Anda di halaman 1dari 11

Alif Rosyidah El Baroroh

150342606362
offering : GHI Kesehatan

Filariasis

Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh
berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa
pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan
kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau
kronik.

1. Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar
getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria
ditemukan dalam darah tepi pada malam hari.
Cacing filaria berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda. Filariasis di Indonesia
disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu:
a. Wuchereria bancrofti
b. Brugia malayi
c. Brugia timori

A B C
Gambar 1. Mikrofilaria Wuchereria bancrofti (A), Brugia malayi (B), dan Brugia timori (C).
Cacing Wuchereria bancrofti inilah yang dapat menyebabkan penyakit kaki gajah
karena sifatnya yang dapat mengganggu peredaran getah bening. Sedangkan Brugia malayi
dan Brugia timori tidak.
Pada Wuchereria bancrofti, mikrofilarianya berukuran 250, cacing betina dewasa
berukuran panjang 65 100mm dan cacing jantan dewasa berukuran panjang 40mm. Di
ujung daerah kepala membesar, mulutnya berupa lubang sederhana tanpa bibir (Oral stylet)
seperti terlihat pada Gambar 2. Sedangkan pada Brugia malayi dan Brugia timori,
mikrofilarianya berukuran 280. Cacing jantan dewasa panjangnya 23mm dan cacing betina
dewasa panjangnya 39mm. Mikrofilaria dilindungi oleh suatu selubung transparan yang
mengelilingi tubuhnya. Aktifitas mikrofilaria lebih banyak terjadi pada malam hari
dibandingkan siang hari. Pada malam hari mikrofilaria dapat ditemukan beredar di dalam
sistem pembuluh darah tepi. Hal ini terjadi karena mikrofilaria memiliki granula-granula
flouresen yang peka terhadap sinar matahari. Bila terdapat sinar matahari maka mikrofilaria
akan bermigrasi ke dalam kapiler-kapiler paru-paru. Ketika tidak ada sinar matahari,
mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam sistem pembuluh darah tepi. Mikrofilaria ini muncul di
peredaran darah pada waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah terjadinya infeksi dan dapat
bertahan hidup hingga 5 10 tahun.

Gambar 2. Struktur tubuh mikrofilaria Wuchereria bancrofti.

2. Vektor
Di Indonesia telah terindentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia,
Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis. Sepuluh spesies
nyamuk Anopheles diidentifikasikan sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe pedesaan.
Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan. Enam spesies
Mansonia merupakan vektor Brugia malayi.
Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vektor
filariasis yang paling penting. Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vektor Brugia
malayi tipe subperiodik nokturna. Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor
penting Brugia malayi yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku Selatan.

3. Hospes
A. Manusia
Setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk dapat tertular filariasis apabila
digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium III). Manusia yang mengandung
parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya
pendatang baru ke daerah endemis (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan
lebih menderita dari pada penduduk asli. Pada umumya laki-laki banyak terkena infeksi
karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Gejala penyakit lebih
nyata pada laki-laki karena pekerjaan fisik yang lebih berat.
B. Hewan
Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis (hewan
reservoir). Hanya Brugia malayi tipe sub periodik nokturna dan non periodik yang ditemukan
pada lutung (Presbytis criatatus), kera (Macaca fascicularis), dan kucing (Felis catus)

4. Siklus Hidup Cacing Filaria


Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
a. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector
yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
b. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang
lebih 7 bulan.
Perkembangan filaria dalam tubuh manusia
Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh manusia terjadi apabila nyamuk yang
mengendung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk
larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk ke dalam tubuh manusia (hospes).
Bersama-sama dengan aliran darah pada tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh
darah kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Di dalam pembuluh limfe, larva mengalami dua
kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV
dan stadium V. Cacing Filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga
akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan, misalnya pada kaki dan
disebut kaki gajah (filariasis).
Siklus hidup cacing Filaria dalam tubuh nyamuk
Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan
menghisap darah orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh
penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria yang masuk lepaskan sarung
pembungkusnya, kemudian mikrofilaria menembus dinding lambung dan bersarang di antara
otot-otot dada (toraks).
Bentuk cacing Filaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu
kurang lebih 1 minggu, larva ini berganti kulit, tumbuh akan lebih gemuk dan panjang yang
disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya, larva berganti kulit untuk
kedua kalinya, sehingga tumbuh semakin panjang dan lebih kurus, ini yang sering disebut
larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi
(pindah), mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan ke alat tusuk
nyamuk.

5. Pola Penyebaran
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Wuchereria bancrofti ditemukan di daerah
perkotaan seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, Semarang, dan
Pekalongan. Wuchereria bancrofti bersifat periodik nokturna, artinya mikrofilaria banyak
terdapat dalam darah tepi pada malam hari. Wuchereria bancrofti tipe perkotaan ditularkan
oleh nyamuk Culex quinquefasciatus yang berkembangbiak di air limbah rumah tangga,
sedangkan Wuchereria bancrofti tipe pedesaan ditularkan oleh nyamuk dengan berbagai
spesies antara lain Anopheles, Culex, dan Aedes.
Brugia malayi tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa pulau di
Maluku. Brugia malayi tipe periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada
malam hari. Nyamuk penularnya adalah Anophelesbarbirostispadadaerah persawahan. Brugia
malayi tipe subperiodik nokturna, mikrofilaria ditemukan lebih banyak pada siang hari dalam
darah tepi. Nyamuk penularnya adalah Mansonia sp pada daerah rawa.
Brugia timori tersebar di kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor, dan Sumba. Brugia timorii tipe
non periodik, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam maupun siang hari.
Nyamuk penularnya adalah Mansonia uniformis yang ditemukan di hutan rimba. Brugia
timori tipe periodik nokturna, mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari.
Nyamuk penularnya adalah Anopheles barbostis di daerah persawahan di Nusa Tenggara
Timur dan Maluku Tenggara.

