Secara regional di daerah Kalimantan, litologi penyusun Zona Cekungan Mahakam dan Kutai
yang tersingkap sekarang antara lain didominasi oleh Endapan Kuarter dan batuan-batuan
Sedimen berumur Paleosen (Tersier Awal) hingga Plistosen atau Kuarter Awal (W. Hamilton,
1978; Halien, 1969 dan Pupiluli, 1973 dalam Rienno Ismail, 2008).
2. Kerangka Tektonik
Proses tektonik yang berkaitan dengan sejarah pembentukan Cekungan Kutai adalah rifting
Selat Makassar sepanjang Eosen Tengah sampai Oligosen Awal (Asikin,).
Katili (1984) berpendapat bahwa Cekungan Kutai adalah sebuah aulakogen, yaitu cekungan
yang terbentuk akibat system rekahan segitiga (Triple junction rifting), yang berkaitan dengan
rifting Selat Makassar pada awal Tersier. Pendapat ini didukung pula oleh Van De Weerd dan
Armin (1992) yang menjelaskan bahwa Cekungan Kutai terbentuk pada Kala Eosen Tengah
sebagai cekungan ekstensional.
Menurut Asikin (Petroleum Geology of Indonesia Basin,1985), evolusi tektonik Kutai Basin
terdiri dari beberapa tahap, yakni :
a) Pecahnya Benua Australia dari Antartika pada jaman Jura hingga Kapur Awal, yang
ditandai dengan pergerakan lempeng Indo-Australia ke arah utara. Pada masa ini,
Kalimantan (cekungan kutai) masih berada pada lempeng Aurasia, terpisah dengan
Gonddwana oleh laut Thethyan.
b) Rifting laut Cina Selatan pada jaman Kapur Akhir yang diikuti spreading pada jaman
Eosen Tengah. Pada masa ini, Kalimantan tertelak di sebelah pualu Hainan, terpisah dari
daratan cina dan bergerak ke arah selatan sekaligus membentuk cekungan laut cina
salatan tua. Batas timur kalimantan terjadi patahan ekstensional, menyebabkan seri
patahan berarah timurlaut. Rifting ini diduga berpengaruh dengan pembentukan awal
Sundaland.
Gambar 2. Crosssection tektonik lempeng pada Kutai basin.
Pada Oligosen Miosen, Middle Eosen resen.
(rift basin). Pengangkatan dan deformasi subsequen trantensional pada robekan besar
paralel di basement benua hasil rifting. Rezim robekan (shear) terbentuk akibat gaya
tekan untuk formasi cekungan, dimana butir pecahan lempeng mempengaruhi arah
cekungan (Cekungan Melawi, Ketungau, dan Kutai). Rifting dan pemisahan Sulawesi
selatan dari Kalimantan menjadikan posisi tektonik calon selat Makasar sebagai
cekungan belakang busur.
Gambar 3. Crosssection tektonik lempeng pada Kutai basin.
Pada Paleocene Eocene Tengah
g) Rifting kedua dan pembukaan laut cina sealtan pada Oligosen akhir hingga Miosen
Akhir, diikuti oleh kolisi Palawan-Reed Bank (Miosen Awal) yang mengakhiri
pemekaran/spreading (akhir Miosen Awal), menghentikan rotasi Kalimantan (Miosen
Tengah), menimbulkan subduksi Mersing (Miosen Awal) dan pengangkatan Tinggian
Kuching (Miosen Tengah). Tahap kedua dari pemekaran Laut Cina Selatan menciptakan
cekungan dengan patahan dominan berarah barat-timur. Pemekaran merupakan sebagian
hasil dari pemisahan sepanjang Red River dan pathan transform Vietnam.
h) Tumbukan fragmen benua Banggai-Sula ke Sulawesi dan pengangkatan Meratus pada
Miosen Awal. Pergerakan searaha zona lemah menyebabkan teraktivkannya kembali
sesar wrench sinistral. Kolisi tersebut dapat dihubungan dengan sumber kompresi
tektonik yang menyebabkan pengangkatan Meratus Suture, menerus ke barat datas
sedimen tersier pada Cekungan Barito.
Tektonik Plio-plisto di wilayah cekungan Kutai selat makasar yang dibatasi patahan Adang
di selatan dan Patahan Mangkalihat di utara, terlihat sebagai hasil kontrol pergerakan wrench
berarah baratlaut-tenggara pada basement akibat patahan strik-slip, yang kebanyakan
mengaktifkan kembai patahan pra-tersier. Rezim tektonik di cekungan dapat diklasifikasikan
sebagai tektonik transtension dan transpression antara dua patahan stike-slip utama.
3. Proses Sedimentasi
Berikut proses sedimentasi yang terjadi pada cekungan Kutai, dimana proses sedimentasi
pada cekungan Kutai dimulai dari Masa Paleogen, Neogen, hingga Kuarter, berikut
penjelesannya, Courtney dkk (1991) :
Endapan Paleogen
Cekungan Kutai memiliki batuan dasar yang tersusun atas asosiasi batuan
mafik dan sedimen dengan tingkat metamorfisme yang berbeda.
Batuan sedimen Tersier tertua pada stratigrafi Cekungan Kutai adalah Formasi
Boh, yang terdiri dari batu serpih, lanau, dan batupasir sangat halus. Batuan-batuan
tersebut mengandung foraminifera planktonik yang berumur Eosen Tengah. Pada
beberapa lokasi, formasi ini berasosiasi dengan batuan volkaniklastik (daerah
Mangkalihat) dan aliran Lava (ketebalan 1.400 meter). Ketebalan total dari Formasi
Boh diperkirakan sekitar 300 meter, tanpa lapisan lava. Distribusi dari perlapisan
batupasir pada formasi ini tidak diketahui.
Pada batas Eosen Tengah-Akhir, fase regresi ditunjukan oleh terjadinya
pembajian lapisan sedimen klastik yang diikuti oleh endapan laut berumur Eosen
Akhir hingga Oligosen Awal. Lapisan sedimen klastik ini diberi nama Keham Halo
Beds, suksesi lapisan batuserpih batulumpur dikenal sebagai Atan Beds. Di Sungai
Muru (Cekungan Kutai bagian selatan) dan Sungai Atan (bagian barat Kutai Tengah),
endapan ini onlap terhadap batuan dasar dan secara tidak selaras menutupi Formasi Boh.
Keham Halo Beds terdiri dari batupasir dan konglomerat dengan ketebalan antara
1.400-2.000 meter. Batupasir pada lapisan ini merupakan suatu batupasir sangat halus
dengan ketebalan 400-600 meter.
Atan Beds terdiri dari batuserpih dan batulumpur dan terkadang bersifat
karbonatan. Ketebalan dari lapisan ini sangat sulit ditentukan karena kuat nya deformasi
pada lapisan tersebut. Pengendapan dari Atan Beds diakhiri oleh fase regresi yang
diindikasikan oleh kehadiran klastik kasar (Marah Beds).
Berikut merupakan urutan stratigrafi dari batuan pada Cekungan kutai, dari tua ke muda :
a. Basement
Hanya diketahui dari batas cekungan, terdiri dari bataan mafik dan batuan
sedimen yang menunjukkan variasi metamorfisma. Dari data pemboran, terdapat
basement vulkanik berusia sekitar Kapur.
b. Boh beds
Merupakan endapan tertua, terdiri dari shale, silt, dan batupasir halus.
Singkapan in hanya ditemui pada upper Mahakam dan sungai Boh dan lokasinya
dekat dengan semenanjung Mangkalihat dan juga merupakan bata utara cekungan.
Secara lokal kadang ditemui konglomerat basaltik dan vulkanoklastik.
d. Formasi Atan
Berusia Oligosen Awal hingga Oligosen Akhir. Mengandung shale dan
mudstone, kadang gampingan. Ketebalan diperkirakan 200-400m. Terdapat
interkalasi batugamping di upper sungai Mahakam, interkalasi batupasir halus juga
terdapat dalam formasi Atan. Pengendapan formasi Atan terputus karena fase
regresif, ditandai dengan klastik kasar berusia Oligosen Akhir (Formasi Marah)
e. Formasi Marah
Dimana Formasi Marah diendapkan secara tidak selaras menutup formasi yang
lebih tua, akibat proses tektonik yang menyebabkan terjadinya struktur tersebut.
Terdiri dari batupasir, konglomerat dan vulkaniklastik. Kadang muncul perselingan
shale dan batubara. Endapan ini berasal dari arah barat, kemunculan endapan ini
tidak diketahui di bagian timur, tapi diyakini endapan ini mencapai daerah sungai
Mahakam saat ini.
f. Formasi Pamaluan
Secara selaras diendapkan di atas formasi Atan. Didominasi sikuen shale-
siltstone dan mencapai ketebalan hingga 1000m. Terdapat fosil yang berusia N3
sampai N5.
Formasi Pamaluan. Terdiri dari batugamping yang mencapai ketebalan 100-
200m. Umurnya sekitar N6 N7. batugamping yang ada kebanyakan berasal dari
reefal buildup.
g. Formasi Pulaubalang
Formasi Pulaubalang. Mengandung batugamping Bebulu, unit mudstone-shale
yang berselingan dengan batugamping dan batupasir. Mencapai ketebalan 1500m.
Umur formasi berdasar fosil sekitar N8 N9.
h. Formasi Mentawir.
Terdiri dari batupasir masiv, berbutir halus hingga sedang, berselingan dengan
lapisan shale, silt dan batubara. Tebalnya 540m di Balikpapan dan menipis kearah
laut.
i. Formasi Klandasan.
Berada di barat formasi Mentawir, terdiri dari batupasir basal yang bertahap
berubah menjadi silt dan akhirnya hilang.
5. Literatur
https://www.scribd.com/doc/240232690/Stratigrafi-Cekungan-Kutai-PAPER
https://www.scribd.com/document/262934273/Cekungan-Kutai-Kalimantan-Timur