Bab 1
Bab 1
PENDAHULUAN
karena itu volume penerimaan dalam negeri terutama dari pajak senantiasa
yang berlaku.
wajib pajak, dan meningkatkan produktivitas aparat perpajakan atau fiskus yang
Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) juga perlu melakukan suatu bentuk tindak
1
2
dalam ( APBN ) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2014 yang
22% lainnya pendapatan non pajak pernyataan tersebut sesuai dengan data tabel
Tabel 1.1
Penerimaan Bukan
268,942 331,472 351,805 349,156 350,930
Pajak
Penerimaan Sumber
168,825 213,823 225,844 203,730 198,088
Daya Alam
Bagian laba BUMN 30,097 28,184 30,798 36,456 37,000
Penerimaan Bukan
59,429 69,361 73,459 85,471 91,083
Pajak Lainnya
Pendapatan Badan
10,591 20,104 21,704 23 499 24,759
Layanan Umum
ketahun dan penerimaan dari pajak lebih besar dibandingkan dengan peneriman
bukan pajak hal ini dapat diartikan bahwa pendapatan perpajakan memberikan
Realisasi penerimaan pajak di 2014 tidak sesuai dengan target pajak yang
sebesar Rp1.246 triliun. Realisasinya hanya mencapai Rp1.143 triliun atau sekitar
91,75 persen. Lebih lanjut realisasi penerimaan pajak tahun 2014 merupakan
Realisasi penerimaan pajak sesuai target APBN atau lebih terjadi terakhir
kalinya pada 2008. Pada tahun 2008 realisasi penerimaan pajak sebesar 6 persen
di atas target. Namun sejak 2009 hingga 2012 penerimaan pajak selalu dibawah
target yang ditetapkan. Tidak tercapainya penerimaan pajak sesuai target karena
4
pemerintah baik pusat maupun daerah tidak disiplin dalam sosialisasi tata cara
wajib pajak. Kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih tergolong rendah, karena
baru 30 persen wajib pajak yang membayar pajak (Suryana, 2012). Lebih lanjut
Malaysia yang sudah mencapai 80 persen wajib pajak terdaftar, tentu kinerja
pajak Indonesia tertinggal jauh. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak
Jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar secara nasional adalah sebagai
berikut:
Tabel 1.2
yang terdaftar secara nasional setiap tahunnya, termasuk wajib pajak orang
pajak orang pribadi yang terjadi. Walaupun jumlah wajib pajak terdaftar setiap
tahunnya terus meningkat, tetapi tidak sesuai dengan jumlah warga negara
kerap sulit tercapai, hal itu salah satunya karena tingkat kepatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak masih rendah. Upaya yang dilakukan oleh Ditjen Pajak
untuk mencapai target penerimaan pajak terutama pada wajib pajak orang pribadi,
karena realisasi yang masih belum memuaskan. Dari sekitar 250 juta penduduk
peningkatan jumlah wajib pajak orang pribadi dan jumlah SPT pada lima tahun
terakhir, dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Data mengenai jumlah wajib pajak
orang pribadi dan jumlah SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Tabel 1.3
pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan. Hal ini dikarenakan masih banyak
wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya telah dipotong oleh pemberi kerja
Pajak Pratama Bandung Cibeunying pada tahun 2009 sebesar 48%, pada tahun
2010 tingkat kepatuhan menurun menjadi 32%, sedangkan pada tahun 2011
tingkat kepatuhan meningkat menjadi 41%, tetapi pada tahun 2012 tingkat
kepatuhan kembali menurun menjadi 39% dan di tahun 2013 tingkat kepatuhan
wajib pajak masih menurun menjadi 37%. Agar hal tersebut tidak terjadi secara
terus menerus, maka perlu dilakukan kajian mengenai faktor-faktor apa saja yang
Bandung Cibeunying sebagai objek penelitian adalah karena letak geografis KPP
penelitian.
penyetoran dana pajak ke kas negara. Pada hakekatnya kepatuhan wajib pajak
dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service
negara (Maruf, 2009). Predikat wajib pajak patuh dalam arti disiplin dan taat,
tidak sama dengan wajib pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah
besar, karena tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal
setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara. Dengan demikian, pembayar
pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi kriteria sebagai wajib pajak
patuh, karena meskipun wajib pajak memberikan kontribusi besar pada negara
reform) pada tahun 1984, diharapkan penerimaan pajak sebagai sumber utama
terhadap ketidak patuhan wajib pajak (Forest dan Sheffrin dalam Rahayu,
2010:140).
