Lapkas Saraf
Lapkas Saraf
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Naz
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 55 tahun
Alamat : Pasar Kerkap, Air Napal, Bengkulu
Status : Menikah
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 15 agustus 2017 pukul 22.50 WIB
ANAMNESIS :
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran 3 hari SMRS.
1
Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi rokok kretek sebanyak 1
bungkus dalam 1 hari. Kebiasaan merokok sudah dilakukan oleh sejak masih
muda.
Riwayat Pengobatan
Pasien sedang mengkonsumsi obat TB.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : sopor
Tanda-tanda Vital :
- Nadi : 140 x/menit
- Pernapasan : 14 x/menit
- Suhu : 36,5 0C
- TD : 170/70 mmHg
STATUS GENERALIS
Status Generalis
Kepala dan leher
- Kepala : Normochepal
- Mata : pupil bulat isokor dengan diameter 3mm/3mm, reflek cahaya
+/+, gerak bola mata terbatas ke lateral kanan dan kiri, reflkornea
- Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
- Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
- Mulut : bibir kering (+), bibir simetris, sianosis (-)
- Leher : kaku kuduk (+)
Thoraks
Paru
Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : tidak dapat dilakukan
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat pada ICS 5 midclavikula sinistra
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
2
Auskultasi : BJ I-II ireguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk datar
Auskultasi : BU (+) normal pada 4 kuadran
Perkusi : timpani pada seluruh abdomen, asites (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien,
tidak teraba.
Ekstremitas
Atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
STATUS NEUROLOGIK
Kesadaran : sopor
Rangsang Meningeal
- Kaku Kuduk : (+)
- Brudzinski I : (+)
- Brudzinski II : (-)
SARAF KRANIAL
N.I (Olfaktorius) : KANAN KIRI
3
N.III(Okulomotorius) KANAN KIRI
Ptosis : - -
Ukuran pupil : 3 mm 3 mm
Bentuk pupil : bulat(isokor) bulat(isokor)
Gerakan bola mata : Sulit dinilai
- Atas : - -
- Bawah : - -
- Medial : - -
Refleks cahaya :
- Refleks cahaya direk + +
- Reflek cahaya indirek + +
N.IV (Trokhlearis) KANAN KIRI
Gerakan mata ke medial bawah susah dinilai susah dinilai
4
N.IX&X KANAN KIRI
Daya kecap lidah 1/3 belakang belum dapat dinilai
Uvula secara pasif sulit dinilai
Menelan belum dapat dinilai
Refleks muntah belum dapat dinilai
N.XI(Aksesorius) KANAN KIRI
Memalingkan kepala belum dapat dinilai
Mengangkat bahu belum dapat dinilai
N.XII(Hipoglosus)
Sikap lidah : belum dapat dinilai
Atrofi otot lidah : (-)
Fasikulasi lidah : (-)
MOTORIK
Kekuatan Otot kesan lemah
SENSORIK
Nyeri : Ektremitas Atas : belum dapat dinilai
Ekstremitas Bawah : belum dapat dinilai
Raba : Ektremitas Atas : belum dapat dinilai
Ekstremitas Bawah : belum dapat dinilai
Suhu : Ektremitas Atas : belum dapat dinilai
Ekstremitas Bawah : belum dapat dinilai
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : baik
Defekasi : baik
FUNGSI LUHUR
MMSE tidak dapat dilakukan
REFLEK FISIOLOGI
Reflek bisep : (+/+)
Reflek trisep : (+/+)
Reflek brachioradialis : (+/+)
Reflek patella : (+/+)
Reflek achilles : (+/+)
REFLEK PATOLOGIS
Babinski : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Gordon : (-/-)
5
Refleks Pupil (+/+)
Nistagmus ( belum dapat dilakukan)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb : 11,1 g/dl SGOT : 18 u/L
Ht : 37,6 % SGPT : 15 U/L
Leukosit : 7,5 103/ul As. Urat : 7,41 mg%
Trombosit : 217 103/% Trigliserid : 60 mg%
GDP : 138 mg/% Elektrolit : Na 135,3 mEq/L
Ureum : 63,5 mg% Kalium 4,17 mEq/L
Kreatinin : 0,9 mg% Kalsium 1.10 mEq/L
Kolesterol total: 179 mg%
6
CT Scan
Keterangan :
KESAN :
Lesi hipodens, multipel, dinding (+), di daerah kortikal subkortikal temporoparietalis
kanan dengan edema disekitarnya dan pergeseran garis tengah sejauh 4cm ke kiri susp
abses cerebri DD/Tuberkuloma
DIAGNOSA
Meningitis e.c suspek bakteri tuberkulosa
DIAGNOSA BANDING
Enchepalitis
7
PENATALAKSANAAN
- Pasang IV line
- Infus NaCl 0,9%
- Neuroprotektan : Citicolin 3x1 ampul
- Antibiotik : cefotaxime 2x 2gr
- Antipiretik : sanmol 3x1
- Kortikosterid : deksametason
8
BAB II
PEMBAHASAN
Daftar Masalah
Pembahasan Masalah
Definisi
Meningitis adalah peradangan yang mengenai sebagian atau seluruh selaput otak
(meningen) yang ditandai dengan adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal.
