PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
dikembangkan untuk peningkatan sumber devisa negara dari sektor nonmigas. Indonesia
merupakan daerah tropis yang mempunyai potensi baik untuk pengembangan kakao.
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sesuai
untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang
tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Di
samping itu, kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan
lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang
sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan
devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai
US $ 701 juta
Dalam budidaya kakao berawal dari bibit kakao yang ditanam dalam suatu lahan
perkebunan, tetapi untuk saat ini kendala yang dihadapi yaitu penyediaan bibit. Pada saat
ini penyediaan bibit menjadi suatu permasalahan penting, bukan saja dari segi kuantitasnya
tetapi juga dari daya produksinya. Untuk memperoleh bibit yang sehat dan baik perlu
mendapatkan perlakuan yang sempurna selama dalam pembibitan. Oleh karena itu perlu
adanya pengetahuan mengenai karakterisasi dan perkecambahan klon kakao. Selain untuk
mengetahui tata cara perkecambahan serta perbanyakan kakao asal biji, praktikum ini juga
bertujuan untuk mempelajari perbedaan morfologi buah beberapa klon kakao.
B. Tujuan
1. Mempelajari perbedaan morfologi buah beberapa klon kakao.
2. Mempelajari cara perbanyakan dan perbanyakan kakao asal biji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh
Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di bagian hutan
tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh. Dalam kondisi
seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan hanya sedikit menghasilkan biji (Spillane,
1995). Kakao merupakan satu-satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae,
yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988), klasifikasi tanaman
kakao sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Dialypetalae
Ordo : Malvales
Famili : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Perbaikan mutu dan daya hasil untuk mendukung peningkatan produksi dan
pengembangan kakao di Indonesia dapat diusahakan dengan menggunakan perbanyakan
tanaman dengan tepat (Rubiyo dan Siswanto, 2012). Pada setiap kolven kakao terdapat
sekitar 35-50 biji yang terlapisi dengan pulp. Pulp tersebut merupakan buah dari kakao.
Produksi diawali dengan biji kakao yang telah dipanen lalu dipisahkan dari kulitnya
dimasukkan dalam kotak, dimasukkan dalam kotak tersebut berfungsi untuk fermentasi.
Setelah dilakukan fermentasi, barulah biji kakao tersebut dikeringkan dibawah sinar
matahari langsung maupun oven pengeringan. Setelah dilakukan pengeringan barulah
kakao dilakukan penyortiran menurut kualitasnya, lalu dapat dilakukan pengemasan.
Apabila biji kakao yang dijadilak bahan olahan, biji kakao tersebut digiling menjadi bubuk
cokelat maupun cairan cokelat. Cocoa powder adalah diproduksi oleh mekanis menekan
sebagian besar lemak (cocoa butter) dari cairan cokelat dan dengan demikian merupakan
ekstrak biji buah kakao itu (Crozier et al., 2011).
Kakao merupakan tanaman yang berasal dari daerah hutan hujan tropis di
pedalaman Amerika Selatan. Pada saat awal ditemukan, kakao merupakan tanaman kecil
yang tumbuhnya selalu ternaungi tumbuhan besar. Daerah penyebaran tanaman kakao
banyak tersebar pada daerah-daerah dengan iklim hutan hujan tropis. Biasanya tanaman ini
banyak tersebar pada daerah dengan garis lintang 100 LS 100 LU. Hal ini dikarenakan
tanaman kakao sangat menyukai dan mampu tumbuh serta berproduksi dengan baik pada
daerah dengan iklim hutan hujan tropis dengan iklim mikro dan makro yang optimal, yaitu
di daerah hutan hujan tropis (Purseglove, 2011).
Berdasarkan daerah asalnya kakao tumbuh dibawah naungan pohon pohon
yang tinggi. Habitat seperti itu masih dipertahankan dalam budidaya kakao dengan
menanam pohon pelindung. Kakao mutlak membutuhkan naungan sejak tanam sampai
umur 2 3 tahun. Tanaman muda yang kurang naungan pertumbuhannya akan terlambat.
Tanaman ini juga tidak tahan angin kencang sehingga tanaman pelindung (naungan) dapat
berfungsi sebagai penahan angin (Poedjiwidodo, 1996).
Tanaman kakao terdiri dari 2 (dua) tipe yang dibedakan berdasarkan atas warna
bijinya, warna putih termasuk ke dalam grup Criollo, sedangkan biji tanaman ungu
termasuk grup Forastero. Walaupun spesies tanaman yang ada cukup banyak, pada
umumnya kakao dibagi 2 (dua) tipe antara lain:
a. Criollo
1. Criollo Amerika Tengah
2. Criollo Amerika Selatan
b. Forastero
1. Forastero Amazone
2. Trinitario (merupakan hibrid Criollo dan Forastero)
(Nasution, 1976).
Dari sekian banyak jenis klon yang ada, tanaman kakao dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu kakao lindak dan kakao mulia. Minifie, (1999) menjelaskan bahwa
kakao lindak maupun kakao lindak maupun kakao mulia memiliki karakter masing
masing. Kakao lindak yang merupakan tipe Forestero dari Afrika Barat dan Brazillia
mempunyai rasa pahit dan kasar. Kakao mulia dari Jawa, Somoa, dan Amerika Tengah
mempunyai rasa yang enak dan warna yang lebih cerah, dan biasanya dijadikan pencampur
untuk memperoleh makanan cokelat yang bermutu tinggi. Menurut De Zaan, (1975) untuk
memenuhi kebutuhan konsumen yakni mendapatkan rasa yang enak dengan harga yang
terjangkau, kedua kelompok tersebut dapat saling dikombinasikan.
Purseglove, J. W. 2012. Tropical Crops Dicotyledones. John Willley and son Inc., New
York. Pancaningtyas, S., T. I. Santoso, dan Sudarsianto. 2014. Studi
perkecambahan benih kakao melalui metode perendaman. Pelita Perkebunan
30(3): 190-197.