Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
oleh:
Ananta Erfrandau, S.Kep.
NIM 122311101015
1. Tengkorak
Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce (2008) merupakan struktur
tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan
tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3 lapisan :lapisan luar, etmoid dan
lapisan dalam. Lapisan luar dan dalam merupakan struktur yang kuat
sedangkan etmoid merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam
membentuk rongga/fosa; fosa anterior didalamnya terdapat lobus frontalis,
fosa tengah berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fosa posterior
berisi otak tengah dan sereblum.
C. Penyebab
Penyebab terjadinya skull defect adalah:
1) Fraktur kranium
2) Tumor
3) Penipisan tulang
4) Kelainan kongenital (enchephalocele)
5) Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial
6) Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)
7) Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah
8) Reseksi tumor tengkorak
9) Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)
D. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2
proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan
merupakansuatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen.
Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel
yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera
primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena
terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan
terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Cedera otak sekunder
merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan
cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantaranya,
bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit
kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi
peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila
trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan
syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas.
Mekanisme yang paling umum dari trauma tumpul dada yaitu kecelakaan
mobil atau jatuh dari sepeda motor sedangkan untuk trauma tembus dada yaitu
luka tusuk dan luka tembak. Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan
mengakibatkan satu atau lebih mekanisme patologi seperti hipoksemia akibat
gangguan jalan nafas, cedera pada parenkim paru, sangkar iga, otot-otot
pernapasan, kolaps paru, dan pneumothoraks. Hipovolemia juga sering timbul
akibat kehilangan cairan masif dari pembuluh besar, ruptur jantung, atau
hemothoraks. Gagal jantung akibat tamponade jantung yaitu kompresi pada
jantung sebagai akibat terdapatnya cairan di dalam sakus perikardial. Mekanisme
ini seringkali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi yang mengarah pada
gagal napas akut, syok hipovolemia, dan kematian (Smeltzer, 2001).
2. Penatalaksanaan
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
g. Pemberian obat-obat analgetik.
h. Pembedahan bila ada indikasi.
Pembedahan yang dilakukan untuk pasien cedera kepala adalah
pelaksanaan operasi trepanasi atau cranioplasty. Trepanasi/kraniotomi adalah
suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan untuk mencapai otak
untuk tindakan pembedahan definitive (seperti adanya SDH (subdural
hematoma) atau EDH (epidural hematoma) dan kondisi lain pada kepala yang
memerlukan tindakan kraniotomi). Cranioplasty adalah memperbaiki
kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastic atau metal plate.
Epidural Hematoa (EDH) adalah suatu pendarahan yang terjadi diantara tulang
dang dan lapisan duramater; Subdural Hematoa (SDH) atau pendarahan yang
terjadi pada rongga diantara lapisan duramater dan dengan araknoidea.
Pelaksanaan operasi trepanasi ini diindikasikan pada pasien 1) Penurunan
kesadaran tiba-tiba terutama riwayat cedera kepala akibat berbagai faktor,2)
Adanya tanda herniasi/lateralisasi,3) Adanya cedera sistemik yang memerlukan
operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan. Perawatan
pasca bedah yang penting pada pasien post trepanasi adalah memonitor kondisi
umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada
hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan
dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma,
kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan
resiko terjadinya infeksi nosokomial. Terapi konservatif meliputi bedrest
total, pemberian obat-obatan, observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat
kesadaran).
Prioritas perawatan adalah maksimalkan perfusi/fungsi otak, mencegah
komplikasi, pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi
normal, mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga, pemberian
informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
3. Komplikasi
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada
situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu,
setelah masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus
lainya memasuki vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative
statesering membuka matanya dan mengerakkannya, menjerit atau
menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar
dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa
vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh
b. Seizure
Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
c. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke
sistem saraf yang lain
d. Kerusakan saraf
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada
nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau
kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan
terjadinya penglihatan ganda
e. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan
memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera
kepala berat mengalami masalah kesadaran.
