Anda di halaman 1dari 29

PANDUAN PASIEN TERMINAL

RSUD CILEUNGSI

RSUD CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR


2017
PERATURAN DIREKTUR RSUD CILEUNGSI
NOMOR :..

TENTANG

PANDUAN PERAWATAN TERMINAL


RSUD CILEUNGSI

DIREKTUR RSUD CILEUNGSI

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di


rumah sakit diperlukan adanya buku Panduan Pasien
Terminal di RSUD Cileungsi.
b. bahwa sesuai butir a dan b tersebut diatas perlu
ditetapkan dengan Peraturan Direktur RSUD
Cileungsi.
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.HK.07.06/III/4437/09 Tentang Pemberian Ijin
Penyelenggaraan Perpanjangan (I) Kepada Yayasan
Santo Dominikus de Guzman untuk
menyelenggarakan RSUD Cileungsi.
5. Keputusan Ketua Badan Pengurus Yayasan Santo
Dominikus de Guzman Nomor.tentang Struktur
Organisasi RSUD Cileungsi.
5. Keputusan Ketua Badan Pengurus Yayasan Santo
Dominikus de Guzman Nomor.tahun.tentang
Pengangkatan Direktur.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RSUD CILEUNGSI TENTANG PANDUAN
PERAWATAN TERMINAL RSUD CILEUNGSI.
Kedua : Panduan Pasien Terminal RSUD Cileungsi sebagaimana dimaksud
dalam Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Panduan Pasien Terminal RSUD Cileungsi sebagaimana dimaksud
dalam Diktum Kedua harus dijadikan acuan dalam
memberikan pelayanan di RSUD Cileungsi
Keempat: Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliriun dalam penetapan ini,
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Cileungsi
Pada tanggal
Direktur,
Lucas.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala berkat dan anugerah yang telah diberikan kepada pnyusun,
sehingga Buku Panduan Pasien Terminal RSUD Cileungsi ini dapat selesai
disusun.
Buku panduan ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak
yang terkait dalam memberikan pelayanan kepada pasien di RSUD
Cileungsi.
Dalam panduan ini diuraikan tentang pengertian dan tata laksana
dalam memberikan pelayanan pasien pada tahap terminal di RSUD
Cileungsi.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam-
dalamnya atas bantuan semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan Panduan Pasien Terminal RSUD Cileungsi.

Cileungsi,.

Penyusun
DAFTAR ISI

Peraturan Direktur RSUD Cileungsi..

Kata Pengantar..

Daftar Isi

Latar Belakan..

Tujuan..

Tujuan..

Pengertian

Masalah di Akhir Kehidupan..

Tahap-tahap Menjelang Kematian

Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal..

Bantuan yang Dapat Diberikan

Kesimpulan..

Standar Prosedur Operasional..


PANDUAN PASIEN TERMINAL
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat


disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit
degenerative, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke,
Parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit genetika dan penyakit
infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif, disamping
kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative.

Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh


kebutuhan pasien dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut,
terutama pada stadium lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya
pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup
yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.

Pada stadium lanjut, pesien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan,
ganguan aktivitas tetapi juga mengalami ganguan psikososial dan spiritual.
Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan
terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin.
Pada perawatan pasien dalam kondisi terminal menekankan pentingnya
integrasi perawatan lebih dini agar masalah fisi,psikososial dan spiritual
dapat diatasi dengan baik.

B. Tujuan
Tujuan Umum :
Sebagai arahan bagi perawatan pasien terminal di rumah sakit

Tujuan Khusus :
1. Terlaksananya perawatan pasien terminal yang bermutu sesuai
standar yang berlaku di rumah sakit.
2. Tersusunnya panduan pasien terminal.
3. Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
4. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

C. Pengertian
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada
harapan lagi untuk si sakit sembuh. Keadaan sakit itu dapat
disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapi seorang diri, sesuatu yang tidak dapat
dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.