8
sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus antara lain
struktur organisasi yang dirancang berdasarkan fungsi, tidak lagi menurut seksi-
seksi berdasarkan jenis pajak, perbaikan pelayanan bagi setiap wajib pajak melalui
keberatan wajib pajak (Rahayu dan Lingga, 2009). Lebih lanjut menurut Rahayu
kontrol yang lebih efektif yang ditunjang dengan penerapan kode etik pegawai
hati dari kedua belah pihak, baik dari Direktorat Jenderal Pajak maupun Wajib
Pajak. Karena itu, Direktorat Jenderal Pajak juga mengharapkan apa yang telah
menggugah hati semua pihak untuk larut dan ikut dalam mewujudkannya.
yang khusus berwenang mengurusi masalah pajak yaitu Direktorat Jenderal Pajak
(Rahayu, 2010:134). Lebih lanjut menurut Rahayu (2010:134), salah satu langkah
penting yang dilakukan Ditjen Pajak sebagai wujud nyata kepedulian pada
9
menggembirakan dan mendapat tanggapan positif dari para wajib pajak, meskipun
yang diberikan para petugas pajak masih saja ada. (Media Indonesia, 2007).
Pelayanan yang baik kepada Wajib Pajak dianggap penting karena sejak
besarnya pajak yang terutang jadi fungsi pemerintah adalah hanya melakukan
kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak. Hal ini mewajibkan wajib
pajaknya, maka wajib pajak perlu mengetahui tentang ilmu perpajakan baik
kewajiban pajak yang terutang oleh sebab itu pelayanan yang efektif dan efisien
kepada wajib pajak yang dilakukan direktorat jenderal pajak merupakan salah satu
langkah kebijakan yang wajib diambil untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
( Trianto, 2012).
karena wajib pajak akan menuntut layanan pajak yang maksimal jika mereka
10
sudah membayar pajak dengan baik (Tumakaka, 2010). Masih berkaitan dengan
kualitas pelayanan, masih adanya aparat pajak yang bekerja pada jam istirahat
sedangkan pada jam kerja mereka tidak bekerja, hal ini berlawanan dengan prinsip
2008).
Harapan dari kualitas pelayanan yang baik adalah wajib pajak dapat
penyetoran dan pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak sehingga wajib pajak
mengerti dan paham akan kewajiban pajaknya yang harus dipenuhi, dengan
kualitas pelayanan yang baik akan mendorong kesadaran wajib pajak dalam
perpajakan (Boediono, 2003: 114), Tangibles atau bukti langsung, Reliability atau
atau empati. Pelayanan yang baik yang dilakukan akan mendorong tingkat
lingkungan Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Wajib Besar. Hal ini bertolak
belakang dengan penilitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Lingga (2009)
Kepatuhan Wajib Pajak kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengujian adalah
terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dari hasil penelitian yang dilakukan
sistem administrasi perpajakan modern dan kualitas pelayanan pajak secara parsial
Wajib Pajak Orang Pribadi (Survey Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi
belakang masalah maka yang jadi permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Bandung Cibeunying.
Bandung Cibeunying.
13
Bandung Cibeunying.
1. Bagi Penulis
Untuk memenuhi salah satu syarat sidang dalam menempuh ujian strata 1
perpajakan.
3. Bagi Pemerintahan
kepatuhan wajib pajak orang pribadi sebagai salah satu tujuan dari
pajak.
4. Bagi Masyarakat
pembaca.
Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari 2015 sampai dengan selesainya skripsi
ini.