F. Cranioplasty
1. Definisi
Cranioplasty adalah prosedur bedah saraf yang dirancang untuk
memperbaiki atau membentuk kembali penyimpangan atau ketidaksempurnaan
dalam tengkorak. Untuk memperbaiki cacat atau celah dalam tengkorak, dapat
digunakan cangkok tulang dari tempat lain di dalam tubuh atau bahan sintesis.
2. Indikasi
Beberapa faktor yang dapat ditangani dengan tindakan cranioplasty adalah:
- Premature closing dari sutura tengkorak atau craniosynostosis
- Tengkorak yang tidak berkembang
- Faktor genetik yang mengakibatikan cacat lahir
- Trauma
- Cacat tengkorak lain yang mengakibatkan lubang atau daerah sensitif pada
tengkorak
- Kelainan tengkorak yang tidak diketahui penyebabnya yang
mempengaruhi penampilan
4) DISABILITY
- Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
- GCS : EVM
- Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
- Ada tidaknya refleks cahaya
- Refleks fisiologis dan patologis
- Kekuatan otot
5) EXPOSURE
- Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
- Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
6) FIVE INTERVENTION
- Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)
- Saturasi oksigen
- Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT
- Pemeriksaan laboratorium
7) GIVE COMFORT
- Ada tidaknya nyeri
- Kaji nyeri dengan
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
8) H 1 SAMPLE
- Keluhan utama
- Mekanisme cedera/trauma
- Tanda gejala
9) H 2 HEAD TO TOE
- Fokus pemeriksaan pada daerah trauma
- Kepala dan wajah
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan fungsi neurologis
3. Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan gangguan persepsi,
transmisi
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan saraf
5. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian
Intra Operasi
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Resiko cedera berhubungan dengan trauma intracranial
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
Pre Operasi
1 Nyeri NOC : Perilaku Kriteria hasil : NIC : Menejemen Nyeri 1. Meminimalkan rasa
berhubungan Mengendalikan Nyeri a. Tidak menunjukkan Intervensi : nyeri yang dirasakan
dengan Tujuan : Pasien tidak adanya nyeri atau 1. Berikan pereda nyeri pasien
peningkatan TIK mengalami nyeri atau nyeri minimalnya bukti-bukti dengan manipulasi 2. Mengurangi rasa nyeri
menurun sampai tingkat ketidaknyamanan lingkungan (misal lampu 3. Mengurangi rasa nyeri
yang dapat diterima pasien b. TIK dalam batas normal ruangan redup, tidak ada 4. Pasien bisa mimilih
c. Tidak menunjukkan kebisingan, tidak ada teknik yang tepat untuk
bukti-bukti peningkatan gerakan tiba-tiba). mengurangi nyeri
TIK 2. Berikan analgesia sesuai 5. Dukungan keluarga
d. Belajar dan ketentuan, observasi dapat memotivasi
mengimplementasikan adanya efek samping. pasien
strategi koping yang 3. Lakukan strategi sesuai 6. Mengantisipasi nyeri
efektif. non farmakologi untuk yang berulang
membantu mengatasi
nyeri.
4. Gunakan strategi yang
dikenal pasien atau
gambarkan beberapa
strategi dan biarkan
pasien memilih.
5. Libatkan keluarga dalam
pemilihan strategi
6. Ajarkan pasien untuk
menggunakan strategi
non farmakologi
sebelum terjadi nyeri
atau sebelum menjadi
lebih berat.