D. Masalah di Akhir Kehidupan


Masalah diakhir kehidupan beragam dari usahan memperpanjang
hidup pasien yang sekarat sampai teknologi eksperimental canggih
seperti implantasi organ binatang, percobaan mengakhiri hidup lebih
awal melalui euthanasia dan bunuh diri secara medis.Diantara hal-hal
yang ekstrim etrsebut ada banyak masalah seperti memulai atau
menghentikan perawatan yang dapat memperpanjang hidup,
perawatan pasien dengan penyakit stadium terminal serta kalayakan
dan penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut. Dua masalah yang
pantas mendapat perhatian khusus : euthanasia dan bantuan bunuh
diri.

1. Euthanasia
Adalah tahu dan secara sadar melakukan suatu tindakan yang jelas
dimaksudkan untuk mengakhiri hidup orang lain dan juga
termasuk elemen-elemen berikut : subyek tersebut adalah orang
yang kompeten dan paham dengan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan yang secara sukarela meminta hidupnya diakhiri;
agen mengetahui tentang kondisi pasien dan menginginkan
kematian dan melakukan tindakan dengan niat utama mengakhiri
hidup orang tersebut; dan tindakan dilakukan dengan belas kasih
dan tanpa tujuan pribadi.

2. Bantuan Bunuh Diri


Berarti tahu dan secara sadar memberikan kepada seseorang
pengetahuan atau alat atau keduanya yang diperlukan untuk
melakukan bunuh diri, termasuk konseling mengenai obat dosis
letal, meresepkan obat dosis letal atau memberikannya.
Euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan sering dianggap sama
secara moral, walaupun antara keduanya ada perbedaan yang jauh
secara praktek maupun dalam hal yuridiksi legal. Euthanasia dan
bunuh diri dengan bantuan secara definisi harus dibedakan
dengan menunda atau menghentikan perawatan medis yang tidak
diinginkan, sia-sia atau tidak tepat ketentuan perawatan paliatif,
bahkan jika tindakan-tindakan tersebut dapat memperpendek
hidup.
Permintaan euthanasia dan bantuan bunuh diri muncul sebagai
akibat dari rasa sakit atau penderitaan yang dirasa pasien tidak
tertahankan. Mereka lebih memilih mati daripada meneruskan
hidup dalam keadaan tersebut. Lebih jauh lagi, banyak pasien
menganggap mereka mempunyai hak untuk mati dan bahkan hak
memperoleh bantuan untuk mati. Dokter dianggap sebagai
instrument kematian yang paling tepat karena mereka mempunyai
pengetahuan medis dan akses kepada obat-obatan yang sesuai
untuk mendapatkan kematian yang cepat tanpa rasa sakit.
Tentunya dokter akan merasa enggan memenuhi permintaan
tersebut karena merupakan tindakan yang illegal di sebagian besar
Negara dan dilarang dalam sebagian besar kode etik kedokteran.
Larangan tersebut merupakan bagian dari sumpah Hippocrates
dan telah dinyatakan kembali oleh WMA dalam Declaration on
Euthanasia :
Euthanasia yang merupakan tindakan mengakhiri hidup seseorang
pasien dengna sengsara, tetaplah tidak etik bahkan jika pasien
sendiri atau keluarga dekatnya yang memintanya. Hal ini tetap saja
tidak mencegah dokter dari kewajibannya menghormati keinginan
pasien untuk membiarkan proses kematian alami dalam keadaan
sakit tahap terminal.
Penolakan terhadap Euthanasia dan bantuan bunuh diri tidak
berarti dokter tidak dapat melakukan apapun bagi pasien dengan
penyakit yang mengancam jiwa pada stadium lanjut dan dimana
tindakan kuratif tidak tepat. Pada tahun-tahun terakhir telah
terjadi kemajuan yang besar dalam perawatan paliatif untuk
mengurangi rasa sakit dan penderitaan serta meningkatkan
kualitas hidup.
Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari
anak-anak dengan penyakit kanker sampai orang tua yang hampir
meninggal. Satu aspek dalam pengobatan paliatif yang
memerlukan perhatian lebih adalah control rasa sakit. Semua
dokter yang merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka
mempunyai cukup ketrampilan dalam masalah ini, dan jika
mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai dari
ahli pengobatan paliatif. Dan diatas semuanya itu, dokter tidak
boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap memberikan
perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak mungkin
disembuhkan.
Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan
etis kepada pasien, wakil pasien dalam mengambil keputusan dan
juga dokter. Kemungkinan memperpanjang hidup dengan
memberikan obat-obatan, intervensi resusitasi, prosedur radiologi,
dan perawatan intensif memerlukan keputusan mengenai kapan
memulai tindakan tersebut dan kapan menghentikannya jika tidak
berhasil.
Seperti dibahas diatas, jika berhubungan dengan komunikasi dan
ijin, pasien yang kompeten mempunyai hak untuk menolak
tindakan medis apapun walaupun jika penolakan itu dapat,
dokter tidak boleh membiarkan pasien sekarat namun tetap
memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah
tidak mungkin disembuhkan menyebabkan kematian. Setiap
orang berbeda dalam menanggapikematian; beberapa akan
melakukan apapun untuk memperpanjang hidup mereka, tak
peduli seberapapun sakit dan menderitanya; sedang yang lain
sangat ingin mati sehingga menolak bahkan tindakan yang
sederhana yang dapat membuat mereka tetap hidup seperti
antibiotic untuk pneumonia bakteri. Jika dokter telah melakukan
setiap usaha untuk memberitahukan kepada pasien semua
informasi tentang perawatan yang ada serta kemungkinan
keberhasilannya, dokter harus tetap menghormati keputusan
pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.
Pengambilan keputusan diakhir kehidupan untuk pesien yang tidak
komitmen memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika
pasien dengan jelas mengungkapkan keinginannya sebelumnya
seperti menggunakan bantuan hidup lanjut, keputusan akan lebih
mudah walaupun bantuan seperti itu kadang sangat samar-samar
dan harus diinterpretasikan berdasarkan kondisi actual pasien. Jika
pasien tidak menyatakan keinginannya dengan jelas, wakil
presiden dalam mengambil keputusan harus menggunakan
kriteria-kriteria lain untuk keputusan perawatan yaitu kepentingan
terbaik pasien.