Diagnosis
Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan gejala dan tanda-
tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut, peningkatan tekanan intrakranial dan
rangsang meningeal perlu diperhatikan. Untuk mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes
laboratorium berupa tes darah dan cairan sumsum tulang belakang.
Dari anamnesis: adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran (tergantung
stadium penyakit), adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis (baik yang
menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik), adanya gambaran klinis yang ditemukan
pada penderita (sesuai dengan stadium meningitis tuberkulosis). Pada neonatus, gejalanya
mungkin minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress
pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus), dan ubun-ubun
besar menonjol (pada 33,3% kasus).
9
Gejala infeksi akut
Panas
Nafsu makan tidak ada
Anak lesu
Kejang-kejang
Kernig
Brudzinky I positif
Brudzinky II positif
Stadium II : Intermediate
10
Defisit neurologik fokal :
hemiparesis, paresis saraf
kranial(terutama N.III dan
N.VII,gerakan involunter
Penurunan kesadaran
REFLEK FISIOLOGI
Reflek bisep : (+/+)
Reflek trisep : (+/+)
Reflek brachioradialis : (+/+)
Reflek patella : (+/+)
Reflek achilles : (+/+)
11
REFLEK PATOLOGIS
Babinski : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
Gordon : (-/-)
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia penderita serta virus apa
yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala,
pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa
pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.
1. Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel muncul bercak
pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan
terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan.
Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam tiga
stadium:
Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)
Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu
Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis
Gejala: * demam (tidak terlalu tinggi) * rasa lemah
* nafsu makan menurun (anorexia) * nyeri perut
* sakit kepala * tidur terganggu
* mual, muntah * konstipasi
* apatis * irritable
Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang sering
ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan suasana hati
yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa disertai
demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum dan didapatkan sekitar 10-
15%. Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan
berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium III.
Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
12
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen.
Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung
serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada
bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar
otak menyebabkan gangguan otak / batang otak.
Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf
kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel
di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla
spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat
terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya,
sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar,
sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun.
Gejala:
* Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah (keluhan
utama)
* Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:
- disorientasi
- bingung
- kejang
- tremor
- hemibalismus / hemikorea
- hemiparesis / quadriparesis
- penurunan kesadaran
* Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:
Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII
Tanda: - strabismus - diplopia
- ptosis - reaksi pupil lambat
- gangguan penglihatan kabur
13
* akhirnya, pasien dapat meninggal.
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang
lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal.
Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu.
Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang penyakitnya telah
berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila pengobatan terlambat atau tidak
adekuat .
Gejala Klinik pada meningitis e.c virus :
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta
rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan
oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti
oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada
meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,
muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.
Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada
palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit
kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
14
Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa
BTA masuk tubuh
Tersering melalui inhalasi
Jarang pada kulit, saluran cerna
Multiplikasi
Infeksi paru / focus infeksi lain
Penyebaran hematogen
Meningens
Membentuk tuberkel
BTA tidak aktif / dormain
15
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan
kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
16
Gambar : Lumbal pungsi
17
Penatalaksanaan
Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, koreksi gangguan cairan
dan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa
ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis.
Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni:
Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Terapi dilanjutkan dengan 2
obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga 12 bulan.
Berikut ini adalah keterangan mengenai obat-obat anti tuberkulosis yang digunakan
pada terapi meningitis tuberkulosis:
Isoniazid
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel dan
ekstrasel, dapat berdifusi ke dalam selutuh jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor
cerebrospinalis, cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki adverse
reaction yang rendah. Isoniazid diberikan secara oral. Dosis harian yang biasa diberikan
adalah 5-15 mg / kgBB / hari, dosis maksimal 300 mg / hari dan diberikan dalam satu kali
pemberian. Isoniazid yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg,
dan dalam bentuk sirup 100 mg / 5 ml. Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor
cerebrospinalis dapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8
jam. Isoniazid terdapat dalam air susu ibu yang mendapat isoniazid dan dapat menembus
sawar darah plasenta. Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama, yakni hepatotoksik
dan neuritis perifer. Keduanya jarang terjadi pada anak, biasanya lebih banyak terjadi
pada pasien dewasa dengan frekuensi yang meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk
mencegah timbulnya neuritis perifer, dapat diberikan piridoksin dengan dosis 25-50 mg
satu kali sehari, atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg isoniazid.
Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua
jaringan dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh
isoniazid. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat
perut kosong (1 jam sebelum makan) dan kadar serum puncak dicapai dalam 2 jam.
Rifampisin diberikan dalam bentuk oral, dengan dosis 10-20 mg / kgBB / hari, dosis
maksimalmya 600 mg per hari dengan dosis satu kali pemberian per hari. Jika diberikan
bersamaan dengan isoniazid, dosis rifampisin tidak boleh melebihi 15 mg / kgBB / hari
dan dosis isoniazid 10 mg/ kgBB / hari. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan
dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Distribusi rifampisin ke dalam liquor
cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang sedang mengalami peradangan
daripada keadaan normal. Efek samping rifampisin adalah perubahan warna urin, ludah,
keringat, sputum, dan air mata menjadi warma oranye kemerahan. Efek samping lainnya
adalah mual dan muntah, hepatotoksik, dan trombositopenia. Rifampisin umumya
tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, dan 450 mg .
18
Pirazinamid
Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringan
dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid hanya pada
intrasel dan suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran cerna. Dosis pirazinamid 15-
30 mg / kgBB / hari dengan dosis maksimal 2 gram / hari. Kadar serum puncak 45 g / ml
tercapai dalam waktu 2 jam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif karena pirazinamid
sangat baik diberikan pada saat suasana asam yang timbul akibat jumlah kuman yang
masih sangat banyak. Efek samping pirazinamid adalah hepatotoksis, anoreksia, iritasi
saluran cerna, dan hiperurisemia (jarang pada anak-anak). Pirazinamid tersedia dalam
bentuk tablet 500 mg .
Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman ekstraselular
pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kuman
intraselular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis, tetapi
penggunaannya penting pada pengobatan fase intensif meningitis tuberkulosis dan MDR-
TB (multi drug resistent-tuberculosis). Streptomisin diberikan secara intramuskular
dengan dosis 15-40 mg / kgBB / hari, maksimal 1 gram / hari, dan kadar puncak 45-50 g
/ ml dalam waktu 1-2 jam. Streptomisin sangat baik melewati selaput otak yang
meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin
berdifusi dengan baik pada jaringan dan cairan pleura dan diekskresi melalui ginjal.
Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadap
isoniazid atau jika anak menderita tuberkulosis berat. Toksisitas utama streptomisin
terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran,
dengan gejala berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Streptomisin dapat
menembus plasenta, sehingga perlu berhati-hati dalam menentukan dosis pada wanita
hamil karena dapat merudak saraf pendengaran janin, yaitu 30% bayi akan menderita tuli
berat .
Etambutol
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid jika
diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Selain itu, berdasarkan
pengalaman, obat ini dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. Dosis
etambutol adalah 15-20 mg / kgBB / hari, maksimal 1,25 gram / hari dengan dosis
tunggal. Kadar serum puncak 5 g dalam waktu 24 jam. Etambutol tersedia dalam bentuk
tablet 250 mg dan 500 mg. Etambutol ditoleransi dengan baik oleh dewasa dan anak-anak
pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi tidak berpenetrasi baik
pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. Kemungkinan toksisitas utama
etambutol adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau, sehingga seringkali
penggunaannya dihindari pada anak yang belum dapat diperiksa tajam penglihatannya.
Penelitian di FKUI menunjukkan bahwa pemberian etambutol dengan dosis 15-25 mg /
kgBB / hari tidak menimbulkan kejadian neuritis optika pada pasien yang dipantau hingga
10 tahun pasca pengobatan. Rekomendasi WHO yang terakhir mengenai pelaksanaan
tuberkulosis pada anak, etambutol dianjurkan penggunaannya pada anak dengan dosis 15-
19
25 mg / kgBB / hari. Etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan
kecurigaan TB resisten-obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat
digunakan .
Pada bulan pertama pengobatan, pasien harus tirah baring total
Regimen : RHZE / RHZS
Nama Obat DOSIS
20
21