2 Resiko cedera NOC : Keamanan Sosial Kriteria hasil : NIC : Mencegah Jatuh 1. Pasien mengetahui
berhubungan Tujuan : Pasien tidak a. Bebas dari cedera 1. Tekankan pentingnya tujuan perawatan
dengan mengalami cedera b. Pasien dan keluarga mematuhi program 2. Memberikan dukungan
perubahan menyetujui aktivitas atau terapeutik 3. Mencegah terjadi
fungsi modifikasi aktivitas yang 2. Dampingi pasien selama cedera
neurologis tepat aktivitas yang diijinkan 4. Mencegah terjadinya
3. Jaga agar penghalang dekubitus
tempat tidur tetap
terpasang
4. Bantu ambulasi dan
aktivitas hidup sehari-
hari dengan tepat
3 Perubahan NOC : Pengendalian Kriteria hasil : NIC : Pengelolaan 1. Memberikan rasa
persepsi sensori Ansietas a. Pasien menyesuaikan diri Lingkungan nyaman pada pasien
visual Tujuan : Pasien pada defisit sensoris / 1. Berikan lingkungan yang 2. Dukungan pasien
berhubungan menunjukkan tanda-tanda persepsi mendorong rasa akrab selama perawatan
dengan penyesuaian terhadap defisit b. Pasien menunjukkan dan rasa aman 3. Dukungan keluarga
gangguan sensoris / persepsi sikap dan rasa aman 2. Dorong partipasi dalam memberikan dampak
persepsi, dalam lingkungan bermain aktif positif pada pasien
transmisi 3. Diskusikan bersama
keluarga pentingnya
membatasi lingkungan
4 Gangguan Neurogical Status Kriteria hasil : NIC : Pengelolaan 1. Informasi bisa dapat
komunikais Tujuan : Pasien a. Fungsi neurologis Lingkungan dipahami
verbal menunjukkan komunikasi b. TIK dbn 1. Membantu keluarga 2. Pasien paham maksud
berhubungan verbal yang efektif. c. Komunikasi dalam memahami dan tujuan
dengan tumor d. TTV dbn pembicaraan 3. Memberikan
otak 2. Berbicara kepada pasien pemahaman yang jelas
dengan suara yang jelas 4. Memudahkan
3. Menggunakan kata dan komunikasi
kalimat yang singkat 5. Pasien dapat
4. Instruksikan pasien dan menyampaikan keluhan
keluarga untuk 6. Memberikan dukungan
menggunakan bantuan selama perawatan
berbicara
5. Anjurkan pasien untuk
mengulangi
pembicaraannya jika
belum jelas
6. Beri pujian positif ketika
pasien bisa bicara
5 Konflik NOC: Decision Making Kriteria Hasil: NIC: Family Support 1. Keluarga memahami
pengambilan Tujuan: Setelah dilakukan a. Identifikasi informasi 1. Informasikan kepada tindakan selama
keputusan tindakan keperawatan yang relevan keluarga tentang perawatan
berhubungan selama proses keperawatan b. Identifikasi alternative alternatif pilihan atau 2. Keluarga dapat
dengan kurang diharapkan tidak terjadi c. Memilih berbagai solusi mengetahui keuntungan
informasi yang konflik dalam keluarga. alternatif 2. Bantu keluarga dan kelebihan alternatif
relevan mengidentifikasi yang lain
keuntungan dan kerugian 3. Memberikan informasi
alternatif lain 4. Memberikan dukungan
3. Tawarkan informasi dalam pemberian
4. Bantu keluarga dalam keputusan yang tepat
menjelaskan yang diambil
keputusannya pada 5. Memberikan dukungan
anggota keluarga yang selaman perawatan
lain, jika diperlukan
5. Berikan dukungan secara
penuh
6 Cemas NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : NIC : Enhancement Coping 1. Memberikan informasi
berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan a. Monitor intensitas 1. Sediakan informasi yang selama perawatan yang
dengan ancaman tindakan keperawatan kecemasan sesungguhnya meliputi didapatkan pasien
kematian diharapkan kecemasan b. Rencanakan strategi diagnosis, treatment dan 2. Memberikan rasa
hilang atau berkurang. koping untuk prognosis nyaman
mengurangi stress 2. Tetap dampingi kien 3. Memberikan rasa
c. Gunakan teknik relaksasi untuk menjaga nyaman pada pasien
untuk mengurangi keselamatan pasien dan 4. Mengurangi ansietas
kecemasan mengurangi
d. Kondisikan lingkungan 3. Instruksikan pasien
nyaman untuk melakukan ternik
relaksasi
4. Bantu pasien
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
ansietas.
