Anda di halaman 1dari 5

Muhammad Azmi Hakim (1102012170)

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Bakteri Salmonella enterica


LO 1.1. Definisi
Famili Enterobacteriaceae, nama trivial yaitu bakteri "enterik". Salmonela umumnya bersifat
patogen untuk manusia atau hewan bia masuk melalui mulut. Organisme ini ditularkan dari
hewan dan produk hewan ke manusia, dan menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demam
enterik.
LO 1.2. Morfologi

Salmonella enterica

Gram negatif yang berbentuk batang. Panjang salmonella bervariasi. Sebagian besar isolat
motil dengan flagel peritrika (peritrichous flagella).
LO 1.3. Klasifikasi
Hampir semua serotype Salmonela yang menginfeksi manusia berada dalam hibridisasi DNA
grup I; jarang terjadi infeksi pada manusia oleh grup IIIa dan IIIb. Empat tipe salmonella yang
menyebabkan demam enterik dapat diidentifikasikan di laboratorium klinis melalui
pemeriksaan biokimia dan serologik. Serotipe-serotipe ini sebaiknya rutin diidentifikasi karena
seotipe-serotipe ini bermakna secara klinis. Serotipe tersebut adalah sebagai berikut:
Salmonella Paratyphi A (serogroup A), Salmonella Paratyphi B (serogroup B), Salmonella
Cholerasuis (serogroup C1), dan Salmonella Typhi (serogroup D). Genus Salmonella
mempunyai tiga macam antigen utama denagn cara diagnostic atau mengindentifikasinya,
misalnya somatik (O), permukaan, dan flagela (H).
LO 1.4. Habitat dan Siklus Hidup
Habitat utana salmonellae adalah saluran intestinal manusia dan hewan berdarah dingin
maupun berdarah panas. Salmonellae dapat ditemukan di air, tanah, kadang-kadang tanaman
yang biasa untuk dimakan. Salmonellae tidak menggandakan diri secara signifikan ketika
berada di luar saluran intestinal, tapi bisa bertahan beberapa minggu di air dan beberapa tahun
di tanah bila suhu, kelembaban, dan pH cocok.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Demam


LO 2.1. Definisi
Demam merupakan reaksi yang terjadi pada semua vertebrata dan sebagian avertebrata yang
timbul sebagai respons terhadap infeksi, penyakit kolagen, dan berbagai kompleks antigen-
antibodi, yang biasanya ditandai oleh perubahan set point pada pusat pengaturan termoregulasi
dalam anterior hipotalamus.
LO 2.2. Klasifikasi
a) Demam septik: pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan kembali turun lagi ke tingkat di atas
normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang
normal dinamakan juga demam heptik
b) Demam remiten: pada demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak
pernah mencapai suhu kadar normal. Perbedaan suhu yang mungkin
tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu
yang dicatat pada demam septik
c) Demam intermiten: pada demam tipe intermiten, suhu badan kembali ke tingkat yang
normal selama beberapa jam dalam sehari. Bila demam seperti terjadi
setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas
demam diantara dua serangan demam disebut kuartana
d) Demam kontinu: pada tipe demam kontinu, variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda
lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus-menerus tinggi
sekali disebut hiperpireksia
e) Demam siklik: pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti oleh periode bebas demam, untuk beberapa hari
kemudian diikuti lagi oleh kenaikan suhu seperti semula
LO 2.3. Etiologi
Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya terangsang oleh
pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi
imunologik yang tidak berdasarkan dari suatu infeksi. Dewasa ini diduga pirogen adalah suatu
protein yang identik dengan interleukin-1. Di dalam hipotalamus, zat ini merangsang pelepasan
asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsung
menyebabkan suatu pireksia.
LO 2.4. Patogenesis
Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi perifer sehingga
pengeluaran panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi
lagi karena meningkatnya metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas
dan karena kurang adekuat penyalurannya ke permukaan, maka rasa demam bertambah pada
seorang pasien.
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Demam Tifoid
LO 3.1. Definisi
Sindrom ini hanya ditimbulkan oleh beberapa salmonela, yang terpenting adalah Salmonella
Typhi (demam tifoid).
LO 3.2. Epidemiologi
Surveilans Depkes RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar
9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk.
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi
lingkungan; di daerah rural (Jawa Barat) 157 per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban
ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat
dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan
pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. CFR demam tifoid
pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh kematian di Indonesia. Hasil survey SKRT Depkes
RItahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.
LO 3.3. Klasifikasi
Salmonella Typhi, Salmonella Cholerasuis, dan mungkin juga Salmonella Paratyphi A dan
Salmonella Paratyphi B bersifat infeksius terhadap manusia dan infeksi oleh organisme
tersebut didapatkan dari manusia.
LO 3.3. Etiologi
Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonella. Berikut
adalah sumber-sumber yang penting: Penyediaan air bersih yang belum memadai yang
terkontaminasi dengan feses; sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang
memenuhi syarat kesehatan lingkungan; kerang telur, daging yang terkontaminasi; hewan
piaraan seperti kura-kura, anjing, kucing, dll.
Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis pada manusia adalah
105-108 salmonela (Salmonella Typhi cukup dengan 103). Beberapa faktor host yang
menimbulkan resistensi terhadap infeksi salmonella adalah keasaman lambung, flora normal
usus, dan kekebalan usus. Salmonela hampir selalu masuk melalui rute oral, biasanya bersama
makanan atau minuma yang terkontaminasi.
Sebagian kuman dimusnahkan di lambung, sebagian lolos ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman-
kuman akan menembus sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di
lamina propria kuman kuman berkembang biak dan difagosit terutama oleh makrofag. Kuman
dapat hidup di dalam makrofagdan selanjutnya di bawa ke plak Peyeri Ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman
yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke dalam aliran darah (merupakan bakterimia yang
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial terutama hati dan limpa. Di
organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar
sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi merupakan bakterimia
yang kedua kalinya disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan
empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan
melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang
sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat
fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya
akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam. Demam meningkat sampai
plateau yang tinggi, dan terjadi pembesaran limpa serta hati. Setelah masa inkubasi selama 10-
14 hari, timbul demam. malaise, sakit kepala, konstipasi, bradikardia, dan mialgia.

