Anda di halaman 1dari 33

PRESENTASI KASUS

SINDROMA NEFROTIK

Disusun Oleh:

DILA PUTRI KRISTIYANTI

1102012066

Pembimbing :

Dr. Hediana, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 5 DESEMBER 2016 11 FEBRUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI RSUD PASAR REBO
JAKARTA
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

A. Identitas Pasien

Nama : An. N

Umur : 7 tahun 1 bulan 3 hari

BB/TB : 23 kg/ 115 cm

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Ciracas No.43, Jakarta Timur

Masuk RS : 5 Desember 2016

Tgl.Pemeriksaan : 6 Desember 2016

No. RM : 2015-649743

B. Identitas Orang Tua

Ayah Ibu

Nama : Tn. R Ny. S

Usia : 44 tahun 43 tahun

Agama : Islam Islam

Pendidikan : SMA D3

Pekerjaan : Karyawan Swasta Karyawan Swasta

Hub. dengan orang tua : Anak kandung

II. ANAMNESIS

Alloanamnesa dengan orangtua pasien (6 Desember 2016)

1
A. Keluhan utama

Bengkak seluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS

B. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke poli anak RSUD Pasar Rebo dengan keluhan bengkak di seluruh tubuh
sejak 1 minggu yang lalu. Bengak diawali pada daerah kelopak mata dan muka sejak 1 minggu
SMRS, keluhan tersebut dirasakan saat pasien bangun tidur. Bengkak makin bertambah,
menyebar ke daerah muka, perut, dan kedua tungkai. Pasien juga mengalami bengkak pada
kemaluannya sejak 1 hari yang lalu. Selama bengkak, ibu penderita mengeluh BAK pasien
berwarna kuning keruh tidak disertai BAK yang berbusa dan darah. Keluhan Riwayat sering
terbangun pada malam hari untuk BAK disangkal. Keluhan bengkak ini tidak disertai sesak
napas saat tidur dan anak masih bisa tidur dengan satu bantal. Anak tidak pernah muntah-
muntah, demam, batuk, pilek dan kejang. Selama bengkak anak tidak pernah tampak pucat,
lemah, lesu atau kehilangan nafsu makan. Anak masih bisa beraktivitas ringan. Keluhan ini
tidak disertai dengan sesak napas ataupun sakit perut hebat. BAB lancar, lunak berwarna
kecokelatan.

C. Riwayat penyakit dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan yang sama dan dirawat pada tanggal 9 Oktober 2015.

D. Riwayat pengobatan
Pasien rutin minum obat predsnison 2,5 mg sejak Oktober 2015 namun sudah 2 bulan tidak
mengkonsumsi obat.
E. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat seperti asma, alergi, penyakit ginjal, dan diabetes melitus disangkal oleh orangtua
pasien. Tidak terdapat riwayat alergi terhadap obat-obatan dan makanan. Tidak ada anggota
keluarga yang mengalamai keluhan yang sama.
F. Riwayat kehamilan dan kelahiran

- Riwayat kehamilan
Status obstetri ibu pasien P3A0, pasien merupakan anak ke-3. Selama kehamilan ibu
tidak pernah sakit berat, tidak mengonsumsi obat-obatan, tidak pernah merokok dan
minum-minuman beralkohol. Ibu pasien juga rutin melakukan pemeriksaan antenatal
secara teratur di bidan.

2
- Riwayat persalinan
Pasien lahir secara sectio cesaria dengan indikasi CPD (cephalopelvic disproportion).
Berat lahir 3300 gram, panjang badan 48 cm, nangis spontan.

G. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

Psikomotor

a. Tengkurap : 4 bulan
b. Duduk : 6 bulan
c. Merangkak : 8 bulan
d. Berjalan : 1 tahun
e. Bicara : 1 tahun
H. Riwayat imunisasi
Ibu pasien mengatakan imunisasi pasien lengkap dan sesuai dengan jadwal imunisasi.
I. Riwayat sosial ekonomi, lingkungan, gaya hidup
Anak masih bisa beraktivas ringan dirumah. Anak makan 3 kali sehari dengan sayur dan
lauk pauk. Anak tidak tampak lebih kecil dibanding teman sebayanya. Ayah dan Ibu pasien
bekerja sebagai karyawan swasta.

