahnya dia itu
buat dia nggak ada contohnya karena keterlambatan apa itu, buat dia 425
mungkin mereka liatkan.. selama ini nggak ada (SN.Q25.421-
anak baru bisa jalan umur 3th ada.. baru 422)
bisa ngomong umur 5th ada.. gitu ya..
jadi mungkin dia nggak mempersalahin
itu tapi aku nggak pernah 430
beranggapan giman-gimana.. nggak.. ya
udahlahh kan memang cara berpikir
dia memang seperti itu
ada kepercayaan terhadap diri ibu
sendiri nggak setelah kejadian itu..
tetep.. oke aku percaya kalo akan 435
indah pada waktunya tetep ada..
ada hikmah..
ya.. iya.. itu yang dipegang.. itu yang Subjek percaya akan apa yang
dipegang.. jadi kalo aku bersusah payah dia upayakan pastilah akan
sekarang itu.. nanti juga akan ada mendapatkan hasilnya.
buahnya.. itu yang dipegang 440
...jadi kalo aku bersusah
payah sekarang itu.. nanti juga
akan ada buahnya
(SN.Q26.438-440)
cukup bangga.. atas.. selama ini atas
pengorbanan sampe.. sampe dengan
semuanya sudah..
jadi memang ya.. tidak pernahhhh.. Subjek tidak pernah merasa
merasa gimana ya.. kalo menyesal menyesal atas apa yang dialami 445
nggak ya.. kan nggak mungkin kita anaknya, dia lebih memilih
nuker mau nuker.. aku ndak mau yang

42
itu kalo sekarang sih lebih untuk menjalani apa yang ada
mengutamakan gimana DM nya.. udah saat ini.
gitu aja.. yang lainnya udah nggak 450
terlalu.. terlalu.. nanti terlalu ...kalo menyesal nggak ya..
menyakitkan mbak mengganggu.. kan nggak mungkin kita
nanti mengganggu pikiran gitu lohh.. nuker mau nuker
(SN.Q27.445)

kalo sekarang sih lebih


mengutamakan gimana DM
nya.. udah gitu aja
(SN.Q27.447-449)
misal.. kalo ada yang nanya-nanya
lagi eh.. ibu gimana sih DM iu.. gini-
gini itu.. ada rasa kayak.. ihh.. 455
apa sih.. kayak tadi ibu bilang udah
cape ihh.. ditanya-tanya in mulu
nahh tapi setelah ibu merasa
seperti itu.. ada nggak ee.. yaudah
deh.. aku nggak boleh bilang seperti 460
itu, jadi aku harusnya seperti ini
ehmm.. enggak.. sekarang kalo ada Subjek sudah bisa menanggapi
orang nanya.. aku bilang gini.. dia perilaku orang lain mengenai
memang istimewa jadi misal gini ko.. anaknya dengan baik.
DM nggak bisa ini?, nah dia
kebetulan memang istimewa, beda sama ...kalo ada orang nanya.. aku 465
temennya udah gitu aku jawabnya.. bilang gini.. dia memang
biar dia dia mencerna sendiri udah.. istimewa (SN.Q28.461)
jawaban ku gitu aja.. kebetulan DM itu
memang istimewa.. udah gitu aja kebetulan DM itu memang
gak perlu diceritain ulang awalnya gini- istimewa.. udah gitu aja gak 470
gini.. nanti kan lama-lama dia nggka perlu diceritain ulang awalnya
nanya lagi.. hahaha gini-gini (SN.Q28.468-469)
oke cukup mama DM..
iyaaa
terima kasih..

43
SUBJEK PENDAMPING
Nama : CL
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
*Code
SP : Subjek Pendamping
Q : Pertanyaan

Transkip Wawancara Koding


ehm.. mbak.. bagaimana menurut
mbak selaku terapisnya DM tentang
orang tua DM, dalam konteks ini
ibunya?
sejauh yang saya tau, orang tua DM tuh Menurut subjek, orang tua DM
cukup baik, sangat care tidak hanya cukup baik dan care terhadap 5
kepada anaknya saja tetapi juga kepada semuanya, anaknya, orang tua
sesama orang tua dan anak-anak maupun anak sesama ABK.
berkebutuhan khusus yang menjalani
proses terapi di tempat kami sejauh yang saya tau, orang
tua DM tuh cukup baik, sangat
care tidak hanya kepada
anaknya saja tetapi juga
kepada sesama orang tua dan
anak-anak berkebutuhan
khusus.. (SP.Q1.4-8)
pernahkah mbak melihat atau 10
ngonangi istilah jawanya, orang tua
DM memarahi anaknya?
selama ini saya belum pernah mendapati Subjek belom pernah melihat
orang tua DM memarhi anaknya dengan orang DM memarahin, bahkan
suara keras atau ringan tangan.. orang main tangan terhadap DM. 15
tua anak DM ini terbilang cukup sabar
dan sangat menerima kondisi anaknya ...saya belum pernah
tersebut, malahan orang tua DM bisa mendapati orang tua DM
sebagai motivasi bagi orang tua lain memarhi anaknya dengan
untuk bersikap baik, adil, tidak suara keras atau ringan 20
membedakan, tidak merasa menjadi tangan (SP.Q2.13-15)
beban ataupun aib keluarga..
dalam menjalani terapi, apakah
orang tua DM bertindak kooperatif?
em seperti menuruti anjuran 25
terapis dan dokternya, melakukan
terapi rutin, dsb?

44
dari awal hingga saat ini anak DM Menurut subjek, orang tua DM
mengikuti proses terapi,. orang tuanya kooperatif selama menjalani
sangat kooperatif sekali dalam terapi.
mendukung keberhasilan terapi, mau 30
menerima saran yang membangun, rajin ...orang tuanya sangat
mengerjakan ataupun mengulang kooperatif sekali dalam
tindakan terapi yang dilakukan sebagai mendukung keberhasilan
home program untuk peningkatan dan terapi (SP.Q3.28-30)
stabilisasi perkembangan anak.. 35
mau menerima saran yang
membangun, rajin
mengerjakan ataupun
mengulang tindakan terapi
yang dilakukan sebagai home
program (SP.Q3.30-33)
apakah orang tua DM menunjukan
sikap support nya atas perkembangan
DM?
ohh.., iya sangat mensupport sekali Subjek mengatakan bahwa
untuk perkembangan anak DM, orang tua DM mendukung
memberikan contoh dan mengajarkan sepenuhnya terhadap 40
hal-hal positif terhadap DM.. sudah perkembangan DM, bahkan
tidak merasa minder ataupun malu, menunjukan anaknya bahwa dia
malah menunjukan bahwa anaknya itu memang istimewa.
memang istimewa dengan perhatian
yang cukup istimewa juga tentunya, ..iya sangat mensupport sekali 45
dan.. sangat berharap kelak masa depan untuk perkembangan anak
DM dapat tumbuh dan berkembang DM, memberikan contoh dan
dengan baik setidaknya untuk menjadi mengajarkan hal-hal positif
lebih mandiri dan mampu terhadap DM (SP.Q4.38-
bersosialisasi.. 41)

malah menunjukan bahwa


anaknya memang istimewa
(SP.Q4.42-43)

45

Anda mungkin juga menyukai