E. Tahap-tahap Menjelang Ajal


Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap
menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu :
1. Menolak/Denial
Pada fase ini, pasien tidak siap menerima keadaan yang
sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak. Timbul
pemikiran-pemikiran seperti :Seharusnya tidak terjadi dengan
diriku, tidak salahkah keadaan ini? Beberapa orang bereaksi pada
fase ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang
akan sedih mengalami keadaan menjelang ajal).

2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya
dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga
menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada diri
klien :Mengapa hal ini terjadi dengan diriku Kemarahan-
kemarahan tersebut biasanya diekpresikan kepada obyek-obyek
yang dekat dengan pasien, seperti : keluarga, teman dan tenaga
kesehatan yang merawatnya.

3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malahan
dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi
dengan dirinya. Pada pasien yang sedang dying, keadaan demikian
dapat terjadi,sering kali klien berkata :Ya Tuhan, jangan dulu saya
mati dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana

4. Kemurungan/depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan
mungkin banyak menangis. Ini saatnya perawat untuk duduk
dengan tenang disamping pasien yang sedang melalui masa
sedihnya sebelummeninggal.

5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien
dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan
terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila pasien
dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang
terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya : ingin bertemu
dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat dan sebagainya.

F. Type-type Perjalanan Menjelang Kematian


Ada 4 typedari perjalanan pross kematian, yaitu :
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya
perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya
terjadi pada kondisipenyakit yang kronik.
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti,
biasanya terjadi padapasien dengan operasiradikal karena adanya
kanker.
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada
pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.

G. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian


1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai :
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya
reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea,
muntah, perut kembung, obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan control spingter urinary dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai :
a. Kemunduran dala sensasi.
b. Sianosos pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan,
telinga dan hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a. Pengliatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.

Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian,


kadang-kadang pasien tetap sadar sampai meninggal.
Pendengaran merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum
meninggal.
H. Tanda-tanda klinis saat meninggal
1. Pupil mata melebar
2. Tidak mampu untuk bergerak
3. Kehilangan reflek
4. Nadi cepat dan kecil
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok
6. Tekanan darah snagar rendah
7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka

I. Tanda-tanda meninggal secara klinis


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui
perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun
1968, Word Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk
tentang indikasi kematian, yaitu :
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar seacra total
2. Tidak ada gerak dari otot khususnya pernafasan
3. Tidak ada reflek
4. Gambaran mendatar pada EKG

J. MacamTingkat Kesadaran/ Pengertian Pasien dan Keluarganya


Terhadap Kematian
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
1. Closed Awareseness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak
memberitahukan tentang diagnose dan prognosa kepada pasien
dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan
karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan
keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan dengan pertanyaan-
pertanyaan langsung: kapan sembuh, kapan pulang dan
sebagainya.
2. Matual Pretense/Kesadaran/Penertian yang Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun
merupakan beban yang berta baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui
akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk
mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini
memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi
dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang
dapat melaksanakan hal tersebut.

K. Bantuan yang dapat Diberikan

1. Bantuan Emosional

1) Pada fase Denial/Menolak


Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien
dengan denial dengan cara menanyakan tentang kondisinya
atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
2) Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan
perasaannya yang marah. Dokter/Perawat perlu
membantunya agar mengerti bahwa masih merupakan hal
yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kematian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada
perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan
rasa aman akan menerima kemarahan tersebut serta
meneruskan asuhan sehingga membnatu pasien dalam
menumbuhkan rasa aman.
3) Pada FaseMenawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala
keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat erbicara
Karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak
masuk akal.
4) Pada Fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir didekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih
baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan
tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal
dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai.
Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhken pengertian
bahwa pasien telah menerima keadaannya dan perlu
dilibatkan seobtimal mugkin dalam program pengobatan dan
mampu untuk menolong diirnya sendiri sebatas
kemampuannya.

2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kebersihan diri
sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut,
mulut, badan dan sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada
pasien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin dan lainnya.
Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri
yang dirasakan pasien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena
dibandingkan melalui Intra Muskular/Subcutan karena kondisi
sistem sirkulasi sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih
baik dan pengeluaran sekresi lender perlu dilakukan untuk
membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi pasien yang tidak sadar,
posisi yang baikadalah dengan dipasang drainase dari mulut dan
pemberian oksigen.
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk
bergerak, seperti : turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur(miring
kiri, miring kanan) untuk mencegah decubitus dan dilakukan
secara periodic, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk
menyokong tubuh pasien, karena tonus otot sudah menurun.
e. Nutrisis
Pasien sering kali anorexia, nausea karena adanya penurunan
peristaltic. Dapat diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea
dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi
kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi totus otot yang
berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu menguji reflek menelan
klien sebelum diberi makanan cair atau Intra Vena/Infus
f. Emilinasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat
terjadi konstipasi, inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu
diberikan untuk mencegah konstipasi. Pasien dengan inkontinensia
dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk
yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus dijaga
kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet
harus diberikan saleb
g. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur. Pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang.
Pasien masih dapat mendengar tetapi tidak dapat/mampu
merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan
tidak berbisik-bisik.

3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial


Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi dan untuk
memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan :
a. Menanyakan siapa-siapa yang ingin didatangkan untuk bertemu
dengan pasien dan didiskusikan dengan keluarganya. Misalnya :
teman-teman dekat atau anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya
dan perlunya diisolasi
c. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan
teman-teman terdekatnya yaitu dengan memberikan pasien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri
d. Meminta saudara/teman-teman untuk sering mnegunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien
apabila pasien mampu membacanya

4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual


- Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya
dan rencana-rencana pasien selanjutnya menjelang kematian
- Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan
pemuka agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual
sesuai dengan keyakinannya
- Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan
kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya. Keyakinan spiritual
mencakup praktek ibadah sesuai dengan keyakinannya/ritual
harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga harus
mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus harus sensitive
terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi
kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian
dapat terpenuhi.

L. Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
penyakit/sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga
sangat dekat dengan proses kematian. Respon klien dalam kondisi
terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial
yang dialami sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu
juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang
ditunjukkan oleh pasien terminal. Orang yang telah lama hidup sendiri,
terisolasi akibat akibat kondisi terminal dan menderitapenyakit kronis
yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian
sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya
dengan orang-orang yang dicintainya. Sedangkan yang lain
beranggapan takut akan perpisahan, dikucilkan, ditelantarkan,
kesepian atau mengalami penderitaan sepanjang hidup. Seseorang
yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani
hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya
sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering
bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan control
terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau
tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan,
kehilangan orang yang dicintai.

SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RSUD CILEUNGSI
NOMOR :..

TENTANG

KEBIJAKAN PERAWATAN PASIEN TERMINAL

Menimbang : a. bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan


semakin meningkat jumlahnya baik pada pasien dewasa
maupun anak;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan bagi pasien dengan penyakit yang belum
dapat disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan
rehabilitative juga diperlukan perawatan paliatif bagi
pasien dengan stdium terminal;
c. bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b diatas,
perlu adanya Keputusan Direktur Rumah Sakit tentang
Kebijakan Perawatan Pasien Terminal
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaga Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004, tentang Praktik
Kedokteran ( Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);
3. Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik;
5. Peraturan Menteri Kesehatan republic Indonesia Nomor
1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi
RS di Lingkuangna Departemen Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek Panduan
Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri Kanker;
7. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Nomor 319/PB/A.4/88 tentang Informed Consent;
8. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Nomor 336/PB/A.4/88 tentang MATI.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD CILEUNGSI PURWOKERO
Kedua : Keputusan Direktur Rumah Sakit mengenai Perawtan Terminal
sebagaimana dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum
dalam Panduan Pasien Terminal ini.
Ketiga : Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Terminal sebagaimana
tercantum dalam Lmapiran Keputusan ini.
Keempat : Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan
ini dilakukan oleh Direktur Pelayanan dan Komite Medis sesuai
dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan;
Keenam : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat
keputusan ini, akan dilakukan perbaikan-perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Cileungsi
Pada tanggal :
Direktur RSUD Cileungsi

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN TERMINAL

A. PENGERTIAN
Penyakit terminal adalah suatupenyakit yang tidak bisa disembuhkan
lagi. Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian biasa datang
tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang.
Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu
yang tua.

B. TAHAP TAHAP BERDUKA


Dr. Elisabeth Kublerr Rosstelah mengindentifikasi lima tahap berduka
yang dapat terjadi pada pasien menjelang ajal :

1. Denial ( Pengingkaran )
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia
tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan
mungkin mengingkarinya.
2. Anger ( Marah )
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan
behwa ia akan meninggal.
3. Bergaining ( Tawar-menawar )
Merupakan tahapan proses berduka dimana pasien mencoba
menawar waktu untuk hidup.
4. Depetion ( depresi )
Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia
akan segera mati. Ia sangat sedih karna memikirkan bahwa ia tidak
akan lama lagi bersama keluarga dan teman-teman.
5. Acceptance (Penerimaan )
Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima
kenyataan bahwa ia akan meninggal. Ia akan berusaha keras untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.
ASUPAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL
A. PENGKAJIAN
1) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk
rumah sakit dengan penyakit yang sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita pentakit yang
sama dengan klien.
2) Head To Toe
Perubahan Fisik saat kematian mendekat
1. Pasien kurang responsive
2. Fungsi tubuh melambat
3. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja
4. Rahang cenderung jatuh
5. Pernafasan tidak teratur dan dangkal
6. Sirkulasi melambat dan ekstremitas dingin, nadi cepat dan
melemah
7. Kulit pucat
8. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Ansietas/ketakutan individu, keluarga yang berhubungan
diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi
yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek
negative pada gaya hidup.
b) Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan
kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri
dan menarik diri dari orang lain.
c) Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan keluarga, takut akan hasil (kematian) dengan
lingkungannya penuh dengan stes (tempat perawatan)
d) Resiko terhadap distress spiritual yang berhubungan dengan
perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi
atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.