Intra Operasi
1 Resiko NOC : Fluid balance Kriteria hasil : NIC : Manajemen cairan 1. Mengetahui balance
kekurangan Tujuan : Pasien tidak a. Kulit dan membran 1. Catat intake dan output cairan
volume cairan mengalami dehidrasi atau mukosa lembab 2. Monitor status hidrasi 2. Antisipasi tanda
berhubungan cairan tubuh pasien adekuat. b. Tidak terjadi demam, seperti membran dehidrasi
dengan TTV normal mukosa, nadi, tekanan 3. Mengatur balance
kehilangan darah dengan cepat. cairan
cairan 3. Beri cairan yang sesuai
dengan terapi
2 Resiko infeksi NOC : Pengenalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 1. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 1. Pantau tanda / gejala infeksi
pertahan tubuh mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 2. Mencegah invasi
primer tidak tidak terdapat tanda-tanda 2. Rawat luka operasi mikroorganisme
adekuat infeksi pada pasien. dengan teknik steril 3. Mencegah inos
3. Memelihara teknik 4. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
4. Ganti peralatan
perawatan pasien sesuai
dengan protap
Post Operasi
1 Nyeri NOC : Tingkat Nyeri Kriteria hasil : NIC : Menejemen Nyeri 1. Mengurangi stressor
berhubungan Tujuan : Pasien tidak a. Tidak menunjukkan Intervensi : yang dapat
dengan prosedur mengalami nyeri, antara lain tanda-tanda nyeri 1. Berikan pereda nyeri memperparah nyeri
bedah penurunan nyeri pada b. Nyeri menurun sampai dengan manipulasi 2. Mengurangi nyeri
tingkat yang dapat diterima tingkat yang dapat lingkungan (misal 3. Meminimalkan nyeri
diterima ruangan tenang, batasi 4. Mengurangi rasa nyeri
pengunjung). yang dirasakan pasien
2. Berikan analgesia sesuai
ketentuan
3. Cegah adanya gerakan
yang mengejutkan
seperti membentur
tempat tidur
4. Cegah peningkatan TIK
2 Resiko tinggi NOC : Pengendalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Positioning 1. Menerikan posisi yang
cedera Tujuan : Pasien mengalami a. Stress minimal pada sisi 1. Konsul dengan ahli tepat sehingga
berhubungan stress minimal pada sisi operasi bedah mengenai mengurangi risiko
dengan trauma operasi b. Pasien tetap pada posisi pemberian posisi, cedera
intrakranial yang diinginkan termasuk derajat fleksi 2. Mengurangi
leher. peningkatan TIK
2. Posisikan pasien datar 3. Mencegah terjadinya
dan mirirng, bukan cedera
terlentang atau tinggikan 4. Mencegah peningkatan
kepala TIK
3. Balikkan pasien dengan
hati-hati
4. Hindari posisi
trendelenburg
3 Resiko infeksi NOC : Pengenalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 5. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 5. Pantau tanda / gejala infeksi
dengan luka post mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 6. Mencegah invasi
operasi tidak terdapat tanda-tanda 6. Rawat luka operasi mikroorganisme
infeksi pada pasien. dengan teknik steril 7. Mencegah inos
7. Memelihara teknik 8. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
8. Ganti peralatan
perawatan pasien sesuai
dengan protap
5 Cemas NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : NIC : Enhancement Coping 5. Memberikan informasi
berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan e. Monitor intensitas 5. Sediakan informasi yang selama perawatan yang
dengan ancaman tindakan keperawatan kecemasan sesungguhnya meliputi didapatkan pasien
kematian diharapkan kecemasan f. Rencanakan strategi diagnosis, treatment dan 6. Memberikan rasa
hilang atau berkurang. koping untuk prognosis nyaman
mengurangi stress 6. Tetap dampingi kien 7. Memberikan rasa
g. Gunakan teknik relaksasi untuk menjaga nyaman pada pasien
untuk mengurangi keselamatan pasien dan 8. Mengurangi ansietas
kecemasan mengurangi
h. Kondisikan lingkungan 7. Instruksikan pasien
nyaman untuk melakukan ternik
relaksasi
8. Bantu pasien
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
ansietas.
DAFTAR PUSTAKA