DAN GOLONGANNYA
PENGERTIAN SEMEN
Semen berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu
mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh atau suatu
produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih bahan sehingga
menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam pengertian yang luas adalah material plastis
yang memberikan sifat rekat antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Usaha untuk membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar batu kapur dan tanah
liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang inggris, pada tahun 1824 mencoba membuat semen
dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah dihaluskan, digiling, dan dibakar
menjadi lelehan dalam tungku, sehingga terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor
(CaO) dan karbon dioksida(CO2). Batu kapur tohor (CaO) bereaksi dengan senyawa-senyawa lain
membemtuk klinker kemudian digiling sampai menjadi tepung yang kemudian dikenal dengan
Portland.
Sifat-sifat pasta semen mengeras, yang disebut pengikat, mengendalikan sifat-sifat beton.
Ini adalah masuknya air (hidrasi) ke dalam produk yang menyebabkan beton untuk mengatur, kaku,
dan menjadi keras. Setelah ditetapkan, beton terus mengeras (obat) dan menjadi lebih kuat untuk
jangka waktu yang panjang, sering sampai beberapa tahun. Sifat fisika dan kimia masing-masing
jenis semen memiliki karakteristik yang berbeda-beda yang harus memenuhi syarat kimia dan
fisika. Untuk menjaga tetap terjaminnya mutu semen Portland maka syarat kimia dan fisika harus
terus diperhatikan. Syarat mutu tersebut antara lain kandungan senyawa dalam semen Portland,
kehalusan semen, residu, hilang pijar dan lain-lain.
SIFAT FISIK
c) Kehalusan
Kehalusan dapat mewakili sifat-sifat fisika lainnya terutama terhadap kekuatan,
bertambahnya kehalusan pada umumnya akan bertambah pula kekuatan, mempercepat reaksi
hidarsi begitu pula waktu pengikatannya semakin singkat.
e) Panas Hidrasi
Panas hidrasi yaitu panas yang dihasilkan selama semen mengalami reaksi hidarsi. Reaksi
hidarsi atau reaksi hidrolisis sendiri adalah reaksi yang terjadi ketika mineral-mineral yang
terkandung didalam temperature, jumlah air yang digunakan dan bahan-bahan lain yang
ditambahkan. Hasil reaksi hidrasi, tobermorite gel merupakan jumlah yang terbesar, sekitar 50%
Dari jumlah senyawa yang dihasilkan. Reaksi tersebut dapat dikemukakan secara sederhana,
sebagai berikut :
2(CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
Tobermorite
3CaO.Al2O3 + 6H2O 3CaO.Al2 O3 .6H2O
Kalsium aluminat hidrat
Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3 A akan bersifat mempunyai panas
hidrasi yang lebih tinggi.
SIFAT KIMIA
Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O. Menjadi magnesium hidroksida
yang mempunyai volume yang lebih besar.
c) SO3
Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat setting time
(pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk kuat tekan. Karena kalau pemberian
retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan dapat
menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak digunakan adalah
gypsum.
1. Class A : Digunakan dan permukaan sampai kedalaman 6000 ft (1830 meter) dengan
temperatur hingga 80C dan tidak tahan terhadap sulfate. Tersedia banya dalam ripe Ordinary (0),
digunakan pada kondisi normal. (Setara dengan ASTM C-iSO tipe I).
2. Class B : Digunakan dan permukaan sampai kedalaman 6000 ft (1830 meter) dan temperatur
hingga 80C dengan kondisi formasi banyak mengandung sulfate. Tersedia hanya dalam tipe
Ordinary (0) dan Moderate Sulfate Resistent (MSR). (Setara dengan ASTM C-150 tipe II).
3. Class C : Digunakan dan permukaan sampai kedalaman 6000 ft (1830 meter) dan temperatur
hingga 80C pada kondisi dimana diperlukan pengerasan yang sangat cepat. Tersedia semen Tipe
Ordinary (0), Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent (HSR). (Setara dengan
ASTM C-150 tipe III).
4. Class D : Digunakan dan kedalaman 6000 ft (1830 meter) sampai 10.000 ft (3050 meter)
dengan kondisi tekanan formasi dan temperatur agak tinggi (antara 80 130C). Tersedia semen
tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent(HSR).
5. Class E Digunakan dan kedalaman 10.000 ft (3050 meter) sampai 14.000 ft (4270 meter)
dengan kondisi temperatur (130 145C) dan tekanan formasi tinggi. Tersedia semen
tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent (HSR).
6. Class F : Digunakan dan kedalaman 10.000 ft (3050 meter) sampai 16.000 ft (4880 meter)
dengan kondisi temperatur (130 160C) dan tekanan formasi yang sangat tinggi. Tersedia semen
tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent(HSR).
7. Class G : Digunakan sebagai semen dasar untuk penyemenan dengan kedalaman dan
permukaan sampai 8000 ift (2440 meter) dengan temperatur hingga 90C. Bila ditambah dengan
additives, maka semen kelas G mi dapat digunakan pada tekanan dan temperatur yang lebih tinggi
serta kedalaman yang lebih sebagai semen dasar dan jika diperlukan dapat
ditambah additives yang sesuai. Tersedia semen Tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High
Sulfate Resistent (HSR).
8. Class H : Digunakan sebagai semen dasar untuk penyemenan dengan kedalaman dan
permukaan sampai 8000 ft (2440 meter) dengan temperatur hingga 95C. Tersedia semen
tipe Moderate Sulfate Resistent (MSR) dan High Sulfate Resistent (HSR).
Cement Class
A B C D,E,F G H
Ordinin Type (0)
Equivalent, maximum %