III. PEMERIKSAAN

A. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital:
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 72 x/menit, reguler, isi cukup, teraba kuat
Frek.napas : 24 x/menit, reguler
Suhu : 37,60C
STATUS GIZI
Antropometris:
Berat Badan (BB) : 11 kg
Tinggi/Panjang Badan(TB/PB) : 76 cm

3
Kepala : Normocephal, edema pada wajah
Mata : Pupil bulat isokor, Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, RCL/RCTL
+/+, Edema palpebra superior dan inferior +/+
Telinga : Bentuk normal, sekret (-), serumen (-)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-)
Lidah : Bercak putih (-), tremor (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
Leher : Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5 Linea mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas pinggang jantung linea parastrenalis sinistra ICS 3
Batas jantung kanan linea parasternalis dekstra ICS 4
Batas jantung kiri linea mid clavicula sinistra ICS 5
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 reguler, gallop (-) murmur (-)
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan statis dan
dinamis, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Tidak teraba kelainan dan massa pada seluruh lapang paru. Fremitus
taktil dan vokal statis dan dinamis kanan kiri.
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-), slam (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Abdomen cembung
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), Hepar dan lien tidak teraba membesar,
turgor kembali cepat
Perkusi : Tympani di seluruh regio abdomen, shifting dullnes (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : edema pada vulva
Ekstremitas
Atas: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema +/+, pitting edema (+)

Bawah: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, edema +/+, pitting edema (+)

4
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lab (5/12/2016)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin 15 g/dL 11.7 15.5

Hematocrit 41 % 32 47

Eritrosit 5.0 juta/L 3.8 5.2

Leukosit 13.40 103/L 3.60 11.00

Trombosit 484 ribu/L 150-440

Hitung Jenis

Basophil 1 % 0-1

Eosinophil 4 % 1-3

Neutrophil Batang 0 % 3-6

Neutrofil Segmen 47 % 25-60

Limfosit 42 % 25-50

Monosit 6 % 1-6

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Kimia klinik

Protein Total 4.86 g/dL 6.00 8.00

Albumin 1.82 g/dL 3.50 5.20

Globulin 3.04 g/dL <2

Ureum darah 20 mg/dL <48

Kreatinin darah 0.36 mg/dL <1.00

GFR 302.3 mL/min/1.73m2

5
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

URINALISA

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

KIMIA URIN

Berat jenis 1.005 1.015 1.025

pH 6.5 4.8 7.4

Glukosa Negatif mg/dL Negatif

Bilirubin Negatif mg/dL Negatif

Keton Negatif mg/dL Negatif

Darah / Hb Negatif /L Negatif

Protein Negatif mg/dL Negatif

Urobilinogen Negatif mg/dL Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Leukosit esterase Negatif /L Negatif

Sedimen

Leukosit 2 /L <7

Eritrosit 3 /L <9

Silinder 0.0 /L <0.5

Epitel 2 /L <13

Kristal 0 /L <20

Bakteri 27 /L <93

IV. DIAGNOSIS
Sindrom Nefrotik Relaps

6
V. DIAGNOSIS BANDING
Sindroma Nefrotik Kelainan minimal
Glomerulosklerosis fokal segmental

VII. RESUME
Sindroma Nefrotik Relaps

Anamnesis Anak perempuan 7 th 1 bulan, 23 kg dengan keluhan bengkak


diseluruh tubuh sejak 1 minggu SMRS. Selama bengkak, ibu
penderita mengeluh BAK pasien berwarna kuning keruh tidak
disertai BAK yang berbusa dan darah. Pasien pernah mengalami
keluhan yang sama dan dirawat pada tanggal 9 Oktober 2015. Pasien
rutin minum obat predsnison 2,5 mg sejak Oktober 2015 namun
sudah 2 bulan tidak mengkonsumsi obat.

PF Edema pada palpebra superior dan inferior serta wajah, labia


mayora, dan kedua ekstremitas atas dan bawah.

Pemeriksaan Leukosit : 13.40 103/L ()


penunjang Protein total: 4.86 g/dL ()
Albumin: 1.82 g/dL ()
Globulin: 3.04 g/dL ()
Tatalaksana Perbaikan keadaan umum
Diet rendah garam
Ceftriaxone 1 x 1 gr
Lasix 2 x 20 mg
Prednison 3-2-2

VII. TATA LAKSANA


Non Farmakoterapi:
1. Diet rendah garam
Farmakoterapi:
1. Ceftriaxone 1 x 1 gr
2. Lasix 2 x 20 mg
3. Prednison 3-2-2

7
VIII. PROGNOSIS
ad vitam : dubia ad bonam

ad functionam : dubia ad bonam

ad sanationam : dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP

7 Desember 2016 8 Desember 2016

S Bengkak pada kelopak mata (+/+) berkurang, Bengkak pada kelopak mata (-/-), bengkak
bengkak pada kaki (+/+) mulai berkurang. pada kaki (-/-). Batuk () pilek (-), sesak (-),
Batuk (+) pilek (+), sesak (-), mual (-), muntah mual (-), muntah (-). BAB dan BAK (+)
(-). BAB dan BAK (+) lancar. Penurunan berat lancar. Penurunan berat badan sebanyak 1 kg.
badan sebanyak 1 kg.

O
KU:Baik K.U:Baik
Kes : Komposmentis Kes : Komposmentis

TD : 90/60mmHg TD : 100/60 mmHg


Suhu : 36,6oC Suhu : 36,6 oC
HR : 68 x/m HR : 72 x/m
RR : 24 x/m RR : 24 x/m
BB: 20 kg BB: 19 kg
TB: 115 cm TB: 115 cm
Kepala = Normocephal Kepala = Normocephal
Mata = bulat,isokor, CA(-/-), SI(-/-), Mata = bulat,isokor, CA(-/-), SI(-/-), Refleks
RCL/RCTL(+/+), edema (+/+) berkurang cahaya(+/+), edema (-/-)
THT = THT =
Telinga : hiperemis (-), Nyeri tekan (-) Telinga : hiperemis (-), Nyeri tekan (-)
Hidung : sekret (-) Hidung : sekret (-)
Tengorokan : Faring hiperemis (-) Tengorokan : Faring hiperemis (-)
Leher: tidak ada pembesaran KGB Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thorax = Thorax =

8
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-) Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (-/-), WH (-/- Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (-/-), WH (-/-
) )
Abdomen = Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT Abdomen = Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT
(-), Hepar-lien tidak teraba, (-), Hepar-lien tidak teraba,
Ekstremitas: Ekstremitas:

- Atas: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+, - Atas: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk +/+,
edema +/+, pitting edema (+) edema +/+, pitting edema (-)
- Bawah: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk - Bawah: Akral hangat +/+, CRT<2 dtk
+/+, edema +/+, pitting edema (+) +/+, edema +/+, pitting edema (-)

A Sindroma Nefrotik Relaps Sindroma Nefrotik Relaps


P Diet rendah garam Diet rendah garam
Ceftriaxone 1 x 1 gr Ceftriaxone 1 x 1 gr
Lasix 2 x 20 mg Lasix 2 x 20 mg
Prednison 3-2-2 Prednison 3-2-2

9
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria
massif (40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2 mg/mg atau
dipstick 2+), hipoalbuminemia (2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai hiperkolestrerolemia
(250 mg/uL).

Etiologi

Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini
paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom
nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau
usia dibawah 1 tahun. Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik
idiopatik. Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis: sindrom nefrotik
kelainan minimal, glomerulonephritis proliferative (mesangial proliferation), dan
glomerulosklerosis fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit berbeda
dengan manifestasi klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga gangguan ini mewakili suatu
spektrum dari satu penyakit tunggal.
Penyebab sekunder timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai
akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang
sering dijumpai adalah:

1. Penyakit metabolic atau kongenital : diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,


miksedema
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS
3. Toksin dan allergen : logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular
4. Penyakit sistemik imunologik : lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schinlein,
sarkoidosis
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit hodgin, tumor gastrointestinal
Kebanyakan (90%) anak yang menderita sindrom nefrotik mempunyai beberapa bentuk
sindrom nefrotik idiopatik, diantaranya; penyakit lesi minimal sekitar 85%, proliferasi
mesangium 5%, dan sklerosis setempat 10%. Pada 10% anak sisanya menderita nefrosis.

10
Sindrom nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis dan yang
tersering adalah membranosa dan membranoproliferatif.

Epidemiologi

Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-
7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000
anak. Di negara berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan
2:1.
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi pada umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak
umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 85-90% pasien dibawah
umur 6 tahun dan paling; di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun. Pada
penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya 44,2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan
penelitiannya diantara 521 pasien, 76,4% merupakan tipe kelainan minimal.
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan
berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi pada usia 2-3 tahun.
Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum
berusia 10 tahun.

Patofisiologi

Proteinuria merupakan gejala utama sindrom nefrotik, proteinuria yang terjadi lebih
berat dibandingkan proteinuria pada penyakit ginjal yang lain. Jumlah protein dalam urin dapat
mencapi 40mg/jam/ m2 luas permukaan tubuh (1gr/ m2/hari) atau 2-3,5gram/ 24 jam.
Proteinuria yang terjadi disebabkan perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan pada
filter glomerulus.

Perubahan selektifitas terhadap protein dan perubahan filtrasi glomerulus begantung


pada tipe kelainan glomerulus. Tetapi secara garis besar dapat diterangkan bahwa, pada orang
normal filtrasi plasma protein berat molekul rendah bermuatan negatif pada membran basal
glomerulus normalnya dipertahankan oleh muatan negatif barier filtrasi. Muatan negatif
tersebut terdiri dari molekul proteoglikan heparan sulfat. Pada orang dengan nefrotik sindrom,
konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida pada membrana basal sangat rendah. Sehingga

11
banyak protein dapat melewati barier. Selain itu terjadi pula terjadi perubahan ukuran celah
(pori-pori) pada sawar sehingga protein muatan netral dapat melalui barier.

Pada Sindrom Nefrotik terjadi hipoproteinemia terutama albumin, hal ini disebabkan
oleh meningkatnya eksresi albumin dalam urin dan meningkatnya degradasi dalam tubulus
renal yang melebihi daya sintesis hati. Gangguan protein lainnya didalam plasma adalah
menurunnya -1 globulin. Sedangkan -2globulin, -globulin dan fibrinogen meningkat secara
relatif atau absolut. -2globulin meningkat disebabkan oleh retensi selektif protein dengan
berat molekul tinggi oleh ginjal sedangkan laju sintesisnya relatif normal.

Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfill dan
teori overfill. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema terjadi karena menurunnya
albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein melalui urin. Hipoalbuminemia
menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang memungkinkan transudasi cairan dari
ruang inervaskular keruangan intersisial. Penurunan volume intravakular menyebabkan
penurunan tekanan perfusi ginjal, sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-
aldosteron, yang merangasang reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume
intravaskular juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi penyerapan
air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka cairan dan natrium yang
telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial sehingga memperberat edema.

Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena mekanisme
intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer. Serta adanya agen
dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi
natrium primer akibat defek intra renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan
ekstraseluler. Edema yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial

12
Kelainan Glomerulus

Albuminuria

Hipoalbuminemia

Tekanan onkotik koloid plasma

Volume plasma

Retensi Na di tubulus distal & sekresi ADH

Edema

Dengan teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan aldosteron
sekunder terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak terdapat pada semua penderita
Sindroma nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di pakai untuk menerangkan terjadinya edema
pada sindrom nefrotik dengan volume plama yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun
terhadap hipovolemia.

Pada Sindroma nefrotik hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid meningkat.
Paling tidak ada dua faktor yamg mungkin berperan yakni: (1) hipoproteinemia merangsang
sintesis protein menyeluruh dalam hati termasuk lipoprotein. (2) katabolisme lemak menurun
karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak
dari plasma.

13
Kelainan Glomerulus

Retensi Na renal primer Albuminuria


Hipoalbuminemia

Volume plasma

Edema

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh dan
terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari daerah
wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema di
daerah pretibial pada sore hari.
Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, dimana awalnya terjadi di sekitar
mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai gangguan alergi
karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari ke hari. Seiring waktu, edema
semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Seringkali cairan
yang menyebabkan edema dipengaruhi oleh gravitasi sehingga bengkak dapat berpindah-
pindah. Saat malam cairan terakumulasi di tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang
hari cairan terakumulasi dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk atau berdiri.
Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang
ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit
jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein.

Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi
yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan anak
yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati
edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.

14
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar
perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umunya normal atau rendah, namun 21% pasien
mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada pasien yang pernah
mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi rennin
berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor lainnnya, sebagai respon tubuh terhadap
hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal
segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC
(Internasional Study of Kidney Disease in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar
kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai
sebagai gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat
peritonitis.
Diagnosis banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-Associated Renal
Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis, Glomerulonephritis akut/kronis, HIV
Nephropathy, IgA Nephropathy.

Klasifikasi

Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan deskripsi histologi dan
dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang sebelumnya telah diketahui.3 Tetapi
bagaimanapun pengetahuan mengenai penyebab spesifik sindrom nefrotik sangat terbatas,
varians nefrotik sindrom akan diketahui manifestasi klinisnya dengan memastikan proses
histopatologinya. Tipe histopatologi juga menentukan dalam hal respon terapi, dan prognosis
dari penyakit.

Klasifikasi kelainan histopatologis glomerulus pada sindroma nefrotik yang digunakan


sesuai dengan rekomendasi komisi internasional (1982). Kelainan glomerulus ini sebagian
besar ditegakan dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, ditambah dengan pemeriksaan
mikroskop elektron dan imunoflorosensi. Dibawah ini tabel klasifikasi glomerulus pada
sindrom nefrotik primer sesuai laporan ISKDC (1970) dan Habib, kleinknecht (1971).

Kelainan minimal (KM)

Glomerulosklerosis (GS)

15
Glomeruloskerosis fokal segmental (GSFS)

Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

Glomerulonefritis kresentik (GNK)

Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

GNMP tipe II dengan deposit intra membran

GNMP tipe III dengan deposit transmembran/ subepitelial

Glomerulopati membranosa (GM)

Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Diagnosis

Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin
pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL

Diagnosis ditegakan bedasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yang didapat,


pemeriksan laboratorium dan dikonfirmasi dengan renal biopsi untuk pemeriksaan
histopatologis3. Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1-8 tahun agaknya menderita
penyakit lesi minimal yang responsif terhadapt kortikosteroid. Penyalit lesi minimal tetap lazim
pada anak usia diatas 8 tahun, tetapi glomerulonefritis membranosa dan membranoploriferatif
frekuensinya menjadi semakin sering. Pada kelompok ini biopsi ginjal dianjurkan biopsi ginjal
untuk menegakan diagnostik sebelum pertimbangan terapi.

16
Pada analisa urin didapatkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada hemeturia
mikroskopis, tapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin normal atau
menurun. Klirens protein melebihi 2 gr/24 jam. Kadar kolesterol dan trigliserid serum naik,
kadar albumin serum biasanya kurang dari 2 g/dl (20g/L). Dan kadar kalsium serum total
menurun, karena penurunan fraksi terikat albumin. Kadar C3 biasanya normal.5

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain :


1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang mengarah
kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/ kreatinin pada urin
pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah antara lain
a. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit,
LED)
b. Kadar albumin dan kolesterol plasma
c. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan
rumus Schwartz
d. Titer ASTO
e. Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus Sistemik, pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (Ana nuclear antibody) dan anti ds-
DNA

4. Indikasi biopsi ginjal :


a. Sindrom Nefrotik dengan hematuri nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum
plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun
b. Sindrom Nefrotik resisten steroid
c. Sindrom Nefrotik dependen steroid
Penatalaksanaan

1. Terapeutik

Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya penderita
di rawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi bagi orang
tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:

17
- Pengukuran berat badan dan tinggi badan
- Pengukuran tekanan darah
- Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit. Sistemik, seperti
lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.
- Selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis
- Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi
perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai
- Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis. INH
diberikan obat antituberkulosis (OAT).
Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau
disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu
dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra
indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa metabolisme
protein (hiperfiltasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup
diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu
2gram/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energy protein (MEP)
dan hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam (1-2gram/hari) hanya diperlukan jika
anak menderita edema.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children)
pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian prednisone dosis penuh
(full dose) 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal 80mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk
menginduksi remisi. Dosis prednisone dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan). Prednisone dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu.
Setelah pemberian steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan
remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada remisi
pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan
dosis 40mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari
setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi
remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid. (Gambar 1)

18
b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien, tetapi pada
sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50% diantaranya mengalami relaps
sering. Skema pengobatan relaps dapat dilihat di gambar 2, yaitu diberikan prednisone dosis
penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednisone dosis alternating
selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria 2+ kembali tetapi tanpa
edema, sebelum dimulai pemberian prednisone, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya
infeksi saluran napas atas. Bila ada infeksi, diberikan antibiotic 5-7 hari dan bila setelah
pemberian antibiotic kemudian proteinuria menghilang, tidak perlu diberikan pengobatan
relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai
relaps, dan diberi pengobatan relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat penting,
karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan relaps yang terjadi
dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa
penggolongan, yaitu :
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering : jumlah relaps 2 kali (40-50%)
4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid diturunkan
atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali
berturut-turut.
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 2, yaitu diberikan prednison dosis penuh
sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu.
Pada pasien SN remisi yang mengalami proteinuria kembali ++ tetapi tanpa edema, sebelum
pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila
terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak

19
perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ++ disertai edema,
maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan.

c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid


Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4 pilihan, yaitu
:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian Levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)

Selain itu perlu dicari focus infeksi, seperti tuberculosis, infeksi di gigi atau
cacingan. Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps sering/dependen steroid,
setelah mencapai remisi dengan prednisone dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating
dengan dosis yang diturunkan perlahan/ bertahap 0,2mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak
menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut threshold dan
dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan. Umumnya anak usia sekolah
dapat mentolerir prednisone 0,5mg/kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1mg/kgBB secara
alternating.

20
Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu),
dialnjutkan dengan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari dan imunosupresan/sitostatik
oral (siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari) dosis tunggal selama 8 minggu

Keterangan : prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu)
dilanjutkan dengan siklofosfamid plus dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB diberikan melalui
infuse 1x sebulan selama 6 bulan berturut-turut dan prednisone alternating 40 mg/m2 LPB/hari
selama 12 minggu. Kemudian prednisone di-tapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama
1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering-off 2 bulan).
Atau prednisone dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan
dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 12 minggu dan prednisone
alternating 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednisone di-tapering-off
dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5mg/kgBB/hari selama 1
bulan (lama tapering-off 2 bulan).

21
Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik dianjurkan
untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5 mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB). Dosis
tersebut dapat mempertahankan kadar siklosporin darah berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada
SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi,
sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan,
biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan
pemberian CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan SN resisten steroid.

22
Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)
Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau sitostatik dapat diberikan
MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 1200 mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan
dengan penurunan dosis steroid selama 12 - 24 bulan. Efek samping MMF adalah nyeri
abdomen, diare, leukopenia.

d. Pengobatan Sindrom Neftrotik Resisten Steroid


1. Siklofosfamid
Sebagai alkylating agent, siklofosfamid bersifat sitotoksik dan imunosupresif.
Siklofosfamid menunjukan kemampuan memperpanjang masa remisi dan
mencegah kambuh sering. Indikasi penggunaan siklofosfamid yaitu bila terjadi
kegagalan mempertahankan remisi dengan menggunakan terapi prednisone
tanpa menyebabkan keracunan steroid. Siklofosfamid diberikan 3
mg/kgBB/hari sebagai dosis tunggal selama 12 minggu. Terapi prednisone
selang sehari tetap diberikan selama penggunaan siklofosfamid ini. Selama
pemberian siklofosfamid perlu diperhatikan efek samping yang mungkin
terjadi antara lain : leucopenia, gangguan gastrointestinal, infeksi varicella
disseminate, sistisis hemoragik, alopesia, keganasan, azoospermia, dan
infertilitas. Selama terapi dengan siklofosfamid, kadar leukosit perlu diperiksa
setiap minggu, dan pengobatan perlu dihentikan dahulu bila kadar leukosit
menjadi 5000/mm3.
2. Siklosporin
Pemberian siklosporin (CyA) dilakukan sesudah remisi dicapai dengan
steroid. Umumnya terapi ini digunakan bila siklofosfamid kurang efektif.
Dosis awal yang digunakan yaitu 5 mg/kgBB/hari. Dalam penggunaannya,
kadar dalam darah perlu dikontrol karena memberikan efek nefrotoksik.
Siklosporin dapat menyebabkan kelainan histologist bahkan pada penderita
yang ginjalnya normal sekalipun. Efek samping lain yang sering ditemukan
yaitu hipertrikosis, hyperplasia gusi, gejala gastrointestinal, dan hipertensi.
3. Metilprednisolon puls
Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil prednisolon
puls selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-

23
12 minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb (maksimum 1000 mg)
dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%, diberikan dalam 2-4 jam

Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefinisikan
sebagai berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria. Karena pada anak dengan
keadaan ini menderita proteinuria intermiten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil
pasien yang berespon terhadap terapi dosis terbagi setiap hari, akan mengalami
kekambuhan segera setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari,
penderita demikian disebut tergantung steroid.

Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas steroid
(muka cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh) harus dipikirkan terapi imuno supresif
lain.

2. Pengobatan suportif

Dalam penanganan pasien sindrom nefrotik harus diperhatikan tidak saja pendekatan
farmakologis terhadap penyakit glomerular yang mendasarinya. Tapi juga ditujukan
terhadap pencegahan dan pengobatan sekuele yang menyertainya. Pengobatan suportif
sangat penting bagi pasien yang tidak memberi respon terhadap pengobatan
imunosupresif dan karena itu mudah mendapat komplikasi Sindrom nefrotik yang
berkepanjangan.

24
- Terapi dietetik 1,2

Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan


menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah
protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2
g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.

- Pengobatan terhadap edema.

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.
Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit
kalium dan natrium darah.

Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20
ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mence-
gah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.

25
- Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/ hari
atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
imunokompromais.11 Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu
setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV
(inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu
dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela.
Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap
infeksi pneumokokus dan varisela.

- Proteinuria dan hipoalbuminemia

ACE inhibitor mempunyai efek antiproteinuria, efek bergantung pada dosis,


lama pengobatan dan masukan natrium. Pengobatan ACE inhibitor dimulai

26
dengan dosis rendah dan secara progresif ditingkatkan sampai dosis toleransi
maksimal.
Obat-obat anti inflamasi nonsteroid dapat menurunkan protreinuia sampai
50%, efek ini disebabkan karena menurunnya permeabilitas kapiler terhadap
protein, nenurunnya tekanan kapiler intraglomerural dan atau karena
menurunnya luas permukaan filtrasi. Indometasin (150mg/hari) dan
meklofenamat (200-300mg/hari) merupakan obat yang sering dipakai.
n-3 asam lemak takjenuh (polyunsaturated fatty acid) dapat mengurangi
proteinuria sebanyak 30% tanpa efek samping yang berarti.

- Hiperlipidemia

Pada saat ini penghambat HMG-CoA, seperti lovastatin, pravastatin dan


simvastatin merupakan obat pilihan untuk mengobati hiperlipidemia pada
sindrom nefrotik.

- Hiperkoagulabilitas

Pemakaian obat anti koaagulan terbatas pada keadaan terjadinya resiko


tromboemboli seperti; tirah baring lama, pembedahan, saat dehidrasi, atau saat
pemberian kortikosteroid iv dosis tinggi.

INDIKASI BIOPSI GINJAL


Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini:

1. Pada presentasi awal


a. Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun
b. Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten, atau kadar komplemen C3
serum yang rendah
c. Hipertensi menetap
d. Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh Hipovolemia
e. Tersangka sindrom nefrotik sekunder
2. Setelah pengobatan inisial
a. SN resisten steroid
b. Sebelum memulai terapi siklosporin

27
Komplikasi

1. Infeksi

Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini akibat dari
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh. Peningkatan
kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh5:

- penurunan kadar imunoglobulin

kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat menurun, dimana
pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari normal. Sedangkan kadar
IgM meningkat. Hal ini menunjukan kemungkinan ada kelainan pada konversi
yang diperantarai sel T pada sintesis IgG dan IgM

- cairan edema yang berperan sebagai media biakan.2

- defisiensi protein,

- penurunan aktivitas bakterisid leukosit,

- imunosupresif karena pengobatan,

- penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,

- kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin yang meng


oponisasi bakteria tertentu.

Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria tertentu


seperti1:

- Streptococcus pneumoniae,

- Haemophilus influenzae,

- Escherichia coli,

- Dan bakteri gram negatif lain

Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas sebabnya.
Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis, pnemonia, selulitis dan ISK.

28
Terapi profilaksis yang mencakup gram positif dan gram negatif dianggap penting
untuk mencegah terjadinya peritonitis. 5

2. Kelainan koagulasi dan trombosis

Kelainan hemostatic ini bergantung dari etiologi nefrotik sindrom, pada kelainan
glomerulopati membranosa sering terjadi komplikasi ini, sedang pada kelainan minimal
jarang menimbulkan komplikasi tromboembolism1,2. Pada sindrom nefrotik terdapat
peningkatan faktor-faktor I, II, VII, VII, dan X yang disebabkan oleh meningkatnya
sintesis oleh hati dan dikuti dengan peningkatan sintesis albumin serta lipoprotein.
Terjadi kehilangan anti trombin II, menurunya kadar plasminogen, fibrinogen plasma
meningkat dan konsentrasi anti koagulan protein C dan protein S meningkat dalam
plasma4. Secara ringkas kelainan hemostatik pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari
dua mekanisme yang berbeda2:

- peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:

meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin seperti anti
trombin III, protein S bebas, plasminogen dan antiplasmin

hipoalbuminuria mengakibatkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,


meningkatkan sintesis protein pro koagulan karena hiporikia dan tekanan
fibrinolisis.

- Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan


monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang
selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.

3. Pertumbuhan abnormal

Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan (failure to
thrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia, peningkatan katabolisme
protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi, mal absorbsi karena edem saluran
gastrointestinal.1,2

Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula menyebabkan


gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka waktu
yang lama, dapat menghambat maturasi tulang dan terhentinya pertumbuhan linier;

29
terutama apabila dosis melampaui 5mg/m2/hari. Walau selama pengobatan
kortikosteroid tidak terdapat pengurangan produksi atau sekresi hormon pertumbuhan,
tapi telah diketahui bahwa kortikosteroid mengantagonis efek hormon pertumbuhan
endogen atau eksogen pada tingkat jaringan perifer , melalui efeknya terhadap
somatomedin.

4. Perubahan hormon dan mineral

Pada pasien Sindrom nefrotik berbagai gangguan hormon timbul karena protein
pengikat hormon hilang dalam urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam
urin pada beberapa pasien Sindrom nefrotik dan laju eksresi globulin umumnya
berkaitan dengan beratnya proteinemia. Hipo kalsemia pada sindrom nefrotik berkaitan
dengan disebabkan oleh albumin serum yang rendah dan berakibat menurunnya
kalsium terikat, tetapi fraksi trionisasi tetap normal dan menetap.2

5. Anemia

Anemia ringan hanya kadang-kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik.


Anemianya hipokrom mikrositik, karena defisiensi besi yang tipikal, namun resisten
terhadap prefarat besi. Pada pasien dengan volume vaskular yang bertambah anemia
nya terjadi karena pengenceran. Pada beberapa pasien terdapat transferin serum yang
sangat menurun, karena hilangnya protein ini dalam urin dalam jumlah besar.

Prognosis

Prognosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan histopatologi.


Prognosis untuk nefrotik sindrom kongenital adalah buruk, pada banyak kasus dalam 2-18
bulan akan terjadi kematian karena gagal ginjal. Sedangkan prognosis untuk anak dengan
kelainan minimal glomerulus sangat baik. Karena pada kebanyakan anak respon tehadap terapi
steroid; sekitar 50% mengalami 1-2 kali relaps dalam 5 tahun dan 20% dapat relaps dalam
kurun waktu 10 tahun setelah didiagnosis. Hanya 30 % anak yang tidak pernah relaps setelah
inisial episode. Setidaknya sekitar 3% anak yang respon terhadap steroid menjadi steroid
resisten. Progresif renal insufisiensi terjadi pada kurang dari 1% pasien, dan kematian pada
pasien kelainan minimal biasanya disebabkan oleh infeksi dan komplikasi ekstra renal.

Hanya sekitar 20% pasien sindrom nefrotik dengan fokal segmental glomerulonefritis
sklerosis, yang mengalami remisi derajat protenurianya, banyak pasien yang mengalamai

30
relaps menjadi steroid dependen atau resisten. Penyakit renal stadium akhir terjadi pada 25-
30% pasien dalam lima tahun, dan 30-40% dalam sepuluh tahun.

Prognosis pada pasien dengan membranoproliferatif glomerulonephropaty umumnya


kurang baik, dan keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada beberapa study dinyatakan,
tidak ada perbedaan evidence hasil antara pemberian pengobatan dengan tampa pengobatan
pada pasien ini, karena sekitar 30% pasien akan menjadi penyakit renal stadium akhir dalam 5
tahun.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Agraharkar Mahendra, Nefrotik Syndrome. www.emedicine.com Last Update: March


8, 2016

2. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO: Sindrom Nefrotik, Buku Ajar
Nefrologi Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2004

3. Travis Luther, Nephrotic Syndrome. www.emedicine.com. Last Update: april14, 2005.

4. Nephrotic Syndrome, The Merck Manual Diagnosis and Therapy.


www.Merckmanual.com.

5. Behram, Kleigman, Arvin. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak. Ed 15. EGC Jakarta 2000
th
6. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18 ed.
Saunders. Philadelpia.

7. Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta. 2000

32

Anda mungkin juga menyukai