LO 3.5. Manifestasi
Demam. malaise, sakit kepala, konstipasi, bradikardia, dan mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Pada minggu kedua lidah yang
berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor, roseolae jarang ditemukan pada
orang Indonesia.
LO 3.6. Diagnosis dan Diagnosis banding
Kultur masih menjadi standar baku untuk penegakkan diagnosis. Darah untuk biakan harus
diambil berulang kali. Pada biakan demam enterik dan septikemia, biakan darah sering positif
dalam minggu pertama penyakit. Biakan sumsum tulang dapat bermanfaat. Biakan urin dapat
positif setelah minggu kedua. Spesimen feses juga harus diambil berulang-ulang. Pada demam
enterik, feses akan memberikan hasil positif mulai minggu kedua atau ketiga.
LO 3.7. Pemeriksaan Laboratorium
Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman Salmonella Typhi. Pada uji Widal
terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman Salmonella Typhi dengan antigen yang disebut
aglutinin. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
tersangka demam tifoid yaitu: a) aglutinin O (dari tubuh kuman), b) aglutinin H (flagela
kuman), dan c) aglutinin Vi (simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O
dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya, semakin besar
kemungkinan terinfeksi kuman ini..
Uji Tubex
Uji Tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah
untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibody anti-S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara
mengahmbat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna
dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnerik latex. Hasil positif
uji Tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara
spesifik menunjuk pada S.typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan hasil negatif.
Uji Typhidot dan Uji Igm Dipstick
LO 3.8. Tata Laksana
1. Istirahat dan perawatan
2. Diet dan terapi penunjang
3. Pemberian antimikroba
Kloramfenikol, Tiamfenikol, Kotrimoksazol, Ampisilin dan amoksisilin, Sefalosporin
generasi ketiga, Golongan fluorokuilonon, Azitromisin

LO 3.9. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu:
Komplikasi intestinal: perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis
Komplikasi ekstra intestinal: miokarditis, anemia hemolitik, pneumonia, hepatitis,
glomeerulonefritis, artritis, neuropsiatrik

LO 4. Prognosis

Sumber Pustaka

Buku Ajar IPD (III). 2009


http://textbookofbacteriology.net/themicrobialworld/Salmonella.html
Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai