Anda di halaman 1dari 7

Struktur APBD

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, struktur APBD merupakan
satu kesatuan yang terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah ; 2. Belanja Daerah; dan 3. Pembiayaan
Daerah. Struktur APBD tersebut diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan
organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan
peraturan perundangundangan. 1. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah hak daerah
yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan
tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang
melalui Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana. Pendapatan daerah
meliputi: (a) Pendapatan Asli Daerah; (b) Dana Perimbangan, dan (c) Lain-Lain Pendapatan.
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD): PAD adalah bagian dari pendapatan daerah yang
bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan daerah
dalam memungut PAD dimaksudkan agar daerah dapat mendanai pelaksanaan otonomi
daerah yang bersumber dari potensi daerahnya sendiri. PAD terdiri dari: 1) Pajak Daerah. 2)
Retribusi Daerah. 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, yang mencakup:
a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD); b) bagian laba
atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah (BUMN); dan c) bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik swasta. 4) Lain-lain PAD yang Sah, yang meliputi:
a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b) Hasil pemanfaatan atau
pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; PERTEMUAN 4 c) Jasa giro; d)
Pendapatan bunga; e) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah; f) Keuntungan selisih nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing; g) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai
akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; h) Pendapatan
denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; i) Pendapatan denda pajak dan retribusi; j)
Pendapatan dari fasilitas sosial dan fasilitas umum; k) Pendapatan dari penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan; dan l) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. b. Dana
Perimbangan, meliputi: 1) Dana Alokasi Umum; 2) Dana Alokasi Khusus; dan 3) Dana Bagi
Hasil, yang meliputi bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak. c. Pendapatan Lain-Lain
yang Sah, meliputi: 1) Pendapatan Hibah; 2) Pendapatan Dana Darurat; 3) Dana Bagi Hasil
Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota; 4) Bantuan Keuangan dari Provinsi atau dari
Pemerintah Daerah lainnya; 5) Dana Penyesuaian; dan 6) Dana Otonomi Khusus. 2. Belanja
Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah
yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran
yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah tidak
merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib, urusan pilihan, dan klasifikasi
menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja. Sedangkan Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi belanja daerah
berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program
kegiatan, serta jenis belanja. a. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib Menurut
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2), klasifikasi belanja menurut urusan
wajib mencakup: 1) Pendidikan; 2) Kesehatan; 3) Pekerjaan Umum; 4) Perumahan Rakyat; 5)
Penataan Ruang; 6) Perencanaan Pembangunan; 7) Perhubungan; 8) Lingkungan Hidup; 9)
Kependudukan dan Catatan Sipil; 10) Pemberdayaan Perempuan; 11) Keluarga Berencana
dan Keluarga Sejahtera; 12) Sosial; 13) Tenaga Kerja; 14) Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah; 15) Penanaman Modal; 16) Kebudayaan; 17) Pemuda dan Olah Raga; 18)
Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri; 19) Pemerintahan Umum; 20) Kepegawaian; 21)
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; 22) Statistik; 23) Arsip; dan 24) Komunikasi dan
Informatika. b. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan 1) Pertanian; 2) Kehutanan; 3)
Energi dan Sumber Daya Mineral; 4) Pariwisata; 5) Kelautan dan Perikanan; 6) Perdagangan;
7) Perindustrian; dan 8) Transmigrasi. c. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan,
Organisasi, Fungsi, Program dan Kegiatan, serta Jenis Belanja Belanja daerah tersebut
mencakup: 1) Belanja Tidak Langsung; dan 2) Belanja Langsung. Komponen belanja tidak
langsung dan belanja langsung sebagai berikut: 1) Belanja Tidak Langsung, meliputi: a)
Belanja Pegawai; b) Bunga; c) Subsidi; d) Hibah; e) Bantuan Sosial; f) Belanja Bagi Hasil; g)
Bantuan Keuangan; dan h) Belanja Tak Terduga. 2) Belanja Langsung, meliputi: a) Belanja
Pegawai; b) Belanja Barang dan Jasa; c) Belanja Modal. 3. Pembiayaan Daerah Pembiayaan
adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan pemerintah daerah yang
dimaksudkan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus APBD. Pembiayaan
Daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan
Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah. a. Penerimaan Pembiayaan Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 60 menyebutkan bahwa Penerimaan Pembiayaan Daerah,
meliputi: 1) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Lalu; 2) Pencairan Dana
Cadangan; 3) Penerimaan pinjaman daerah; 4) Hasil penjualan kekayaan daerah yang
dipisahkan; 5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan 6) Penerimaan piutang daerah.
b. Pengeluaran Pembiayaan Pengeluaran Pembiayaan Daerah, meliputi: 1) Pembentukan dan
cadangan; 2) Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah; 3) Pembayaran utang pokok
yang jatuh tempo; dan 4) Pemberian pinjaman daerah. Karena Modul ini disiapkan untuk
pejabat Eselon II, maka uraian lebih rinci tentang pembiayaan daerah tidak diberikan, tetapi
dapat dilihat pada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 62 sampai dengan Pasal 77.

Pengertian Perubahan APBD

Perubahan APBD merupakan penyesuaian target kinerja dan/atau prakiraan/rencana


keuangan tahunan pemerintahan daerah yang telah ditetapkan sebelumnya untuk dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD serta ditetapkan dengan peraturan
daerah.

Menurut penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah (Bupati/Walikota) selaku pemegang
kekuasaan penyelenggaraan, pemerintahan juga bertindak sebagai pemegang kekuasaan
dalam pengelolaan keuangan daerah.

Selanjutnya, kekuasaan tersebut dilimpahkan kepada Kepala Satuan Kerja Pengelolaan


Keuangan Daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh Satuan
Kerja Perangkat Daerah itu sendiri sebagai pengguna anggaran/barang daerah di bawah
koordinasi dari Sekretaris Daerah.

Pemisahan pelaksanaan APBD ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang
dan tangung jawab terlaksananya mekanisme keseimbangan dan pengawasan dalam
pelaksanaan anggaran daerah serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme
dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka
dana yang tersedia dalam APBD harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat
menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi kepentingan
masyarakat.

Karena penyusunan anggaran untuk setiap tahun tersebut sudah dimulai dipersiapkan pada
bulan Juli setiap tahunnya, maka tidak mustahil apabila pada pelaksanaannya APBD tersebut
perlu perubahan atau penyesuaian.

Kriteria Perubahan APBD

Perubahan Peraturan Daerah tentang APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Perubahan Peraturan Daerah tentang
APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA. Perkembangan yang tidak sesuai
adalah pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja
daerah, dan lain-lain.
1. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja. Dapat dilakukan dengan melakukan
perubahan APBD.
2. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan. Merupakan sisa lebih perhitungan tahun anggaran
sebelumnya yang dapat digunakan untuk membayar bunga dan pokok utang dan/atau
obligasi daerah, melunasi seluruh kewajiban bunga dan pokok utang, mendanai
kenaikan gaji dan tunjangan PNS, mendanai kegiatan lanjutan, mendanai program dan
kegiatan baru, serta mendanai kegiatan-kegiatan yang capaian target kinerjanya
ditingkatkan dari yang telah ditetapkan semula dalam DPA-SKPD tahun anggaran
berjalan.
3. Keadaan darurat. Merupakan keadaan yang tidak biasa terjadi dan tidak
diinginkan terjadi secara berulang dan berada diluar kendali pemerintah. Dalam
situasi ini pemerintah daerah dapat menggunakan anggaran tidak terduga.
4. Keadaan luar biasa. Merupakan keadaan yang menyebabkan estimasi
penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan
lebih besar dari 50% (lima puluh persen) yang didapat dari kenaikan pendapatan atau
efisiensi belanja.
han APBD.
Dasar Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama
antara DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas
APBD tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal
154 disebutkan bahwa seandainya selama tahun berjalan perlu diadakan perbaikan atau
penyesuaian terhadap alokasi anggaran, maka perubahan APBD masih dimungkinkan
terutama apabila:
1. Terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan umum anggaran
(KUA);
2. Terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
3. Ditemui keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun anggaran berjalan;
4. Keadaan darurat; dan
5. Keadaan luar biasa.

Selain itu, dalam keadaan darurat pemerintah daerah juga dapat melakukan pengeluaran
untuk membiayai kegiatan yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan
dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran
tahun berjalan yang untuk pelaksanaannya harus dituangkan dalam peraturan daerah tentang
rancangan dan perubahan APBD. Oleh karenanya, dalam Peraturan Daerah terkait harus
diperjelas posisi satuan kerja perangkat daerah yang juga mempunyai kedudukan sebagai
pengguna anggaran dan pelaksana program.
Keadaan darurat sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat
diprediksikan sebelumnya;
2. Tidak diharapkan terjadi secara berulang;
3. Berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
4. Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang
disebabkan oleh keadaan darurat.

Perubahan APBD diajukan setelah laporan realisasi anggaran semester pertama dan hanya
dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar
biasa. Keadaan luar biasa adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau
pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima
puluh persen).

Proses Perubahan APBD

1.Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD


tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan berakhir.
2. Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah, selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
3. Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi peraturan
daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
47, Pasal 48, Pasal 52, dan Pasal 53 PP Nomor 58 Tahun 2005.

Rancangan kebijakan umum perubahan APBD

Rancangan kebijakan umum perubahan APBD harus memuat secara lengkap penjelasan
mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. perbedaan asumsi dengan kebijakan umum anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya;
2. program dan kegiatan yang dapat diusulkan untuk ditampung dalam perubahan APBD
dengan mempertimbangkan sisa waktu pelaksanaan APBD untuk tahun anggaran berjalan;
3. capaian target kinerja program dan kegiatan yang harus dikurangi dalam perubahan APBD
apabila asumsi kebijakan umum anggaran tidak dapat tercapai; dan
4. capaian target kinerja program dan kegiatan yang harus ditingkatkan dalam perubahan
APBD apabila melampaui asumsi KUA.

Penggunaan Saldo Lebih Tahun Sebelumnya Dalam Perubahan APBD


Saldo anggaran lebih tahun sebelumnya merupakan sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA)
tahun sebelumnya yang berasal dari selisih lebih antara realisasi penerimaan dan realisasi
pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA mencakup pelampauan
penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-
lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja,
kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana
kegiatan lanjutan.
Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya tersebut harus
digunakan dalam tahun anggaran berjalan untuk hal-hal berikut ini:
1. Pembayaran bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah yang melampaui anggaran
yang tersedia yang mendahului perubahan APBD;
2. Pelunasan seluruh kewajiban bunga dan pokok hutang;
3. Pendanaan kenaikan gaji tunjangan PNS akibat adanya kebijakan pemerintah;
4. Pendanaan kegiatan lanjutan sesuai dengan ketentuan Pasal 138 Permendagri Nomor 13
Tahun 2006;
5. Pendanaan program dan kegiatan baru dengan kriteria harus diselesaikan sampai dengan
batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun anggaran berjalan; dan
6. Pendanaan kegiatan-kegiatan yang capaian target kinerjanya ditingkatkan dari yang telah
ditetapkan semula dalam DPA-SKPD tahun anggaran berjalan yang dapat diselesaikan
sampai dengan batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun anggaran berjalan.

Penggunaan saldo lebih anggaran tahun sebelumnya untuk pendanaan kegiatan seperti
tersebut pada butir (1), (2), (3), dan (6) tersebut di atas harus diformulasikan terlebih dahulu
dalam DPPA-SKPD, kecuali untuk kegiatan butir (4) yang formulasinya dicantumkan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) dan kegiatan (5) yang
diformulasikan dalam Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD).

http://karangtangis.blogspot.co.id/2011/02/proses-penyusunan-apbd-dan-
perubahan.html
http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2010/03/Pertemuan-4.pdf
http://saifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2010/03/Pertemuan-6.pdf

Anda mungkin juga menyukai