KRITERIA HASIL
a) Klien atau keluarga akan :
1. Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan
gangguan.
2. Menceritakan pikiran tentang efek gangguan pada fungsi
normal, tanggung jawab peran dan gaya hidup.
b) Klien akan :
1. Mengungkapkan kehilangan dan perubahan
2. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilangan dan
perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi
Anggota keluarga akan melakukan hal berikut :
a. Menghabiskan waktu bersama klien
b. Mempertahankan kasih sayang, komunikasi terbuka dengan
klien
c. Berpartisipasi dalam perawatan
c) Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan :
1. Mengungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis
klien
2. Mengungkapkan kekhawatiran mengenai lingkungan tempat
perawatan
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selama
perawatan klien
d) Klien akan mempertahankan praktik spiritualnya yang akan
mempengaruhi penerimaan terhadap ancaman kematian.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa I
Ansiesta/ketakutan (individu, keluarga) yang berhubungan dengan
situasi yang tak dikenal. Sifat kondisi yang tak dapat diperkirakan takut
akan kematian dan efek negative pada gaya hidup.
Kriteria Hasil
Klien atau keluarga akan :
1. Mengungkapkan ketakutan yang berhubungan dengan gangguan
2. Menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi normal,
tanggung jawab, peran dan gaya hidup.

No Intervensi Rasional
1) Bantu klien untuk mengurangi ansiestasnya :
a. Berikan kepastian dan kenyamanan.
b. Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan
menghindari pertanyaan.
c. Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan
permasalahan yang berhubungan dengan pengobatan.
d. Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang
cemas mempunyai penyempitan lapang persepsi dengan
penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cenderung
untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran
peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
2) Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan penyuluhan bila tingkatnya
rendah atau sedang. Beberapa rasa takut yang didasari oleh
informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan dengan
memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atau
parah tidak menyerap pelajaran.
3) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-
ketakutan mereka. Pengungkapan memungkinkan untuk saling
berbagi dan memberikan kesempatan untuk memperbaiki konsep
yang tidak benar.
4) Berikan pasien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping
positif. Menghargai pasien untuk koping efektif dapat menguatkan
respon koping positif yang akan datang.

Diagnosa II
Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan kematian yang akan
dihadapi penurunan fungsi, perubahan konsep diri dan menarik diri
dari orang lain.
Klien akan :
1. Mengungkapkan kehilangna dan perubahan
2. Mengungkapkan perasaan yang berkaitan kehilangan dan
perubahan
3. Menyatakan kematian akan terjadi

Anggota keluarga akan melakukan hal berikut : mempertahankan


hubungan erat yang efektif, yang dibuktikan dengan cara sbb :
a. Menghabiskan waktu bersama klien
b. Mempertahankan kasih sayang, komunikasi terbuka dengan klien
c. Berpartisipasi dalam perawatan

*No Intervensi Rasional


1) Berikan kesempatan kepada klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka
dan gali makna pribadi dari kehilangan. Jelaskan bahwa berduka
adalah reaksi yang umum dan sehat. Pengetahuan bahwa tidak
ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa kematian sedang
menanti dapat menyebabkan menimbulnya perasaan yang dalam
dan respon berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat
membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi
situasi dan merespon mereka terhadap situasi tersebut.
2) Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti
memberikan keberhasilan pada masa lalu. Strategi koping positif
membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
3) Berikan dukungan pada klien untuk mengekspresikan atribut
diriyang positif. Memfokuskan pada atribut yang positif
meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang
terjadi.
4) Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi,
jawab semua pertanyaan dengan jujur. Proses berduka, proses
berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan
terjadi di terima.
5) Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian,
menghilangkan ketidaknyaman dan dukungan. Penelitian
menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai
tindakan keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Membantu fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukan
d. Meningkatkan kenyaman fisik (skoruka dan bonet 1982)

Diagnosa III
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan
kehidupan, takut akan hasil (kematian) dan lingkungan penuh stress
(tempat perawatan)
Anggota keluarga atau kerabat terdekat akan :
1. Mengungkapkan akan kekhawatirannya mengenai prognosis klien
2. Mengungkapkan kekhawatirannya mengenai lingkungan tempat
perawatan
3. Melaporkan fungsi keluarga yang adekuat dan kontiniu selama
perawatan klien

No Intervensi Rasional
1) Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan
tunjukkan pengertian yang empati. Kontak yang sering dan
mengomunikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu
mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2) Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan
perasaan, ketakutandan kekhawatiran. Saling berbagi memungkinkan
perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian
merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
3) Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU, informasi ini dapat membantu
mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidaktakutan.
4) Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang
dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5) Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan
perawatan. Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningkatkan
interaksi keluarga berkelanjutan.
6) Konsul dengan atau berikan rujukan ke sumber komunitas dan sumber
lainnya. Keluarga dengan masalah-masalah seperti kebutuhan
financial, koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai
memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu
mempertahankan fungsi keluarga.