.
6. Gejala klinis filariasis

Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik
dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas
dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis.

Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan


limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem
limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya,
tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:

1. Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya
mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 37 bulan. Hanya sebagian dari
penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok
mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat
bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik
ataupun amikrofilaremik.

2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala
klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.

3. Gejala klinik akut


Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai
panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan
gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.

Filariasis bancrofti

Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat


kelamin laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis.
Limfadenitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd yang
umumnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan biasanya terjadi beberapa kali
dalam setahun.

Filariasis brugia
Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori limfadenitis
paling sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras.
Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras dan
nyeri, dan sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak
mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi 12 kali dalam satu
tahun sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi
abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas, setelah 3
minggu hingga 3 bulan.

4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.
Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat
terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas
penderita serta membebani keluarganya.

Filariasis bancrofti

Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairan hidrokel dapat
ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai atas,
tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dengan ukuran pembesaran di
tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya. Chyluria dapat terjadi tanpa keluhan, tetapi
pada beberapa penderita menyebabkan penurunan berat badan dan kelelahan.

Filariasis brugia

Elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah. Ukuran
pembesaran ektremitas umumnya tidak melebihi 2 kali ukuran asalnya.

7. Diagnosis
Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan :
a. Diagnosis parasitologi
- Diagnosis parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan
hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan
teknik konsentrasi Knott, membran filtrasi.pengambilan darah harus
dilakukan pada malam hari (setelah pukul 20.00) mengingat
periodesitas mikrofilaria umumnya nokturna, pada pemeriksaan
histopatologi kadang-kadang potongan cacing dapat dijumpai di
saluran dan kelenjar limfe dari jaringa yang di curiagai sebagai tumor.
- Teknik biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit
ini melalui DNA parasit dengan menggunakan reaksi rantai polimerase
(Polimerase Chain Reaction /PCR) Teknik ini mampu memperbanyak
DNA sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi parasit pada cryptic
infection.
b. Radiodiagnosis
- Pemeriksaan menguunkan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan
kelenjar getah bening inguinal pasien akan memberikan gambaran
cacing yang bergerak-gerak, ini berguna terutama untuk evaluasi hasil
pengobatan pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk infeksi
filaria oleh W. Bancrofti.
- Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran albumin
yang ditandai dengan zat radioaktif menunjukkan adanya abnomalitas
sistem limfatik sekalipun pada penderita yang asimptomatik.
c. Diagnosis imunologi
Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang
menggunakan antibodi monoklonal telah dikembangkan untuk mendeteksi
antigen W. Bancrofti dalam sirkulasi darah. Hasil tes positif menunjukkan
adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaira tidak ditemukan dalam darah.
Deteksi antibodi dengan menggunakan antigen rekombinan telah
dikembangkan untuk mendeteksi antibodi subklas IgG4 dan filiriasis
Brugia. Kadar antibodi IgG4 meningkat pada penderita mikrofilaremia,
pada stadium obstruktif, mikrofilaria sering tidak ditemukan lagi di dalam
darah. Kadang mikrofilaria tidak dijumpai di dalam darh tetapi ada dalam
cairan hidrokel atau cairan kiluria.
8. Penanggulangan dan Pengobatan
Tujuan utama dalam penanganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah adalah
membasmi parasit atau larva yang berkembang dalam tubuh penderita, sehingga tingkat
penularan dapat ditekan dan dikurangi.
Dietilkarbamasin {diethylcarbamazine (DEC)} adalah satu-satunya obat filariasis
yang ampuh baik untuk filariasis bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan
mikrofilarisidal. Obat ini tergolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat. Penderita yang
mendapatkan terapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping sistemik dan lokal
yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat simtomatik.
Dietilkarbamasin tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan
oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3
jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak diberikanpada anak berumur
kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat ataudalam keadaan lemah.
Namun pada kasus penyakit kaki gajah yang cukup parah (sudah membesar) karena
tidak terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan tentunya memerlukan langkah lanjutan
seperti tindakan operasi.
Untuk memberantas penyakit filariasis ini sampai tuntas WHO sudah menetapkan
Kesepakatan Global, yaitu The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a
Public Health problem by The Year 2020 (ANONIM, 2002). Program eliminasi dilaksanakan
melalui pengobatan masal dengandengan kombinasi diethyl carbamazine (DEC) dan
albendazole (Alb) yang direkomendasikan setahun sekali selama lima tahun
1. mengapa kelangsungan hidup filaria di dalam tubuh hospes dipengaruhi oleh adanya
wolbachia?
Wolbachia merupakan endobakteri dari famili ricketsiaceae. Endobakrei ini berperan dalam
perkembangan, reproduksi dan kelangsungan hidup parasit filaria dalam tubuh hospes
sehingga dapat dijadikan target pada pengobatan filiriasis. Pengobatan DEC pada filiriasis
akan membunuh Wolbachia atau molekul lipopolisakarida menyebabkan efeksamping
pengonatan. Antibiotik golongan makrolid (tetraskilin efektif membunuh Wolbachia dalam
parasit filaria. Pemberian antibiotik pada filiriasis dapat membunuh Wolbachia dan parasit
serta menguangi efeksamping pengonbatan DEC.

Anda mungkin juga menyukai