Diagnosa IV
Resiko terhadap distress spiritual yang berhubungan dengan perpisahan
dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan
diri dalam menghadapi ancaman kematian. Klien akan mempertahankan
praktik spiritualnya yang akan mempengaruhi penerimaan terhadap
ancaman kematian.

No Intervensi Rasional
1) Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau
ritual keagamaan atau spiritual yang diiginkan bila yang memberi
kesempatan pada klien untuk melakukannya. Bagi klien yang
mendapatkan nilai tinggi pada doa atau praktek spiritual lainnya.
Praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi
sumber kenyamanan dan kekuatan.
2) Ekspresikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya
keyakinan dan praktik religious atau spiritual klien. Menunjukkan sikap
tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien dalam
mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
3) Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan
klien dapat dilaksanakan. Privasi dan ketenangan memberikan
lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan.
4) Bila anda menginginkan tawaran untuk berdoa bersama klien lainnya
atau membaca buku keagamaan. Perawat meskipun yang tidak
menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat
membantu klien memenuhi kebutuhan spiritualnya.
5) Tawaran untuk menghubungkan pemimpin religious atau rohaniwan
rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan
pelayanan (kapel dan injil RS) Tindakan ini dapat membantu klien
mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang
penting (Carson 1989)

D. IMPLEMENTASI
Diagnosa I
1. Membantu klien untuk mengurangi ansientasnya :
a. Memberikan kepastian dan kenyamanan
b. Menunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati,
jangna menghindari pertanyaan
c. Mendorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan
permasalahan yang berhubungan dengan pengobatannya
d. Menditifikasi dan mendorong mekanisme koping efektif
2. Mengkaji tingkat ansientas klien, merencanakan penyuluhan bila
tingkatnya rendah atau sedang
3. Mendorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan
atau pikiran mereka
4. Memberikan klien dan keluarga dengan kepastian dan penguatan
perilaku koping positif
5. Memberikan dorongan pada klienuntuk menggunakan teknik
relaksasi seperti panduan imajines dan pernafasan relasasi
Diagnosa II
1. Memberikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, diskusikan kehilangan serta terbuka dan
gali makna pribadi dari kehilangan. Jelaskan bahwa berduka adalah
reaksi yang umum dan sehat.
2. Memberikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang
terbukti memberikan keberhasilan pada masa lalu.
3. Memberikan dorongna kepada pasien untuk mengekspresikan atribut
dari yang positif.
4. Membantu klien menyatakan dan menerima kematian yang akan
terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur.
5. Meningkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian,
menghilangkan ketidaknyaman dan dukungan.

Diagnosa III
1. Meluangkan waktu bersama keluarga/orang terdekat klien dan
tunjukkan pengertian yang empati.
2. Mengizinkan keluarga klien/orang terdekat untuk mengekspresikan
perasaan ketakutan dan kekhawatiran.
3. Menjelaskan lingkungan dan peralatan.
4. Menjelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang
dipirkan dan memberikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5. Menganjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam
tindakan keperawatan.
6. Mengkonsul atau memberikan rujukan ke sumber komunitas dan
sumber lainnya.

Diagnosa IV
1. Menggali apakh klien menginginkan untuk melaksanakan praktik atau
ritual keagaam atau spiritual yang diizinkan bila ia memberikan
kesempatan kepada klienutuk melakukannya.
2. Mengekspresikan pengertian dan penerimaan anda tentang
pentingnya keyakinan dan praktik religious atau spiritual klien.
3. Memberikan privasi dan ketenangan untukritual, spiritual sesuai
kebutuhan klien dan dapat dilaksanakan.
4. Menawarkan untuk menghubungi religious atau rohaniwan rumah
sakit untuk mengatur kunjungan. Menjelaskan ketersediaan
pelayanan, misalnya : alquran dan ulama bagi yang beragama islam

EVALUASI
1. Klien merasa nyaman dan mengekspresikan persaannya kepada
perawat
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan
3. Klien selalu ingat kepada Allah dan selalu bertawakal
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah akan kembali
kepadaNYA

Anda mungkin juga menyukai